Anda di halaman 1dari 13

Tanatologi

1. Definisi
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari kematian dan perubahan yang
terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Tanatologi merupakan ilmu paling dasar dan paling penting dalam ilmu
kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan jenazah (visum et
repertum).
2. Jenis-Jenis Kematian
Jenis kematian ada 5 yaitu :
a. Mati klinis / somatis
- Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga system penunjang
kehidupan yaitu sistem pernafasan, kardiovaskuler, dan persarafan
- Ditandai dengan tidak adanya gerakan, refleks-refleks, EEG
mendatar selama 5 menit, serta tidak berfungsinya jantung dan
paru-paru.
- Organ organ belum tentu mati, masih bisa dimanfaatkan untuk
transplantasi.
b. Mati suri (apparent death)
- keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi
gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara.
- Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
tersengat aliran listrik dan tenggelam.
c. Mati seluler / molekuler
- Proses kematian organ/ jaringan setelah mati klinis.
- Waktu kematian tiap jaringan / organ berbeda. Otak merupakan
organ yang paling sensitif yaitu sekitar 3-5 menit. Jaringan otot
akan mengalami mati seluler setelah 4 jam dan kornea masih dapat
diambil dalam jangka waktu 6 jam setelah seseorang dinyatakan
mati somatis.
- Penentuan mati seluler ini terutama penting dalam hal transplantasi
organ.
d. Mati cerebral
- Yaitu proses kematian yang ditandai dengan kerusakan kedua
hemisfer otak dan serebellum, sedangkan kedua system penunjang
lainnya yaitu pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi
dengan bantuan alat
e. Mati otak
- Bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intracranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum
3. Manfaat Tanatologi
Kepentingan mempelajari tanatologi adalah untuk menetapkan :
a. Waktu kematian
b. Sebab kematian pasti
Contoh : keracunan CO akan terdapat kulit merah terang (terjadi
perubahan warna kulit)

c. Cara kematian (homocide, suicide, accident)


d. Transplantasi (donor organ)
Syarat:
- Ada izin dari korban/ keluarganya
- Sudah meninggal
4. Diagnosa Kematian
Untuk mendiagnosa perubahan cepat dari kematian digunakan beberapa
alat antara lain stetoskop, lampu senter, palu reflek, EEG, dan ECG.
Prinsipnya adalah mendeteksi traktus respiratorius dan denyut jantung.
Beberapa tes yang dapat digunakan adalah :
a. Tes kardiovaskuler.
1. Magnus test.
Karena jantung berhenti maka sirkulasi juga berhenti. Caranya
dengan mengikat/menutup ujung jari korban dengan karet, lalu
dilepaskan, maka tidak tampak adanya perubahan warna dari pucat
menjadi merah.
2. Diaphonos test.
Caranya dengan menyinari ibu jari korban dengan lampu senter dan
tidak terlihat ada sirkulasi (warna merah terang).
3. Fluorescin test.
Caranya dengan menyuntikkan zat warna fluorescin maka zat warna
fluorescin akan terlokalisir di tempat suntikan karena tidak ada aliran
darah.
4. Tes lilin.
Bagian tubuh korban ditetesi lilin cair maka tidak akan terjadi
vasodilatasi (hiperemi) sebagai reaksi terhadap rangsang panas
karena sirkulasi tidak ada.
5. EKG dan Stetoskop.
b. Tes pernafasan.
1. Kaca.
Tidak tampak uap air ketika kaca diletakkan di depan hidung atau
mulut korban.
2. Bulu-bulu halus.
Tidak terdapat reaksi bersin/ geli ketika bulu-bulu halus diletakkan
di depan hidung korban.
3. Winslow test
Dilakukan pada orang yang pernafasannya agonal (tinggal satu-satu
nafasnya) dengan cara menempatkan cermin di dada korban dan
disinari dengan lampu senter. Bila bernafas maka sinar lampu senter
akan ikut bergerak dengan syarat pemeriksa tidak boleh bergerak.
Atau bisa menggunakan baskom berisi air yang akan bergerak bila
ada pergerakan di dada.
4. Stetoskop.
c. Tes Saraf
1. Memeriksa reflex : reflex kornea
2. EEG

