PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Micobakterium tuberculosis, yang pada umumnya
dimulai dengan membentuk benjolan-benjolan kecil di paru-paru dan
ditularkan lewat organ pernapasan. Kuman TBC pertama kali di temukan
oleh dr.Robert Koch (1982). Bakteri ini merupakanbakteri basil yang sangat
kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Bagian tubuh manusia selain paru paru yang dapat terinfeksi Micobakterium
tuberculosis ialah ginjal, tulang dan usus
Konon kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal
oleh peradaban Tiongkok Kuna, Mesir Kuna, dan India. Pada 1995,
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga
juta jiwa yang cacat permanen karena kusta. Walaupun pengisolasian atau
pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis
beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan diberbagai belahan
dunia, seperti di India dan Vietnam.
Era modern terapi tuberculosis mulai dengan diperkenalkannya
streptomisin, isoniazid, dan asam
obat multipel. Jumlah kasus tuberculosis berkurang dan ada harapan untuk
eredikasi tuberculosis. Sesungguhnya, ramalan dibuat bahwa tuberculosis
akan hampir punah di Amerika Serikat pada tahun 2002, tetapi dalam sepuluh
tahun terakhir, kasus-kasus tuberculosis telah meningkat secara bermakna
terutama pada penderita-penderita AIDS dan tunawisma. Saat ini,
tuberculosis masih merupakan penyebab kematian yang utama karena karena
penyakit infeksi di seluruh dunia (Nugroho, 2012).
Pada kasus tuberkulosis maupun leprosis,
penyebabnya
yaitu
sering digunakan kombinasi obat dari dua hingga empat jenis antibiotika
(Nugroho, 2012).
Mikobakteria yang terutama dapat menimbulkan penyakit pada manusia
ada
tiga,
yaitu
Mycoibacteria
tuberculosis
penyebab
tuberkulosis,
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Tuberculostatik?
2. Bagaimana pengggolongan obat tuberculostatik?
3. Bagaimana indikasi, dosis, kontra indikasi,
mekanisme
kerja,
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tuberculostatik
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculostatik). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes,
2011).
Tuberkolosis
(TBC)
disebabkan
oleh
bakteri
tahan
asam
satu
mikrobakteri
dapat
meningen.
Mikobakteri
diklasifikasi
berdasarkan
sifat-sifat
tempat/organ
yang
diserang
oleh
kuman,
maka
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
b. Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto
rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB Paru BTA
Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas (misalnya proses "far advanced" atau millier), dan/atau
keadaan umum penderita buruk.
2. Tuberkulosis Ekstra Paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TB ekstra-paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB Ekstra Paru Ringan
Misalnya: TB kelenjar limphe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB Ekstra-Paru Berat
Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing
dan alat kelamin
Tanda-tanda dan gejala klinis tuberculosis (Depkes RI, 2005):
1. Pada orang Dewasa
Gejala TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami batuk
dan berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau
pernah batuk darah. Adapun gejala-gejala lain dari TB pada orang dewasa
adalah sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat
badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam,
walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan
2. Pada anak-anak
Gejala umum, meliputi :
a. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi
yang baik.
b. Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus,
malaria atauinfeksi saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat
malam.
c. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering
didaerah leher, ketiak dan lipatan paha.
d. Gejala dari saluran nafasi, misalnya batuka lebih dari 30 hati
(setelahdisingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan
nyeri dada
e. Gejala dari saluran cernam, misalnya diare berulang yang tidak
sembuhdengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan
tanda-tanda cairan dalam abdomen
Cara penularan tuberculosis (Depkes RI, 2014):
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA (Basil Tahan Asam) positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
B. Golongan Obat Tuberculostatik
Obat yang digunakan untuk tuberculosis digolongkan atas dua
kelompok yaitu kelompok obat lini pertama dan obat lini kedua. Kelompok
obat lini pertama yaitu isoniazid, rifampisin, etambutol, streptomisin, dan
pertimbangan
resistensi
atau
kontra
indikasi
pada
pasien.
2HRZE/4H3R3
2HRZE/4HR
Kategori 2
2HRZE/6HE
2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Kategori 3
2HRZES/HRZE/5HRE
2HRZ/4H3R3
2HRZ/4HR
2HRZ/6HE
Tabel 1. Panduan Pengobatan standar yang direkomendasikan oleh WHO dan IUATLD
Kode huruf tersebut adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni
(Depkes RI, 2005):
H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin
Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau
frekuensi. Angka 2 didepan seperti pada 2HRZE artinya digunakan selama 2
bulan, tiap hari satu kombinasi tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang
huruf, seperti pada 4H3R3 artinya dipakai 3 kali seminggu (selama 4 bulan).
a. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2
bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR
diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan
Obat ini diberikan untuk:
1. Penderita baru TB Paru BTA positif
2. Penderita baru TB Paru BTA negatif Rontgen Positif yang sakit berat
3. Penderita TB Ekstra Paru berat
Tahap
Lama
pengobatan
pengobatan
Jumlah
blister
harian
*)
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
isoniazid
rifampisin
pirazinamid
etambutol
@300
@450 mg
@500 mg
@250 mg
mg
Tahap intensif
(dosis harian)
Tahap lanjutan
(dosis 3x
2 bulan
56
4 bulan
48
seminggu)
Tabel 2. Panduan OAT kategori 1 dalam paket komblpak untuk penderita dengan berat
badan antara 33-50 kg
b. Kategori 2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan
dengan HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap
hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan
HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA (+) yang
sebelumnya pernah diobati, yaitu:
1. Penderita kambuh
2. Penderita gagal
3. Penderita dengan pengobatan setelah lalai
Dosis per hari/kali
Tahap
Lama
pengobatan
pengobatan
Tablet
isoniazi
d @300
mg
Kaplet
Tablet
Tablet
rifampisin
pirazinamid
etambutol
@450 mg
@500 mg
@ 250 mg
Tablet
etambuto
l @ 500
mg
Vial
streptomisin
@ 1,5 gr
Tahap
intensif
(dosis
harian)
Dilanjutkan
Tahap
lanjutan
(dosis 3 x
2 bulan
0,75 gram
1 bulan
5 bulan
seminggu)
Tabel 3. Panduan OAT Kategori 2 dalam paket komblpak untuk penderita berat badan 3350 kg
c. Kategori 3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ). Diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu.
Obat ini diberikan untuk:
1. Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
2. Penderita TB ekstra paru ringan
Tahap
Lama
pengobatan
pengobatan
Tahap intensif
(dosis harian)
2 bulan
Tablet
Tablet
Tablet
Jumlah
isoniazid
rifampisin
pirazinami
blister
@300 mg
@450 mg
d @500 mg
harian
56
Tahap lanjutan
(dosis 3x
4 bulan
50
seminggu)
Tabel 4. Panduan OAT Kategori 3 dalam paket komblpak untuk penderita dengan berat
badan antara 33-55 kg
C. Mekanisme
Kerja,
Farmakokinetik,
dan
Efek
Samping
Obat
Tuberculostatik
1. Isoniazid
Isoniazid dari asam isonikotinat, adalah suatu analog sintesis
piridoksin. Isoniazid adalah obat anti tuberculosis yang paling poten,
tetapi tidak pernah diberikan sebagai obat tunggal dalam pengobatan
tuberculosis aktif. Penemuannya membuat revolusi dalam pengobatan
tuberculosis Mycek, Mary J., dkk. 2001).
a. Indikasi
Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis
aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang
berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau
bersama-sama dengan antituberkulosis lain (Depkes RI, 2005).
b. Dosis
Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak
10 mg per berat badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk
pengobatan TB bagi orang dewasa sesuai dengan petunjuk dokter/
petugas kesehatan lainnya. Umumnya dipakai bersama dengan obat
anti tuberkulosis lainnya. Dalam kombinasi biasa dipakai 300 mg
satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan sampai dengan 900
mg, kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak dengan
dosis 10 20 mg per kg berat badan. Atau 20 40 mg per kg berat
badan sampai 900 mg, 2 atau 3 kali seminggu (Depkes RI, 2005).
c. Kontra indikasi
Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau
reaksi adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan
hati akut, tiap etiologi (Depkes RI, 2005).
d. Mekanisme Kerja
Isoniazid sering disebut dengan INH, dipercaya bekerja pada
enzim yang berperan untuk penyusunan asam mikoleat ke dalam
10
12
bakterisidal
terhadap
mikobakterium
13
lingkungan asam lisosme dan dalam makrofag (Mycek, Mary J., dkk.
2001).
a. Indikasi
Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan
anti tuberkulosis lain (Depkes RI, 2005).
b. Dosis
Dewasa dan anak sebanyak 15 30 mg per kg berat badan, satu
kali sehari. Atau 50 70 mg per kg berat badan 2 3 kali seminggu.
Obat ini dipakai bersamaan dengan obat anti tuberkulosis lainnya
(Depkes RI, 2005).
c. Kontra indikasi
Terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas
(Depkes RI, 2005).
d. Mekanisme kerja
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam
sel
dengan
suasana
asam.
Mekanisme
kerja,
berdasarkan
4. Etambutol
14
Mycobacterium
tuberculosis
dan
Mycobacterium
kansasii.
