Anda di halaman 1dari 14

1

Kasus 2
Dehidrasi
Seorang anak usia 4 tahun dibawah ke unit gawat darurat karena lemas dan
hiperventilasi. Keluhan ini timbul setelah pasien muntah berak sejak 3 hari yang
lalu. Dokter mengatakan pasien mengalami dehidrasi berat dan dicurigai
mengalami

asidosis

metabolik

sehingga

membutuhkan

perawatan

dan

pemeriksaan lebih lanjut. Dari hasil pemeriksaan analisis gas darah didapatkan PH

HCO3 18, dan CO2 30.

7.3,

STEP I
1. hiperventilasi : nafas cepat dan dalam karena kandungan CO2 dalam darah
terlalu banyak.
2. Dehidrasi : kekurangan cairan dalam tubuh atau gangguan cairan dalam
tubuh.
3. Asidosis metabolik : kelebihan produksi asam dalam tubuh di tandai
dengan kadar bikarbonat rendah.
4. Analisis gas darah : suatu pemeriksaan melalui darah arteri untuk
mengetahui keseimbangan asam tubuh.
5. Muntah berak : keadaan dimana seorang mengalami muntah dan diselingi
dengan berak dapat mengakibatkan penderita mengalami dehidrasi.
STEP II
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bagaimana pengaturan keseimbangan asam basa ?


Faktor yang mempengaruhi keseimbangan asam basa ?
Bagaimana hubungan muntahber dengan asidosis metabolik ?
Tanda, gejala, dan penyebab dehidrasi ?
Mengapa anak tersebut bisa dehidrasi dan lemas ?
Mengapa anak tersebut mengalami hiperventilasi ?
Interpretasi dari analisis gas darah tersebut ?

STEP III
1. Struktur yang berperan:
- Ginjal.
- Paru.
- Darah.

Mekanisme :
-

Alkalosis.
Asidosis.

Kopensasi :
2. a. Dehidrasi.
b. peningkatan PCO2.
c. suhu.
d. Penurunan PCO2.
e. PH.
f. HCO2-.
g. H+.
3. Mutaber menyebabkan pengeluaran HCO3- kedalam feses secara
berlebihan sehingga konpensasinya asidosis metabolik.
4. Tanda-tanda :
- Turgar kulit menurun dan tidak elastis.
- CRT lebih dari 2 detik.
- Mata cekung.
- Mulut dan lidah kering.
Gejala :
-

Takikardi.
Bradikardi.
Produksi urine menurun.

Penyebab :
- Diare.
- Kekurangan zat natrium dan air.
- Trauma.
5. a. Akibat muntaber.
b. peningkatan kadar natrium.
6. Sebagai konpensasi dari asidosis metabolik.
7. PH normal :7.4.
HCO3- normal 24.
CO2 normal 40
STEP IV
1. Pengaturan keseimbangan asam basa :
- PCO2 yang meningkat dalam darah.
- Asidosis metabolik : kelebihan H+.
- Alkalosis metabolik : kelebihan HCO3-.

Asidosis : tidak mensekresikan HCO3- dan memproduksi HCO3- yang

baru.
Alkalosis : tidak membuang H+ dan memberhentikan produksi

HCO3-.
2. Dehidrasi :
- Isotonik : kehilangan air : natrium.
- Hipotonik : natrium > air.
- Hipertonik : air > natrium.
3. HCO3- yang hilang karena dikeluarkan lewat feses, karena feses yang
normal mengandung HCO3-.
5. Akibat muntahber meningkatkan kadar natrium.
6. Asidosis metabolik, hiperventilasi penambahan HCO3- baru.
7. Interpretasi :
Normal
Asidosis

PH (7,4)

H+ (40 Mta/L)

PCO2(40 mmHg)

respiratorik
Alkalosis
respiratorik
Asidosis
metabolik
Alkalosis
metabolik
BAGAN

Sk
ts
rrii
ub
kn
ta
uA
ra
m
B
s
STEP V

e
e
mm
a
g
n
s

a
a

HCO3- (24)

