Makalah HK Adat
Makalah HK Adat
DISUSUN OLEH :
NI PUTU JUWITA MAHARANI
NIM. 1504742010168
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
2016
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpah berkat dan rahmat dari Tuhan
Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan makalah mengenai Sistem Pernikahan
Menurut Adat Bali. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
pemahaman dan menambah wawasan bagi orang yang membacanya
Penulis menyadari akibat keterbatasan waktu dan pengalaman penulis, maka
tulisan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan penulisan ini.Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha
yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan
sekaligus tetapi secara bertahap.
Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu disebut dengan Catur
Asrama. Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk
mendapatkan Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan mewujudkan artha
dan kama. Sedangkan pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama tujuan
hidup diprioritaskan untuk mencapai moksa.
Dalam setiap pelaksanaan upacara perkawinan Hindu, tidak mengabaikan
adat yang telah ada dalam masyarakat, karena umat Hindu selain
berpedoman pada Kitab Weda, juga berpedoman pada mrti dan hukum
Hindu yang berdasar- kan pada kebiasaan yang telah dilakukan secara turun
temurun disuatu tempatyang disebut Acara.
Upacara perkawinan pada hakekatnya adalah upacara persaksian ke
hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan kepada masyarakat bahwa kedua orang
yang bersangkutan telah mengikatkan diri sebagai suami-istri. Sedangkan
pengertian perkawinaan sendiri adalah jalinan ikatan secara lahir batin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk suatu keluarga yang bahagia dan abadi selamanya hingga akhir
usia. Dalam perkawinan umat Hindu di Bali, ada dua tujuan hidup yang harus
dapat diselesaikan dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang
berdasarkan Dharma.
B.
Rumusan Masalah
1)
2)
3)
Apa yang menjadi syarat sahnya suatu perkawinan dalam adat Bali?
4)
5)
C.
Tujuan Penulisan
1)
2)
3)
Untuk mengetahui yang menjadi syarat sahnya suatu perkawinan
dalam adat Bali
4)
5)
Bali
BAB II
PEMBAHASAN
A.
B.
C.
diadakan di halaman rumah sebagai titik sentral kekuatan Kala Bhucari yang
dipercaya sebagai penguasa wilayah madyaning mandala perumahan.
Makalan-kalaan sendiri berasal dari kata Kala yang mengandung pengertian
energi. Upacara mekala-kalaan ini mempunyai maksud untuk menetralisir
kekuatan kala/energi yang bersifat buruk/negatif dan berubah menjadi
positif/baik.
Adapun maksud dari upacara ini adalah sebagai pengesahan perkawinan
antara kedua mempelai dan sekaligus penyucian benih yang terkandung di
dalam diri kedua mempelai.
Sanggah
Surya/bambu
melekungmerupakan niyasa (simbol)
istana Sang
Hyang
Widhi
Wasa,
ini
merupakan
istananyaDewa
Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Di
sebelah kanan digantungkan biyu lalung simbol kekuatan purusa dari Sang
Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang
Semara Jaya sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol
pengantin pria dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi
beremsimbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi
sebagai Sang Hyang Semara Ratih dewi kecantikan serta kebijaksanaan
simbol pengantin wanita.
4.
5.
Seekor yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan
kerahayuan.
Sapu lidi (3 lebih). Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita
saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta
saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri
Rna berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik,
disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan
kehidupan rumah tangga.
Tetimpug adalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh
yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
Perkawinan/Wiwahadalam
Hukum Hindu bila :
Manavadharmasastra dianggap
sah
menurut
1)
Brahma Wiwaha : Pemberian seorang gadis setelah terlebih dulu dirias
(dengan pakian yang maha) dan setelah menghormati (dengan menghadiahi
permata) kepada seorang yang ahli dalam Veda, lagi pula budi bahasanya
yang baik, yang diundang (oleh ayah ayah si wanita) disebut acara Brahma
Wiwaha
2)
Daiwa Wiwaha : Pemberian seorang anak wanita yang setelah terlebih
dahulu dihias dengan perhiasan-perhiasan kepada seorang pendeta yang
melaksanakan upacara pada saat upacara itu berlangsung disebut acara
Daiwa Wiwaha
3)
Arsa Wiwaha : Kalau seorang ayah mengawinkan anak perempuannya
sesuai dengan peraturan setelah menerima seekor sapi atau seekor atau dua
pasang lembu dari penganten pria untuk memenuhi peraturan dharma,
disebut secara Arsa Wiwaha
4)
Prajapati Wiwaha : Pemberian seorang anak perempuan (oleh ayah si
wanita) setelah berpesan kepada mempelai dengan mantra semoga kamu
berdua melaksanakan kewajiban-kewajiban bersama-sama. Dan setelah
menunjukan penghormatan (kepada penganten pria), perkawinan ini dalam
kitab Smerti dinamai acara perkawinanPrajapati
5)
Asura Wiwaha : Kalau penganten pria menerima seorang perempuan
setelah pria itu memberingas kawin sesuai menurut kemampuannya dan
didorong oleh keinginananya sendiri kepada mempelai wanita dan
keluarganya, cara ini dinamakan perkawinan Asura
6)
Gandharma Wiwaha : Pertemuan suka sama suka antara seorang
perempuan dengan kekasihnya yang timbul dari nafsunya dan melakukan
perhubungan kelamin dinamakan perkawinanGandharwa
7)
Raksasa Wiwaha : Melarikan seoranag gadis dengan paksa dari
rumahnya dimana wanita berteriak-teriak menangis setelah keluarganya
terbunuh atau terluka, rumahnya dirusak, dinamakan perkawinan Raksasa
8)
Paisca Wiwaha : Kalau seorang laki-laki dengan cara mencuri-curi
memperkosa seorang wanita yang sedang tidur, sedang mabuk atau
bingung, cara demikian adalah perkawinan Paisca yang amat rendah dan
penus dosa.
