Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

A. Judul
Tekstur Analizer
B. Tujuan
1. Memahami prinsip kerja tekstur analizer
2. Memahami cara kerja pengukuran tekstur
3. Menentukan hardness biskuit, bakso, dan apel

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Midayanto dan Yuwono (2014), tekstur produk merupakan parameter


penting untuk berbagai jenis produk. Tekstur merupakan salah satu faktor yang
menentukan mutu produk makanan. Menurut Pratama, Rostini, dan Liviawaty
(2014), tekstur makanan sebagian besar ditentukan oleh kadar air, kandungan
lemak, jenis serta jumlah karbohidrat struktur (selulosa, pati dan bahan berpektin)
dan protein.
Tekstur merupakan salah satu kriteria penting dari mutu makanan. Tekstur
paling penting diterapkan pada makanan lunak dan makanan rangup atau renyah.
Ciri yang paling sering diacu ialah kekerasan, kekohesifan dan kandungan air.
Tekstur makanan dapat didefinisikan sebagai cara bagaimana berbagai unsur
komponen dan unsur struktur ditata dan digabung menjadi mikro dan
makrostruktur dan pernyataan struktur ini keluar dalam segi aliran dan deformasi
(De Man, 1997).
Tekstur mempengaruhi citarasa makanan, tekstur paling penting pada makanan
lemak dan makanan renyah. Menurut Szczesniak (1963), ciri-ciri tekstur dalam 3
golongan utama sebagai berikut :
1. Ciri mekanis mengandung 5 parameter dasar: kekerasan, kekohesifan,
viskositas, elastisitas, keadhesifan, kerapuhan dan kerenyahan.
2. Ciri geometris terdiri dari halus, bersel, berserabut.
3. Ciri lainnya berkaitan dengan air dan minyak terdiri dari keminyakan
dan kelemakan.
Tekstur merupakan ciri suatu bahan sebagai akibat perpaduan dari beberapa
sifat fisik yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah dan unsur-unsur pembentukan
bahan yang dapat dirasakan oleh indera peraba dan perasa, termasuk indera mulut
dan penglihatan. Produk pangan dibuat dan diolah tidak semata-mata untuk tujuan
peningkatan nilai gizi, tetapi juga untuk mendapatkan karakteristik fungsional
yang menuruti selera organoleptik bagi konsumen. Karakteristik fungsional
tersebut diantaranya berhubungan dengan sifat tekstural produk pangan olahan
seperti kerenyahan, keliatan, dan sebagainya (Midayanto dan Yuwono 2014).
Pada telaah tekstur makanan perhatian ditujukan kepada dua bidang yang
saling berkaitan, pertama sifat aliran dan deformasi dan kedua makro dan mikro
struktur. Menurut De Man (1999), telaah tekstur penting karena :

1. Menilai ketahanan produk terhadap kerja mekanis seperti dalam


pemanenan buah dan sayur secara mekanis
2. Menentukan sifat aliran produk selama pemrosesan, penanganan, dan
penyimpanan
3. Untuk menentukan perilaku mekanis makanan jika dimakan
Tekstur merupakan faktor penting dari mutu makanan, kadang - kadang lebih
penting daripada aroma, rasa dan warna (Listiorini, Syahraeni, dan Rostiati,
2014). Pengukuran tekstur telah menjadi salah satu faktor terpenting dalam
industri pangan, khususnya sebagai indikator dari aspek non-visual. Kemampuan
dalam menguji dan mengukur tekstur akan memberikan keleluasaan bagi pihak
industri

untuk menetapkan standar kualitas, baik itu dari segi

pengepakan/pengemasan maupun penyimpanan (Abbot dan Harker, 2005).


Menurut Szczesniak dan Kelyn (1963), pengukuran tekstur sangat penting karena
dapat mempengaruhi citra makanan tersebut.
Menurut De Man (1999), batasan batasan dalam tekstur antara lain :
1. Konsistensi
Menunjukkan segi segi tekstur yang berkaitan dengan aliran dan
deformasi
2. Kekerasan
Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau
produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan (Ranganna,
1986).
3. Kerapuhan
Sifat keretakan atau kepatahan sebelum aliran yang bermakna terjadi
4. Kelekatan
Sifat permukaan yang berkaitan dengan adhesi antara bahan dengan
permukaan yang berdampingan
Pada mulanya diciptakan texture analyzer untuk membuat simulasi persepsi
yang dirasakan oleh gerakan mulut kita. Namun saat ini penggunaan texture
analyzer tidak hanya terbatas pada bidang Food Industry saja (Rahardjo, 2008).

