Anda di halaman 1dari 14

BAB I

ISI

1.1 Pengertian Reforming


Ketika permintaan untuk bensin oktan lebih tinggi yang dikembangkan pada awal 1930an, perhatian diarahkan untuk cara dan sarana untuk meningkatkan angka oktan dari fraksi dalam
rentang didih bensin. Bensin hasil distilasi sering memiliki angka oktan sangat rendah, dan setiap
proses yang akan meningkatkan angka oktan akan membantu dalam memenuhi permintaan
bensin dengan angka oktan yang lebih tinggi.
Reforming adalah perubahan dari bentuk molekul bensin yang bermutu kurang baik
(rantai karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih baik (rantai karbon bercabang). Kedua
jenis bensin ini memiliki rumus molekul yang sama bentuk strukturnya yang berbeda. Oleh
karena itu, proses ini juga disebut isomerisasi. Reforming dilakukan dengan menggunakan
katalis dan pemanasan.
Reforming juga dapat merupakan pengubahan struktur molekul dari hidrokarbon parafin
menjadi senyawa aromatik dengan bilangan oktan tinggi.
Proses reforming dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Thermal reforming
2. Catalytic Reforming
1.2 Thermal Reforming
Thermal reforming ini merupakan perkembangan alami dari thermal cracking,
Perlengkapan untuk termal reforming pada dasarnya adalah sama seperti untuk thermal cracking,
tetapi digunakan suhu yang lebih tinggi (Nelson, 1958). Pada proses thermal reforming, bahan
baku seperti nafta dengan suhu 205C (400F) atau bensin dipanaskan hingga suhu mencapai

510C-595C (950F-1100F) dengan menggunakan furnace, sama halnya dengan thermal


cracking, dengan tekanan dari 400-1000 psi (27-68 atm). Setelah nafta dipanaskan dalam
furnace, kemudian didinginkan dengan penambahan nafta dingin. Material kemudian menuju
menara distilasi fraksinasi dimana setiap produk berat akan dipisahkan. Sisa material yang telah
direforming keluar dari puncak menara dan akan dipisahkan menjadi gas dan reformate.
Reformate tersebut akan memiliki angka oktan yang lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh parafin
dengan rantai panjang merekah menjadi olefin dengan nilai oktan lebih tinggi.
Nafta
dingin

nafta

Furnace

Cooler

Gas

Kolom
Fraksina
si

Reformate

Gambar 2.1 Blok diagram thermal reforming


Produk dari termal reforming adalah gas, bensin, dan minyak residu atau tar yang
terbentuk dalam jumlah yang sangat kecil (sekitar 1%). Jumlah dan kualitas bensin, yang dikenal
sebagai reformate, sangat tergantung pada suhu. Semakin tinggi suhu proses reforming, semakin
tinggi angka oktan, tetapi semakin rendah hasil reformate.Thermal reforming kurang efektif dan
kurang ekonomis dibandingkan proses katalitik dan sebagian besar telah menggunakan proses
katalitik. Pada prosesnya, operasi single-pass bekerja pada suhu kisaran 540C-760C (1000F1140F) dan tekanan dari sekitar 500-1000 psi (34-68 atm).
Jumlah dan kualitas reformate tergantung pada temperatur. Aturan umumnya adalah
tinggi

suhu

reforming,

semakin

tinggi

angka

oktan

produk

tetapi

yield

dari reformate relatif rendah. Sebagai contoh, bensin dengan angka oktan 35 saat
direformasi di 5150C (960F) menghasilkan 92,4% dari 56 oktan reformate; ketika reformasi di
5550C (10300F) menghasilkan 68,7% dari 83 oktan reformate. Namun, konversi yang tinggi tidak
selalu

efektif sebagai produksi coke dan produksi gas biasanya meningkat. Gas-gas yang

dihasilkan pada umumnya olefin dan proses yang diperlukan baik proses polimerisasi pemisahan
gas seperti C3 menjadi C4 gas untuk ditambahkan kembali ke sistem reformasi.

