Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tension type headache atau yang bisa disingkat TTH merupakan salah satu
jenis nyeri kepala primer yang paling sering terjadi di masyarakat. TTH ini
mempengaruhi hingga dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa
pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya. Penderita lebih
banyak ditemukan pada perempuan dengan rasio perempuan : laki-laki
adalah 5 : 4. Onset usia penderita TTH sendiri biasanya pada dekade ke dua
atau ke tiga kehidupan, antara 25 hingga 30 tahun.
Definisi Tension type headache merupakan suatu keadaan yang melibatkan
sensasi nyeri atau rasa tidak nyaman didaerah kepala, kulit kepala atau leher yang
biasanya berhubungan dengan ketegangan otot didaerah ini. Pemicunya dapat
berupa aktivitas yang berat, buruknya upaya kesehatan diri (poor self-related
health) dan sebagainya. Tetapi tres dan konflik emosional adalah pemicu tersering
TTH. Biasanya penderita akan mengeluh nyeri tumpul di kedua sisi kepala
sebagai yang menetap atau konstan, dengan intensitas
melibatkan

bervariasi,

juga

nyeri leher. Kualitas nyerinya khas, yaitu: menekan (pressing),

mengikat (tightening), tidak berdenyut (non-pulsating). Selain itu terdapat


beberapa gejala lain yang memudahkan diagnosis terhadap pasien TTH.
Sehingga terapi dapat dilakukan secara adekuat dengan prognosis yang baik.
Untuk pembahasan selanjutnya akan dijabarkan pada pembahasan selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi terkait dengan nyeri kepala ?
2. Apa definisi Tension type headache ?
3. Bagaimana epidemiologi Tension type headache ?
4. Apa saja klasifikasi dari tension type headache ?
5. Apa saja etiologi dari Tension type headache ? Dan bagaimana
patofisiologinya ?
6. Apa saja manifestasi klinis dari Tension type headache ?
7. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan ?
8. Apa saja diagnosis banding pada Tension type headache ?
9. Bagaimana penanganan dari Tension type headache ?
10. Pencegahan apa saja yang dapat dilakukan ?
11. Bagaimana prognosis Tension type headache ?

Tension type headache

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Bagian-bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam berbagai
cara berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan perkembangan
evolusi. Otak terdiri dari
a. Batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medulla
Tension type headache

Batang otak berfungsi sebagai berikut: (1) asal dari sebagian besar saraf
kranialis perifer, (2) pusat pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan
pencernaan, (3) pengaturan refleks otot yang terlibat dalam keseimbangan dan
postur, (4) penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda
spinalis; keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum, (5) pusat tidur.
b. Serebelum, berfungsi untuk memelihara keseimbangan, peningkatan tonus
otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih
c. Otak depan (forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan serebrum. Diensefalon
terdiri dari hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri dari nukleus basal dan
korteks serebrum.
Hipotalamus berfungsi sebagai berikut: (1) mengatur banyak fungsi
homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan
makanan, (2) penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin, (3) sangat
terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar. Talamus berfungsi sebagai
stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar terhadap
sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam kontrol motorik.
Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan
yang lambat dan menetap, penekanan pola-pola gerakan yang tidak berguna.
Korteks serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter,
bahasa, sifat pribadi, proses mental canggih misalnya berpikir, mengingat,
membuat keputusan, kreativitas dan kesadaran diri. Korteks serebrum dapat
dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus frontalis, lobus, parietalis, lobus temporalis,
dan lobus oksipitalis. Masing-masing lobus ini memiliki fungsi yang berbedabeda.