15
16
terhadap
streptomisin
sulfat
atau
17
D. Definisi Leprostatik
Lepra atau kusta (bahasa sansekerta) adalah suatu penyakit infeksi
kronis yang merusak terutama jaringan saraf dan kulit. Penyebabnya
Mycobacterium leprae ditemukan oleh dokter Norwegia Hansen, maka lepra
juga disebut penyakit hansen. Basil lepra mirip sifatnya dengan basil TBC,
yakni sangat ulet karena mengandung banyak lilin (wax) yang sukar ditembus
obat, tahan-asam dan pertumbuhannya sangat lambat sekali (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Lepra (penyakit Hansen) disebabkan Mycobacterium leprae. Basil-basil
dari lesi kulit atau sekret hidung seseorang penderita lepra masuk ke individu
yang peka melalui kulit atau saluran napas. WHO menganjurkan regimen tiga
macam obat yaitu dapson, slofamizin, dan rifampisin selama 6 sampai 24
bulan (Nugroho, 2012).
Penyakit lepra di Indonesia cukup banyak dan memerlukan perhatian
yang serius. Antilepra golongan sulfon, rifampisin, klofazimin, amitiozon dan
obat-obat lain serta pengobatan lepra. WHO menganjurkan pnggunaan
kombinasi 3 obat sekaligus yaitu dapson, rifampisin dan klofamizin untuk
pemberantasan global penyakit lepra (Gunawan, Sulistia Gan, 2007).
Lazimnya kusta dibagi dalam 3 bentuk klinis dengan sifat-sifat khusus,
yakni (Tjay dan Rahardja, 2007):
a. Lepra tuberkuloid juga disebut lepra paucibacillair adalah bentuk
terlokalisasi dengan 1-5 luka. Bentuk ini paling sering terjadi, tidak
bersifat menulardan agak mudah disembuhkan.
b. Lepra lepromateus juga disebut lepra multibacillair adalah bentuk
tersebar yang bersifat sangat menular, lebih sukar dan lebih lama
disembuhkan.
c. Lepra borderline adalah kombinasi Lepra tuberkuloid dan Lepra
lepromateus.
Reaksi lepra adalah reaksi imunologi serius terhadap Mycobacterium
leprae yangterjadi selama pengobatan. Reaksi lepra dibagi menjadi dua tipe,
yaitu (Tjay dan Rahardja, 2007):
a. Tipe I, menimbulkan exacerbasi mendadak dari luka-luka kulit dan saraf
yang meradang dan membengkak.
18
b. Tipe II, terjadi hanya pada Lepra lepromateus sebagai reaksi imun
humoral terhadap antigen basil lepra.
Pengobatan Lepra
1. Lepra tipe PB
Jenis dan obat untuk orang dewasa
Pengobatan bulanan : Hari pertama (diminum didepan petugas)
a. 2 kapsul Rifampisin 300 mg (600 mg)
b. 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)
Pengobatan hari ke 2-28 (dibawa pulang)
a. 1 tablet dapson (DDS 100 mg) 1 Blister untuk 1 bulan
Lama pengobatan : 6 Blister diminum selama 6-9 bulan
2. Lepra tipe MB
Jenis dan dosis untuk orang dewasa :
Pengobatan Bulanan : Hari pertama (Dosis diminum di depan petugas)
a. 2 kapsul Rifampisin 300 mg (600 mg)
b. 3 kapsul Lampren 100 mg (300 mg)
c. 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)
Pengobatan Bulanan : Hari ke 2-28
a. 1 tablet Lampren 50 mg
b. 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg) 1 blister untuk 1 bulan
Lama Pengobatan : 12 Blister diminum selama 12-18 bulan
E. Dosis, Mekanisme Kerja dan Efek Samping Obat Leprostatik
1. Dapson
Secara struktural dapson berhubungan dengan sulfonamid. Dapson
bersifat bakteriostatik terhadap Mycobacterium leprae (Depkes RI, 2005).
a. Dosis
Bersama obat-obat lain permulaan 1 dd 50 mg, kemudian 1 dd
100 mg, maksimal 200 mg, anak-anak 1x sehari 1-1,5 mg/kg. Pada
dermatitis herp. 3-4 dd 50 mg, maksimal 300mg/hari (Tjay dan
Rahardja, 2007).
b. Farmakodinamik
19
1
2 -nya rata-rata 28 jam (10-
50) jam. Didalam hati zat ini mengalami siklus enterohepatik dan
terjadi asetilasi menjadi metabolik inaktif. Ekskresi berlangsung 20%
melalui kemih dan sebagian kecil lewat tinja (Tjay dan Rahardja,
2007).
c. Mekanisme Kerja
Dapson mempunyai aksi menghambat pembentukan asam folat
pada Mycobacterium leprae karena struktur kimianya mirip dengan
PABA (Nugroho, 2012)
d. Efek samping
Jarang terjadi pada dosis biasa, antara lain sakit kepala, mual,
muntah, sukar tidur, dan tachycardia. Pada dosis lebih tinggi dapat
terjadi kelainan darah. Dengan sulfonamida dapat terjadi resistensi
silang (Tjay dan Rahardja, 2007).