Texture analyzer adalah alat yang terkait dengan penilaian dari karakteristik
mekanis suatu materi, di mana alat tersebut diperlakukan untuk menentukan
kekuatan materi dalam bentuk kurva. Texture analyzer digunakan untuk
menentukan sifat fisik bahan yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan
suatu bahan terhadap tekanan (Ihekoronye dan Ngoddy, 1985). Prinsip kerja dari
texture analyzer adalah dengan cara menekan atau menarik sample, melalui
sebuah Probe yang sesuai dengan aplikasi yang dikehendaki (Rahardjo, 2008).
Menurut Ihekoronye dan Ngoddy (1985), fungsi dari texture analyzer adalah
menentukan sifat fisik bahan yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan
suatu bahan terhadap tekanan.
Menurut Utami (1991), biskuit adalah produk panggang dalam bentuk
potongan kecil dan mempunyai tekstur atau konsistensi yang kering, renyah dan
tekstur pori yang lebih rapat. Biskuit meupakan produk yang berukuran tipis
dengan kadar air relatif rendah (5%), adonannya digiling menjadi lembaranlembaran tipis yang kemudian dipotong atau dipanggang. Menurut Man dan Jones
(2000), biskuit harus disimpan menggunakan kemasan yang kedap terhadap
cahaya, uap air dan oksigen. Kemasan yang digunakan pada biskuit ini bertujuan
untuk dapat menjaga mutu dan kualitas biskuit selama penyimpanan. Menurut
Matz (1992), biskuit sangat rentan mengalami kerusakan oleh mikroorganisme
sehingga akan mempengaruhi tekstur, ukuran, warna, dan rasa.
Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan
penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk
yang strukturnya kompak atau berbentuk bulat, padat, kenyal, dan berisi
(Winarno.F.G,1984).
Tanaman apel dapat hidup subur didaerah yang mempunyai temperatur udara
dingin. Tanaman apel di Eropa dibudidayakan terutama didaerah subtropis bagian
utara, sedangkan apel lokal di Indonesia yang terkenal berasal dari daerah Malang,
Jawa Timur yang disebut sebagai apel Malang dan berasal dari daerah Gunung
Pangrango , Jawa Barat. Tanaman apel di Indonesia dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik apabila dibudidayakan pada daerah yang mempunyai

ketinggian sekitar 700 1200 meter diatas permukaan laut (Sufrida dan
Maloedyn, 2006). Menurut Soelarso (1998), karakteristik buah apel dapat dinilai
sebagai berikut:
1. Nilai fisik : kekerasan, berat jenis, dan mudahnya lepas dari tangkainya.
2. Nilai visual : warna kulit dan ukuran
3. Analisis kimia : kadar vitamin, kadar pati dan asam
4. Metode fisiologi : respirasi

III.

METODE

A. Alat dan Bahan


Beberapa alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini yaitu
LFRA texture analyzer dengan merk Brooklyn, Probe (TA 18, TA 17) dan
penggaris. Bahan-bahan yang digunakan yaitu biskuit, dan bakso curah.
B. Cara Kerja

