Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Uretritis gonore merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman neisseria
gonorrhoeae dimana manusia merupakan satu-satunya penjamu (host) dengan manifestasi
berupa keradangan pada saluran kencing bagian depan (uretra).
Gejala klinis pada laki-laki diawali dengan gejala ringan yang bila tidak diobati akan
menimbulkan komplikasi lokal seperti epididymitis, seminal vaskulitis dan prostatitis,
sedangkan pada wanita gejala lebih ringan atau kadang tanpa gejala sehingga wanita sering
menjadi carrier atau sumber penularan yang tersembunyi.
Penaganannya yang sulit menyebabkan penyakit ini tidak terbatas hanya pada suatu
negara, tetapi sudah menjadi masalah dunia terutama pada Negara berkembang atau sedang
berkembang seperti Asia Selatan dan Tenggara, Sub Sahara Afrika dan Amerika Latin. WHO
memperkirakan bahwa tidak kurang dari 25 juta kasus baru ditemukan setiap tahun di seluruh
dunia. Di Amerika Serikat diperkirakan dijumpai 600.000 kasus baru setiap tahunnya. Hal ini
disebabkan banyak factor penunjang yang dapat mempermudah dalam hal penyebarannya
menyangkut: kemajuan sarana transportasi, pengaruh geografi, pengaruh lingkungan,
kurangnya fasilitas pengobatan, kesalahan diagnosis, perubahan pola hidup, dan tak kalah
penting ialah penyalahgunaan obat. Kesemuanya ini dapat terjadi terutama karena latar
belakang kurangnya pengetahuan mengenai seluk beluk dari infeksi menular seksual. Infeksi
gonore dapat juga didapat dari setiap kontak seksual, pharyngeal dan anal gonorrheae tidak
biasa. Gejala pharyngeal gonorrheae biasanya berupa nyeri tenggorokan, anal gonorrheae
dapat dirasakan lebih nyeri disertai sekret yang bernanah. Angka tertinggi pada wanita dari
semua ras adalah kelompok usia 15 sampai 19 tahun. Prevalensi gonore selama kehamilan
bervariasi, tetapi dapat mencapai 7% dan mencerminkan status resiko populasi. Faktor resiko
antara lain adalah lajang, remaja, kemiskinan, terbukti menyalahgunakan obat, prostitusi,
penyakit menular seksual lain dan tidak adanya perawatan prenatal.
Dengan bertambah banyaknya ragam antibiotik yang berhasil disintesis akhir-akhir ini
memperkuat dugaan sebelumnya bahwa uretritis gonore akan dapat terberantas secara tuntas.
Kenyataannya hal seperti ini tidak seluruhnya benar. Tidak jarang penderita uretritis gonore
tidak kunjung sembuh meskipun telah minum sendiri antibiotic yang mahal sekalipun.
1

Penderita lain dengan sakit yang sama berobat ke dokter, kemudian sembuh. Berdasarkan
pengalaman tersebut, setiap kali sakit setelah hubungan seksual, pasien selalu minum obat
yang sama tanpa memeriksakan diri ke dokter lebih dahulu. Kasus seperti ini sering terjadi
dalam praktek sehari-hari.
Diagnosa ditegakkan dari pemeriksaan klinis dan bakteriologis, terapi dengan
antibiotika golongan cephalosporin, quinolone, spectinomycin atau kanamycin dan yang
penting adalah edukasi terhadap penderita serta pasangannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Uretritis gonore merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman neisseria
gonorrhoeae dimana manusia merupakan satu-satunya penjamu (host) dengan manifestasi
berupa keradangan pada saluran kencing bagian depan (uretra).1
II.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, chlamydial yang paling sering dilaporkan di amerika serikat,
diikuti oleh gonorrhea. Prevalensi puncak klamidia dan gonore selama akhir tahun pada
wanita remaja dan selama awal 20an di pria. Koinfeksi umum, dengan prevalensi secara
keseluruhan sekitar 30 %, namun

studi melaporkan prevalensi ada pada etnis / rasial

disparities untuk kedua chlamydial dan infeksi gonococcal chlamydial infeksi 6 kali lebih
umum, gonore adalah umum di antara 20 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang
dewasa muda.2
Lymphogranuloma venereum (LGV) adalah sebuah infeksi menular sexual yang
disebabkan oleh c. trachomatis serovars L1, L2, atau L3. LGV jarang di amerika serikat
tetapi bertanggung jawab untuk 10 % ulkus penyakit kelamin di negara tropis. LGV endemik
di Asia Tenggara, Karibia, Amerika Latin, dan daerah dari Africa. 2
II.3 Etiologi
Morfologi
Neiserria gonorrhoeae merupakan kuman kokus gram negatif, berukuran 0,6 sampai
1,5 m, berbentuk diplokokus seperti biji kopi dengan sisi yang datar berhadap-hadapan.
Kuman ini tidak motil dan tidak membentuk spora. Neisseria gonorrheae dapat dibiakkan
dalam media Thayer Martin dengan suhu optimal 35- 37C, pH 6,5-7,5, dengan kadar C02
5%. Gonococci hanya memfermentasi glukosa dan berbeda secara antigen dari Neisseriae
lain. Gonococci biasanya menghasilkan koloni yang lebih kecil dibandingkan Neisseriae
lainnya. Gonococci yang membutuhkan arginin, hipoxantin dan urasil ( auksotipe Arg,
Hyx+, Ura+ ) cenderung tumbuh dengan sangat lambat pada kultur primernya. Gonococci
diisolasi dari specimen klinis atau dipertahankan oleh subkultur nonselektif yang memiliki
3