5. Perubahan-perubahan yang Terjadi Setelah Kematian


Ada 2 fase perubahan post mortem yaitu fase cepat (early) dan fase lambat
(late).
Perubahan cepat (early) :
- Tidak adanya gerakan.
- Jantung tidak berdenyut (henti jantung).
- Paru-paru tidak bergerak (henti nafas).
- Kulit dingin dan turgornya menurun.
- Mata tidak ada reflek pupil dan tidak bergerak.
- Suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan lebam mayat (post mortal
lividity).
- Lebam mayat.
Perubahan lambat (late) ;
- Kaku mayat (post mortal rigidity).
- Pembusukan (decomposition).
- Penyabunan (adipocera).
- Mummifikasi.
a. Perubahan Mata
Perubahan mata setelah kematian dapat berupa :
- Hilangnya refleks kornea, refleks konjungtiva, dan refleks cahaya.
- Kornea menjadi pucat / opaque / keruh.
- Kelopak mata biasanya tertutup setelah kematian karena kekakuan primer
dari otot
- Tekanan intraokuler tidak ada.
- Bola mata menjadi lunak dan cenderung untuk masuk ke dalam fossa
orbital.
- Kadar kalium yang tinggi karena cairan bola mata keluar (jumlah kalium
yang keluar berhubungan dengan waktu kematian).
- Kedudukan pupil. Refleks cahaya menghilang segera saat nukleus batang
otak mengalami iskemik. Iris mengandung jaringan otot yang banyak
sehingga kehilangan tonus dengan cepat dan iris biasanya relaksasi.
- Perubahan pembuluh darah retina melalui pemeriksaan ophtalmoskop
retina akan dapat menentukan satu tanda pasti kematian awal. Setelah
mati, aliran darah pembuluh darah retina menjadi segmen seiring dengan
tekanan darah yang hilang menyebabkan aliran darah terbagi menjadi
beberapa segmen.
b. Perubahan Kulit
Perubahan yang terjadi pada kulit setelah kematian dapat berupa :
- Kulit menjadi pucat. Karena sirkulasi darah berhenti setelah kematian,
darah merembes keluar dari pembuluh darah kecil sehingga kulit tampak
pucat. Kulit menjadi pucat, bewarna putih abu dan kehilangan
elastisitasnya.
- Elastisitas (turgor) kulit menurun sampai menghilang.
Sehingga bisa menetapkan apakah luka pada tubuh korban didapat
intravital atau post mortem, yaitu :
Luka pada intravital akan berbekas dengan ukuran lebih kecil
daripada ukuran senjata, dermis berwarna merah, antara epidermis
dan dermis masih ada perekatnya.

Luka post mortem membekas dengan ukuran lebih besar daripada


ukuran senjata, bahkan menganga, dermis pucat, epidermis lebih
mudah mengelupas.
Pada kasus tenggelam, kulit tangan keriput (washer woman hand).
Jika terjadi pada ujung jari saja maka kematian 4 jam yang lalu.
Jika terjadi pada telapak tangan dan seluruh jari maka kematian 24
jam yang lalu.
Jari tangan yang sudah terlepas digunakan untuk sidik jari.

c. Penurunan Suhu Tubuh (Algor Mortis / Post Mortem Cooling)