Sampel (biskuit, apel, dan bakso) diukur ketebalannya dengan


penggaris dan dicatat

Sampel (biskuit, apel, dan bakso) diletakkan di meja objek

Pada program komputer, dipilih program texture profile

Probe pada alat diturunkan sampai menyentuh sampel

Angka pada alat dinolkan terlebih dahulu

Alat jalan secara otomatis

Hardness dicatat

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Sampel
Biskuit Nissin

Ketebalan (mm)
6

Hardness (gram)
1527,50

Bakso curah

14

2934,50

Biskuit Roma

1439,5

Bakso

15

2647,00

bermerek
Apel kuning

25

641,50

Apel malang

24

727

B. Pembahasan
Tekstur makanan dapat didefinisikan sebagai cara bagaimana berbagai
unsur komponen dan unsur struktur ditata dan digabung menjadi mikro dan
makrostruktur dan pernyataan struktur ini keluar dalam segi aliran dan
deformasi (De Man, 1997). Menurut Midiyanto dan Yuwono (2014), tekstur
merupakan ciri suatu bahan sebagai akibat perpaduan dari beberapa sifat fisik
yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah dan unsur-unsur pembentukan bahan
yang dapat dirasakan oleh indera peraba dan perasa, termasuk indera mulut
dan penglihatan. Produk pangan dibuat dan diolah tidak semata-mata untuk
tujuan peningkatan nilai gizi, tetapi juga untuk mendapatkan karakteristik
fungsional yang menuruti selera organoleptik bagi konsumen. Karakteristik
fungsional tersebut diantaranya berhubungan dengan sifat tekstural produk
pangan olahan seperti kerenyahan, keliatan, dan sebagainya.
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah LFRA texture analyzer
dengan merk Brooklyn. Fungsi dari alat ini yaitu untuk mengidentifikasi
permukaan tekstur suatu sampel yang akan digunakan. Program yang
digunakan pada pengukuran texture analyzer di komputer adalah tekstur
prolite V1.0.
Prinsip kerja dari texture analyzer adalah dengan cara menekan atau
menarik sample, melalui sebuah Probe yang sesuai dengan aplikasi yang
dikehendaki (Rahardjo, 2008).
Komponen-komponen dari LFRA texture analyzer dengan merek
Brooklyn adalah :
1. Display
Berfungsi untuk menampilkan proses dari alat LFRA texture analyzer
2. Tombol on/off
Berfungsi untuk mengaktifkan atau mematikan LFRA texture analyzer
dan terletak di bagian belakang

3. Keypad
Berfungsi untuk megatur nilai data di layar dengan cara diputar,
terletak di bagian bawah display
4. Meja benda
Berfungsi untuk meletakkan sampel yang akan diukur teksturnya
5. Scroll
Berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan sampel atau objek yang
diletakkan pada meja benda
6. Tempat probe
Berfungsi untuk meletakkan probe yang spesifik sesuai dengan sampel
yang digunakan
7. Reset stop
Berfungsi untuk mengehentikan saat tes sedang berlangsung dan akan
langsung kembali ke keadaan awal
8. Start
Berfungsi sebagai tombol yang

digunakan

untuk

memulai

pengoperasian
Berikut ini adalah keterangan gambar dari LFRA texture analyzer merek
Brooklyn :

Displ
Reset
stop

Keypa
Start

Tempa
t

Meja
benda

scro
Gambar 1. LFRA texture analyzer Brooklyn (dok.pribadi)

Jenis-jenis probe dan fungsinya yaitu :


1. Probe bola
Digunakan pada sampel yang sifatnya lembut dan sensitif
2. Probe silinder

Berfungsi untuk menusuk, kompresi, kelengketan dan ekstruksi tes.


Diameter yang digunakan tergantung dari jenis uji dan sampel yang
digunakan
3. Probe kerucut
Berfungsi menguji suatu plastik dan produk yang lembut

Langkah kerja dalam pengoperasian LFRA texture analyzer merk


Brooklyn yaitu :
1. Seperangkat komputer beserta LFRA texture analyzer dinyalakan
2. Sampel diukur ketebalannya dengan penggaris. Ketebalan sampel
diukur terlebih dahulu karena probe hanya bisa menekan 50% dari
sampel
3. Probe yang sesuai dengan sampel yang digunakan dipasang pada
tempat probe
4. Sampel diletakkan di atas meja benda lalu discroll supaya sampel lebih
dekat dengan probe
5. Program texture prolite V1.0 pada komputer dibuka
6. Klik LFRA, klik define new test, pilih target test
7. Pada target test, jika sampel yang digunakan bersifat kenyal, klik TPA.
Jika sampel bersifat keras, klik compression
8. Data-data seperti trigger point, test speed, dan target value dimasukkan
sesuai dengan sampel yang digunakan
9. Pada target value, diisi dari tinggi sampel yang digunakan
10. Ketik jenis probe yang digunakan
11. Klik texture results. Jika sampel bersifat keras, pada primary
calculations dicentang semua kecuali area cycle 1 dan area cycle 2 dan
secondary calculations dipilih semua. Jika sampel bersifat kenyal,
pada primary calculations pilih hardness cycle 1 sedangkan pada
secondary calculations pilih work done to hardness 1 dan pada
additional calculations pilih sample length.
12. Klik general results dan pada standard results dipilih semua sedangkan
pada special results dikosongkan saja.
13. File disimpan lalu klik yes
14. Probe yang spesifik/sesuai dengan sampel yang digunakan akan turun
secara perlahan (jika sampel bersifat kenyal, probe akan turun 2 kali.