1. Pengaturan keseimbangan asam basa terdiri dari :


- Struktur.
- Mekanisme.
2. Macam-macam ngangguan Asam Basa pada traktus urinarius
- Faktor penyebab gangguan.
- Kompensasi.
STEP VI
Belajar Mandiri.
STEP VII
1. Ginjal
Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa pada ginjal
Ginjal mengatur konsentrasi ion Hidrogen dengan meningkatkan dan
menurunkan ion bikarbonat di dalam cairan tubuh. Untuk mengatur hal
tersebut terjadi serangkaian kompleks di tubulus ginjal yaitu :
a. Sekresi ion hidrogen
b. Reabsorpsi ion natrium
c. Reabsorpsi ion bikarbonat
Seksresi ion hidrogen oleh tubulus ginjal
Sel-sel tubulus proksimal, distal, dan duktus koligens dapat
mengekskresikan ion hidrogen kedalam lumen tubulus. Proses sekresi
mulai dengan penggabungan CO2 dengan molekul H2O menjadi H2CO3
dengan pengaruh enzim anhidrase karbonat. H2CO3 berdisosiasi menjadi
ion bikarbonat dan ion hidrogen. Ion hirogen disekresi secara transpor
aktif melalui membran sel tubulus ke dalam lumen.
Didalam lumen tubulus, sekresi ion hidrogen dapat terjadi sampai pH
cairan tubulus mencapai 4,5 yang merupakan batas kemampuan epitel
tubulus melakukan sekresi ion hidrogen. Bila tidak terdapat sistem dapar
yang mengikat ion hidrogen, maka limit pH ini akan cepat tercapai dan
sekresi ion hidrogen akan berhenti (Guyton, 2014).
Reabsopsi ion natrium
Ion natrium direabsorpsi dari lumen tubulus bersamaan dengan sekresi
ion hidrogen (lihat -> gambar : keseimbangan asam-basa) untuk menjaga
keseimbangan listrik antara anion dan kation dalam cairan tubulus.

Gambar : Keseimbangan Asam-Basa )

Reabsorpsi ion bikarbonat


Ion bikarbonat tidak dapat diserap melalui tubulus ginjal karena
merupakan ion besar. Oleh karena itu, terjadi reaksi dahulu dengan ion
hidrogen yang disekresikan kedalam lumen tubulus membentuk H2CO3
yang kemudian berdisosiasi menjadi CO2 dan H2O. H20 menjadi bagian
dari filtrat tubulus sedangkan CO2 berdifusi melalui membran sel masuk
ke sel tubulus bergabung dengan mol H20 membentuk H2CO3 dan
membentuk ion bikarbonat baru. (lihat -> gambar : keseimbangan asambasa). Dalam keadaan normal, pada proses metabolisme seseorang,
dibentuk ion hidrogen sedikit lebih, sehingga ion hidrogen sedikit lebih
banyak daripada ion bikarbonat dilumen tubulus sehingga ion bikarbonat
tidak ada yang tersisa untuk dikeluarkan melalui urine. Oleh karena itu pH
urine akan keadaan normal sedikit asam (pH = 6,5) (sherwood, 2011).
Darah
Hemoglobin (Hb) menyangga H+ yang dihasilkan dari CO2 yang
diproduksi secara metabolis dalam transit antara jaringan dan paru. Di
tingkat kapiler sistemik, CO2 secara terus-menerus berdifusi ke dalam
darah dari sel-sel jaringan tempat gas ini dihasilkan. Sebagian besar CO2

ini membentuk H2CO3, yang secara parsial terurai menjadi H+ dan


HCO3-. Sebagian H+ yang dihasilkan dari CO2 di tingkat jaringan akan
terikat ke Hb tereduksi dan tidak lagi berkontribusi untuk keasaman cairan
tubuh. Jika tiddak terdapat Hb maka darah akan menjadi terlalu asam
setelah menyerap CO2 di jaringan. Dengan kemampuan sitem Hb yang
sangat besar untuk mendapar, darah vena hanya sedikit lebih asam
daripada darah arteri meskipun terdapat CO2 penghasil H+ dalam jumlah
besar di dalam vena. Di paru, reaksi berbalik dan CO2 yang terbentuk
dihembuskan keluar (Sherwood, 2011).
Paru
Paru sangat penting dalam mempertahankan H+. Setiap hari organ ini
mengeluarkan dari cairan tubuh H+ yang berasala dari asam karbonat
dalam jumlah 100 kali lebih banyak dari yang dikeluarkan oleh ginjal dari
sumber di luar asam karbonat. Selain itu, sistem pernapasan, melalui
kemampuannya mengatur [CO2] arteri, dapat menyesuaikan jumlah H+
yang ditambhkan ke cairan tubuh dari sumber ini sesuai kebutuhan untuk
memulihan pH kea rah normal ketika terjadi fluktuasi [H+] dari sumber
selain asam karbonat (Sherwood, 2011).
Sistem pernapasan berperan penting dalam keseimbangan asam-basa
melalui kemampuannya mengubah ventilasi paru dan karenanya
mengubah ekskresi CO2 penghasil H+. Tingkat aktivitas pernapasan
sebagian diatur oleh [H+] arteri (Sherwood, 2011).
Ketika [H+] arteri meningkat akibat kausa nonrespiratorik (metabolik),
pusat pernapsan di batang otak secara refleks terangsang untuk
meningkatkan ventilasi paru (kecepatan pertukaran antara paru dan
atmosfer). Sewaktu kecepatan dan kedalaman napas bertambah, lebih
banyak CO2 yang dihembuskan keluar sehingga H2CO3 yang
ditambahkan ke dalam cairan tubuh berkurang. Karena CO2 membentuk
asam maka pengeluaran CO2 pada hakikatnya menghilangkan asam dari
sumber ini di tubuh, menghilangkan kelebihan asam yang berasal dari
sumber nonrespiratorik (Sherwood, 2011).

Sebaliknya, ketika [H+] arteri turun, ventilasi paru berkurang. Akibat


pernapasan yang lebih dangkal dan lambat, CO2 yang diproduksi oleh
metabolism

berdifusi

dari

sel

ke

darah

lebih

cepat

daripada

pengeluarannya dari darah oleh paru sehingga terjadi akumulasi CO2


penghasil asam di darah, memulihkan [H+] dari sumber selain asam
karbonat (Sherwood, 2011).
2.

Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik adalah akibat dari retensi abnormal CO2
karena hipoventilasi. Karena CO2 yang keluar dari paru lebih sedikit
daripada normal maka peningkatan pembentukan dan penguraian H2CO3
yang terjadi menyebabkan peningkatan [H+] (Sherwood, 2013).
Asidosis respiratorik (kelebihan H2CO3) ditandai dengan peningkatan
primer PaCO2 (hiperkapnia), sehingga menyebabkan terjadinya penurunan
pH: PaCO2 lebih besar dari 45 mmHg dan pH kurang dari 7, 35.
Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3- serum. Asidosis
respiratorik dapat timbul secara akut ataupun kronis. Hipoksemia (PaO 2
rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik jika pasien bernafas dalam
udara ruangan (Price, 2006).
Faktor apapun yang menurunkan kecepatan ventilasi paru akan
meningkatkan

PCO2

cairan

ekstraseluler.

Hal

ini

menyebabkan

peningkatan H2CO3 dan konsentrasi H+, sehingga menimbulkan asidosis.


Oleh karena asidosis disebabkan oleh gangguan respirasi, maka disebut
asidosis respiratorik.
Asidosis respiratorik dapat terjadi akibat kondisi patologis yang merusak
pusat pernapasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk
mengeluarkan CO2. Sebagai contoh, kerusakan pusat pernapasan di
medula oblongata dapat menimbulkan asidosis respiratorik. Obstruksi jalur
traktus respiratorius, pneumonia, emfisema, atau penurunan luas
permukaan mmbran paru, dan setiap faktor yang mengganggu pertukaran
gas anatara darah dan udara alveolus, juga dapat menyebabkan asidosis
respiratorik (Guyton, 2014).
Pada asidosis resiratorik, respons kompensasi yang tersedia adalah (1)
dapar cairan tubuh dan (2) ginjal, yang membutuhkan waktu beberapa hari
untuk mengompensasi gangguan (Guyton, 2014).

