PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah fungsi luhur yang paling utama bagi manusia selain fungsi
daya mengingat, persepsi, kognisi dan emosi. Kerusakan atau kelainan di otak
dapat menimbulkan gangguan kemampuan berbahasa yang disebut afasia. Afasia
adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Afasia
mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun biasanya terdapat
gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya.
Di Amerika, afasia banyak dijumpai pada 20% penderita stroke. Namun,
tidak menutup kemungkinan afasia juga dapat terjadi pada mereka yang
mengalami cedera otak, tumor dan terutama pasien neurodegeneratif. Afasia
seringkali masih disalahdiagnosis atau dianggap remeh karena afasia seringkali
hanya merupakan penyakit penyerta dari sebuah penyakit yang lebih nyata.
Padahal, diagnosis afasia merupakan hal yang penting karena membutuhkan terapi
yang khusus.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Afasia
merupakan
gangguan
berbahasa.
Dalam
hal
ini
pasien
Gambar 1. Area pengaturan bahasa pada otak. Lesi pada area ini
akan menyebabkan afasia
2.3 Patofisiologi
Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada
manusia, fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak
pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang
dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar
lesi terletak pada hemisfer kiri.
Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau
penyakit degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur
kemampuan berbahasa, yaitu area Broca dan area Wernicke.
Manifestasi Klinis
1.Afasia global.
Afasia global ialah bentuk afasia yang paling berat. Koadaan ini ditandai
oleh tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa
patah kata yang diucapkan secara stereotip (itu-itu saja, berulang), misalnya :
"iiya, iiya, iiya", atau: "baaah, baaaah, baaaaah" atau: "amaaang, amaaang,
amaaang". Komprehensi menghilang atau sangat terbatas, misalnya hanya
mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi (mengulangi) juga
sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga
terganggu berat.
Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau
semua daerah bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis
interna atau arteri serebri media pada pangkalnya. Kemungkinan
buruk.
Afasia
global
hampir
selalu
pulih
ialah
Contoh:
"Saya....sembuh....rumah....kontrol....ya..kon..trol."
"Periksa...lagi...makan... banyak.."
Mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat sama terganggunya
seperti berbicara spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca
tampaknya tidak terganggu, namun pemahaman kalimat dengan tatabahasa yang
kompleks sering terganggu (misalnya memahami kalimat: "Seandainya anda
berupaya untuk tidak gagal, bagaimana rencana anda untuk maksud ini").
Kesalahan parafasia
korteks motorik bawah dan massa alba paraventrikular tengah). Selain itu, ada
pasien dengan lesi dikorteks peri-rolandik, terutama daerah Brodmann 4; ada pula
yang terganggu di daerah peri-rolandik dengan kerusakan massa alba yang
ekstensif.
Ada pakar yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya di
area Broca di korteks, tanpa melibatkan jaringan di sekitarnya, maka tidak akan
terjadi afasia.
Penderita afasia Broca sering mengalami perubahan emosional. seperti
frustasi dan depresi. Apakah hal ini disebabkan oleh gangguan berbahasanya
atau merupakan gejala yang menyertai lesi di lobus frontal kiri belum dapat
dipastikan.
Pemulihan terhadap berbahasa (prognosis) umumnya lebih baik
daripada afasia global. Karena pemahaman relatif baik, pasien dapat lebih baik
beradaptasi dengan keadaannya.
3.Afasia Wernicke.
Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di klinik, pasien afasia
Wernicke ditandai oleh ketidakmampuan memahami bahasa lisan, dan bila ia
menjawab iapun tidak mampu mengetahui apakah jawabannya salah. la tidak
mampu memahami kata yahg diucapkannya, dan tidak mampu mengetahui kata
yang diucapkannya, apakah benar atau salah. Maka terjadilah kalimat yang isinya
kosong, berisi parafasia, dan neologisme. Misalnya menjawab pertanyaan:
Bagaimana keadaan ibu sekarang ? Pasien mungkin menjawab: "Anal saya lalu
sana sakit tanding tak berabir".
Pengulangan (repetisi) terganggu berat. Menamai (naming) umumnya
parafasik. Membaca dan menulis juga terganggu berat.
Artikulasi baik
Prosodi baik
Repetisi terganggu
pula yang tidak. Penderita yang tanpa hemiparese, karena kelainannya hanya atau
terutama pada berbahasa, yaitu bicara yang kacau disertai banyak parafasia, dan
neologisme, bisa-bisa disangka menderita psikosis.
Lesi yang menyebabkan afasia jenis Wernicke terletak di daerah
bahasa bagian posterior. Semakin berat defek dalam komprehensi auditif, semakin
besar kemungkinan lesi mencakup bagian posterior dari girus temporal superior.
Bila pemahaman kata tunggal terpelihara, namun kata kompleks terganggu, lesi
cenderung mengenai daerah lobus parietal, ketimbang lobus temporal superior.
Afasia jenis Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi subkortikal yang merusak
isthmus temporal memblokir signal aferen inferior ke korteks temporal.
Penderita
dengan
defisit
komprehensi
yang
berat,
pronosis
pula
pasien
yang
produksi
bahasanya
lancar,
namun
Pemahaman buruk
Repetisi baik
Ekholalia
Repetisi baik
Inisiasi ot/fpunerlambat
Ungkapan-ungkapan singkat
Parafasia semantik
Ekholalia
Komprehensi buruk
Repetisi baik
Ekholalia mencolok
Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark
berbentuk bulan sabit, di dalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral
mayor (misalnya di lobus frontal antara daerah arteri serebri anterior dan media).
Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di perbatasan anterior yang
menyerupai huruf C terbalik (gambar 9-1). Lesi ini tidak mengenai atau tidak
melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan
lingkungan sekitar) dan korteks peri sylvian parietal. Korteks peri sylvian yang
utuh ini dibutuhkan untuk kemampuan mengulang yang baik.
Penyebab yang paling sering dari afasia transkortikal ialah:
Demensia.
5.Afasia anomik.
Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam
menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya.
Keadaan ini disebut sebagai afasia anomik, nominal atau amnestik. Berbicara
spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika, namun sering tertegun
mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama objek.
Gambaran klinik alasia anomik:
Keluaran lancar
Komprehensi baik
Repetisi baik
10
Ekspresi
Komprehen
si verbal
Tak
lancar
Relatif
terpelihara
Repetisi
Menamai
Kompreh
ensi
membaca
Terganggu
Terganggu
Bervariasi
Menulis
Terganggu
Lesi
Frontal Inferior
posterior
11
Reseptif
Lancar
Terganggu
Terganggu
Terganggu
Terganggu
Terganggu
Temporal
Superior
Posterior (Area
Wernicke)
Global
Tak
lancar
Terganggu
Terganggu
Terganggu
Terganggu
Terganggu
Fronto temporal
Konduksi
Lancar
Relatif
terpelihara
Terganggu
Terganggu
Bervariasi
Terganggu
Fasikulus
arkualtus, girus
supramarginal
Nominal
Lancar
Relatif
terpelihara
Terpelihara
Terganggu
Bervariasi
Bervariasi
Girus angular,
temporal
superior
posterior
Transkortikal
motor
Tak
lancar
Relatif
terpelihara
Terpelihara
Terganggu
Bervariasi
Terganggu
Peri
sylvian
anterior
Transkortikal
sensorik
Lancar
Terganggu
Terpelihara
Terganggu
Terganggu
Terganggu
PerisylvianPoste
rior
(Wermicke)
Repetisi baik
Ungkapan-ungkapan singkat
Parafasia semantik
Ekholalia
12
2.6
Apatis
Kecemasan
Perasaan malu
Kurang responsif
Kekakuan
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya,
Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik
jika intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih
baik jika pasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari
dibandingkan dengan melakukan banyak sesi terapi dalam sehari dengan
jumlah hari yang lebih banyak pula.
Berikut merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan:
Terapi kognitif linguistik.
Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-komponen emosional bahasa.
Sebagai
contoh,
beberapa
latihan
akan
mengharuskan
pasien
untuk
menginterpretasikan karakteristik dari suara dengan nada emosi yang berbedabeda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan arti kata seperti kata
"gembira." Latihan-latihan seperti ini akan membantu pasien mempraktekkan
kemampuan komprehensif sementara tetap fokus pada pemahaman komponen
emosi dari bahasa.
Program stimulus.
Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori. Termasuk gambargambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat kesukaran yang
meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.
Stimulation-Fascilitation Therapy.
Jenis terapi afasia ini lebih fokus pada semantik (arti) dan sintaksis (sususan
kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang digunakan selama terapi adalah
14
stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan kemampuan berbahasa akan
lebih baik jika dilakukan dengan pengulangan.
Terapi kelompok (group therapy).
Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks sosial untuk mempraktekkan
kemampuan berkomunikasi yang telah mereka pelajari selama sesi pribadi. Selain
itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik dari para terapis dan pasien
lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan anggota keluarga. Efeknya akan sama
sekaligus juga mempererat komunikasi pasien dengan orang-orang tercinta
mereka.
PACE (Promoting Aphasic's Communicative Effectiveness).
Ini merupakan bentuk terapi pragmatik yang paling terkenal. Jenis terapi afasia ini
bertujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan
percakapan sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan terlibat percakapan
dengan terapis. Untuk menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini akan
menggunakan lukisan-lukisan, gambar, serta benda-benda visual. Benda-benda ini
akan digunakan oleh pasien sebagai sumber ide untuk dikomunikasikan dalam
percakapan. Pasien dan terapi secara bergiliran akan menyampaikan ide-ide
mereka.
Transcranial Magnetic Stimulation (TMS).
Terapi ini dilakukan dengan mendekatkan magnet langsung ke area otak yang
diduga menghambat pemulihan kemampuan berbahasa setelah stroke. Dengan
menekan fungsi dari bagian otak tersebut, maka pemulihan diharapakan akan
semakin cepat. Beberapa studi telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Tetapi, masih diperlukan studi yang lebih besar untuk membuktikan efektivitas
terapi ini.
2.7 PROGNOSIS
Prognosa hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia.
Suatu tumor otak dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil,
15
sedangkan afasia dengan stroke minor mungkin memiliki prognosis yang sangat
baik. Prognosis hidup ditentukan oleh penyebab afasia tersebut.
Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada ukuran
lesi dan umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan tanda
klinis yang lebih ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik. Afasia
Broca secara fungsional memiliki prognosis yang lebih baik daripada afasia
Wernicke. Terakhir, afasia akibat penyakit yang tidak dapat atau sulit
disembuhkan, misalnya tumor otak, memiliki tingkat prognosis yang buruk
BAB III
PENUTUP
16
KESIMPULAN
Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: (1)
membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan
digunakan, kemudian (2) mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari
vokalisasi itu sendiri. Pembentukan buah pikiran dan bahkah pemilihan kata-kata
merupakan fungsi area asosiasi sensorik otak. Sekali lagi, area Wemicke pada
bagian posterior girus temporalis superior merupakan hal yang paling penting
untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang mengalami afasia
Wernicke atau afasia global tak mampu memformulasikan buah pikirannya untuk
dikomunikasikan. Atau, bila lesinya tak begitu parah, maka penderita masih
mampu memfontiulasikan pikirannya namun tak mampu menyusun kata-kata
yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan
pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun kata-kata yang
dikeluarkannya tidak beraturan.
Afasia Motorik Akibat Hilangnya Area Broca. Kadang-kadang,
penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya, dan mampu
bervokalisasi, namun tak dapat mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan
kata-kata selain suara ribut. Efek ini, disebut afasia motorik, disebabkan oleh
kerusakan pada area bicara Broca, yang terletak di regio prefrontal dan fasial
premotorik korteks kira-kira 95 persen kelainannya di hemisfer. Oleh karena itu,
pola keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring, bibir, mulut,
sistem respirasi, dan otot-otot lainnya yang dipakai untuk bicara dimulai dari
daerah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. .
17
2.
18