ciri koloni kecil yang mengandung bakteri yang berpili. Pada subkultur nonselektif, koloni
yang lebih besar yang mengandung gonococci nonpili juga terbentuk varian yang pekat dan
transparan pada kedua bentuk koloni ( besar dan kecil ) juga terbentuk, koloni yang pekat
berhubungan dengan keberadaan protein yang berada di permukaan, yang disebut Opa.
Kellog membedakan Neisseria gonorrhoea berdasarkan pertumbuhan koloninya pada
media agar, yaitu :

T1 bentuk koloninya kecil, cembung dan lebih terang


T2 bentuk koloninya kecil, lebih gelap, tapi lebih terang
T3 bentuk koloninya besar, datar dan lebih gelap
T4 sama dengan T3 tetapi lebih terang
Koloni yang kecil karena mempunyai pili diberi tanda p+, sedangkan koloni besar

diberi tanda p. Makin kecil N.gonorrheae makin tinggi virulensinya, karena sel bakteri ini
memiliki pili yang memudahkan perlekatannya dengan dinding sel selaput lendir.

Gambar kuman Neiserria gonorrhoeae

Mikrobiologi

Dengan mikroskop elektron, dinding N. gonorrheae terlihat mempunyai komponenkomponen permukaan yang diduga berperan pada pathogenesis virulensinya.
Komponen permukaan tersebut mulai dari lapisan dalam ke luar dengan susunan
sebagai berikut :
4

a. Membran sitoplasma
Membran ini menghasilkan beberapa enzim seperti suksinat dehidrogenase, laktat
dehidrogenase, NADH dehidrogenase dan ATP ase.
b. Lapisan peptidoglikan.
Lapisan ini mengandung beberapa jenis asam amino seperti pada kuman gram
negatif lainnya. Lapisan ini mengandung penicilline binding component yang
merupakan sasaran antibiotic penisilin dalam proses kematian kuman. Terjadi
hambatan sintesis dinding sel, sehingga kuman akan mati.
c. Membran luar ( dinding sel )
Membran ini terdiri atas beberapa komponen, yang terpenting adalah:
1) Lapisan
Lapisan ini memegang peranan dalam virulensi dan patogenesis kuman N.
gonorrhoea.
2) Pili
Pili merupakan bagian dinding sel gonokokus yang menyerupai rambut,
berbentuk batang dan terdiri dari subunit protein sekitar 1.800 dalton. Pili ini
dihubungkan dengan patogenisitas kuman yang sangat berperan dalam
perlekatan ( adhesi ) pada sel mukosa dan penyebaran kuman dalam inang.
3) Protein / Porin protein (por)
Dengan teknik elektroforesis dapat ditemukan protein pada lapisan dinding
sel gonokokus dengan berat sekitar 34-36 kilo Dalton yang dikenal dengan
porin protein (Por). Fungsi dari Por ini adalah sebagai penghubung anion
spesifik ke dalam lapisan yang mengandung lemak pada membrane luar.
# Opacity protein ( Opa )
Protein ini banyak ditemukan pada daerah perlekatan sel yang mempunyai
kemampuan menyesuaikan perubahan panas sel, membantu perlekatan
antar sel dalam koloni atau dengan sel epitel. Protein ini berukuran antara
24-28 K Dalton.
# Reduction Modifiable Protein (RMP)
Semua neisseria pathogen mempunyai protein RMP dengan berat molekul
30-31K Dalton. Protein ini memegang peran penting karena dapat
memblokade antibody yang ada dalam serum.
# H.8 protein
Peranan protein ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
4) Lipo Oligosakarida (LOS)