Saat probe turun untuk pertama kalinya, probe akan mengukur bagian
permukaannya terlebih dahulu kemudian saat probe turun kedua
kalinya, probe akan mengukur hardness dari sampel).
Berdasarkan percobaan texture analyzer yang telah dilakukan, hasil yang
didapatkan untuk pengukuran sampel biskuit kelapa ijo merek Nissin
ketebalannya adalah 6 mm dan hardnessnya sebesar 1527,50 gr. Pengukuran
tekstur biskuit menggunakan probe TA 18. Pada sampel bakso curah,
ketebalannya sebesar 14 mm dan hardnessnya sebesar 2934,50 gr.
Pengukuran tekstur bakso curah menggunakan probe TA 17. Kelompok lain
menggunakan sampel yang berbeda yaitu apel kuning, apel malang, bakso
bermerek, biskuit kelapa merek Roma.
Sampel apel kuning memiliki hardness sebesar 641,50 gr dan ketebalannya
sebesar 25 mm. Sampel apel malang memiliki hardness sebesar 727 gr dan
ketebalannya sebesar 24 mm. Untuk sampel buah-buahan, tipe probe yang
digunakan untuk mengukur tekstur yaitu TA 39. Sampel bakso bermerek
memiliki hardness sebesar 2647,00 gr dan ketebalannya 15 mm. Sampel
biskuit kelapa merek Roma memiliki hardness sebesar 1439,5 gr dan
ketebalannya sebesar 8 mm.
Sampel biskuit kelapa merek Nissin dengan merek Roma memiliki nilai
hardness yang berbeda. Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai hardness
biskuit kelapa merek Nissin nilai hardnessnya lebih besar daripada biskuit
kelapa merek Roma. Pada sampel bakso, bakso curah memiliki nilai hardness
yang lebih besar daripada bakso bermerek. Pada sampel apel, apel kuning
memiliki nilai hardness yang lebih kecil daripada apel malang.
Setiap sampel yang digunakan memiliki nilai hardness yang berbeda-beda.
Menurut Pratama, Rostini, dan Liviawaty (2014), tekstur makanan sebagian
besar ditentukan oleh kadar air, kandungan lemak, jenis serta jumlah
karbohidrat struktur (selulosa, pati dan bahan berpektin) dan protein. Menurut
Purnomo (1995), faktor yang mempengaruhi tekstur bahan pangan antara lain
perbandingan kandungan protein-lemak, jenis protein, suhu pengolahan dan
kadar air.

Semakin besar nilai hardnessnya maka semakin kenyal tekstur sampel


tersebut. Sebaliknya, semakin kecil nilai hardnessnya maka semakin keras
tekstur sampel tersebut. Pada sampel bakso curah memiliki nilai hardness
yang paling besar. Sedangkan sampel yang memiliki nilai hardness yang
rendah yaitu apel malang. Menurut Soekarto (1990), sifat kenyal merupakan
sifat fisik produk dalam hal daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan. Sifat
kenyal dan keras sebenarnya sama-sama menyatakan daya tahan untuk pecah.
Perbedaannya adalah sifat keras untuk menyatakan sifat benda atau produk
pangan yang tidak deformasi, sedangkan sifat kenyal adalah sifat reologi pada
produk pangan plastis yang bersifat deformasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran tekstur adalah kadar air.
Semakin tinggi kadar air pada sampel maka tekstur sampel akan lebih lunak.
Sebaliknya, jika kadar air semakin rendah maka tekstur sampel semakin
keras. Adanya gula pereduksi juga mempengaruhi tekstur suatu sampel.
Semakin tinggi jumlah gula pereduksi maka sampel akan lebih keras
(Szczesniak dan Kleyn, 1963).

