Anda di halaman 1dari 15

Acara IV

ES KRIM

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh:
Nama

: Yohanes Kristo

NIM

: 13.70.0076

Kelompok

: B3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2016
1. TOPIK DAN TUJUAN

1
1.1. Topik
Praktikum dengan topik Es Krim kloter B dilakukan pada hari Senin, 23 Mei 2016 di
Laboratorium Rekayasa Pangan. Selama praktikum, praktikan didampingi oleh Beatrix
Restiani dan Rr. Panulu PM selaku asisten praktikum Teknologi Pengolahan Susu beserta
Hedrianus Supriyana selaku laboran. Pada praktikum ini dibuat 2 macam es krim, yaitu es
krim tanpa custard atau kuning telur(Philadelphia Ice Cream/American Ice Cream) dan es
krim dengan custard / kuning telur (French Ice Cream). Es krim yang telah dibuat kemudian
diamati karakteristik fisik (overrun) dan karakteristik organoleptiknya (flavor, rasa, tekstur).
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui cara membuat es krim dengan
bahan dasar yang berbeda (dengan custard dan tanpa custard), serta untuk mengetahui
perbedaan kedua jenis es krim tersebut berdasarkan karakteristik fisik (overrun) serta
karakteristik organoleptiknya (flavor, rasa, tekstur).
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatanice creamdapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Ice Cream
Kel. Formula
B1

B2

B3

B4

Mix 1

Mix 1

Mix 1

Mix 2

Waktu*

Flavor

Rasa

Tekstur

Setelah penyimpanan
4-6 jam
Setelah proses
pemecahan kristal es
Setelah penyimpanan
4-6 jam

++

Kuat, manis

Kasar

++

Kuat, manis

Halus

++

Kasar

Setelah proses
pemecahan kristal es

++

Setelah penyimpanan
4-6 jam
Setelah proses
pemecahan kristal es
Setelah penyimpanan
4-6 jam
Setelah proses
pemecahan kristal es

+++

Tidak kuat,
kurang
manis
Tidak kuat,
kurang
manis
Kuat, manis

+++

Kuat, manis

Halus

+++

Tidak kuat,
agak manis
Tidak kuat,
agak manis

Halus

+++

Halus

Overrun
(%)
76

59,26

Halus

Halus

83,3

320

B5

Mix 2

Setelah penyimpanan
4-6 jam
Setelah proses
pemecahan kristal es

+++

Kuat, manis

Halus

+++

Kuat, manis

Halus

200

Pengamatan khusus (*) dilakukan pada tekstur saja


Pengamatan untuk flavor dan rasa dilakukan setelah es krim melalui proses pemecahan kristal es
Keterangan:
Rasa
: meliputi rasa susu (kuat atau tidak) dan tingkat kemanisan (tidak manis, agak manis, manis,
atau sangat manis)
Tekstur
: ukuran kristal es saat dirasakan (kasar atau halus)
Flavor
:Tidak creamy (+), Agak creamy (++), Creamy (+++), Sangat creamy (++++)

Perbandingan karakteristik organoleptik (flavor, rasa, dan tekstur) dan overrun antara es krim
formulasi mix 1 (tanpa custard) dan mix 2 (dengan custard) dapat dilihat pada tabel 1. Dari
Tabel 1 tersebut dapat dicermati bahwa pada es krim formula mix 1 memiliki overrun yang
jauh lebih rendah daripada formula mix 2. Pada kelompok dengan formula mix 1, kelompok
B1 dan B3 memiliki overrun yang tidak jauh berbeda, namun kelompok B2 memiliki
overrun terendah yakni 59,26%. Overrun pada mix 2 sangat besar, Kelompok B5 memiliki
overrun sebesar 200% sedangkan B4 memiliki overrun 320%. Dilihat dari segi organoleptik,
tidak ada perubahan karakteristik pada produk eskrim setelah penyimpanan 4-6 jam dan
setelah proses pemecahan kristal es kecuali tekstur. Kelompok B1 dan B2 memiliki flavor
yang agak creamy atau lebih rendah daripada kelompok B3. Jika dilihat formula mix 2
mempunyai flavor yang lebih creamy daripada mix 1. Jika dilihat dari parameter rasa, tidak
ada perubahan rasa yang dihasilkan dari es krim setelah penyimpanan 4-6 jam dengan es krim
setelah pemecahan es. Rasa yang dihasilkan pada es krim tanpa custard memiiki rasa susu
yang kuat dan rasa manis kecuali pada kelompok B2 dimana easa susu tidak kuat dan kurang
manis. Rasa yang dihasilkan pada es krim dengan custard saling berbeda antar kedua
kelompok. Kelompok B4 memiliki es krim dengan rasa susu yang tidak terlalu kuat dan agak
manis, sedangkan kelompok B5 memiliki rasa susu kuat dan manis. Perubahan setelah
penyimpanan dan setelah pemecahan kristal es didapati pada parameter tekstur kelompok B1
dan B2 formula mix 1. Tekstur yang dihasilkan berubah dari kasar menjadi halus. Kelompok
B3 tidak mengalami perubahan tekstur dimana tetap halus. Kelompok B4 dan B5 dengan
formula mix 2 memiliki tekstur yang halus dan tidak berubah. Dengan demikian hasil
pengamatan yang ada menunjukkan bahwa es krim yang menggunakan custard memberikan
karakteristik fisik dan organoleptik yang lebih baik dibandingkan es krim yang tidak
menggunakan custard selama proses pembuatannya.