Semua glukosa mengekspresikan LOS pada permukaan selnya. Komponen


ini berperan dalam menginvasi sel epitel, dengan cara memproduksi
endotoksin yang menyebabkan kematian sel mukosa.
5) Ig A1 protease
Komponen ini berperan dalam inaktifasi pertahanan imun mukosa.
Hilangnya Ig A1 protease akan menyebabkan hilangnya kemampuan
gonokokus untuk tumbuh dalam sel epitel.1
II.4 Patofisiologi
Gonococci menampakkan beberapa tipe morfologi dari koloninya, tetapi hanya
bakteri berpili yang tampak virulen. Gonococci yang berbentuk koloni yang pekat ( opaque )
saja yang diisolasi dari manusia dengan gejala uretritis dan dari kultur uterine cervical pada
siklus pertengahan. Gonococci yang koloninya berbentuk transparan diisolasi dari manusia
dari infeksi uretral yang tidak bergejala, dari menstruasi dan dari bentuk invasif dari
gonorrhea, termasuk salpingitis dan infeksi diseminasi. Pada wanita, tipe koloni terbentuk
dari sebuah strain gonococcus yang berubah selama siklus menstruasi. 2
Gonococci yang diisolasi dari pasien membentuk koloni-koloni yang pekat atau
transparan, tetapi mereka umumnya memiliki 1-3 Opa protein pada saat tumbuh di kultur
primer yang sedang diuji. Gonococci dengan koloni transparan dan tanpa Opa protein hampir
tidak pernah ditemukan secara klinis tetapi dapat dispesifikasi melalui penelitian di
laboratorium. 2
Gonococci menyerang membrane selaput lendir dari saluran genitourinaria, mata,
rectum dan tenggorokan, menghasilkan nanah yang akut yang mengarah ke invaginasi
jaringan, hal yang diikuti dengan inflamasi kronis dan fibrosis. Pada pria, biasanya terjadi
peradangan uretra ( uretritis ), nanah berwarna kuning dan kental, disertai rasa sakit ketika
kencing. 2
II.5 Manifestasi Klinis
Pria dengan infeksi N. gonorrhoeae sering mengalami gejala. Masa inkubasi adalah 3
sampai 5 hari, biasanya penderita mengeluh nyeri dan panas pada waktu kencing yang
kemudian diikuti keluarnya nanah kental berwarna kuning kehijauan. Urethritis adalah
manifestasi yang paling umum pada pria, yang mengakibatkan uretra discomfort, dysuria, dan
purulent discharge. Sekali kontak dengan wanita yang terinfeksi, 25% akan terkena uretritis
gonore dan 85% berupa uretritis yang akut. Bila keadaan ini tidak segera diobati, maka dalam
6

beberapa hari sampai beberapa minggu maka sering menimbulkan komplikasi lokal berupa
epididymitis, seminal vesiculitis dan prostatitis, yang didahului oleh gejala klinis yang lebih
berat yaitu sakit waktu kencing, frekuensi kencing meningkat, dan keluarnya tetes darah pada
akhir kencing. 1
Pada perempuan, cervix biasanya tempat pertama infeksi N. Gonorrhoeae lalu
menyebar kearah uretra dan vagina, meningkatkan sekresi cairan yang mukopurulen.

Ini

dapat berkembang ke tuba uterine, menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba.
Ketidaksuburan ( infertilitas ) terjadi pada 20% wanita dengan salpingitis karena gonococci.
Wanita dengan infeksi N. gonorrhoeae sering asymptomatic, tetapi jika mereka mengalami
gejala, yang paling umum adalah vaginal discharge (biasanya purulen), yang adalah hasil dari
endocervicitis.2 Pada kasus-kasus yang simtomatis dengan keluhan keputihan harus
dibedakan dengan penyebab keputihan yang lain seperti trichomoniasis, vaginosis,
candidiasis maupun uretritis non gonore yang lain. 1

Gambar uretral discharge dan vaginal discharge

Pada bayi, ophtalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonococci, yaitu suatu infeksi mata
pada bayi yang baru lahir yang didapat selama bayi berada dalam saluran lahir yangterinfeksi.
Conjungtivitis inisial dengan cepat dapat terjadi dan bila tidak diobati dapat menimbulkan
kebutaan. Untuk mencegah ophtalmia neonatorum ini, pemberian tetracycline atau
erythromycin ke dalam kantung conjungtiva dari bayi yang baru lahir banyak dilakukan. 1

Gambar opthalmia neonatorum


II.6 Diagnosis
N. Gonorrhoeae adalah sebuah gram-negatif, intraselular, aerob diplococcus. Standar
diagnostik untuk

gonore adalah

menggunakan Thayer-Martin. Gram pewarnaan dari

endocervical dan uretra spesimen ( pada perempuan dan laki-laki, masing-masing ) juga bisa
konfirmasi diagnosis oleh menunjukkan adanya khas gram-negatif intraselular diplococci di
neutrofil. Probe dna, yang berlabel dengan sebuah penanda chemiluminescent organisme
spesifik, juga sering digunakan dan memiliki akurasi tes diagnostik yang sama ketika
dibandingkan dengan culture.Infeksi gonococcal juga dapat dideteksi dengan asam nukleat
amplifikasi tes; hasil tersedia dalam hitungan jam, tetapi ini ujian yang lebih mahal daripada
budaya.Pada pria, polymerase rantai reaksi alat tes urin sampel juga dapat digunakan, namun
ini adalah penting untuk memanfaatkan void urin pertama untuk meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitas test tersebut.
Beberapa macam pemeriksaan laboratorium untuk deteksi Neisseria gonorrheae:
1. Pemeriksaan langsung dengan pewarnaan gram
Tampak kuman kokus berpasangpasangan terletak di dalam dan di luar sel darah putih
(polimorfonuklear). Pemeriksaan ini berguna terutama pada kasus gonore yang
bersifat simtomatis.