Faktor yang mempengaruhi penurunan suhu mayat
Temperatur dari tubuh saat mati.
Perbedaan temperatur tubuh dan lingkungan.
Keadaan fisik tubuh serta adanya pakaian atau penutup mayat.
Ukuran tubuh.
Aliran udara dan kelembapan.
Post mortem caloricity adalah kondisi dimana terjadi peningkatan
temperatur tubuh sesudah mati sebagai pengganti akibat pendinginan
tubuh tersebut.
Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu mayat pada
suhu lingkungan sebesar 70 derajat Fahrenheit (21 derajat celcius),
adalah sebagai berikut :
Saat Kematian = 98,6 o F Suhu Rektal
1,5
Secara umum 1,5 o F / 1 o C per jam, teori lain : 0,8 o F per jam. 1,5 o F / 1
o
C per jam 6 jam pertama, 1 o F jam 6 kedua, 0,6 o F per jam 6 jam ketiga,
setelah 12 jam mencapai suhu sama dengan suhu lingkungan (untuk
kulit). Sedangkan untuk organ organ dalam : 24 jam baru bias sama
dengan suhu lingkungan. Bila tenggelam / dalam air : 6 jam sudah
mencapai suhu lingkungan.
d. Lebam Mayat (Livor Mortis / Post Mortem Hypostasis)
Lebam mayat atau livor mortis adalah salah satu tanda postmortem
yang cukup jelas. Biasanya disebut juga post mortem hypostasis, post
mortem lividity, post mortem staining, sugillations, vibices, dan lain
lain. Kata hypostasis itu sendiri mengandung arti kongesti pasif dari
sebuah organ atau bagian tubuh.
Lebam terjadi sebagai akibat pengumpulan darah dalam pembuluh
pembuluh darah kecil, kapiler, dan venula, pada bagian tubuh yang
terendah.
Dengan adanya penghentian dari sirkulasi darah saat kematian, darah
mengikuti hukum gravitasi. Kumpulan darah ini bertahan sesuai pada
area terendah pada tubuh, memberi perubahan warna keunguan atau
merah keunguan terhadap area tersebut.
Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal
endotel pembuluh darah.

Timbulnya livor mortis mulai terlihat dalam 30 menit setelah kematian


somatis atau segera setelah kematian yang timbul sebagai bercak
keunguan.
Kejadian ini akan lengkap dalam 6 -12 jam. Sehingga setelah melewati
waktu tersebut, tidak akan memberikan hilangnya lebam mayat pada
penekanan. Sebaliknya, pembentukan livor mortis ini akan menjadi
lambat jika terdapat anemia, kehilangan darah akut, dan lain lain.
Besarnya lebam mayat bergantung pada jumlah dan keenceran dari
darah.
Distribusi lebam mayat bergantung pada posisi mayat setelah kematian.
Dengan posisi berbaring terlentang, maka lebam akan jelas pada bagian
posterior bergantung pada areanya seperti daerah lumbal, posterior
abdomen, bagian belakang leher, permukaan ekstensor dari anggota
tubuh atas, dan permukaan fleksor dari anggota tubuh bawah. Area
area ini disebut juga areas of contact flattening.
Dalam kasus gantung diri, lebam akan terjadi pada daerah tungkai
bawah, genitalia, bagian distal tangan dan lengan.
Lebam mayat lama kelamaan akan terfiksasi oleh karena adanya kaku
mayat. Pertama tama karena ketidakmampuan darah untuk mengalir
pada pembuluh darah menyebabkan darah berada dalam posisi tubuh
terendah dalam beberapa jam setelah kematian. Kemudian saat darah
sudah mulai terkumpul pada bagian bagian tubuh, seiring terjadi kaku
mayat. Sehingga hal ini menghambat darah kembali atau melalui
pembuluh darahnya karena terfiksasi akibat adanya kontraksi otot yang
menekan pembuluh darah. Selain itu dikarenakan bertimbunnya sel
sel darah dalam jumlah cukupbanyak sehingga sulit berpindah lagi.
Biasanya lebam mayat berwarna merah keunguan. Warna ini
bergantung pada tingkat oksigenisasi sekitar beberapa saat setelah
kematian. Perubahan warna lainnya dapat mencakup:
- Cherry pink atau merah bata (cherry red) terdapat pada
keracunan oleh carbonmonoksida atau hydrocyanic acid.
- Coklat kebiruan atau coklat kehitaman terdapat pada keracunan
kalium chlorate, potassium bichromate atau nitrobenzen, aniline,
dan lain lain.
- Coklat tua terdapat pada keracunan fosfor.
- Tubuh mayat yang sudah didinginkan atau tenggelam maka
lebam akan berada didekat tempat yang bersuhu rendah, akan
menunjukkan bercak pink muda kemungkinan terjadi karena
adanya retensi dari oxyhemoglobin pada jaringan.
- Keracunan sianida akan memberikan warna lebam merah terang,
karena kadar oksi hemoglobin (HbO2) yang tinggi.
Perbedaan antara lebam mayat dan memar