3. PEMBAHASAN
Es krim menurut Darma et al. (2013) merupakan makanan berbentuk beku yang dibuat
dengan cara membekukan campuran produk susu, gula, penstabil, pengemulsi dan bahanbahan lainnya yang telah dipasteurisasi dan dihomogenisasi untuk memperoleh hasil yang
seragam. Bahan baku es krim pada umumnya adalah susu sapi, namun karena kandungan
laktosanya yang tinggi membuat beberapa konsumen beralih menjadi susu nabati. Es krim
mempunyai nilai protein tinggi selain kandungan vitamin dan mineral. Kandungan kalori
yang tinggi dalam es krim, diperoleh dari tingginya tingkat kemanisan es krim karena
penambahan gula (Saleh, 2004). Komponen utama dalam es krim adalah susu, krim, gula,
bahan flavor, bahan penstabil dan pengemulsi. Adapun komposisi bahan-bahan tersebut
adalah 63% air; 4,6% protein; 11,5% lemak; 5% laktosa; 15 % sukrosa/dekstrosa; 0,25-0,5%
bahan penstabil; bahan flavor; dan 0,9% abu.
Pada pembuatan es krim, digunakan susu full cream dan whipping cream. Susu full cream
yang digunakan berwarna putih, sedikit berbusa dengan tekstur lembut. Whipping cream
dihasilkan dari pengocokan krim dengan kandungan lemak sekitar 25%. Karakteristik kaku
yang terbentuk dari whipping cream disebabkan karena adanya proses pengocokan sehingga
udara tergabung dan membentuk busa, kemudian partikel lemak akan menggumpal bersama
(Bennion & Hughes,1975). Pengocokan ini dilakukan agar produk yang dihasilkan memiliki
sel yang berisi udara, hal ini penting untuk mencegah es krim menjadi padat, keras dan terlalu
dingin di mulut. Pengocokan juga menyebabkan peningkatan volume karena udara tercampur
dalam proses pembekuan, di mana hal ini dikenal sebagai overrun. Penangkapan udara dalam
buih telur sangat penting, karena dalam pembuatan es krim secara umum tidak menggunakan
ragi atau mikroorganisme pembentuk gas. Untuk dapat memberi karakteristik kaku dan
pembuihan yang lebih, telur dapat ditambahkan. Telur yang dikocok akan membuat telur
kaku dan pembuihan bertambah. Hal ini menjadi salah satu alasan bahwa kualitas
pengocokan dan stabilitas buih dari telur adalah sangat penting untuk meningkatkan kualitas
produk (Potter & Hotchkiss, 1996).
Permasalahan yang sering terjadi pada pembuatan es krim adalah viskositas rendah, overrun
rendah, dan cepat meleleh. Perlu dilakukan upaya agar dapat mencapai kualitas es krim yang