V.

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang


didapatkan sebagai berikut :

1. Prinsip kerja dari texture analyzer adalah dengan cara menekan atau
menarik sample, melalui sebuah Probe yang sesuai dengan aplikasi yang
dikehendaki.
2. Cara kerja pengukuran texture analyzer yaitu LFRA texture analyzer dan
komputer dinyalakan, sampel diukur ketebalannya, probe yang sesuai
dengan sampel yang digunakan dipasang pada tempat probe, sampel
diletakkan di atas meja benda dan discroll agar letak sampel lebih dekat
dengan probe, membuka program texture prolite di komputer, mengisi
data-data pada program di komputer, probe akan turun secara perlahan
hingga mengenai sampel, pengukuran tekstur akan terbaca di komputer,
hasil kurva disimpan lalu diprint.
3. Sampel biskuit kelapa ijo merek Nissin ketebalannya adalah 6 mm dan
hardnessnya sebesar 1527,50 gr. Sampel bakso curah, ketebalannya
sebesar 14 mm dan hardnessnya sebesar 2934,50 gr. Sampel apel kuning
memiliki hardness sebesar 641,50 gr dan ketebalannya sebesar 25 mm.
Sampel apel malang memiliki hardness sebesar 727 gr dan ketebalannya
sebesar 24 mm. Sampel bakso bermerek memiliki hardness sebesar
2647,00 gr dan ketebalannya 15 mm. Sampel biskuit kelapa merek Roma
memiliki hardness sebesar 1439,5 gr dan ketebalannya sebesar 8 mm.

LAMPIRAN

Gambar 2. Program texture prolite di komputer

Gambar 3. Probe TA 17

Gambar 4. Probe menekan sampel biskuit

Gambar 5. Probe menekan sampel bakso curah

DAFTAR PUSTAKA
Abbot, J.A. dan Harker, F.R. 2005. Texture. The Horticulture and Food Research
Institute of New Zealand Ltd., New Zealand.
De Man, J.M. 1997. Kimia Makanan, Penerbit ITB, Bandung.
De Man, J.M. 1999. Principles of Food Chemistry 3ed. Aspen publishers,
Gainthersburg.
Ihekoronye dan Ngoddy. 1985. Integrated Food Science and Technology for The
Tropic. Macmillan Publishers, Ltd., London.
Listiorini, E., Syahraeni, dan Rostiati. 2014. Karakteristik Kimia dan
Organoleptik Daging Buah Srikaya (Annona squamosa L.) pada Berbagai
Suhu Pemanasan Pulp. E-Journal Agrotekbis. 2(6):596-603.
Man, D. dan Jones, A. 2000. Shelf-Life Evaluation of Foods 2nd edition. Aspen
Publisher, Inc., Gaithersburg.
Matz,

S.

A.

1992.

Snack

Food

Technology

3rd

edition.

Pan-Tech

International,Inc., Texas.
Midayanto, D.N., dan Yuwono, S.S. 2014. Penentuan Atribut Mutu Tekstur Tahu
untuk Direkomendasikan Sebagai Syarat Tambahan dalam Standar Nasional
Indonesia. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4):259-267.
Pratama, R.I., Rostini, I., dan Livuawaty, E. 2014. Karakteristik Biskuit dengan
Penambahan Tepung Tulang Ikan Jangilus (Istiophorus sp.). Jurnal
Akuatika. 5(1):30-39.
Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Rahardjo, B.S. 2008. Kimia Berbasis Eksperimen 3. Penerbit Platinum, Solo.

Ranganna, S., 1986. Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and
Vegetable Products. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New
Delhi.
Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan.
Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.
Soelarso, B. 1998. Budidaya Apel. Kanisius, Yogyakarta
Sufrida dan Maloedyn S. 2006. 30 Ramuan Penakluk Hipertensi Edisi 1.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Szczesniak, A.S., 1963. Classification of Textural Characteristics. Journal of
Food Science. 28: 385-389.
Szczesniak,A.S., dan Kleyn,D.H. 1963. Consumer Awareness Of texture and
Other Food Attributes. Food Technology, London.
Utami, I.S. 1991. Pengolahan Roti. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Winarno, F.G., 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai