SP Infra Red
SP Infra Red
BAB I
PENDAHULUAN
yang
sangat
spesifik
dan
merupakan sidik
jari
suatu
molekul.
Spektrogram zat yang diuji dibandingkan dengan spektrogram dari bahan yang sudah
diketahui spktranya.
natrium
hidroksida
(NaOH),nutrient
broth.
Bakteri
uji
menggunakan
bakteri Escherichia coli sp. DanStaphylococcus aureus sp. koleksi Laboratorium Mikrobiologi
Universitas Padjadjaran. Daun gambir kering yang sudah dihaluskan diekstraksi menggunakan
metode soklet dan dimetilasi menggunakan dimetil sulfat (DMS) dan dilakukan isolasi,
pengujian aktivitas dan karakterisasi isolat (Gambar 1).
Metilasi Ekstrak Etanol Daun Gambir Menggunakan Dimetil Sulfat (DMS)
Sebanyak 12 g ekstrak etanol ditambahkan ke dalam larutan NaOH (5,2 g dalam 50 ml)
dalam labu dasar bulat (250 ml) yang dilengkapi dengan kondensor refluks dan corong tetes
pada bagian atas kondensor, serta memiliki bagian potongan V yang dangkal. Campuran
didinginkan selama 10 menit dan dimasukkan 12 ml DMS melalui corong tetes selama 15
menit. Larutan dikocok setiap kali penambahan, kemudian dipanaskan dengan refluks selama
15 menit. Setelah itu didinginkan dan dicuci dengan akuades sampai pH netral. Padatan hasil
metilasi dikeringkan dalam desikator. Padatan ini dilarutkan dalam etil asetat dan diambil fraksi
yang larut dalam etil asetat
Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Penangkapan Radikal Menggunakan 2,2-Difenil1-Pikrilhidrazil (DPPH)
Sebanyak 1 ml larutan DPPH 0,0010 M ditambahkan 4 ml larutan ekstrak (untuk kontrol
ekstrak digantikan metanol). Larutan dikocok sampai homogen dan dibiarkan selama 30 menit.
Kemudian absorbansinya diukur terhadap metanol pada panjang gelombang 517 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Visible (BRANDWILLIAM et al., 1995). Nilai persentase
inhibisi yang diwakili oleh nilai IC50 dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dari nilai persen inhibisi sebagai absis (x) dan konsentrasi ekstrak sebagai ordinat (y) maka
dengan metode LR (linear regression) diperoleh persamaan garis dan ditentukan konsentrasi
saat persen inhibisi 50% (IC50)
Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Penentuan Diameter Hambat
Sebanyak 19 ml agar steril yang tersuspensi bakteri dimasukkan ke dalam cawan petri
yang sudah berisi silinder sumuran yang kemudian diisi dengan ekstrak dengan konsentrasi
200, 400, 600, dan 800 ppm. Lalu diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 370C. Setelah lewat
masa inkubasi diameter hambat yang terbentuk berupa daerah bening diukur sebagai
parameter untuk menentukan besarnya aktivitas antibakteri (KURNIASIH, 2000).
Senyawa ini mengendap karena perbedaan kelarutan setelah termetilasi. Senyawa ini
menjadi gugus eter yang lebih nonpolar dibanding gugus alkohol sebelumnya. Ekstrak etanol
dan hasil metilasinya dibandingkan kandungannya
menggunakan kromatografi lapis tipis (Gambar 2). Dari hasil pemisahan tersebut terlihat bahwa
noda hasil metilasi bersifat lebih nonpolar karena adanya tambahan 1 atom karbon dibanding
ekstrak etanol awal (Gambar 2). Adanya perbedaan kepolaran dan wujud fisik dari keduanya,
mengasumsikan bahwa telah terjadi metilasi pada ekstrak etanol daun gambir.
Gambar 2. Noda KLT ekstrak etanol (kiri) dan hasil metilasi (kanan) dengan eluen
butanol : air : CH3COOH = 5:4:1
Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode Penangkapan Radikal DPPH dan
Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol dan senyawa hasil metilasi dapat
dilihat pada Gambar 3. Dari gambar terlihat adanya peningkatan nilai IC50, dari ekstrak kasar
yang awalnya hanya 13,41 ppm (a), menjadi 121,81 ppm (b) untuk ekstrak yang telah
termetilasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengubahan atom -H menjadi gugus metil (-CH3)
melalui reaksi metilasi telah menurunkan aktivitas antioksidan, yang disebabkan pengurangan
atom -H yang merupakan sumber proton untuk penangkapan radikal bebas. Aktivitas
antioksidan meningkat seiring dengan penambahan jumlah -OH selama jumlah - OH 2-5, tapi
jika jumlah -OH lebih dari 6 maka akan terjadi penurunan aktivitas antioksidan (MIKAMO et al.,
2000).
Gambar 3. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol (a) dan hasil metilasi daun gambir (b).
Pengujian
aktivitas
antibakteri
dilakukan
dengan
mengukur
diameter
hambat
pertanaman bakteri oleh senyawa isolat. Dari data uji pendahuluan diperoleh rentang
konsentrasi yang menunjukkan penghambatan yang signifikan, yaitu pada rentang 100-1.000
ppm. Sehingga dilakukan pengukuran diameter hambat pada rentang tersebut yaitu pada
konsentrasi 200, 400, 600, dan 800 ppm
(Tabel 1). Dari hasil uji antibakteri diketahui ekstrak memiliki aktivitas antibakteri dalam berbagai
konsentrasi uji terlihat dari terbentuknya zona bening daerah yang ditumbuhi bakteri.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa konsentrasi ekstrak etanol daun gambir
berpengaruh pada diameter hambat pertanaman bakteri baik E. coli dan S.aureus (berbeda
nyata dengan signifikansi 5% dengan nilai P = 0,000). Sedangkan konsentrasi hasil metilasi
tidak menunjukan perbedaan signifikan (P = 0,067) yang berarti tidak ada pengaruh konsentrasi
pada diameter hambat pertanaman bakteri. Dan hasil analisis korelasi, antara konsentrasi
ekstrak etanol daun gambir dan daya hambat pertanaman, menunjukkan korelasi yang sangat
kuat (nilai r = 0,888), sehingga jika konsentrasi ditingkatkan akan meningkatkan nilai daya
hambat pertanaman bakteri.
Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan Hasil Metilasi Ekstrak Etanol Daun Gambir
Proses isolasi dan pemurnian dilakukan menggunakan metode kromatografi padat cair
dengan berdasarkan proses perbedaan kelarutan senyawa tersebut pada fase diam dan eluen
yang digunakan. Pemisahan senyawa pada kromatografi kolom I berdasarkan warna noda yang
dibagi menjadi empat noda utama yaitu noda A, B, C dan D. Dari keempat senyawa tersebut
diuji aktivitas antioksidannya. Karena keempatnya memiliki aktivitas antioksidan, maka dipilih
noda yang jumlahnya paling banyak untuk memudahkan pengerjaan selanjutnya dan
menunjukkan pemisahan yang lebih baik dibanding noda-noda yang lain, yaitu noda A ( Gambar
4).
Gambar 4. Noda KLT keempat noda hasil kromatografi kolom menggunakan penyemprot
DPPH, dengan eluen (1) CHCl3 : MeOH = 8:2 dan (2) CHCl3 : MeOH = 95:5 v/v, keempat noda
menunjukkan keaktifan antioksidan dengan DPPH. Noda A memberikan pemisahan yang lebih
baik
Pengujian dengan FT-IR
Dari data Gambar 7 terlihat bahwa struktur isolat 1 mengandung beberapa gugus
sebagai berikut : gugus OH (puncak yang lebar dan tajam pada bilangan gelombang 3445 cm1), cincin aromatik (bilangan gelombang 3010 cm-1), regang CH- alifatik simetri dan simetri
(bilangan gelombang 2927 dan 2855 cm-1) , karbonil C=O (bilangan gelombang 1738 cm-1),
C=C (bilangan gelombang 1634 cm-1), dan adanya regang C-O (bilangan gelombang 1170 cm1). Dari hasil interpretasi ini diduga isolat 1 merupakan senyawa golongan polifenol dan
didukung oleh uji fitokimianya dimana isolat 1 memberikan warna hijau saat ditambahkan
FeCl3.
Dari hasil analisis FT-IR diperoleh bahwa isolat 2 memiliki gugus -OH yang jauh lebih
sedikit daripada isolat I dan serapan isolat II pada 1100-1200 cm-1 yang menandakan gugus CO lebih banyak pada isolat 2 dibanding isolat 1. Disamping itu intensitas serapan Chalifatik
pada isolat II jauh lebih tinggi dibanding isolat 1, yang menandakan gugus -CH3 (hasil metilasi)
yang lebih banyak dibanding isolat 1. Hal ini dapat menjadi dasar dugaan bahwa isolat 2 lebih
mengalami metilasi daripada isolat 1, dasar ini juga diperoleh dari perbedaan kelarutan yang
cukup signifikan antara keduanya.
I.
KESIMPULAN
Ekstrak etanol daun gambir yang termetilasi menunjukkan aktivitas antioksidan dan
antibakteri yang lebih kecil dibandingkan sebelum dimetilasi. Melalui kromatografi kolom
diperoleh dua isolat dengan perbedaan warna, kelarutan dan aktivitas antioksidan dan
antibakterinya. Dari hasil spektrofotometer UV-Visible dan inframerah diduga senyawa kedua
isolat tersebut adalah golongan fenolik. Isolat 1 memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri
yang lebih tinggi dibandingkan isolat 2.
DAFTAR PUSTAKA
AKAGAWA, M. and K. SUYAMA. 2001. Amine oxidase lie activity of flavonoid. Europe Jurnal
Biochemryist. 268, 1953-1963.
ANDLAUER,W. and P. FRUST. 1998. Antioxidative power of phytochemical with special references
to cereals. Cereals Food World. 4(5): 356-360
COWAN, M.M. 1999. Plants product as antimicrobial agent. Journal of American Society for
Microbiology. 12(4): 564-582.
DARMAWAN, A. dan N. ARTANTI. 2006. Isolasi dan identifikasi senyawa aktif antioksidan dari
ekstrak air daun benalu (Dendrophthoe pentandra L. Miq.) yang tumbuh pada cemara
(Casuari sp.). Widyariset 9(3):43-51.
HALL, C. 2001. Sources of natural antioxidant : oilseeds, nuts, cereals, legumes, animal product and
microbial sources. J. Pokorny, N. Yanishlieva & M. Gordon. Antioxidant in Food. Woodhead
Publishing Limited. New York.
HERMAWAN, J. 2004. Keaktifan Antioksidan Derivat Asetil Ekstrak Etanol Daun Gambir pada
Sistem Lipid Tembaga (II) Asetat. Skripsi. Universitas Padjadjaran.
KURNIASIH, R. 2000. Uji Antibakteri dan Uji Antijamur. Laporan Kerja Praktek. Universitas
Padjadjaran. (Tidak dipublikasikan).
MENDOZA, L., M. WILKENS, and A. URZUA. 1997. Antimicrobial study of the resinous exudates
of diterpenoids and flavonoid isolated from some Chilean Pseudognaphalium (Asteraceae).
Jurnal Ethnopharmacology. 58: 85-88.
MIKAMO, E., Y. OKADA., A. SEMMA., Y. OTTO, and I.
MORIMOTO. 2000. Studies on structural correlationship in antioxidant activity (2). Tokyo..
SARWEDI, E. 2001. Gambir. Teknologi tepat guna agrobisnis kecil Sumatra Barat.
http\\ www.kompas/gambir.
1.3.2. Spektrofotometry
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg
spesifik
dengan
menggunakan
monokromator
prisma
atau
kisi
difraksi
dengan
detektor fototube.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel
sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer
ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometri dapat
dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari
absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang
gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas
untuk komponen yang berbeda.
Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah meruakan suatu metode yang mengamati
interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang
0,75 1.000 m atau pada Bilangan Gelombang 13.000 10 cm -1. Radiasi elektromagnetik
dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara
fisis merupakan gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor
magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan.
Gambaran berkas radiasi elektromagnetik diperlihatkan pada Gambar 1 berikut :
b)
c)
dengan
Spektrofotometer
Infra
Red
disperse,
yang
membedakannya
adalah
pengembangan pada sistim optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati contoh. Dasar
pemikiran dari Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red adalah dari persamaan
gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-1830) seorang ahli
matematika dari Perancis.
Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah
waktu atau daerah frekwensi. Perubahan gambaran intensitas gelobang radiasi elektromagnetik
dari daerah waktu ke daerah frekwensi atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier (Fourier
Transform).
Selanjutnya pada sistim optik peralatan instrumen Fourier Transform Infra Red dipakai
dasar daerah waktu yang non dispersif. Sebagai contoh aplikasi pemakaian gelombang radiasi
elektromagnetik yang berdasarkan daerah waktu adalah interferometer yang dikemukakan oleh
Albert Abraham Michelson (Jerman, 1831).
Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red adalah
Tetra Glycerine Sulphate (disingkat TGS) atau Mercury Cadmium Telluride (disingkat MCT).
Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih
sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi
yang diterima dari radiasi infra merah.
Bila ikatan bergetar, maka energi vibrasi secara terus menerus dan secara periodik
berubah dari energi kinetik ke energi potensial dan sebaiknya. Jumlah energi total adalah
sebanding dengan frekwensi vibrasi dan tetapan gaya ( k ) dari pegas dan massa ( m1 dan m2 )
dari dua atom yang terikat. Energi yang dimiliki oleh sinar infra merah hanya cukup kuat untuk
mengadakan perubahan vibrasi.
= panjang gelombang ; cm
= frekwensi ; Hertz
Dalam spektroskopi infra merah panjang gelombang dan bilangan gelombang adalah
nilai yang digunakan untuk menunjukkan posisi dalam spektrum serapan. Panjang gelombang
biasanya diukur dalam mikron atau mikro meter ( m ).
Sedangkan bilangan gelombang adalah frekwensi dibagi dengan kecepatan
cahaya, yaitu kebalikan dari panjang gelombang dalam satuan cm -1. Persamaan dari hubungan
kedua hal tersebut diatas adalah :
c = kecepatan cahaya : 3,0 x 1010 cm/detik
k = tetapan gaya atau kuat ikat, dyne/cm
= massa tereduksi
m = massa atom, gram
Metode spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan
(absorption), teknik emisi (emission), teknik fluoresensi (fluorescence). Komponen medan
listrikyang banyak berperan dalam spektroskopi umumnya hanya komponen medan listrik
seperti dalam fenomena transmisi, pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Penemuan infra
merah ditemukan pertama kali oleh William Herschel pada tahun 1800. Penelitian selanjutnya
diteruskan
berbagai
penelitian
dengan
menggunakan spektroskopi inframerah. Pada tahun 1892 Julius menemukan dan membuktikan
adanya hubungan antara struktur molekul dengan inframerah dengan ditemukannya gugus
metil dalam suatu molekul akan memberikan serapan karakteristik yang tidak dipengaruhi oleh
susunan
molekulnya.
Penyerapan
gelombang
elektromagnetik
dapat
menyebabkan
terjadinya eksitasitingkat-tingkat energi dalam molekul. Dapat berupa eksitasi elektronik, vibrasi,
atau rotasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya energi yang diserap oleh ikatan
v = frekuensi
= panjang gelombang
= bilangan gelombang
Dasar Spektroskopi Infra Merah dikemukakan oleh Hooke dan didasarkan atas senyawa
yang terdiri atas dua atom atau diatom yang digambarkan dengan dua buah bola yang saling
terikat oleh pegas seperti tampak pada gambar disamping ini. Jika pegas direntangkan atau
ditekan pada jarak keseimbangan tersebut maka energi potensial dari sistim tersebut akan naik.
Setiap senyawa pada keadaan tertentu telah mempunyai tiga macam gerak, yaitu :
1.
2.
3.
senyawa yang belum diketahui,karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk senyawa
tersebut. Metode ini banyak digunakan karena:
a. Cepat dan relatif murah
b. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul
c. Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan oleh karena itu
dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut.
Tabel . Serapan Khas Beberapa Gugus fungsi
Gugus
Jenis Senyawa
C-H
Alkana
2850-2960, 1350-1470
C-H
Alkena
3020-3080, 675-870
C-H
Aromatic
3000-3100, 675-870
C-H
alkuna
3300
C=C
alkena
1640-1680
C=C
aromatik (cincin)
1500-1600
C-O
1080-1300
C=O
1690-1760
O-H
alkohol, fenol(monomer)
3610-3640
O-H
2000-3600 (lebar)
O-H
asam karboksilat
3000-3600 (lebar)
N-H
Amina
3310-3500
C-N
Amina
1180-1360
-NO2
Nitro
1515-1560, 1345-1385
Jenis Vibrasi Molekul
2. Vibrasi tekuk (Bending Vibrations), yaitu vibrasi yang mengakibatkan perubahan sudut
ikatan antara dua ikatan
2. Rocking
3. Wagging
4. Twisting
Perubahan Energi Vibrasi
Atom-atom di dalam molekul tidak dalam keadaan diam, tetapi biasanya terjadi peristiwa
vibrasi. Hal ini bergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya.