2. Pembiakan dengan pembenihan Thayer Martin


Akan tampak koloni berwarna putih keabuan, mengkilap dan cembung. Pembiakan
dengan media kultur ini sangat perlu terutama pada kasus-kasus yang bersifat
asimtomatis.
3. Enzyme immunoassay
Merupakan cara deteksi antigen gonokokus dari sekret genital, namun
sensitivitasnya masih lebih rendah dari metode kultur.
4. Polimerase Chain Reaction (PCR)
Identifikasi gonokokus dengan PCR saat ini telah banyak digunakan di beberapa
Negara maju, dengan banyak sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, bahkan dapat
digunakan dari sampel urine.
UJI LABORATORIUM DIAGNOSTIK
A. Spesimen
Nanah dan sekresi diambil dari uretra, cervix, rectum, conjunctiva, tenggorokan, atau
cairan sinovial untuk dibuat kultur dan hapusan. Kultur darah diperlukan pada
penyakit sistemik, tetapi sistem kultur spesial sangat membantu, karena gonococci
sensitif terhadap polyaetanol sulfonate pada media kultur darah standar.
B. Smear
Smear dari uretra atau eksudat dari endocervix yang diberi pewarnaan gram akan
menampakkan banyak diplokokus di dalam sel nanahnya. Kultur dari eksudat uretral
pria tidak diperlukan lagi bila hasil pewarnaannya positif, namun kultur harus
dilakukan bila eksudat uretralnya berasal dari wanita.
C. Kultur
Sesaat setelah pengumpulan nanah atau selaput lendir, dipindahkan ke dalam media
selektif yang telah diperkaya dan diinkubasi pada atmosfir yang mengandung 5%
CO2 pada suhu 37C.
D. Serologi
Serum dan cairan genital yang mengandung antibody IgG dan IgA bekerja melawan
pili gonococci, membrane protein paling luar dan LPS. Beberapa IgM dari serum
manusia bersifat bakterisidal terhadap gonococci pada percobaan in vitro.

II.7 Pengobatan
II.7.1 Pengobatan Umum
9

Pada dasarnya pengobatan uretritis baru diberikan setelah diagnose ditegakkan.


Fasilitas untuk menegakkan diagnosis penyebab uretritis secara pasti pada suatu daerah
kadang-kadang belum tersedia, sehingga diagnosis dengan mengandalkan tanda-tanda klinis
atau dengan pendekatan sindrom masih dipandang sangat efektif. 1
Obat-obat yang digunakan sebagai terapi uretritis tergantung beberapa faktor :

Pola resistensi menurut area geografi maupun sub populasi.


Obat-obatan yang tersedia - Efektivitas yang dikaitkan dengan harga obat.
Bila kemungkinan ada concomitant

Terapi uretritis gonore tanpa komplikasi :

Golongan Cephalosporin :
1. Cefixime 400 mg per oral.
2. Ceftriaxone 250 mg im.
Golongan Quinolone :
1. Ofloxacin 400 mg per oral.
2. Ciprofloxacin 500 mg per oral.
Spectinomycin : 2 gram intramuscular.
Kanamycin : 2 gram intramuscular.

Semua diberikan dalam dosis tunggal. Untuk Ciprofloxacin CDC menganjurkan untuk tidak
diberikan pada area geografi tertentu karena sudah resisten seperti Inggris, Wales, Kanada
sedangkan Asia, Kepulauan Pasifik, California dilaporkan masih peka dan sensitif. 1
Terapi uretritis gonore dengan komplikasi :
1.
2.
3.
4.
5.

Ciprofloxacin : 500 mg per oral per hari selama 5 hari.


Ofloxacin : 400 mg per oral per hari selama 5 hari.
Ceftriaxone : 250 mg intramuscular per hari selama 3 hari.
Spectinomycin : 2 gram intramuscular per hari selama 3 hari.
Kanamycin : 2 gram intramuscular per hari selama 3 hari.

II.7.2 Pengobatan pada Kondisi Khusus


1. Kehamilan
Wanita hamil tidak harus diperlakukan dengan kuinolon atau tetrasiklin. Seperti yang
telah dibahas di atas, karena tinggi tingkat resistensi terhadap penisilin, obat ini tidak
lagi direkomendasikan untuk pengobatan gonore pada setiap pasien. Dua uji klinis
pada wanita hamil telah dilakukan sejak tahun 2000, salah satu uji terkontrol acak di
antara 95 perempuan hamil menemukan angka kesembuhan dari 95% (95% CI, 84,2%
-99,4%) untuk ceftriaxone (125 mg im) dan angka kesembuhan dari 96% (95% CI,
86.8% -99,5%) untuk cefixime (400 mg po). Cara lain controlled trial dilakukan di
10

antara 252 perempuan hamil menemukan angka kesembuhan dari 95% (95% CI,
90.6% -99,9%) untuk ceftriaxone (250 mg im), tingkat kesembuhan dari 89% (95%
CI, 82,5% - 96.0%) untuk amoksisilin (3 g po) ditambah probenesid (1 g po), dan
angka kesembuhan dari 95% (95% CI, 90.6% -99,9%) untuk spectinomycin (2 g im).
Ulasan tambahan pengobatan gonore pada kehamilan tersedia. Berdasarkan data
tersebut,

wanita

hamil

yang

terinfeksi

dengan

N.