Gas-gas yang paling rentan terhadap konversi untuk produk cair adalah olefin dengan
tiga dan empat atom karbon. Ini adalah propylene (CH3 CH = CH2), yang berhubungan dengan
propana dalam fraksi C3, butilena (CH3 CH2 CH = CH2 atau CH3 CH CH =CH3) dan isobutilena [(CH3) 2C = CH2], yang berhubungan dengan butana (CH3 CH2 CH2.CH3), dan isobutana [(CH3) 2CH. CH3] dalam fraksi C4. fraksi C3 dan C4 yang dikenakan
untuk suhu dan tekanan digunakan dalam thermal reforming, mengalami reaksi kimia
yang menghasilkan

bensin dengan yield kecil. Ketika fraksi C3 dan C4 yang berlalu

melalui termal reformer dalam campuran dengan nafta, proses ini disebut nafta-gas
reversion atau nafta polyforming.
Proses ini pada dasarnya sama tetapi berbeda dalam cara di mana gas dan
nafta dilewatkan melalui furnace pemanas. Dalam reversi gas, nafta dan aliran gas
melalui jalur terpisah di dalam furnace dan dipanaskan bebas satu sama lain. Sebelum
meninggalkan furnace, kedua saluran bergabung untuk membentuk bagian soaking section di
mana proses reforming, polimerisasi, dan reaksi lainnya berlangsung. Dalam reforming nafta,
gas C3 dan C4 dicampur dengan nafta dan mengalami pemanasan dalam furnace. Kecuali untuk
komponen gas dalam feedstock, kedua proses beroperasi dalam banyak cara yang sama seperti
termal reformaing dan menghasilkan produk sejenis.
Modifikasi dari proses termal reforming disebabkan masuknya gas hidrokarbon dengan
bahan baku dikenal sebagai pengembalian gas dan polyforming. Dengan demikian, gas olefin
dihasilkan oleh cracking dan reforming dapat dikonversi menjadi cairan mendidih pada rentang
bensin dengan pemanasan di bawah tekanan tinggi. Karena cairan yang dihasilkan memiliki
angka oktan tinggi, kemudian ditingkatkan kuantitas dan kualitas keseluruhan produksi bensin di
kilang minyak.
1.3 Catalytic Reforming
Catalytic reforming (atau UOP menyebut Platforming) telah menjadi bagian penting bagi
suatu kilang di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Fungsi utama proses catalytic reforming
adalah meng-upgrade naphtha yang memiliki octane number rendah menjadi komponen blending
mogas (motor gasoline) dengan bantuan katalis melalui serangkaian reaksi kimia. Naphtha yang
dijadikan umpan catalytic reforming harus di-treating terlebih dahulu di unit naphtha

hydrotreater untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal
yang merupakan racun berbahaya bagi katalis catalytic reformer yang tersusun dari platina.
Selain itu, catalytic reforming juga memproduksi by-product berupa hydrogen yang
sangat bermanfaat bagi unit hydrotreater maupun hydrogen plant atau jika masih berlebih dapat
juga digunakan sebagai fuel gas bahan bakar fired heater. Butane, by-product lainnya, sering
digunakan untuk mengatur vapor pressure gasoline pool.
1.3.1

Teori Catalytic Reforming


Feed naphtha ke unit catalytic reforming biasanya mengandung C6 s/d C11, paraffin,

naphthene, dan aromatic. Tujuan proses catalytic reforming adalah memproduksi aromatic dari
naphthene dan paraffin. Kemudihan reaksi catalytic reforming sangat ditentukan oleh kandungan
paraffin, naphthene, dan aromatic yang terkadung dalam naphtha umpan. Aromatic hydrocarbon
yang terkandung dalam naphtha tidak berubah oleh proses catalytic reforming. Sebagian besar
napthene bereaksi sangat cepat dan efisien berubah menjadi senyawa aromatic (reaksi ini
merupakan reaksi dasar catalytic reforming). Paraffin merupakan senyawa paling susah untuk
diubah menjadi aromatic. Untuk aplikasi low severity, hanya sebagian kecil paraffin berubah
menjadi aromatic. Sedangkan pada aplikasi high severity, konversi paraffin lebih tinggi, tetapi
tetap saja berlangsung lambat dan efisien.
1.3.2

Reaksi Reaksi yang Terjadi

Reaksi-reaksi yang terjadi di catalytic reforming adalah sebagai berikut :


1. Dehidrogenasi Naphthene
Naphthene merupakan komponen umpan yang sangat diinginkan karenanya reaksi
dehidrogenasi-nya sangat mudah untuk memproduksi aromatic dan by-product hydrogen.
Reaksi ini sangat endotermis (memerlukan panas). Reaksi dehidrogenasi naphthene
sangat terbantu oleh metal catalyst function dan temperatur reaksi tinggi serta tekanan
rendah.

2. Isomerisasi Napthene dan Paraffin


Isomerisasi cyclopentane menjadi cyclohexane harus terjadi terlebih dahulu
sebelum kemudian diubah menjadi aromatic. Reaksi ini sangat tergantung dari kondisi
operasi.

3. Dehydrocyclization Paraffin
Dehydrocyclization paraffin merupakan reaksi catalytic reforming yang paling
susah. Reaksi dehydrocyclization terjadi pada tekanan rendah dan temperature tinggi.
Fungsi metal dan acid dalam katalis diperlukan untuk mendapatkan reaksi ini.

4. Hydrocracking

Kemungkinan terjadinya reaksi hydrocracking karena reaksi isomerisasi ring dan


pembentukan ring yang terjadi pada alkylcyclopentane dan paraffin dan area kandungan
acid dalam katalis yang diperlukan untuk reaksi catalytic reforming. Hydrocracking
paraffin relative cepat dan terjadi pada tekanan dan temperature tinggi. Penghilangan
paraffin melalui reaksi hydrocracking akan meningkatkan konsentrasi aromatic dalam
produk sehingga akan meningkatkan octane number. Reaksi hydrocracking ini tentu
mengkonsumsi hydrogen dan menghasilkan yield reformate yang lebih rendah.

5. Demetalization
Reaksi demetalisasi biasanya hanya dapat terjadi pada tahapan operasi catalytic
reforming yang tinggi. Reaksi ini dapat terjadi selama startup unit catalytic reformate
semi-regenerasi pasca regenerasi atau penggantian katalis.

6. Dealkylation Aromatic
Dealkylation aromatic serupa dengan aromatic demethylation dengan perbedaan
pada ukuran fragment yang dihilangkan dari ring. Jika alkyl side chain cukup besar,
reaksi ini dapat dianggap sebagai reaksi cracking ion carbonium terhadap rantai samping.
Reaksi ini memerlukan temperature dan tekanan tinggi. Reaksi-reaksi yang terjadi pada
unit catalytic reforming dapat diringkas sebagai berikut :
Tabel 2.1. Reaksi yang terjadi pada Unit Catalytic Reforming

1.3.3

Catalytic Reforming Catalyst Dual Function Balance


Seperti terlihat pada tabel 2.1 (Reaksi yang terjadi pada Unit Catalytic Reforming),

sebagian reaksi menggunakan fungsi metal dari katalis dan sebagian reaksi lainnya
menggunakan fungsi acid dari katalis. Pada unit catalytic cracking sangat penting untuk memiliki
balance yang sesuai antara fungsi metal dan fungsi acid dari katalis, seperti terlihat pada gambar
berikut :

Gambar 2.2. Desired Metal-Acid Balance


Pada proses catalytic reforming, sangat penting untuk meminimumkan reaksi
hydrocracking dan memaksimumkan reaksi dehydrogenation dan dehydrocyclization. Balance
ini dijaga dengan pengendalian H2O/Cl yang tepat selama siklus katalis semi-regeneration dan
dengan menggunakan teknik regenerasi yang tepat. Fase uap H 2O dan HCl berada dalam
kesetimbangan dengan permukaan chloride dan kelompok hydroxyl. Terlalu banyak H 2O dalam
fase uap akan memaksa chloride dari permukaan katalis keluar dan menyebabkan katalis menjadi
underchloride (fungsi acid dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik), sedangkan terlalu
banyak chloride dalam fase uap akan menjadikan katalis overchloride yang juga tidak baik untuk
katalis (fungsi metal dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik).

1.3.4

Feed dan Produk Catalytic Reforming Unit


Feed unit catalytic reforming adalah heavy naphtha yang berasal dari unit naphtha

hydrotreating yang telah mengalami treating untuk menghilangkan impurities seperti sulfur,
nitrogen, oxygen, halida, dan metal yang merupakan racun bagi katalis catalytic reforming.
Boiling range umpan heavy naphtha antara 70 s/d 150 oC.
Produk unit catalytic reforming berupa high octane motor gasoline component (HOMC)
yang digunakan sebagai komponen blending motor gasoline. Produk unit catalytic reforming ini
mempunyai RONC > 95 dan bahkan dapat mencapai RONC 100. Produk lain adalah LPG dan
byproduct hydrogen. Produk LPG dikirim ke tangki produk (jika sudah memenuhi spesifikasi
produk LPG) atau dikirim ke unit Amine-LPG recovery terlebih dahulu. By product hydrogen
dikirim ke unit hydrotreater dan hydrogen plant.
1.3.5