Vibrasi molekul sangat khas untuk suatu molekul tertentu dan biasanya disebut vibrasi finger
print. Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan besar, yaitu :
1.
2.
sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya, walaupun sudut ikatan tidak berubah.
Vibrasi regangan ada dua macam, yaitu:
1.
Regangan Simetri, unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam satu bidang
datar.
2.
Regangan Asimetri, unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah tetapi masih
Jika sistim tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih besar, maka
dapat menimbulkan vibrasi bengkokan atau vibrasi deformasi yang mempengaruhi osilasi atom
atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi bengkokan ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu :
1.
Vibrasi Goyangan (Rocking), unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi masih
Vibrasi Guntingan (Scissoring), unit struktur bergerak mengayun simetri dan masih
Vibrasi Kibasan (Wagging), unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang datar.
4.
Vibrasi
Pelintiran
(Twisting),
unit
struktur
berputar
mengelilingi
ikatan
yang
Spektroskopi
inframerah
juga
sukses
kegunaannya
16
18
18
-1
untuk
dimana k nilai konstan untuk ikatan, dan massa tereduksi untuk sistem A-B
Daerah Identifikasi
2.
3.
Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga pita yang teramati sesuai dengan frekuensi atau
panjang gelombangnya. Kalibrasi dapat dilakukan dengan menggunakan standar yang dapat
diandalkan, seperti polistirena film.
4.
Metode persiapan sampel harus ditentukan. Jika dalam bentuk larutan, maka konsentrasi
larutan dan ketebalan sel harus ditunjukkan.
Penyerapan sinar uv-vis dibatasi pd sejumlah gugus fungsional/gugus kromofor (gugus
dengan ikatan tidak jenuh) yang mengandung electron valensi dengan tingkat eksitasi yang
rendah. Dengan melibatkan 3 jenis electron yaitu : sigma, phi dan non bonding electron.
Kromofor-kromofor organic seperti karbonil, alken, azo, nitrat dan karboksil mampu menyerap
sinar ultraviolet dan sinar tampak. Panjang gelombang maksimalnya dapat berubah sesuai
dengan pelarut yang digunakan. Auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai
elekron bebas, seperti hidroksil, metoksi dan amina. Terikatnya gugus auksokrom pada gugus
kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang
lebih besar (bathokromik) yang disertai dengan peningkatan intensitas (hyperkromik).
Komponen dari suatu spektrofotometer berkas tunggal :
1.
Suatu sumber energy cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spectrum
2.
Suatu monokromator, yakni suatu piranti untuk mengecilkan pita sempit panjang-
panjang gelombang dari spectrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
3.
4.
Suatu detector, yang berupa transduser yang mengubah energy cahaya menjadi suatu
isyarat listrik.
5.
Suatu pengganda (amplifier), dan rangkaian yang berkaitan membuat isyarat listrik itu
Suatu system baca (piranti pembaca) yang memperagakan besarnya isyarat listrik,
PROSEDUR KERJA
2.1 Alat dan Bahan
a. Alat-alat yang digunakan
Pada penelitian ini adalah alat-alat gelas yang lazim digunakan dilaboratorium
, desikator, pengaduk megnetik, neraca analitis, penangas air, labu hisap Buchner, vakum
desikator, spektrofotometer ultraungu-tampak merek Hitachi model 50/20,spektrometer IR dan
Melting point.
b. Bahan-bahan yang digunakan
CuCl .2HO p.a Merek, MnCl p.a Merek,akuades, akuabides, 1,5 diphenyl carbazone,
p.a Merek, aniline p.a Merek, asam asetat ( pH = 6 ) dan etanol.
2.2. Prosedur Penelitian
Pembuatan Larutan
Larutan yang akan dibuat pada penelitian ini adalah : larutan dari ligan-ligan 1,5difenilkarbazone dan analine serta larutan dari ion-ion logam yang akan digunakan.yaitu: ion
logam dari mangan dan copper. Adapun pelarut yang digunakan untuk membuat larutan adalah
aquabidest dan etanol.