2. Klofazimin
Klofazimin adalah suatu pewarna fenazin yang mengikat DNA dan
menghambat fungi template. Sifat-sifat reduksi-oksidasi klofazimin dapat
menyebabkan terbentuknya radikal oksigen yang sitotoksik yang juga
dapat toksik terhadap bakteri. Klofazimin bersifat bakterisidal terhadap
bakteri Mycobacterium leprae dan memiliki aktivitas tertentu terhadap
kompleksi Mycobacterium avium intracellulare. Pada absorpsi peroral,
klofazimin berakumulasi dalam jaringan-jarigan, memungkinkan untuk
terpi itermiten, tetapi klofazimin tidak masuk ke susunan saraf pusat.
Penderita-penderita dapat mengalami perubahan warna kulit merah-coklat.
a. Dosis
Lepra lepramoteus bersama dapson dan rifampisin 3x seminggu
100 mg + 1x sebulan 300 mg selama minimal 2 tahun atau sampai
pembiakan apus kulit menjadi negatif (Tjay dan Rahardja, 2007)..
b. Farmakodinamik
20
Dari usus lambat dan kurang baik (50%), kadar puncak darah
baru dicapai setelah 8-12 jam. Zat ini bersifat lipofil kuat, ditimbun
dalam jaringan lemak dan makrofag dari sistem tangkis untuk
1
2 -nya
21
2. Rifampicin
Kandungan
Indikasi
Dosis
: Rifampicin
: Anti tuberkulosis
: Dewasa dan anak-anak > 50 kg sehari 450 mg
3. Pyrazinamide
Kandungan
Indikasi
Dosis
: Pirazinamid 500 mg
: Terapi tuberkulosis sekunder
: 20-30 mg/kgBB dosis tunggal atau terbagi
4. Bacbutol
Kandungan
: Etambutol 500 mg
22
Indikasi
Dosis
5. Rifamtibi
Kandungan
Indikasi
Kontra indikasi
Dosis
: Rifampisin 450 mg
: Anti tuberkulosis
: Hipersensitif, ikterus, bayi prematur
: Sebaiknya dikombinasi dengan INH atau
etambutol, rifamtibi diberikan 1 jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan
6. Sanazet
Kandungan
Indikasi
Kontra indikasi
Efek samping
Dosis
: Pirazinamid 500 mg
: Anti tuberkulosis kombinasi (iso-niazida.
Rifampisina)
: Kerusakan hati. hiperurikemia
: mata atau kulit berwarna kuning
: Dewasa 20-35 mg/kbBB/hari, maksimum 3 gram,
terbagi dakam 3-4 dosis, anak-anak 20 mg/kgBB/
hari
b. Obat-obat Lepra
1. Merimac
Kandungan
Indikasi
Kontra indikasi
: Rifampicin 450 mg
: Lepra
: Hipersensitif
23
Efek samping
Dosis
2. Rifampicin
Kandungan
Indikasi
Dosis
: Rifampicin 300 mg
: Lepra
: 10-20 mg/kgBB
3. Rimactane
Kandungan
Indikasi
Kontra indikasi
Efek samping
Dosis
: Rifampisin 450 mg
: Anti tuberkulosis dan lepra
: Ikterus, hipersensitivitas
: Urin berwarna kemerahan, gangguan GI
: Dewasa 600 mg 1x sebulan
4. Rimactane
Kandungan
Indikasi
Kontra indikasi
Efek samping
Dosis
: Rifampisin 300 mg
: Anti tuberkulosis dan lepra
: Ikterus, hipersensitivitas
: Urin berwarna kemerahan, gangguan GI
: Dewasa 600 mg 1x sebulan: anak sebulan 1x10
mg/kgBB
24
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculostatik). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
2. Lepra atau kusta (bahasa sansekerta) adalah suatu penyakit infeksi kronis
yang merusak terutama jaringan saraf dan kulit. Penyebabnya
Mycobacterium leprae.
B. Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis dan
lepra adalah meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi, serta
penderita dituntut untuk minum obat secara benar sesuai yang dianjurkan oleh
dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke klinik/puskesmas.
26
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical care untuk penyakit Tuberkulosis. Jakarta:
Depkes RI
Depkes RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Depkes
RI
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta:
Universitas Indonesia
Kamienski dan Keogh. 2015. Farmakologi. Yogyakarta: Rapha Publishing
Mycek, Mary J., dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi: 2. Jakarta :
Widya Medika
Nugroho. 2012. Farmakologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tjay dan Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Edisi Keenam. Jakarta: PT.
Gramedia
27