Lokasi

Lebam Mayat
Bagian tubuh terbawah

Memar
Dimana saja

Permukaan
Batas
Warna

Penyebab
Efek penekanan
Bila dipotong

Mikroskopis

Enzimatik
Kepentingan
medicolegal

Tidak menimbul
Tegas
Kebiru biruan atau
merah keunguan, warna
spesifik pada kematian
karena kasus keracunan
Distensi kapiler vena

Bisa menimbul
Tidak tegas
Diawali dengan merah
yang lama kelamaan
berubah
seiring
bertambahnya waktu
Ekstravasasi darah dari
kapiler
akan Tidak ada efek penekanan

Bila
ditekan
memucat
Akan terlihat darah yang
terjebak antara pembuluh
darah,
tetesan
akan
perlahan lahan

Unsur darah ditemukan


diantara pembuluh darah
dan
tidak
terdapat
peradangan
Tidak ada perubahan
Memperkirakan
waktu
kematian dan posisi saat
mati

Terlihat perdarahan pada


jaringan dengan adanya
koagulasi atau darah cair
yang
berasal
dari
pembuluh yang ruptur
Unsur darah ditemukan
diluar pembuluh darah
dan
tampak
bukti
peradangan
Perubahan level dari
enzim pada daerah yang
terlibat
Memperkirakan cedera,
senjata yang digunakan

e. Kaku Mayat (Rigor Mortis / Post Mortem Stiffening)


Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot
yang kadang kadang disertai dengan sedikit pemendekkan serabut
otot, yang terjadi setelah periode pelemasan / relaksasi primer.
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortal dan mencapai
puncaknya setelah 10 12 jam post mortal, keadaan ini akan menetap
selama 24 jam, dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai
dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot otot wajah, leher,
lengan, dada, perut, dan tungkai.
Kekakuan pertama ditemukan pada otot otot kecil, bukan karena itu
terjadi pertama kali disana, melainkan karena adanya sendi yang tidak
luas, seperti contohnya tulang rahang yang lebih mudah diimobilisasi.
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena
metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan
glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk
memecah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut
aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis,
maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan
otot menjadi kaku. Faktor faktor yang mempercepat terjadinya kaku
mayat adalah aktifitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi,
bentuk tubuh yang kurus dengan otot otot kecil dan suhu lingkungan
yang tinggi. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian.