gonorrhoeae

harus

diobati dengan sefalosporin direkomendasikan atau alternatif. Wanita yang tidak bisa
mentolerir cephalosporin harus diperlakukan dengan spectinomycin, jika tersedia,
atau peka untuk sefalosporin. Pembaruan pada ketersediaan spectinomycin
dapat ditemukan di situs Web CDC. 3
2. Alergi atau intoleransi
Orang yang tidak bisa mentolerir sefalosporin atau kuinolon harus diperlakukan
dengan spectinomycin, jika tersedia. Karena spectinomycin tidak cukup efektif
melawan infeksi faring, pasien yang telah dicurigai atau infeksi faring diketahui harus
memiliki budaya faring dievaluasi 3-5 hari setelah pengobatan, untuk memverifikasi
pemberantasan infeksi. Sebuah opsi pengobatan tambahan untuk pasien, termasuk
wanita hamil, dengan didokumentasikan riwayat reaksi alergi yang parah terhadap
penisilin atau sefalosporin adalah 2 g azitromisin. 3
3. Pada orang tua
Fluoroquinolones belum direkomendasikan bagi orang-orang di bawah usia 18 tahun
karena penelitian telah menunjukkan bahwa mereka dapat merusak tulang rawan
artikular pada beberapa hewan muda. Namun, tidak ada kerusakan sendi disebabkan
terapi kuinolon telah diamati pada anak-anak yang diobati dengan rejimen
ciprofloxacin berkepanjangan. Dengan demikian, anak-anak yang berat badan 145 kg
dapat diobati dengan regimen yang direkomendasikan untuk orang dewasa. 3
4. Infeksi HIV
Sedikit telah diterbitkan dalam beberapa tahun terakhir tentang presentasi atau respon
terhadap pengobatan gonore pada pasien dengan infeksi HIV. Tidak ada data yang
menunjukkan bahwa komplikasi gonore lebih umum di antara pasien dengan infeksi
HIV dibandingkan mereka tanpa infeksi HIV. Pasien yang mengalami infeksi
gonokokal dan juga HIV positif harus, karena itu, menerima perlakuan yang sama
Regimen sebagai orang-orang yang HIV negatif. 3
II.8 Komplikasi
II.8.1 Komplikasi pada pria
1. Uretritis

11

Paling sering dijumpai adalah uretritis anterior akuta dan dapat menjalar
kearah proksimal. Keluhan subyektif biasanya rasa gatal dan panas di sekitar
orifisium uretra eksterum (OUE), disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh yang
kadang kadang disertai darah, dan rasa nyeri pada waktu ereksi.
Pada pemeriksaan tampak OUE eritematosa, edematosa, dan ektropion. Duh
tubuh tampak berwarna mukopurulen, Kadang juga disertai pembesaran kelenjar
getah bening inguinal unilateral atau bilateral.
2. Tysonitis
Kelenjar Tyson adalah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi biasanya
terjadi pada penderita dengan preputium yang sangat panjang dan kebersihan yang
kurang baik. Diagnosis dibuat berdasarkan ditemukannya butir pus atau
pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan.
3. Parauretritis
Parauretritis ditandai dengan butir pus pada kedua muara parauretra. Sering
pada orang dengan OUE terbuka atau hipospadia.
4. Littritis
Pada pemeriksaan urin dengan uretroskopi, ditemukan bentukan benang
benang atau butir butir pada urin.
5. Cowperitis
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala. Apabila infeksi terjadi
di kelenjar cowper dapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan di
daerahperineum disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi, dan disuria.
Bila tidak diobati, abses dapat pecah dan mengakibatkan proktitis.
6. Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum dan
suprapubis, malaise, demam, disuria sampai hematuria, spasme otot uretra sampai
retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar, dan obstipasi. Pada pemeriksaan
prostat didapatkan pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan, dan
didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses.
Pada prostatitis kronis gejalanya ringan dan intermitten. Pada pemeriksaan
prostat terasa kenyal, berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan.
7. Vesikulitis
Merupakan radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan duktus
ejakulatoris, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau epididimitis akut. Gejala
menyerupai gejala prostatitis akut, berupa demam, polakisuria, hematuria terminal,
nyeri saat ereksi atau ejakulasi, dan spasme mengandung darah.
Pada pemeriksaan melalui rectum dapat diraba vesikula seminalis yang
membengkak dan keras seperti sosis, memanjang di atas prostat.
8. Vas deferenitis atau funikulitis
12

Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi
yang sama.
9. Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral dan biasanya disertai deferentitis.
Keadaan yang mempermudah terjadinya epididimitis adalah trauma pada uretra
posterior yang disebabkan oleh salah penanganan atau kelalaian dari penderita sendiri.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan epididimis membengkak dan teraba panas. Pada
penekanan terasa nyeri. Bila mengenai kedua epididimis akan mengakibatkan
sterilitas.
10. Trigonitis
Infeksi assendens dari uretra posterior yang mengenai trigonum vesika
urinaria. Gejala trigonitis berupa poliuria, disuria terminal, dan hematuria.
II.8.2 Komplikasi pada wanita
1. Uretritis
Gejala utama adalah disuria, kadang juga poliuria. Pada pemeriksaan, OUE
tampak merah, edematosa, dan ada secret mukopurulen.
2. Parauretritis / Skenitis
Infeksi pada kelenjar parauretra, tetapi jarang terjadi abses.
3. Servisitis
Dapat asimtomatis, kadang juga terdapat rasa nyeri pada punggung bawah.
Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan secret mukopurulen. Duh
tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.
4. Bartholinitis
Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah, dan terdapat nyeri
tekan. Kelenjar bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila pasien berjalan dan
penderita sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses dan dapat
pecah melalui mukosa atau kulit. Bila tidak diobati akan menjadi rekuren atau
menjadi abses.
5. Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut, atau kronis. Ada bebrapa factor
predisposisi:
- Masa puerpurium (nifas)
- Dilatasi setelah kuretase
- Pemakaian IUD atau alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
Merupakan infeksi langsung dari serviks melalui tuba falopii sampai pada
daerah salping dan ovarium sehingga dapat menimbulkan penyakit radang panggul
yang dapat menimbulkan kehamilan ektopik dan sterilitas. Kira kira 10% wanita
dengan gonore akan berakhir dengan penyakit radang panggul. Gejalanya antara lain

13

nyeri pada abdomen bagian bawah, duh tubuh vagina, disuria, dan menstruasi yang
tidak teratur atau abnormal.4
II.8.3 Komplikasi lain
1. Infeksi gonokokal pada faring
Infeksi gonokokal faring umumnya asimtomatik. Beberapa penelitian terakhir
telah mengidentifikasi tinggi prevalensi infeksi gonokokal tanpa gejala faring dalam
populasi tertentu, seperti pasien klinik MSM, STD, dan pasien HIV-positif. Studi ini
menyoroti pentingnya memiliki pasien yang melaporkan riwayat tidak dilindungi oral
seks menjalani pengujian untuk infeksi gonokokal dari faring. Infeksi gonokokal
faring lebih sulit untuk memberantas daripada infeksi di urogenital dan anorektal
situs. Sebuah tinjauan baru-baru ini menemukan bahwa beberapa rejimen antimikroba
andal menyembuhkan 190% dari infeksi. Atas data tersedia, dianjurkan bahwa pasien
heteroseksual diobati dengan ceftriaxone (125 mg im) untuk infeksi gonokokal faring.
MSM dan pasien dengan sejarah perjalanan baru-baru ini yang sedang dirawat untuk
infeksi gonokokal faring harus menerima ceftriaxone (125 mg im) karena tingginya
prevalensi QRNG pada populasi ini. Seperti yang telah disebutkan di atas,
spectinomycin tidak cukup mengobati infeksi gonokokal faring dan tidak boleh
digunakan jika gonore faring mungkin. Data yang terbatas menunjukkan bahwa 2 g
azitromisin juga bisa menjadi pilihan untuk pengobatan infeksi gonokokal dari faring.
Meskipun klamidia koinfeksi faring tidak biasa, koinfeksi di situs genital kadangkadang terjadi. Oleh karena itu, perawatan untuk kedua gonore dan klamidia
dianjurkan. 2
2. Infeksi gonokokal pada rektum
Anogenital gonore sering tanpa gejala tetapi bisa timbul dengan berbagai gejala, dari
pruritis ringan atau tenesmus untuk proctitis terbuka. Sekitar 35% -50% dari wanita
dengan servisitis gonokokal juga terinfeksi dalam rectum dan 25% dari LSL dengan
gonore pada setiap anatomi situs terinfeksi dalam rektum. Dukungan data saat
mengobati infeksi gonokokal anorektal dengan rejimen yang digunakan untuk
mengobati infeksi gonokokal urogenital. 2
3. Infeksi gonokokal pada mata
Neonatal conjungtivitis atau opthalmia neonatorum. Beberapa infeksi mata yang
terjadi pada bayi sampai usia 1 bulan dapat diklasifikasikan menjadi opthalmia
neonatorum. Faktor risiko terbesar untuk mengembangkan ophthalmia neonatorum
adalah infeksi maternal atau STD pada saat pengiriman. Ibu mungkin tidak memiliki
gejala apapun selama persalinan dan masih bisa menularkan infeksi. Jika Anda sedang
hamil, penting untuk mendiskusikan PMS yang Anda miliki atau telah di masa lalu.
14