Gambar 1. Anatomi Otak

Tension type headache

Gambar 2. Lapisan-lapisan otak dan pelindungnya


Struktur peka nyeri pada extra dan intra cranium
Struktur peka nyeri extra cranium :

Kulit kepala, periosteum,


Arteri (a. Frontalis, a.temporalis, a.occipitalis);
Saraf (n.frontalis, n.temporalis, n.occipitalis mayor / minor)
Otot (m.frontalis, m.temporalis, m.occipitalis)

Struktur peka nyeri intracranium :

Duramater (sepanjang a.meningeal, sekitar sinus venosus, basis cranii, dan

tentorium serebelli)
Leptomenings sekitar arteri besar di basis cranii
Bagian proximal atau basal arteri, vena, saraf, tertentu (V, VII, IX, nn.
Spinalis)

Struktur yang tidak peka terhadap nyeri :

Tulang kepala, parenkim otak, ependym ventrikel, plexus choroideus, sebagian


besar duramater dan piamater yang meliputi konveksitas otak.
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan

nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua
aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari
C1-C3 beramifikasi pada grey matter area ini.
Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang
berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars
interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti
sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.
Terdapat over lapping dari proses ramifikasi pada nukleus iniseperti aferen dari C2
Tension type headache

selainberamifikasike C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3


juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya
nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas.
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari
kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan
mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit
yang meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengansaraf oftalmikus dari trigeminus.
Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal. Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2,
dan V3.
Oftalmikus (V1), menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis,
duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta pembuluh darah yang
berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris, menginervasi daerah
hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan duramater bagian fossa kranial
medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial
medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot
menguyah.
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi
meatus auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi
rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.
Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis
dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle-obliquus superior, obliquus
inferiorda dan rectus capitis posterior major dan minor (Mardjono, 1988).
Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher
superfisial posterior, longis simus capitisda n splenius sedangkan cabang besarnya
bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran
bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian
belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke
kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the
aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf
lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai
kulit kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid.
Tension type headache

Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus capitisda n


splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial medial adalah
nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral
dan posterior Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian
yaitu intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks
serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa
posterior.
Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari
orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar,
gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah
parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.

2.2 Definisi
a. Tension type headache disebut juga nyeri kepala tegang, nyeri kepala kontraksi
otot, nyeri kepala psikomiogenik, nyeri stres, nyeri kepala esensial, nyeri
kepala idiopatik, nyeri kepala psikogenik (Mardjono, 1988).
b. Tension type headache merupakan suatu keadaan yang melibatkan sensasi
nyeri atau rasa tidak nyaman didaerah kepala, kulit kepala atau leher yang
biasanya berhubungan dengan ketegangan otot didaerah ini (Ambre, 1993).
2.3 Epidemiologi (Anurogo, 2014)
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri
kepala. TTH dan nyeri kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala
yang paling sering dijumpai. TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala
primer yang mempengaruhi hingga dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang
dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya.
TTH episodik adalah nyeri kepala primer yang paling umum terjadi,
dengan prevalensi 1-tahun sekitar 3874%. Rata-rata prevalensi TTH 11-93%.
Satu studi menyebutkan prevalensi TTH sebesar 87%. Prevalensi TTH di
Koreasebesar 16,2% sampai 30,8%, di Kanada sekitar 36%, di Jerman
sebanyak 38,3%, di Brazil hanya 13%. Insiden di Denmark sebesar 14,2 per
1000 orang per tahun. Suatu survei populasi di USA menemukan prevalensi
tahunan TTH episodik sebesar 38,3% dan TTH kronis sebesar 2,2%.
Tension type headache

TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30


tahun, namun puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar
40% penderita TTH memiliki riwayat keluarga dengan TTH, 25% penderita
TTH juga menderita migren. Prevalensi seumur hidup pada perempuan
mencapai 88%, sedangkan pada laki-laki hanya 69%. Rasio perempuan:
laki-laki adalah 5:4. Onset usia penderita TTH adalah dekade ke dua atau ke
tiga kehidupan, antara 25 hingga 30 tahun. Meskipun jarang, TTH dapat
dialami setelah berusia 50-65 tahun.