Kaku mayat mulai tampak kira kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai
dari bagian luar tubuh (otot otot kecil) ke arah dalam (sentripetal).
Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal.
Setelah mati klinis 12 jam, kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan
selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama.
Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi
jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang,
maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.
Proses terjadinya kaku mayat dapat melalui beberapa fase :
- Fase pertama
Sesudah kematian somatik, otot masih dalam bentuk yang normal.
Tubuh yang mati akan mampu menggunakan ATP yang sudah
tersedia dan ATP tersebut diresintesa dari cadangan glikogen.
Terbentuknya kaku mayat yang cepat adalah saat dimana cadangan
glikogen dihabiskan oleh latihan yang kuat sebelum mati, seperti
mati saat terjadi serangan epilepsi atau spasme akibat tetanus,
tersengat listrik, atau keracunan strychnine.
- Fase kedua
Saat ATP dalam otot berada dibawah ambang normal, kaku akan
dibentuk saat konsentrasi ATP turun menjadi 85%, dan kaku mayat
akan lengkap jika berada dibawah 15%.
- Fase ketiga
Kekakuan menjadi lengkap dan irreversible.
- Fase keempat
Disebut juga fase resolusi. Saat dimana kekakuan hilang dan otot
menjadi lemas. Salah satu pendapat terjadinya hal ini dikarenakan
proses denaturasi dari enzim pada otot.
Metode yang sering digunakan untuk mengetahui ada tidaknya rigor
mortis adalah dengan melakukan fleksi atau ekstensi pada persendian
tersebut.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan terjadinya rigor mortis
Kondisi rata rata yang sering dialami pada rigor mortis :
- Jika tubuh mayat terasa hangat dan tidak kaku, maka orang itu sudah mati
tidak sampai 3 jam.
- Jika tubuh mayat terasa hangat dan kaku, maka orang itu sudah mati 3 8
jam lamanya.
- Jika tubuh mayat terasa dingin dan kaku, maka orang itu sudah mati 8 36
jam lamanya.
- Jika tubuh mayat terasa dingin dan tidak kaku, maka orang itu sudah mati
lebih dari 36 jam.
Bentuk - Bentuk dari Kekakuan yang Menyerupai Rigor Mortis
Heat Stiffening
- Yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.
- Protein pada otot akan terkoagulasi pada temperatur diatas 149 derajat
Fahrenheit atau 65 derajat celcius.
- Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek).

- Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. pada heat
stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan
fleksi leher, siku, paha, dan lutut membentuk sikap petinju (pugilistic
attitude).
- Heat stiffening ini tidak dapat dipatahkan dengan menggerakan ke arah
sikap ekstensi seperti halnya pada rigor mortis, dan akan menetap
sampai timbulnya pembusukan
Cold Stiffening
- Penurunan temperatur pada mayat dibawah 3,5 derajat celcius atau 40
derajat Fahrenheit akan menghasilkan memadatnya lemak subkutan dan
otot.
- Saat tubuh dibawa untuk dihangatkan, akan timbul true rigor mortis.
Membedakan orang mati karena kedinginan dengan orang yang telah mati
sebelum kedinginan :
Bila orang mati di kutub kematian terjadi karena kedinginan. Dingin
membuat suhu tubuhnya menjadi kaku, belum terjadi rigor mortis /
kaku mayat. Sehingga apabila nanti dihangatkan, tubuh mayat akan
lemas dan kemudian terjadi rigor mortis (kaku mayat).
Bila orang yang mati duluan, kemudian dibuang ditempat yang dingin
tubuh mayat yang dibuang akan tetap kaku karena udara dingin,
tetapi setelah dihangatkan tubuh mayat akan tetap lemas. Tidak akan
terjadi rigor mortis.
Cadaveric Spasm
- Cadaveric spasm terjadi pada kematian yang disebabkan jika seseorang
berada ditengah aktifitas fisik atau emosi yang kuat, yang kemudian
menuntun pada kekakuan post mortem instan yang sedikit kurang
dapat dipahami.
- Hal ini harus diawali dengan aktifitas saraf motorik. Biasanya terjadi
hanya pada 1 daerah otot, contohnya otot fleksor tangan, dibanding
seluruh tubuh. sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul
dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer.
- Penyebabnya adakah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang
bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi
yang hebat sesaat sebelum meninggal.
Perbedaan antara rigor mortis dengan cadaveric spasm
Rigor Mortis
Cadaveric Spasm
Onset
Dikarenakan perubahan
Keadaan lanjut dari
otot sesudah kematian
kontraksi otot sesudah
seluler, didahului dengan
mati, dimana otot dalam
primary flaccidity
kondisi mati seketika
Otot yang
Semua otot dalam tubuh
Otot tertentu, sesuai
terlibat
keadaan kontraksi saat
mati
Intensity
Moderate
Sangat kuat
Durasi
12 24 jam
Beberapa jam, sampai