Anda dan dokter Anda dapat mengembangkan rencana untuk melindungi bayi Anda
dari infeksi selama persalinan. 4
4. Sindroma arthritis dermatitis (Reactive arthritis / Reither Syndrome)
Infeksi kadang menyebar melalui aliran darah ke satu atau beberapa sendi, dimana
sendi menjadi bengkak dan sangat nyeri, sehingga pergerakannya menjadi terbatas.
Infeksi melalui aliran darah juga dapat menimbulkan bintik bintik merah berisi
nanah di kulit, demam, rasa tidak enak badan, atau nyeri pada sendi yang berpindah
dari sendi satu ke sendi yang lain. Trias klasik arthritis, uretritis nongonococcal,
dan konjungtivitis (yaitu, sebelumnya dikenal sebagai sindrom Reiter) pertama kali
dijelaskan oleh Hans Reiter di 1.916. Ini lebih sering terjadi pada pria daripada wanita
dengan C. trachomatis menyebabkan arthritis bernanah reaktif, biasanya dilihat
sebagai oligoarthritis asimetris, terutama di tungkai bawah. Temuan klasik
pembengkakan di tumit dan / atau sosis jari atau jari kaki yang disebabkan oleh
seragam peradangan. Manifestasi dermatologis termasuk keratoderma blennorrhagica,
yang dimulai sebagai jelas vesikel pada basis eritematosa yang berkembang menjadi
makula, papula, dan nodul, biasanya ditemukan pada telapak kaki, telapak tangan,
batang, dan kulit kepala. 2

Gambar Reither Syndrome


5. Pelvic Inflamatory Disease
Pada wanita, komplikasi yang paling umum dari infeksi gonore atau infeksi
Chlamydia adalah PID, yang terjadi ketika infeksi di saluran kelamin bawah
ke saluran kelamin bagian atas Hal ini juga ditetapkan bahwa aerobik dan anaerobik
organisme di samping N. gonorrhoeae dan C. trachomatis yang terlibat dalam PID.
Telah

dihipotesiskan

bahwa

menaik

tersebut

penyebaran

menular

seksual
15

mikroorganisme memfasilitasi Akses flora normal vagina ke atas saluran kelamin,


menyebabkan PID. Temuan pemeriksaan fisik pada pasien dengan PID termasuk
nyeri perut bagian bawah, nyeri tekan adneksa, dan serviks gerak kelembutan. pasien
sering mengeluhkan keputihan purulen. Klinis spektrum PID berkisar dari ringan ke
penyakit berat. Dalam PID yang ringan, pasien asimtomatik tetapi memiliki bukti
infeksi C. trachomatis pada pengujian laboratorium spesimen serviks dan jaringan
parut tuba. Pasien dengan PID berat mengalami demam, mual, dan muntah dan
muncul nyeri. PID memiliki gejala sisa kronis utama, termasuk kronis nyeri panggul,
infertilitas, dan peningkatan risiko kehamilan ektopik. USG panggul diperlukan pada
pasien yang hadir dengan demam, keputihan purulen, dan adneksa kelembutan.
Evaluasi USG sangat membantu dalam mengevaluasi untuk tubo-ovarium abses, yang
berkembang ketika bakteri mengumpulkan dalam saluran tuba. Pada USG, tuboovarium abses muncul sebagai massa kistik berdinding tipis dengan air fluid level.
Abses tubo-ovarium harus dipertimbangkan dalam siapa pun dengan PID, terutama
pasien dengan unilateral kelembutan adneksa. Abses Tubo-ovarium mungkin
memerlukan intervensi bedah. 2
6. Acute perihepatitis (Fitz Hugh Curtis Syndrome)
Perihepatitis akut (yaitu, Fitz-Hugh-Curtis syndrome) merupakan komplikasi yang
jarang dari PID dan diduga terjadi melalui perluasan langsung dari N. gonorrhoeae
atau C. trachomatis dari tabung falopi pada kapsul hati dan peritoneum
sepanjang selokan paracolic. Sindrom ini pertama kali diusulkan oleh Curtis pada
tahun

1930

dan

dikonfirmasi

oleh

Fitz-Hugh

pada

tahun

1934

setelah

menggambarkan peritonitis gonokokal akut di kuadran kanan atas dengan "biolastring adhesi" antara kapsul hati dan perut wall. Sindrom Fitz-Hugh-Curtis adalah
perihepatitis atau peradangan dari kapsul hati, di mana pasien datang
dengan tajam, kuadran kanan atas pleuritik pain. Diagnosis sindrom Fitz-Hugh-Curtis
dibuat secara klinis dalam pengaturan PID dengan menghilangkan penyebab lain dari
kanan nyeri kuadran atas. Tingkat enzim hati biasanya normal. Computed tomography
dari perut mengungkapkan kapsuler hati atau enhancement pericapsular. Satu-satunya
metode diagnosis definitif laparoskopi dengan visualisasi langsung dari kapsul hati
untuk mengidentifikasi perlengketan antara hati dan dinding perut; namun,
laparoskopi

dijamin

hanya

jika

gejala

tidak

menyelesaikan

dengan pengobatan. Perihepatitis biasanya sembuh dengan pengobatan PID yang


mendasari. Laparoskopi juga digunakan untuk lisis adhesi. 2
7. Disseminated gonococcal infection
16

Disseminated gonococcal infection disebabkan oleh hematogen penyebaran N.