D.
Berdasarkan tradisi atau hukum adat bagi umat Hindu terdapat empat sistem
yang dilaksanakan sebagai berikut :
1.
Sistim Mapadik/Meminang/Meminta
Pihak calon suami meminta datang kerumah calon istri untuk mengadakan
perkawinan;
2.
E.
Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu
Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan sekaligus
tetapi secara bertahap.
Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu disebut dengan Catur
Asrama. Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk
mendapatkan Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan mewujudkan artha
dan kama. Sedangkan pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama tujuan
hidup diprioritaskan untuk mencapai moksa.
v Pengertian Wiwaha.
Perkawinan atau wiwaha adalah suatu upaya untuk mewujudkan tujuan
hidup Grhasta Asrama. Tugas pokok dari Grhasta Asrama menurut lontar
Agastya Parwa adalah mewujudkan suatu kehidupan yang disebut Yatha
sakti Kayika Dharma yang artinya dengan kemampuan sendiri
melaksanakan Dharma. Jadi seorang Grhasta harus benar-benar mampu
mandiri mewujudkan Dharma dalam kehidupan ini. Kemandirian dan
profesionalisme inilah yang harus benar-benar disiapkan oleh seorang Hindu
yang ingin menempuh jenjang perkawinan.
v Tujuan Wiwaha.
Dalam perkawinan ada dua tujuan hidup yang harus dapat diselesaikan
dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan Dharma.
Pada tahap persiapan, seseorang yang akan memasuki jenjang perkawinan
amat membutuhkan bimbingan, khususnya agar dapat melakukannya
dengan sukses atau memperkecil rintangan-rintangan yang mungkin timbul.
Bimbingan tersebut akan amat baik kalau diberikan oleh seorang yang ahli
dalam bidang agama Hindu, terutama mengenai tugas dan kewajiban
seorang grhastha, untuk bisa mandiri di dalam mewujudkan tujuan hidup
mendapatkan artha dan kama berdasarkan Dharma.
v Menyucikan Diri
Perkawinan pada hakikatnya adalah suatu yadnya guna memberikan
kesempatan kepada leluhur untuk menjelma kembali dalam rangka
memperbaiki karmanya. Dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 2 disebutkan
Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wang juga wenang
gumaweakenikang subha asubha karma, kunang panentasakena ring subha
karma juga ikang asubha karma pahalaning dadi wang artinya: dari
demikian banyaknya semua mahluk yang hidup, yang dilahirkan sebagai
manusia itu saja yang dapat berbuat baik atau buruk. Adapun untuk
peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik, itu adalah
manfaat jadi manusia.
Berkait dengan sloka di tas, karma hanya dengan menjelma sebagai
manusia, karma dapat diperbaiki menuju subha karma secara sempurna.
Melahirkan anak melalui perkawinan dan memeliharanya dengan penuh kasih
sayang sesungguhnya suatu yadnya kepada leluhur. Lebih-lebih lagi kalau
anak itu dapat dipelihara dan dididik menjadi manusia suputra, akan
1.
Batang tebu berarti hidup pengantin artinya bisa hidup bertahap seperti
hal tebu ruas demi ruas, secara manis.
2.
Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja,
berkarma berdasarkan Dharma
3.
4.
5.
Seekor
kerahayuan.
yuyu
simbol
bahasa
isyarat
memohon
keturunan
dan
BAB III
KESIMPULAN
Upacara perkawinan merupakan persaksian, baik kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, maupun kepada masyarakat bahwa kedua orang tersebut
mengikatkan diri sebagai suami-istri dan segala akibat perbuatannya menjadi
tanggung jawab mereka bersama.
Tujuan Upacara Perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan (anak) yang
dapat dipandang sebagai jalan untuk menebus hutang (Rna) dan juga untuk
melepaskan derita orang tuanya, diwaktu mereka meninggal nanti.
Syarat Sahnya suatu perkawinan yaitu ditandai dengan melaksanakan
upacara perkawinan dengan menghadirkan Tri Saksi (Bhuta Saksi, Manusa
Saksi dan Dewa Saksi).
Sistem Perkawinan Hindu di Bali ada 4 yaitu sistem memadik (meminta),
sistem ngrorod, sistem nyentana dan sistem ngulapin.
Tata
Cara
Pelaksanaan
Upacara
Perkawinan
Hindu
di
Bali
Upacara-upacara di dalam perkawinan kiranya dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu upacara medengen-dengenan (mekala-kalaan) dan upacara
mapejati.
DAFTAR PUSTAKA
Astiti Cok Istri, Perkawinan Menurut Hukum Agama Hindu Di Bali, Biro Dokumentasi
Dan
Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar 1984