Faktor
predisposisi
Mekanisme
pembentukan
Hubungan
medikolegal

Penurunan ATP dibawah


level kritis
Mengetahui waktu
kematian

digantikan posisinya oleh


rigor mortis
Rangsangan, ketakutan,
kelelahan
Tidak diketahui
Mengetahui cara
kematian, bisa karena
bunuh diri, kecelakaan,
atau pembunuhan

f. Pembusukan (Decomposition, Putrefaction)


Merupakan tahap akhir pemutusan jaringan tubuh mengakibatkan
hancurnya komponen tubuh organik kompleks menjadi sederhana.
Pembusukan terjadi akibat autolysis dan kerja bakteri.
Autolisis
- Merupakan proses melunaknya jaringan bahkan pada keadaan steril
yang diakibatkan oleh kerja enzim digestif yang dikeluarkan sel
setelah kematian dan dapat dihindari dengan membekukan jaringan.
- Perubahan autolisis awal dapat diketahui pada organ parenkim dan
kelenjar.
- Pelunakan dan ruptur perut dan ujung akhir esofagus dapat terjadi
karena adanya asam lambung pada bayi baru lahir setelah kematian.
Pada dewasa juga dapat terlihat.
Proses Pembusukan Bakteri.
- Merupakan proses dominan pada proses pembusukan dengan adanya
mikroorganisme, baik aerobik maupun anaerobik.
- Bakteri pada umumnya terdapat dalam tubuh, akan memasuki
jaringan setelah kematian.
- Kebanyakan bakteri terdapat pada usus, terutama Clostridium
welchii. Bakteri lainnya dapat ditemukan pada saluran nafas dan luka
terbuka.
- Pada kasus kematian akibat penyakit infeksi, pembusukan
berlangsung lebih cepat. Karena darah merupakan media yang sangat
baik untuk perkembangan bakteri maka organ yang mendapat
banyak suplai darah dan dekat dengan sumber bakteri akan terdapat
lebih banyak bakteri dan mengalami pembusukan terlebih dahulu.
- Bakteri menghasilkan berbagai macam enzim yang berperan pada
karbohidrat, protein, dan lemak, dan hancurnya jaringan. Salah satu
enzim yang paling penting adalah lecithin yang dihasilkan oleh
Clostridium welchii, yang menghidrolisis lecithin yang terdapat pada
seluruh membran sel termasuk sel darah dan berperan pada
pembentukan hemolisis pada darah post mortem. Enzim ini juga
berperan dalam hidrolisis post mortem dan hidrogenasi lemak tubuh.
- Aktifitas pembusukan berlangsung optimal pada suhu antara 70
sampai 100 derajat Fahrenheit dan berkurang pada suhu dibawah 70
derajat Fahrenheit. Oleh sebab itu, penyebaran awal pembusukan