gonorrhoeae dari situs utama. Hal ini dapat terjadi pada kedua jenis kelamin tetapi
terlihat lebih sering pada wanita, terutama karena fakta bahwa perempuan dengan
gonore sering tanpa gejala, memungkinkan untuk diseminasi sebelum pasien
mengalami symptoms. Kehamilan, menstruasi, dan terminal komponen pelengkap
kekurangan juga meningkatkan risiko untuk penyebaran infeksi gonokokal sebagai
akibat dari paparan endometrium pembuluh submukosa ke organisms. Infeksi
gonokokal diseminata biasanya memanifestasikan sebagai arthritis (mungkin atau
mungkin tidak purulen), tenosinovitis, dan dermatitis tetapi juga dapat hadir sebagai
perihepatitis. Jarang, endokarditis, meningitis, dan osteomyelitis terjadi. Lesi kulit
muncul vesikel awalnya sebagai kecil yang kemudian menjadi pustula dan dengan
dasar yang hemorrhagik. Gonokokus arthritis asimetris dan migrasi, dapat melibatkan
setiap sendi, dan umumnya terkait dengan demam dan menggigil. Lutut, pergelangan
tangan, pergelangan kaki, dan sendi jari yang paling sering terkena. Tenosinovitis
paling sering terjadi pada tangan, menyajikan sebagai eritema dan nyeri lokal
sepanjang selubung tendon. 2

Gambar Disseminated gonococcal infection


II.9 Pencegahan
Penjelasan pada pasien dengan baik dan benar sangat berpengaruh pada keberhasilan
pengobatan dan pencegahan karena gonore dapat menular kembali dan dapat terjadi
komplikasi apabila tidak diobati secara tuntas. Tidak ada cara pencegahan terbaik kecuali
menghindari kontak seksual dengan pasangan yang beresiko. Penggunaan kondom masih
dianggap yang terbaik. Pendidikan moral, agama dan seks perlu diperhatikan.
17

Salah satu metode terbaik untuk mencegah komplikasi gonore dan / atau infeksi
Chlamydia (misalnya, PID) adalah skrining remaja yang aktif secara seksual dan dewasa
muda. Pendidikan pasien sangat penting, menekankan penggunaan kondom (perlindungan
penghalang) selama kegiatan seksual. Jika pasien telah didiagnosis dengan gonore atau
klamidia, semua kontak seksual harus dirujuk untuk pengujian dan pengobatan. Pengujian
untuk PMS lainnya juga dianjurkan. Pasien harus dianjurkan untuk menjauhkan diri dari
hubungan seksual sampai pengobatan mereka selesai dan semua mitra telah dievaluasi dan
diobati. 1

18

BAB III
KESIMPULAN
Uretritis gonore (gonorrheae) merupakan penyakit hubungan seksual yang disebabkan
oleh kuman Neiserria gonorrheae yang menyerang uretra pada laki-laki dan endocervix pada
wanita, paling sering ditemukan dan mempunyai insiden yang cukup tinggi.
WHO memperkirakan bahwa tidak kurang dari 25 juta kasus baru ditemukan setiap
tahun di seluruh dunia. Di Amerika Serikat diperkirakan dijumpai 600.000 kasus baru setiap
tahunnya. Neiserria gonorrheae merupakan kuman kokus gram negatif, berukuran 0,6 - 1,5
m, berbentuk diplokokus seperti biji kopi dengan sisi yang datar berhadaphadapan. Kuman
ini tidak motil dan tidak membentuk spora.
Masa tunas gonore sangat singkat, pada waktu masa tunas sulit untuk ditentukan
karena pada umumnya bersifat asimtomatis. Umumnya penyulit akan timbul jika uretritis
tidak cepat diobati atau mendapat pengobatan yang kurang adekuat. Di samping penyulit,
uretritis gonore pada umumnya bersifat lokal sehingga penjalarannya sangat erat dengan
susunan anatomi dan faal alat kelamin.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis pada laki-laki jauh lebih mudah daripada wanita, baik secara klinis maupun
laboratorium, karena pada wanita seringkali asimtomatis. Pada dasarnya pengobatan uretritis
baru diberikan setelah diagnosis ditegakkan. Antibiotik canggih dan mahal tanpa didasari
diagnosis, dosis dan cara pemakaian yang tepat tidak akan menjamin kesembuhan dan
bahkan dapat memberi dampak berbahaya dalam penggunaannya, misalnya resistensi kuman
penyebab.
Pengobatan yang benar meliputi pemilihan obat yang tepat serta dosis yang adekuat
untuk menghindari resistensi kuman. Melakukan tindak lanjut secara teratur sampai
penyakitnya dinyatakan sembuh. Sebelum penyakitnya benar benar sembuh dianjurkan
19

untuk tidak melakukan hubungan seksual. Pasangan seksual harus diperiksa dan diobati agar
tidak terjadi fenomena ping pong.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ernawati. Jurnal Urethritis gonorrea. 2011
2. Bernard M. Karnath, MD. Review of clinical sign: Manifestations of
Gonorrhea

and

Chlamydial

Infection.2010Tahir

M,

consultan

dermatologist pathogenesis of acne vulgaris 2009.


3. Lori M. Newman, John S. Moran and Kimberly A. Workowski.
Supplement article: Update on the Management of Gonorrhea in
Adults in the United States.
4. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007

20

Anda mungkin juga menyukai