4
sesuai. Pembentuk gel atau gelling agent, bahan pengental atau penstabil banyak
dimanfaatkan dalam industri es krim untuk meningkatkan kualitas es krim (Hakim et al.,
2013). Es krim yang dikeluarkan selama beberapa waktu dari freezer dapat mengalami
sineresis. Oleh sebab itu perlu ditambahkan bahan penstabil untuk memperlambat terjadinya
sineresis tersebut. Kekentalan es krim sangat dipengaruhi oleh komposisi adonan, jenis dan
kualitas bahan, proses penanganan atau suhu dan kadar lemak bahan (Usmiati & Abubakar,
2009). Bahan penstabil yang paling sering digunakan adalah lesitin atau kuning telur yang
dibekukan (Buckle et al., 1987). Bahan penstabil digunakan untuk mencegah pertumbuhan
dan pembentukan kristal es berukuran besar, selama proses penyimpanan es krim dalam
freezer. Bahan emulsifier dalam pembuatan es krim meningkatkan penyebaran lemak dan
pembentukan tekstur yang halus dan stabil karena memperkuat interaksi protein dengan
lemak. Untuk menambah cita rasa, es krim dapat diberi penambahan rasa / flavor. Rasa yang
umum digunakan adalah perasa vanila atau coklat. Penambahan flavor coklat ini, dapat
dengan menggunakan 2 - 3 % cocoa, dimana penambahannya tergantung dari jenis serta
seberapa kuat rasa yang diinginkan (Herschdoerfer, 1986).
Lemak yang berasal dari krim dan susu berperan dalam flavor, massa dan tekstur pada es
krim. Semakin banyak kandungan lemak, maka semakin baik tekstur es krim dan semakin
tahan terhadap proses pencairan. Selain lemak, komposisi lain es krim yang mempengaruhi
tekstur adalah padatan susu bukan lemak atau bahan padat dari serum. Susu yang tidak
berlemak atau susu skim mengandung laktosa, hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya
kristalisasi laktosa yang sehingga akan memiliki mouthfeel berpasir (sandiness) jika terlalu
banyak digunakan sebagai bahan padat bukan lemak. Banyaknya padatan susu menyebabkan
berkurangnya kandungan air dalam es krim. Persentase susu evaporasi yang terlalu tinggi
juga menghasilkan tekstur es krim yang berpasir karena laktosa mengalami kristalisasi, oleh
sebab itu diperlukan setidaknya 11 % serum solid yang mencegah produk berpasir. Namun,
pemberian bahan padat dari serum produk yang terlalu banyak justru memiliki flavor susu
kental manis yang terlalu kuat (Bennion & Hughes, 1975). Untuk mencegah adanya laktosa,
pembuatan es krim dapat dilakukan dengan bahan dasar susu yang terfermentasi atau
yoghurt. Proses pengasaman akan menyebabkan laktosa terurai menjadi asam laktat. Protein
dalam susu juga akan terpecah sehingga akan memperbaiki daya cerna dari es krim
(Handayani, 2014).

5
Penambahan gula akan menambah rasa manis pada produk dan membantu pengentalan Dona.
Penggunaan gula yang berlebihan akan menurunkan titik beku dalam pengocokan sehingga
menghambat pembekuan sehingga tidak terbentuk padatan dalam freezer dalam waktu yang
singkat. Selain itu gula berlebih akan menurunkan pengembangan (Reineccius, 1994).
Penambahan jumlah gula yang tepat akan memudahkan masuknya udara dalam adonan
sehingga tekstur dari es krim akan lebih lembut. Kemanisan es krim dari penambahan gula ini
menjadi sumber kalori yang tinggi pada es krim (Astawan & Astawan, 1988).
Menurut Astawan & Astawan (1988) terdapat beberapa tahap dalam proses pembuatan es
krim antara lain :
1.

Pencampuran
Pertama, bahan-bahan cair ditimbang dalam wadah pencampuran, kemudian dipanaskan
hingga mencapai suhu 40-50C. Bahan-bahan kering seperti gula dan penstabil juga
ditambahkan dan dicampur supaya larut dengan baik.

2.

Pasteurisasi
Pasteurisasi campuran bertjuan untuk membunuh bakteri sehingga kerusakan karena
adanya penambahan lemak dan gula dapat dicegah. Pasteurisasi dilakukan dengan
menggunakan panas dan waktu tertentu Proses pateurisasi yang biasa dipakai adalah 30
menit dengan suhu 67C untuk metode holder dan 25 detik pada suhu 80C untuk
metode HTST.

3.

Homogenisasi
Dilakukan untuk mencegah tercampur aduknya susu selama pembuihan, mengurangi
waktu pematangan campuran, memperkecil partikel lemak, memperhalus dan
melembutkan adonan serta mempengaruhi kekentalan sehingga tekstur dan masa (body)
es krim menjadi lebih baik.

4.

Penguatan adonan
Adonan es krim disimpan pada temperatur 4,4oC selama 3-24 jam atau pada suhu yang
lebih rendah. Selama proses penguatan adonan, lemak-lemak yang meleleh akan kembali
membentuk padatan yang bersama dengan bahan lainnya mulai mengembang bersama
air, protein susu juga mengembang bersama air dan viskositas dari adonan es krim akan
meningkat. Perubahan-perubahan tersebut akan mengacu pada pengocokan yang lebih
singkat terhadap hasil akhir yang dikehendaki, tekstur es krim lebih halus serta
perlambatan pelelehan es krim.

6
5.