ditentukan oleh dua faktor yaitu sebab kematian dan lama waktu saat
suhu tubuh berada dibawah 70 derajat Fahrenheit.
Tanda awal pembusukan adalah tampak adanya warna hijau pada
kulit dan dinding perut depan, biasanya terletak pada sebelah kanan
fossa iliaca, dimana daerah tersebut merupakan daerah colon yang
mengandung banyak bakteri dan cairan. Warna ini terbentuk karena
perubahan hemoglobin menjadi sulpmethaemoglobin karena
masuknya H2S dari usus ke jaringan. Warna ini biasanya muncul
antara 12 18 jam pada keadaan panas dan 1 2 hari pada
keadaan dingin dan lebih tampak pada kulit cerah.
Warna hijau ini akan menyebar ke seluruh dinding perut dan alat
kelamin luar, menyebar ke dada, leher, wajah, lengan, dan kaki.
Rangkaian ini disebabkan karena luasnya distribusi cairan atau darah
pada berbagai organ tubuh.
Pada saat yang sama, bakteri yang sebagian besar berasal dari usus,
masuk ke pembuluh darah. Darah didalam pembuluh akan
dihemolisis sehingga akan mewarna pembuluh darah dan jaringan
penujang, memberikan gambaran marbled appearence. Warna ini
akan tetap ada sekitar 36 48 jam setelah kematian dan tampak jelas
pada vena superficial perut, bahu dan leher.
Pada saat perubahan warna pada perut, tubuh mulai membentuk gas
yang terdiri dari campuran gas tergantung dari waktu kematian dan
lingkungan. Gas ini akan terkumpul pada usus dalam 12 24 jam
setelah kematian dan mengakibatkan perut membengkak. Dari 24
48 jam setelah kematian, gas terkumpul dalam jaringan, cavitas
sehingga tampak mengubah bentuk dan membengkak. Jaringan
subkutan menjadi emphysematous, dada, skrotum, dan penis,
menjadi teregang. Mata dapat keluar dari kantungnya, lidah terjulur
diantara gigi dan bibir menjadi bengkak. Cairan berbusa atau mukus
berwarna kemerahan dapat keluar dari mulut dan hidung. Perut
menjadi sangat teregang dan isi perut dapat keluar dari mulut.
Sphincter relaksasi dan urine serta feses dapat keluar. Anus dan
uterus prolaps setelah 2 3 hari.
Gas terkumpul diantara dermis dan epidermis membentuk lepuh.
Lepuh tersebuh dapat mengandung cairan berwarna merah, keluar
dari pembuluh darah karena tekanan dari gas. Biasanya lepuh
terbentuk lebih dahulu dibawah permukaan, dimana jaringan
mengandung banyak cairan karena oedema hipostatik. Epidermis
menjadi longgar menghasilkan kantong berisi cairan bening atau
merah muda disebut skin slippage yang terlihat pada hari 2 3.
Antara 3 7 hari setelah kematian, peningkatan tekanan gas
pembusukan dihubungkan dengan perubahan pada jaringan lunak
yang akan membuat perut menjadi lunak. Gigi dapat dicabut dengan
mudah atau keropos. Kulit pada tangan dan kaki dapat menjadi
glove and stocking. Rambut dan kuku menjadi longgar dan mudah
dicabut.
5 10 hari setelah kematian, pembusukan bersifat tetap. Jaringan
lunak menjadi masa semisolid berwarna hitam yang tebal yang dapat