Penyebab asidosis respiratorik :


Kemungkinan penyebab mencakup

penyakit paru, depresi

pusat

pernapasan oleh obat atau penyakit, gangguan saraf atau otot yang
mengurangi kemampuan bernapas, atau (secara sementara) bahkan hanya
tindakan menahan napas (Sherwood, 2013).
Tabel Penyebab asidosis respiratorik (Price, 2006).
Penyebab Asidosis Respiratorik
Sebab dasar = hipoventilasi
Hambatan pada pusat pernapasan di medula oblongata
Obat-obatan: overdosis opiat, sedatif, anestik (akut)
Terapi oksigen pada hiperkapnia kronis
Henti jantung (akut)
Gangguan otot-otot pernapasan dan dinding dada
Penyakit

neuromuskular:

miastenia

gravis,

sindrom

Guillain-Barre,

poliomielitis, sklerosis lateral amiotropik


Deformitas rongga dada: kifoskoliosis
Obesitas yang berlebihan: sindron pickwickian
Cedera dinding dada seperti fraktur tulang-tulang iga
Gangguan pertukaran gas
COPD (emfisema dan bronkhitis)
Tahap akhir penyakit paru instrinsik yang difus
Pneumonia atau asma yang berat
Edema paru akut
Pneumotoraks
Obstruksi saluran napas atas akut
Aspirasi benda asing atau muntah
Laringospasme atau edema laring, bronkospasme berat
Kompensasi asidosis respiratorik :
Tindakan kompensasi bekerja untuk memulihkan pH ke normal:
a. Dapar kimiawi segera menyerap kelebihan H+.

b. Mekanisme pernapasan biasanya tidak dapat berespons dengan


meningkatkan ventilasi karena masalah respirasi justru menjadi
penyebab.
c. Karena itu, ginjal menjadi sangat penting dalam tindakan kompensasi
terhadap asidosi respiratorik. Organ ini menahan semua HCO3- baru ke
plasma sembari secara bersamaan mensekresi dan kemuadian,
menekskresi lebih banyak H+. Akibatnya, simpanan HCO3- di tubuh
meningkat (Sherwood, 2013).

Alkalosis Respiratorik
Defek primer pada alkalosis respiratorik adalah pengeluaran
berlebihan CO2 dari tubuh akibat hiperventilasi. Jika ventilasi paru
meningkat melebihi laju produksi CO2 maka CO2 yang keluar akan terlalu
banyak. Akibatnya, H2CO3 yang terbentuk berkurang dan [H +] menurun
(Sherwood, 2013).
Alkalosis

respiratorik

(kekurangan

asam

karbonat)

adalah

penurunan primer PaCO2 (hipokapnia), sehingga terjadi penurunan pH.


PaCO2<35 mmHg dan pH >7,45. Kompensasi ginjal berupa penurunan
ekskresi H+ dengan akibat lebih sedikit absorpsi HCO3-. Penurunan HCO3serum berbeda-beda, bergantung pada keadaannya yang akut atau kronis
(Price, 2006).
Alkalosis respiratorik disebabkan oleh ventilasi yang berlebihan
oleh paru. Hal ini jarang terjadi akibat kondisi patologis fisik. Akan tetapi,
seorang

penderita

psikoneuorosis

kadang-kadang

meningkatkan

pernapasannya sehingga mengalami alkalosis (Guyton, 2014).


Sejenis alkalosis respiratorik yang fisiologis dapat terjadi ketika seseorang
mendaki hingga mencapai tempat di ketinggian. Kadar oksigen yang
rendah dalam udara akan merangsang pernapasan, yang menyebabkan
banyak sekali pelepasan CO2 dan terbentuknya alkalosis respiratorik
ringan. Sekali lagi, alat utama untuk kompensasi adalah dapar kimiawi