Sintesis Senyawa Kompleks
a. Sintesis Ligan Basa Schiff
Ligan
basa
Schiff
disintesi
dengan
mencampur
1,5-
difenilkarbazone dan aniline dengan perbandingan mol 1:1 sebanyak 2,4026 gr (1x10-2 mol)
1,5-difenilkarbazone dalam 10 mL etanol dicampur dengan 0,92 mL (1x10-2
mol) anilin
suhu 75-800. Setelah 2 jam basa Schiff yang terbentuk dengan penyaring vakum.Kemudian
dikeringkan pada temperatur
Ligan
Basa Schiff
Sintesis kompleks Cu(II) dengan ligan basa Schiff dilakukan dengan mencampur ligan
basa Schiff dan ion logam Cu(II) dengan perbandingan mol 1:1. Kemudian campuran diaduk
dengan pengaduk magnetik sambil direfluks selama 2 jam pada suhu 75-800C, lalu hasil reaksi
disaring. Setelah itu, hasil residu dicuci dengan aquabidest beberapa kali untuk mendapatkan
kompleks
yang
desikator pada temperatur ruang dan setelah itu ditimbang beratnya sampai diperoleh berat
konstan. Prosedur yang sama dilakukan terhadap ion logam Mn(II).
c. Rekristalisasi
Untuk tujuan analisis dan karakterisasi, maka kristal yang diperoleh dari hasil sintesis
dilakukan rekristalisasi yaitu dengan melarutkan kristal senyawa kompleks ke dalam 5 mL
H2SO4(p), lalu diaduk dengan stirrer. Sambil diaduk, ke dalamnya ditambahkan secara
perlahan-lahan aquabidest sebanyak 250 mL, maka akan terbentuk kembali kristal dari
senyawa kompleks, disaring.Kristal yang diperoleh dicuci dengan aquabidest berulang kali
untuk mendapatkan kristal murni,kemudian dikeringkan pada temperature ruang.Hasil Kristal
yang diperoleh ditimbang dan selanjutnya kristal dapat digunakan untuk menentukan
keperluan analisis.
Karakterisasi Senyawa Kompleks
a. Prosentasi Hasil
Hasil sintesis kering ditimbang serta dibandingkan hasilnya secara teori.
b. Karakterisasi Struktur Kristal dan Sifat-sifat Spektroskopi
Karakterisasi struktur dan penentuan spektra dilakukan pada larutan ligan basa
Schiff (L) dan senyawa kompleks [ML] pada konsentrasi, temperatur dan waktu tertentu.Adapun
pengukuran spektra bertujuan untuk melihat
ganda,
alat
diatur daerah
panjang
gelombang
lalu direfluks selama 1 jam, kemudian hasilnya dicuci dan dikeringkan dalam desikat
or. Hasil yang diperoleh sebanyak
3,14 gr. Kemudian ligan ditambah CuCl
.H
O dengan memvariasikan
perbandingan
mol
antara ion logam Cu(II) dengan ligan disertai dengan penambahan asam asetat pH 6. Setiap
variasi mol
diukur panjang
gelombang
maksimum dengan
diperoleh
mengunakan
ditentukan perbandingan
stoikhiometrinya melalui absorbansinya. Dengan cara yang sama dilakukan untuk ion logam
Mn(II) hasilnya diperoleh sebanyak 2,27 gram.
Dari hasil pengukuran diperoleh untuk ligan basa Schiff (L) maks=312,2 nm
dan panjang gelombang maks masing-masing untuk perbandingan stoikiometri ion logam Cu(II)
dengan ligan basa Schiff ( M2 - L ) 1:1 maks = 328 nm; untuk ion logam Cu(II): ligan basa
Schiff (M2 - L ) 1:2 maks = 327,6 nm; untuk ion logam Cu(II) : ligan basa Schiff
(M2 - L )
1:3 maks = 328,3 nm. Serta perbandingan stoikiometri ion logam Mn(II) : ligan basa
Schiff( M1 - L ) 1:1
maks = 323,3 nm; untuk ion logam Mn(II) : ligan basa Schiff
( M1 - L )
hasil
perbandingan mol
melalui
maks
yang
diperoleh maka perbandingan stoikiometri diperoleh1:1 baik untuk sintesis ion Mn(II) maupun
Ion Cu(II) terhadap ligan.