2.4 Klasifikasi
a. Tension Type Headache Episodik
Tension Type Headache Episodik diklasifikasikan menjadi 2 (Sjahrir, 2005),
yaitu:
1) Tension Type Headache Episodik yang infrequent
2) Tension Type Headache Episodik yang frequent
Tension Type Headache Episodik yang infrequent
Deskripsi :
Nyeri kepala episodik yang infrequent berlangsung beberapa menit sampai
beberapa hari, nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan intensitas
ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin, tidak
didapatkan mual, tetapi bisa terdapat fotofobia atau fonofobia (Sjahrir, 2005).
Kriteria Diagnosis (Sjahrir, 2005):
1) Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata-rata < 1 hari/bulan (<
12 hari/tahun).
2) Nyeri Kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
3) Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas yaitu :
- Lokasi bilateral
- Menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitasnya ringan sampai sedang
- Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
4) Tidak didapatkan :
- Keluhan mual atau muntah (bisa anoreksia)
- Lebih dari satu keluhan : fotofobia atau fonofobia.
Tension Type Headache Episodik yang infrequent diklasifikasikan menjadi 2
(Sjahrir, 2005), yaitu :
1) Tension Type Headache Episodik yang infrequent yang berhubungan
dengan nyeri tekan perikranial. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nyeri
tekan perikranial pada palpasi manual.
Tension type headache

2) Tension Type Headache Episodik yang infrequent yang tidak berhubungan


dengan nyeri tekan perikranial.
Tension Type Headache Episodik yang frequent
Deskripsi :
Nyeri kepala episodik yang frequent berlangsung beberapa menit sampai
beberapa hari, nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat (tidak berdenyut),
intensitas ringan sampai sedang, nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin,
tidak didapatkan mual/muntah, tetapi mungkin terdapat fotofobia atau
fonofobia (Sjahrir, 2005).
Kriteria Diagnosis :
1) Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-15 hari/bulan selama
paling tidak 3 bulan.
2) Nyeri Kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
3) Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas yaitu :
- Lokasi bilateral
- Menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitasnya ringan sampai sedang
- Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
4) Tidak didapatkan :
- Keluhan mual atau muntah (bisa anoreksia)
- Lebih dari satu keluhan (fotofobia atau fonofobia).
Tension Type Headache Episodik yang frequent diklasifikasikan menjadi 2
(Sjahrir, 2005), yaitu :
1) Tension Type Headache Episodik yang frequent yang berhubungan dengan
nyeri tekan perikranial. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nyeri tekan
perikranial pada palpasi manual.
2) Tension Type Headache Episodik yang frequent yang tidak berhubungan
dengan nyeri tekan perikranial.
b. Tension Type Headache Kronik (CTTH)
Deskripsi :
Nyeri kepala yang berasal dari Tension Type Headache Episodik (ETTH)
dengan serangan tiap hari atau serangan episodik nyeri kepala lebih sering yang
berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari, nyeri kepala bersifat
bilateral, menekan atau mengikat (tidak berdenyut) dengan intensitas ringan
sampai sedang, dan nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin,
kemungkinan terdapat mual fotofobia atau fonofobia ringan (Sjahrir, 2005).
Kriteria diagnostik (Dewanto, dkk, 2009) :
1) Nyeri kepala timbul 15 hari/bulan, berlangsung > 6 bulan.
Tension type headache

2) Nyeri Kepala berlangsung beberapa jam atau terus menerus.


3) Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas yaitu :
- Lokasi bilateral
- Menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitasnya ringan sampai sedang
- Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
4) Tidak didapatkan :
- keluhan mual sedang atau berat, maupun muntah
- lebih dari satu keluhan : fotofobia, fonofobia, mual yang ringan.
Tension Type Headache Kronik (CTTH) diklasifikasikan menjadi 2 (Sjahrir,
2005), yaitu :
1) Tension Type Headache Kronik yang berhubungan dengan nyeri tekan
perikranial. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nyeri tekan perikranial
pada palpasi manual.
2) Tension Type Headache Kronik yang tidak berhubungan dengan nyeri tekan
perikranial
2.5 Etiopatofisiologi (Anurogo, 2014)
Secara umum diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Organik, seperti : tumorserebral, meningitis, hidrosefalus, dan sifilis.
b. Gangguan fungsional, misalnya : lelah, bekerja tak kenal waktu, anemia,
gout, ketidaknormalan endokrin, obesitas, intoksikasi, dan nyeri yang
direfleksikan.
Buruknya upaya kesehatan diri sendiri ( poor self-related health),
tidak mampu relaks setelah bekerja, gangguan tidur, tidur beberapa jam
setiap malam, dan usia muda adalah faktor risiko TTH. Pencetus TTH
antara lain : kelaparan, dehidrasi, pekerjaan/beban yang terlalu berat
(overexertion), perubahan pola tidur, caffeine withdrawal, dan fluktuasi
hormonal wanita. Stres dan konflik emosional adalah pemicu tersering
TTH. Gangguan emosional berimplikasi sebagai faktor risiko TTH,
sedangkan ketegangan mental dan stres adalah faktor-faktor tersering
penyebab TTH. Asosiasi positif antara nyeri kepala dan stres terbukti nyata
pada penderita TTH.
Iskemi dan meningkatnya