Variabel Proses Catalytic Reforming Unit


Beberapa variabel proses yang berpengaruh pada operasi Catalytic Reforming adalah

sebagai berikut :
1. Catalyst Type
Tipe katalis berpengaruh terhadap operasi catalytic reforming terutama dalam hal
basic catalyst formulation (metal-acid loading), chloride level, platinum level, dan
activator level.
2. Temperatur Reaksi
Catalytic reformer reactor catalyst bed temperature merupakan parameter utama
yang digunakan untuk mengendalikan operasi agar produk dapat sesuai dengan
spesifikasi. Katalis catalytic reformer dapat beroperasi hingga temperatur yang cukup
tinggi, namun pada temperatur di atas 560 oC dapat menyebabkan reaksi thermal yang
akan mengurangi reformate dan hydrogen yield serta meningkatkan kecepatan
pembentukan coke pada permukaan katalis.
Temperatur reactor dapat didefinisikan menjadi 2 macam, yaitu :

Weighted Average Inlet Temperature (WAIT), yaitu total (fraksi berat katalis
dalam bed dikali temperature inlet bed).

Weighted Average Bed Temperature (WABT), yaitu total (fraksi berat katalis
dalam bed dikali rata-rata temperatur inlet dan outlet).

Dari kedua macam definisi tersebut di atas, WAIT paling sering digunakan dalam
perhitungan karena kemudahan perhitungan, walaupun WABT sebenarnya adalah ukuran
yang lebih baik dari kondisi reaksi dan temperatur katalis rata-rata.
3. Space Velocity
Space velocity merupakan ukuran jumlah naphtha yang diproses untuk jumlah
katalis yang tertentu selama waktu tertentu. Jika volume umpan naphtha per jam dan
volume katalis yang digunakan, istilah yang digunakan adalah Liquid Hourly Space
Velocity (LHSV). Sedangkan jika berat umpan naphtha per jam dan berat katalis yang
digunakan, maka istilah yang digunakan adalah Weight Hourly Space Velocity (WHSV).
Satuannya sama, yaitu 1/jam
Semakin tinggi space velocity atau semakin rendah residence time, maka semakin
rendah octane number (RONC) produk atau semakin rendah jumlah reaksi yang terjadi
pada WAIT yang tetap. Jika space velocity naik, untuk mempertahankan RONC produk,
maka kompensasi yang dilakukan adalah dengan menaikkan temperatur reaktor.
4. Reactor Pressure
Sebenarnya lebih tepat mengatakan hydrogen partial pressure sebagai variabel
proses dibandingkan reactor pressure, namun untuk kemudahan penggunaan, maka
reactor pressure dapat digunakan sebagai variabel proses (hydrogen partial pressure =
purity hydrogen x tekanan reactor). Penyederhanaan ini dapat diterima karena hydrogen
yang ada dalam sistem merupakan produk samping reaksi sehingga juga tergantung
tekanan reaktor, berbeda dengan di unit hydrocracker yang menggunakan supply
hydrogen dari hydrogen plant.
Tekanan reaktor akan mempengaruhi struktur yield produk, kebutuhan temperatur
reaktor, dan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis. Menurunkan tekanan
reaktor akan meningkatkan jumlah hydrogen dan yield reformate, mengurangi kebutuhan

temperatur untuk membuat produk dengan octane number yang sama, dan meningkatkan
kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis.
5. Hydrogen/Hydrocarbon Ratio
Hydrogen/hydrocarbon ratio didefinisikan sebagai mol recycle hydrogen per mol
naphtha umpan. Kenaikan H2/HC ratio akan menyebabkan naphtha melalui reaktor
dengan lebih cepat (residence time lebih singkat), sehingga akan menurunkan kecepatan
pembentukan coke pada permukaan katalis dengan pengaruh yang kecil terhadap kualitas
dan yield produk.
1.3.6

Klasifikasi Proses

1. Fixed-Bed
Hydroforming
Proses hydroforming memanfaatkan pellet katalis molybdena-alumina (MoO 2Al2O3) yang diatur dalam fix bed process; maka proses ini dikenal sebagai fixed-bed
hydroforming. hydroformer memiliki empat reaksi vessel atau katalis cases, dua di
antaranya mengalami regenerasi, yang lain mengalami siklus proses. Umpan Naphtha
dipanaskan untuk 4000C sampai 5400C (9000F sampai 10000F) dan melewati dua katalis
cases di bawah tekanan 150-300 psi. Gas mengandung hidrogen 70% dihasilkan oleh
proses itu setelah umpan nafta melewati katalis cases. Material meninggalkan final katalis
cases memasuki sistem empat menara dimana distilasi fraksinasi akan memisahkan gas
hidrogen,suatu produk (reformate) cocok untuk motor bensin dan polimer aromatic
dengan titik didih di atas 2050C (4000F).