2. 2.2 Sintesis Kompleks Ligan Basa Schiff dengan Ion logam ( M-L)
Melalui perbandingan mol yang diperoleh pada variasi mol ion logan Mn(II)
maupun ion logam
-L dan M L) ,
yaitu perbandingan ion logam basa Schiff 1 : 1 dilakukan sintesis kompleks ion
logam
dengan
basa
Schiff.
Dari
hasil
Sintesis
kompleks
diperoleh
persentase
Cu(II)
komples
basa
Mn(II)
Hasil Sintesis kompleks dikarakterisasi dengan menentukan TL, analisis spektrofotometer UVVis dan analisis spektrometer inframerah.
2.2. 3. Hasil Penentuan Titik Lebur
Dari hasil pengukuran TL dengan menggunakan melting point diperoleh T.L
untuk ligan basa Schiff (L) 157-158 0C , kompleks Mn(II)-basa 0C, kompleks Mn(II)basa Schiff (M
-L) 158-159
0C,
kompleks
Cu (II)-basa 1
1610C.
Schiff
(M2-L)
160-
yang
lebih panjang
sekitar
14 16
nm
(-C=O )
pada 1690 - 1760 cm , gugus Ar-H pada 3300-2900 cm dan gugus C-N pada 1446 1492
cm-1
serta
tidak
memiliki
kaitan
terhadap
pita
serapan
dengan
logam
kelat
yang
berperan
dalam
membentuk
serap
donor
M-L
gugus
pasangan
elektron
seperti tertera pada gambar 4 dan 6 dimana gugus imino dari ligan mengalami p
enurunan
intensitas
pada
daerah
3000-3250
secara
drastis
setelah
diinteraksikanterhadap M
Sedangkan
gugus-
gugus lainnya tidak mengalami perubahan yang signifikan hal ini ditunjukkan dengan
munculnya pita pada daerah serapan yang sama.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilasksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Perbandingan mol antara ion logam Cu(II) dan Mn(II) dengan ligan basa Schiff adalah 1 : 1
serta kompleks yang terbentuk adalah pita serapan dengan logam kelat yaitu ditan
dai dengan adanya gugus imino
2.
Hasil
analisis
struktur
kristal
dari
data-data
spektra
elektronik
uv-vis pada
-L menunjukkan adanya pergeseran pita serapan yang signifikan terjadi pada transisi gugus
. dimana pita ini bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang sekitar 14
16 nm sebanding dengan penambahan intensitasnya.
3.
Pergeseran
ini berkaitan dengan sumbangan pasangan elektron dari nitrogen basa Schiff
kepad
a ion logam (N-M) baik untuk ion Cu+2 maupun ion Mn+2.
4.
Hal diatas didukung dengan data analisis inframerah yang karakteristik yakni gugus amin -1 (N-H ) pada 3250-3500 cm serta, dimana gugus imino dari ligan mengalami penurunan
intensitas pada daerah 3000-3250 secara drastis setelah diinteraksikan terhadap M.
Sedangkan gugus-gugus lainnya tidak mengalami perubahan yang signifikan.
5.
antara
perbandingan stoikiometri tidak berpengaruh dalam membentuk kompleks kelat dengan basa
Schiff. Untuk data inframerah ion Cu(II) L mengalami perubahan pita serapan yang sangat
signifikan di daerah 3000-3500 cm-1 pada gugus imino sedangkan untuk ion Mn(II)-L tidak
terlalu mengalami perubahan yang berarti.
6.2 Saran
Bebarapa saran yang perlu dikemukakan untuk penyempurnaan penelitian ini
adalah sebagai
berikut: untuk kompleks ion logam Cu(II) ligan basa Schiff
njut pada mekanisme reaksi kompleks serta analisis struktur yang lebih lengkap agar dapat
ditindak lanjuti
sesuai dengan peruntukannya sebagai bahan untuk analisis dibidang biologi dan klinik.
DAFTAR PUSTAKA
Angelici, R. J.,1997, Synthesis and Technique in Inorganik Chemistry,
W.B. Saunder Copany, Philadelphia.
Campos-Ferdinandes, Cristian, S.,et al. 2003 Synthsis, X-Ray Studies and Magnetic Properties
of Dinuclear Ni(II) dan Cu(II) Complexxes Bridged By Azo-2,2-bipyridine Ligand. J. Of
Chemistry. German. Vol. 934. hal. 988-994
Cotton. F.
A. and
Anorgank
Dasar.
Penerjemah
S.
Suharto.
Struktur
kompleks
Nasio