kontraksi

otot-otot

di kepala dan leher

diduga penyebab TTH, tetapi kadar laktat otot penderita TTH kronis normal
Tension type headache

selama

berolahraga

(static

muscle

exercise).

(electromyography) menunjukkan peningkatan titik-titik

Aktivitas

EMG

pemicu

di otot

wajah (myofascial trigger points). Riset terbaru membuktikan peningkatan


substansi endogen di otot trapezius penderita tipe frequent episodic TTH. Juga
ditemukan nitric oxide sebagai perantara (local mediator) TTH. Menghambat
produksi nitric oxide dengan

agen investigatif (L-NMMA) mengurangi

ketegangan otot dan nyeri yang berkaitan dengan TTH.


Mekanisme myofascial perifer berperan penting pada TTH episodik,
sedangkan pada TTH kronis terjadi sensitisasi central nociceptive pathways
dan inadequate endogenous antinociceptive circuitry. Jadi mekanisme
sentral berperan utama pada TTH kronis. Sensitisasi jalur nyeri (pain
pathways) di sistem saraf pusat karena perpanjangan rangsang nosiseptif
(prolonged nociceptive stimuli) dari jaringan-jaringan miofasial perikranial
tampaknya bertanggungjawab untuk konversi TTH episodik menjadi TTH
kronis.
TTH episodik dapat berevolusi menjadi TTH kronis :
a. Pada individu yang rentan secara genetis, stres kronis menyebabkan
elevasi

glutamat

yang

persisten.

Stimulasi

reseptor

NMDA

mengaktivasi NFB, yang memicu transkripsi iNOS dan COX-2,


diantara

enzim-enzim

lainnya.

Tingginya

kadar

nitric

oxide

menyebabkan vasodilatasi struktur intrakranial, seperti sinus sagitalis


superior, dan kerusakan nitrosative memicu terjadinya nyeri dari
beragam struktur lainnya seperti dura.
b. Nyeri kemudian ditransmisikan melalui serabut-serabut C dan neuronneuron nociceptive A menuju dorsalhorn dan nukleus trigeminal di TCC
(trigeminocervical complex.), tempat mereka bersinap dengan secondorder neurons.
c. Pada beragam sinap ini, terjadi konvergensi nosiseptif primer dan
neuron-neuron mekanoreseptor yang dapat direkrut melalui
fasilitasi homosinaptik dan heterosinaptik sebagai bagian dari
plastisitas sinaptik yang memicu terjadinya sensitisasi sentral.
d. Pada tingkat molekuler, sinyal nyeri dari perifer menyebabkan
Tension type headache

10

pelepasan beragam neuropeptida dan neurotransmiter (misalnya:


substansi P dan glutamat) yang mengaktivasi reseptor-reseptor di
membran postsynaptic, membangkitkan potensial-potensial aksi
dan berkulminasi pada plastisitas sinaptik serta menurunkan
ambang nyeri (pain thresholds). Sirkuit spinobulbospinal muncul
dari RVM (rostroventral medulla) secara normal melalui sinyalsinyal fine-tunes pain yang bermula dari perifer, namun pada
individu yang rentan, disfungsi dapat memfasilitasi sinyal-sinyal
nyeri, serta membiarkan terjadinya sensitisasi sentral.
e. Pericranial tenderness berkembang seiring waktu oleh recruitment
serabut-serabut C dan mekanoreseptor A di sinap-sinap TCC,
membiarkan perkembangan allodynia dan hiperalgesia.
f. Intensitas, frekuensi, dan pericranial tenderness berkembang
seiring waktu, berbagai perubahan molekuler di pusat-pusat lebih
tinggi seperti thalamus memicu terjadinya sensitisasi sentral dari
neuron-neuron tersier dan perubahan-perubahan selanjutnya pada
persepsi nyeri.
Proses ini dapat dilihat pada Skema 1.

Tension type headache

11

Skema 1 Patofisiologi TTH


Keterangan gambar: AMPA (alpha-amino-3-hydroxyl-5-methyl-4isoxazole-propionate);

COX

(cyclooxygenase);

CTTH

(chronic

tension-type headache); ETTH (episodic tension-type headache);


iNOS (inducible nitric oxide synthase); NFB (nuclear factor -lightchain); NK1 (neurokinin-1); NMDA (N-methyl-D-aspartate); PAG
(periaqueductal gray); PGE2 (prostaglandin E2); PkC (protein kinase
C); RVM (rostroventral medulla); TCC (trigeminocervical complex).

Konsentrasi platelet factor 4, beta-thromboglobulin, thromboxane


B2, dan 11-dehydrothromboxane B2 plasma meningkat signifikan di
kelompok TTH episodik dibandingkan dengan di kelompok TTH kronis dan
kelompok kontrol (sehat). Pada penderita TTH episodik, peningkatan
konsentrasi substansi P jelas terlihat di platelet dan penurunan konsentrasi
beta-endorphin dijumpai di sel-sel mononuklear darah perifer. Peningkatan
konsentrasi metenkephalin dijumpai pada CSF (cairan serebrospinal)
penderita TTH kronis, hal ini mendukung hipotesis ketidakseimbangan
mekanisme pronociceptive dan antinociceptive pada TTH.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa TTH adalah proses
multifaktorial yang melibatkan baik faktor-faktor miofasial perifer dan
komponen-komponen sistim saraf pusat.

2.6 Manifestasi Klinik (Anurogo, 2014)


TTH dirasakan di kedua sisi kepala sebagai nyeri tumpul yang menetap
atau konstan, dengan intensitas bervariasi, juga melibatkan nyeri leher.
Nyeri kepala ini terkadang dideskripsikan sebagai ikatan kuat di sekitar kepala.
Nyeri kepala dengan intensitas ringansedang (nonprohibitive) dan kepala
terasa kencang. Kualitas nyerinya khas, yaitu: menekan (pressing), mengikat
(tightening), tidak berdenyut (non- pulsating). Rasa menekan, tidak enak, atau
berat dirasakan di kedua sisi kepala (bilateral), juga di leher, pelipis, dahi.
Leher dapat terasa kaku. TTH tidak dipengaruhi aktivitas fisik rutin. Dapat
disertai anorexia, tanpa mual dan muntah. Dapat disertai photophobia (sensasi
Tension type headache

12

nyeri/tidak nyaman di mata saat terpapar cahaya) atau phonophobia (sensasi tak
nyaman karena rangsang suara). TTH terjadi dalam waktu relatif singkat,
dengan durasi berubah-ubah (TTH episodik) atau terus-menerus (TTH kronis).
Disebut TTH episodik bila nyeri kepala berlangsung selama 30 menit hingga 7
hari, minimal 10 kali, dan kurang dari 180 kali dalam setahun. Disebut TTH
kronis bila nyeri kepala 15 hari dalam sebulan (atau 180 hari dalam satu tahun),
selama 6 bulan. Penderita TTH kronis sangat sensitif terhadap rangsang.
Berdasarkan analisis multivariat karakteristik klinis, kriteria diagnostik
TTH yang memiliki nilai sensitivitas tinggi adalah tidak disertai muntah (99%),
tidak disertai mual (96%), lokasi bilateral (95%), tidak disertai fotofobia (94%).
Sedangkan yang memiliki nilai spesifisitas tinggi adalah intensitas ringan
(93%), kualitas menekan atau mengikat (86%), tidak disertai fonofobia (63%),
kualitas tidak berdenyut (57%).
Pengaruh nyeri kepala pada kehidupan penderita dapat diketahui
dengan kuesioner Headache Impact Test-6 (HIT-6). Pada individu dan
masyarakat, TTH berdampak pada penurunan produktivitas, ketidakhadiran
dari sekolah dan pekerjaan, dan penggunaan jasa medis (konsultasi/berobat
ke dokter).
2.7 Pemeriksaan Diagnostik (Anurogo, 2014)
Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis
komprehensif adalah kunci evaluasi klinis TTH dan dapat menyediakan
petunjuk potensial terhadap penyebab penyakit (organik, dsb) yang
mendasari terjadinya TTH. Pada palpasi manual gerakan memutar kecil dan
tekanan kuat dengan jari ke dua dan ke tiga di daerah frontal, temporal,
masseter, pterygoid, sternocleidomastoid, splenius, dan otot-otot trapezius,
dijumpai pericranial muscle tenderness, dapat dibantu dengan palpometer.
Pericranial tenderness dicatat dengan Total Tenderness Score. Menurut
referensi lain, prosedurnya sederhana, yaitu: delapanpasang otot dan insersi
tendon (yaitu: otot-otot masseter, temporal, frontal, sternocleidomastoid,
trapezius, suboccipital, processus coronoid dan mastoid) dipalpasi. Palpasi
dilakukan dengan gerakan rotasi kecil jari kedua dan ketiga selama 4-5 detik.
Tenderness dinilai dengan empat poin (0, 1, 2, dan 3) di tiap lokasi (local
Tension type headache

13

tenderness score); nilai dari kedua sisi kiri dan kanan dijumlah menjadi skor
tenderness total (maksimum skor 48 poin). Penderita TTH diklasifikasikan
sebagai terkait (associated) (skor tenderness total lebih besar dari 8 poin) atau
tidak terkait (not associated) (skor tenderness total kurang dari 8 poin) dengan
pericranial tenderness.
Pada TTH juga dijumpai variasi TrPs, yaitu titik pencetus nyeri otot
(muscle trigger points). Baik TrPs aktif maupun laten dijumpai di otot-otot
leher dan bahu penderita TTH. TrPs berlokasi di otot-otot splenius
capitis,splenius cervicis, semispinalis cervicis, semispinalis capitis, levator
scapulae, upper trapezius, atau suboccipital. TrPs di otot-otot superior oblique,
upper trapezius, temporalis, sub occipital, dan sternocleidomastoid secara
klinis relevan untuk diagnosis TTH episodik dan kronis.
Diagnostik penunjang TTH adalah pencitraan (neuroimaging) otak
atau cervical spine, analisis CSF, atau pemeriksaan serum dengan laju endap
darah (erythrocyte sedimentation rate), atau uji fungsi tiroid. Neuroimaging
terutama direkomendasikan untuk: nyeri

kepala dengan pola atipikal,

riwayat kejang, dijumpai tanda/gejala neurologis, penyakit simtomatis


seperti: AIDS

(acquired

immunodeficiency syndrome),

tumor, atau

neurofibromatosis. Pemeriksaan funduskopi untuk papilloedema atau


abnormalitas lainnya penting untuk evaluasi nyeri kepala sekunder.

2.8 Diagnosa Banding (Anurogo, 2014)


Sebagian besar nyeri kepala dalam konteks gangguan medis, antara
lain: hipotiroidisme, gangguan tidur, dan krisis hipertensif memiliki potret
klinis yang tumpang-tindih dengan TTH.
TTH primer sulit dibedakan dari nyeri kepala servikogenik sekunder
jika hanya didasarkan pada kriteria klinis. Selain itu, penderita cervical
spine discogenic dan gangguan spondilotik juga sering disertai TTH. Pada
kondisi tertentu, koneksi mekanistik TTH juga perlu dibedakan dari
disfungsi sendi temporomandibular atau cervical spine disease.

Tension type headache

14

Beberapa penyakit/kondisi yang mirip TTH: cervical spondylosis,


nyeri kepala akibat overuse obat, nyeri kepala pascacedera yang kronis. Juga
nyeri kepala yang berkaitan dengan: penyakit mata/rongga sinus di hidung,
gangguan sendi temporomandibular, kondisi kejiwaan, tumor otak.

2.9 Penatalaksanaan (Anurogo, 2014)


Tujuan penatalaksanaan adalah reduksi frekuensi dan intensitas nyeri
kepala (terutama TTH) dan menyempurnakan respon terhadap terapi
abortive. Terapi dapat dimulai lagi bila nyeri kepala berulang. Masyarakat
sering mengobati sendiri TTH dengan obat analgesik yang dijual bebas,
produk berkafein, pijat, atau terapi chiropractic.
Terapi TTH episodik pada anak: parasetamol, aspirin, dan kombinasi
analgesik. Parasetamol aman untuk anak.

Asam

asetilsalisilat

tidak

direkomendasikan pada anak berusia kurang dari 15 tahun, karena


kewaspadaan terhadap sindrom Reye. Pada dewasa, obat golongan antiinflamasi non steroid efektif untuk terapi TTH episodik. Hindari obat
analgesik golongan opiat (misal: butorphanol). Pemakaian analgesik
berulang tanpa pengawasan dokter, terutama yang mengandung kafein atau
butalbital, dapat memicu rebound headaches.
Beberapa

obat

yang

terbukti

efektif:

ibuprofen

(400

mg),

parasetamol (1000 mg), ketoprofen (25 mg). Ibuprofen lebih efektif


daripada

parasetamol.

Kafein

dapat

meningkatkan

efek

Analgesik sederhana, nonsteroidal anti-inflammatory drugs

analgesik.
(NSAIDs),

dan agen kombinasi adalah yang paling umum direkomendasikan (Tabel 1).
Suntikan botulinum toxin (Botox) diduga efektif untuk nyeri kepala
primer, seperti: tension-type headache, migren kronis, nyeri kepala harian
kronis (chronicdailyheadache). Botulinum toxin adalah sekelompok protein
produksi

bakteri

menghambat

Clostridium

pelepasan

botulinum.

asetilkolin

di

Mekanisme

sambungan

kerjanya

otot,

adalah

menyebabkan

Tension type headache

15

kelumpuhan flaksid. Botox bermanfaat

mengatasi

kondisi

di mana

hiperaktivitas otot berperan penting. Riset tentang Botox masih berlangsung.


Intervensi nonfarmakologis misalnya: latihan relaksasi, relaksasi
progresif, terapi kognitif, biofeedback training, cognitive-behavioural
therapy, atau kombinasinya. Solusi lain adalah modifikasi perilaku dan
gaya hidup. Misalnya: istirahat di tempat tenang atau ruangan gelap.
Peregangan leher dan otot bahu 20-30 menit, idealnya setiap pagi hari,
selama minimal seminggu. Hindari terlalu lama bekerja di depan komputer,
beristirahat 15 menit setiap 1 jam bekerja, berselang-seling, iringi dengan
instrumen musik alam/klasik. Saat tidur, upayakan dengan posisi benar,
hindari suhu dingin. Bekerja, membaca, menonton TV dengan pencahayaan
yang tepat. Menuliskan pengalaman bahagia. Terapi tawa.
Pendekatan multidisiplin adalah strategi efektif mengatasi TTH.
Edukasi baik untuk anak dan dewasa, disertai intervensi nonfarmakologis
dan dukungan psikososial amat diperlukan
Tabel 1 Terapi Akut TTH
Medikame
ntosa
Parasetamol/as
etaminofen
Aspirin

Dosis

Level Rekomendasi

5001000 mg

5001000 mg

Ibuprofen

200800 mg

Ketoprofen

2550 mg

Naproxen

375550 mg

Diclofenac

12,5100 mg

Caffeine

65200 mg

Keterangan: Level A: effective; Level B: probably effective


Tabel 2 Terapi Preventif Nonfarmakologis TTH
EMG (electromyography) biofeedback

Terapi

Level
Rekomendasi
A

Cognitive-behavioral therapy

Pelatihan relaksasi

Terapi fisik

Acupuncture

Keterangan: Level A: effective; Level B: probably effective; Level C: possibly


effective

Tension type headache

16

Skema 2 Putative pathophysiological targets of preventive therapies for TTH


2.10 Pencegahan (Anurogo, 2014)
Untuk profilaksis TTH kronis, dapat diberikan golongan anti
depresan, misalnya: amitriptyline (10-75 mg, 1-2 jam sebelum tidur untuk
meminimalkan pening saat terbangun). Efek samping amitriptyline adalah:
mulut kering dan

penglihatan

kabur. Bila

belum

efektif, diberikan

mirtazepine. Selengkapnya ada di tabel 3.