dipisahkan dari tulang dan terlepas. Kartilogi dan ligament menjadi


lunak
- Keadaan yang mempengaruhi onset dan lama pembusukan :
a. Faktor Eksogen
- Temperatur atmosfer umumnya, proses pembusukan
berlangsung optimal pada suhu 70 sampai 100 derajat
Fahrenheit
- Adanya udara dan cahaya.
- Terbenam dalam air.
- Mengapung diatas air.
- Terkubur dalam tanah.
b. Faktor Endogen
- Sebab kematian.
- Kondisi tubuh.
- Pakaian pada tubuh.
- Umur dan jenis kelamin.
g. Penyabunan (Adipocera)
Dikenal juga sebagai grave wax.
Adiposera berasal dari bahasa latin, adipo untuk lemak dan cera untuk
lilin) berwarna utih kelabu setelah meninggal
dikarenakan dekomposisi lemak yang dikarenakan hidrolisis dan
hidrogenasi dan lemak (sel lemak) yang terkumpul di jaringan subkutan
yang menyebabkan terbentuknya lechitinase, suatu enzim yang
dihasilkan oleh Clostridium welchii, yang berpengaruh terhadap
jaringan lemak. Dengan demikian akan terbentuk asam asam lemak
bebas (asam palmitat, stearat, oleat), ph tubuh menjadi rendah dan ini
akan menghambat bakteri untuk pembusukan dengan demikian proses
pembusukan oleh bakteri akan terhenti. Tubuh yang mengalami
adiposera akan tampak berwarna putih kelabu, perabaan licin dengan
bau yang khas, yaitu campuran bau tanah, keju, amoniak, manis, tengik,
mudah mencair, larut dalam alkohol, panas, eter, dan tidak mudah
terbakar, bila terbakar mengeluarkan nyala kuning dan meleleh pada
suhu 200 derajat Fahrenheit.
Faktor faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah :
- Kelembapan.
- Lemak tubuh.
Sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir.
h. Mumifikasi
Perubahan perubahan yang terjadi pada tubuh akibat dekomposisi
dapat dihambat dan digantikan dengan mumifkasi.
Mayat yang mengalami mumifikasi akan tampak kering, berwarna
coklat, kadang disertai bercak warna putih, hijau atau hitam, dengan
kulit yang tampak tertarik terutama pada tonjolan tulang, seperti pada
pipi, dagu, tepi iga, dan panggul.

Organ dalam umumnya mengalami dekomposisi menjadi jaringan padat


berwarna coklat kehitaman. Sekali mayat mengalami proses
mumifikasi, maka kondisinya tidak akan berubah, kecuali bila diserang
oleh serangga.
6. Yang dapat ditemukan pada waktu Otopsi
1. Larva lalat
Siklus :
- Telur (8 14 jam)
- Larva (9 12 hari)
- Kepompong ( >12 hari)
- Lalat dewasa
Syarat pemeriksaan :
Tidak boleh ada kepompong
Dicari larva lalat yang paling besar
Bila umur larva sudah ditentukan maka dapat ditentukan ,lama korban
telah meninggal.
Misalnya :
Didapatkan larva yang berumur 3 hari.
Saat kematian korban adalah : (3 hari + 1 hari) = 4 hari yang lalu
2. Proses pencernaan makanan dalam lambung.
Bila ditemukan :
Lambung tak berisi makanan , Rectum penuh dengan feces, Kandung seni
penuh Diperkirakan korban meninggal waktu masih pagi sebelum
bangun
Bila lambung ditemukan berisi makanan kasar artinya korban meninggal
dalam waktu 2 4 jam setelah makan terakhir.
Bila ditemukan lambung tak terisi makanan, duodenum dan ujung atas usus
halus berisi makanan yang telah tercerna, berarti korban meninggal dalam
waktu > 2 - 4 jam setelah makan terakhir.
7. Perkiraan saat kematian
Selain perubahan pada mayat tersebut diatas, beberapa perubahan lain dapat
digunakan untuk memperkirakan saat kematian.
1. Perubahan pada mata
-

Terjadi kekeruhan kornea, kekeruhan ini akan akan menetap sejak kirakira 6 jam pasca mati

Tekanan bola mata menurun,distorsi bola mata pada penekanan

Perubahan pada retina yang menunjukkan saat kematian hingga 15 jam


pasca mati

2. Perubahan dalam lambung


3. Perubahan rambut
Mengingat bahwa kecepatan pertumbuhan rambut rata-rata 0,4 mm/hari,
panjang jenggot dan kumis dapat digunakan untuk memperkirakan saat
kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai
kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia
mencukur
4. Pertumbuhan kuku
Kecepatan pertumbuhan kuku rata-rata 0,1 mm/hari, dapat digunakan
untuk memperkirakan saat kematian bila diketahui saat terakhir ia
memotong kuku.
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal
6. Peningkatan kadar kalium dalam cairan vitreus
7. Perubahan komponen darah setelah kematian
8. Reaksi supravital

Anda mungkin juga menyukai