10

cairan tubuh dan kemampuan ginjal untuk meningkatkan ekskresi HCO3(Guyton, 2014).
Penyebab alkalosis respiratorik :
Kemungkinan penyebab alkalosis respiratorik mencakup demam, rasa
cemas, dan keracunan aspirin, yang semuanya merangsang ventilasi secara
berlebihan tanpa mempertimbangkan status O 2, CO2 atau H+ di cairan
tubuh. Alkalosis respiratorik juga terjadi karena mekanisme fisiologik di
tempat yang tinggi. Ketika konsentrasi O2 yang rendah dalam darah arteri
secara refleks merangsang ventilasi untuk memperoleh lebih banyak O 2,
CO2 akan keluar dalam jumlah terlalu besar yang secara tak sengaja
menyebabkan keadaan alkalotik (Sherwood, 2013).
Tabel Penyebab alkalosis respiratorik
Penyebab alkalosis respiratorik
(Sebab dasar = hiperventilasi)
Rangsangan pusat pernapasan
Hiperventilasi psikogenik yang disebabkan oleh stres emosional
Keadaan hipermetabolik: demam, tiroksikosis
Gangguan CNS
Cedera kepala atau gangguan pembuluh darah otak
Tumor otak
Intoksikasi salisilat (awal)
Hipoksia
Pneumonia, asma, edema paru
Gagal jantung kongestif
Fibrosis paru
Tinggal di tempat yang tinggi
Ventilasi mekanis yang berlebihan
Mekanisme yang belum jelas
Sepsis gram negatif
Sirosis hepatis
Latihan fisik
Kompensasi alkalosis respiratorik :

11

Tindakan kompensasi bekerja untuk menggeser pH kembali ke normal:


a. Sistem dapar kimiawi membebaskan H+ untuk mengurangi keparahan
alkalosis.
b. Sewaktu [CO2] dan [H+] plasma turun di bawah normal akibat ventilasi
berlebihan, dua dari perangsang kuat untuk mendorong ventilasi
lenyap. Efek ini cenderung mengerem dorongan yang ditimbulkan
oleh faktor nonrespirasi, misalnya demam atau rasa cemas, terhadap
ventilasi. Karena itu, hiperventilasi tidak berlanjut tanpa kendali.
c. Jika situasi berlanjut selama beberapa hari maka ginjal melakukan
kompensasi dengan menahan H+ dan mengekskresi HCO3- (Sherwood,
2013).
Asidosis Metabolik
Asidosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana keasaman darah
yang berlebihan, ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam
darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah
akan benar-benar menjadi asam. Keadaan ini menyebabkan penurunan pH
darah, pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam sebagai usaha tubuh
untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan
jumlah CO2, dan pada akhirnya, ginjal ikut berusaha mengkompensasi
keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air
kemih. Namun kedua usaha tubuh tersebut bisa terlampaui apabila tubuh
terus menerus menghasilkan asam terlalu banyak, sehingga terjadi asidosis
berat dan berakhir dengan keadaan koma(Guyton, 2014).
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok
utama adalah :
a. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu
asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar
bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun.
Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen
glikol).Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
b. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui
metabolisme.Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai
suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah

12

diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik,


tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut
keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium
lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
c. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk
membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam
yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi
secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis
tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau
penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk
membuang asam(sherwood, 2013).
1) Penyebab utama dari asidois metabolik : Gagal ginjal
2) Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
3) Ketoasidosis diabetikum
4) Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
5) Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,
paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
6) Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan
karena diare, leostomi atau kolostomi.
Gejala Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala,
namun biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan.
Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun
kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan
memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar
biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila
asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan
syok, koma dan kematian (guyton, 2014).
Alkalosis Metabolik

Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam


keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat.
Penyebab :

13

1. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.


2. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama
periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot
dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di
rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).
3. Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang
yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda
bikarbonat.
4. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium
atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan
ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah (guyton,
2014).
Penyebab utama akalosis metabolik:
1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat
penggunaan kortikosteroid).

Gejala :
1. Alkalosis

metabolik

dapat

menyebabkan

iritabilitas

(mudah

tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama
sekali.
2. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan)
dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani) (sherwood,
2013).

14

Daftar Pustaka
Hall, John E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi Keduabelas. Saunders:
Elseviers.
Sherwood, Lauralee. 2013. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edis 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisologi edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Anda mungkin juga menyukai