Tabel 3 Terapi Preventif TTH
Medikamentosa

Dosis

Level

Amitriptyline
3075 mg
A
Harian
Rekomend
Mirtazapine
30 mg
B
Venlafaxine
150 mg
B
Clomipramine
75150 mg
B
Keterangan: Level A: effective; Level B; probably effective; Level C: possibly
effective
Penderita TTH kronis dianjurkan membatasi konsumsi analgesik
bebas (tanpa resep dokter) hingga 2 kali seminggu untuk mencegah
berkembangnya sakit kepala harian kronis (chronic daily headache).
Penderita TTH kronis dianjurkan berhenti merokok. Buku harian nyeri
kepala (headache diary) sangat membantu dokter menilai frekuensi dan
mencegah TTH bertambah parah. Berpola hidup sehat, bekerja, berolahraga,
dan beristirahat secara seimbang.

2.11

Prognosis (Anurogo, 2014)


Pada penderita TTH dewasa berobat jalan yang diikuti selama lebih

dari 10 tahun, 44% TTH kronis mengalami perbaikan signifikan, sedangkan


Tension type headache

17

29% TTH episodik berubah menjadi TTH kronis. Studi populasi potonglintang Denmark yang ditindaklanjuti selama 2 tahun mengungkapkan ratarata remisi

45% di antara penderita TTH episodik frekuen atau TTH

kronis, 39% berlanjut menjadi TTH episodik dan 16% TTH kronis. Secara
umum, dapat dikatakan prognosis TTH baik.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang
menekan, mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak
diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat

ringan hingga sedang, tidak

disertai/minimal mual dan/atau muntah, serta disertai fotofobia/fonofobia.


Prevalensi bervariasi antara 11- 93%, cenderung lebih sering pada wanita.
Etiopatofisiologi TTH adalah multifaktorial. Diagnostik klinis ditegakkan
berdasarkan kriteria International Classification of Headache Disorders
(ICHD). Pemeriksaan fisik dapat menjumpai pericranial tenderness, yang
dicatat dengan Total Tenderness Score. Pemeriksaan penunjang dilakukan
sesuai indikasi dan bila perlu. Penegakan diagnosis mempertimbangkan
aspek diagnosis banding dan komorbiditas. Penatalaksanaan meliputi
farmakologis dan nonfarmakologis. Pencegahan dengan medikamentosa
dan berpola hidup sehat-seimbang. Prognosis baik.

Tension type headache

18

DAFTAR PUSTAKA
Ambre, J.J. 1993. Drug Evaluations Annual. American Medical Association, Chicago.
p.133-136.
Anurogo, Dito. 2014. Tension Type Headache.. Neuroscience Department, Brain and
Circulation

Institute,

Indonesia

Surya

University.

Retrived

from

http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_214Tension%20Type%20Headache.pdf
Dewanto, George, W.J. Suwono, B. Riyanto, dan Y. Turana. 2009. Panduan Praktis
Diagnosis Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC.
Mardjono. 1988. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat. p.90-91.
Sjahrir, Hasan. 2005. Konsensus Nasional II Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri
Kepala. PERDOSSI.

Tension type headache

19

Anda mungkin juga menyukai

  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen22 halaman
    Presentation 1
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat
  • Sakit Menelan
    Sakit Menelan
    Dokumen13 halaman
    Sakit Menelan
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat
  • TR Sakit Menelan
    TR Sakit Menelan
    Dokumen21 halaman
    TR Sakit Menelan
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat
  • TTH
    TTH
    Dokumen19 halaman
    TTH
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat
  • LBM 2
    LBM 2
    Dokumen20 halaman
    LBM 2
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat
  • LBM 2
    LBM 2
    Dokumen20 halaman
    LBM 2
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat
  • Makalh LBM 3
    Makalh LBM 3
    Dokumen39 halaman
    Makalh LBM 3
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat
  • Tension Headache
    Tension Headache
    Dokumen18 halaman
    Tension Headache
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat
  • Histologi
    Histologi
    Dokumen6 halaman
    Histologi
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat
  • Makalah TR
    Makalah TR
    Dokumen19 halaman
    Makalah TR
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen22 halaman
    Presentation 1
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen18 halaman
    Presentation 1
    Mita Miftahayatun
    Belum ada peringkat