Gambar 2.3 Blok diagram Hydroforming

Setelah 4 sampai 16 jam pada siklus proses, katalis itu diregenerasi. Hal ini
dilakukan dengan membakar simpanan karbon dari katalis pada suhu 5650C (10500F)
melalui penambahan udara terlarut dengan gas buang melewati katalis. Udara juga
mengalami reoxidasi pengurangan katalis (9% molybdenum oksida pada pelet alumina
aktif) dan belerang dihilangkan dari katalis.
2. Moving-Bed
Hyperforming
Hyperforming adalah proses moving bed reforming yang menggunakan katalis
kobalt molibdat dengan silica-stabilized basis alumina. Dalam proses ini, katalis bergerak
ke bawah melalui reaktor oleh aliran gravitasi dan dikembalikan ke atas melalui teknik
solid conveying (hyperflow), yang menggerakkan katalis pada velocity rendah dan
dengan kehilangan atrisi minimum. Bahan baku (uap nafta) dan recycle aliran gas ke atas,
berlawanan dengan katalis, dan regenerasi katalis dicapai baik dalam garis external
vertikal lift atau vessel terpisah. Nafta Hyperforming (650C ke 2300C, 1500F untuk 4500F)
dapat meningkatkan komponen bahan bakar motor, di samping itu, sulfur dan nitrogen
removal dicapai. Light gas oil stock dapat digunakan untuk menghilangkan sulfur dan
nitrogen pada kondisi hidrogenasi ringan untuk produksi bahan bakar premium, solar, dan
middle distilasi. Kondisi operasi dalam reaktor adalah 400 psi dan 4250C hingga 4800C
(8000F hingga 9000F), suhu yang lebih tinggi digunakan untuk bahan baku nafta rantai
lurus; regenerasi katalis berlangsung pada 5100C (9500F) dan 415 psi. Nafta dipanaskan
difurnace kemudian masuk ke dalam reactor. Hasil dari reactor berupa reformate.

Gambar 2.4 Blok diagram Hyperforming

3. Fluid-Bed
Dalam proses katalitik reforming

menggunakan fluidized solid catalyst bed,

regenerasi terjadi secara continue dengan pemisahan atau reactor terintegrasi yang
dilakukan untuk mempertahankan aktivitas katalis oleh coke dan penghilangan belerang.
Perengkahan atau nafta murni dibebankan dengan hydrogen yang direcycle menuju
reaktor. Molybdena (Mo2O3, 10,0%) pada katalis alumina, tidak mempengaruhi jumlah
arsenik, besi, nitrogen, atau belerang yang digunakan. Kondisi operasi dalam reaktor
tersebut

sekitar 200 sampai 300 psi dan 4800C sampai 9500C (9000F 9500F).

Fluidized-bed dioperasikan dengan temperature yang sangat baik dan mencegah over dan
under reforming operation, sehingga selektivitas lebih tinggi dalam kondisi yang
diperlukan untuk hasil yang lebih optimal dari produk yang diinginkan. Nafta dipanaskan
difurnace kemudian masuk ke dalam reactor. Hasil dari reactor berupa reformate.

Gambar 2.5 Blok diagram Proses Fluid-Bed

BAB II
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
Reforming adalah perubahan dari bentuk molekul bensin yang bermutu kurang baik (rantai
karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih baik (rantai karbon bercabang).Proses
reforming dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Thermal reforming
2. Catalytic Reforming
Reaksi reaksi yang terjadi pada Catalytic Reforming yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Dehidrogenasi Naphthene
Isomerisasi Napthene dan Paraffin
Dehydrocyclization Paraffin
Hydrocracking
Demetalization
Dealkylation Aromatic

Variabel yang berpengaruh pada Catalytic Reforming yaitu :


1. Catalyst Type
2. Temperatur Reaksi
3. Space Velocity
4. Reactor Pressure
5. Hydrogen/Hydrocarbon Ratio
Klasifikasi proses pada Catalytic Reforming yaitu :

1. Fixed-Bed
2. Moving-Bed
3. Fluid-Bed

DAFTAR PUSTAKA

Speight,James G,2007,The Chemistry and Technology of Petroleum 4th Edition,New York:CRC


Press Taylor and Francis Group.
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2008/Riski%20Septiadevana
%200606249_IE6.0/halaman_13.html
http://tentang-bisnisku.blogspot.com/2008/11/catalytic-reforming-sejarahnya.html
http://sangfuehrer.blogspot.com/2009/06/proses-pengolahan-minyak-bumi.html
http://matematika-ipa.com/minyak-bumi-dan-gas-alam/

Anda mungkin juga menyukai