Pembekuan dan pembuihan (whipping)


Pembekuan dan pembuihan memberikan pengaruh penting pada tekstur es krim yang
mengeras. Pembekuan dan pembuihan merupakan proses yang terus-menerus dan selalu
dilaksanakan pada suhu 10C. Pembekuan harus dilakukan secepat mungkin supaya
tidak terbentuk kristal es yang besar yang akan mengakibatkan tekstur yang kurang
bermutu.

(Astawan & Astawan, 1988).


Pada praktikum ini dibuat dua jenis es krim, yaitu kelompok B1-B3 membuat es krim
formula mix 1 (tanpa custard) dan B4-B5 membuat mix 2 (dengan custard). Mix 1 disebut
juga American ice cream, sedangkan mix 2 disebut French ice cream. Perbedaan kedua jenis
es krim ini adalah jenis gula dan penambahan kuning telur. Pada mix 1 bahan yang digunakan
adalah susu full cream, whipping cream cair, icing sugar, dan essens vanilla. Sedangkan mix
2 menggunakan whipping cream, susu full cream, kuning telur, gula castor, dan essens
vanilla. Apabila dibandingkan dengan teori Astawan & Astawan (1988) maka tahapan
pembuatan es krim tanpa custard ini tidak melalui tahap pasteurisasi dan homogenisasi.
Metode pembuatan es krim pada praktikum ini disesusaikan dengan teori dari Clarke (2004)
yang telah dimodifikasi terutama penggunaan bahan. Pada pembuatan mix 1 semua bahan
(susu full cream, whipping cream cair, icing sugar, dan essens vanilla) dicampur dengan
solet. Adonan dimasukkan dalam wadah plastik 1 liter dan diberi tanda batas volume adonan
dengan spidol untuk mengukur nilai pengembangan. Adonan kemudian dikocok dengan
mixer kecepatan tinggi hingga rata, lembut, dan mengembang. Penggunaan whipping cream
ini sesuai dengan Potter & Hotchkiss (1996) bahwa whipping cream berfungsi untuk
membantu proses pengembangan, membantu pembentukan krim, membentuk tekstur lembut,
memberi bentuk, sumber kalori, dan penguat rasa. Proses mixing bertujuan untuk
mencampur dan menghomogenkan semua bahan menjadi emulsi stabil, melembutkan ukuran
partikel, membuat tekstur es krim halus, memberi tekanan pada bahan sehingga volume es
krim mengembang (Moehyi, 1992). Pembentukan karakteristik whipping cream dipengaruhi
oleh suhu (suhu rendah (7C) lebih baik daripada suhu sedang atau tinggi), viskositas, ukuran
globula lemak, banyaknya lemak (lebih baik bila menggunakan whipping cream dalam
jumlah yang banyak), dan efek dari substansi lain seperti yang gula akan menurunkan volume
pengembangan (Potter & Hotchkiss, 1996). Setelah pengocokan, adonan kembali dituang

7
dalam wadah plastik dan diukur volume setelah pengembangannya. Adonan disimpan dalam
freezer selama 4 - 6 jam hingga 1 malam hingga terbekukan sebagian dan menjadi tekstur
menjadi solid. Setelah penyimpanan, es krim dikocok kembali dengan mixer dan disimpan
lagi selama 1 jam. Pengocokan diulangi 3 kali agar tekstur menjadi lembut.
Pada es krim dengan custard (kuning telur), whipping cream dikocok dalam wadah yang di
bawahnya diberi es batu. Adonan ini disebut adonan 1 dan dimasukkan ke chiller dan ditutup
dengan plastic wrap atau alufoil. Pada wadah lain, bahan seperti gula castor, kuning telur,
dan esens vanilla dikocok hingga adonan mengembang dan bewarna keputihan. Single cream
dipanaskan dalam panci hingga mendidih, api dikecilkan dan campurkan adonan telur seiring
pengadukan dengan sendok kayu secara perlahan. Adonan ini disebut adonan 2. Tujuan
mixing ini adalah mencampur dan menghomogenkan semua bahan menjadi emulsi stabil,
melembutkan ukuran partikel, dan membuat tekstur es krim halus. Penambahan gula pada
mix 1 maupun mix 2 bertujuan untuk memberikan rasa manis. Selain rasa manis, gula akan
membuat kandungan kalori es krim menjadi tinggi (Astawan & Astawan, 1988). Selain itu
menurut Sulistyowati (2000), penambahan gula mempengaruhi struktur es krim yang
dihasilkan. Gula menyebabkan es krim mengandung air tak beku yang terikat pada gula,
sehingga teksturnya menjadi tidak terlalu keras. Jika jumlah gula terlalu banyak akan
menurunkan titik beku. Hal ini sesuai dengan Reineccius (1994) yang mengatakan bahwa
gula berlebih dalam es krim akan menghambat pembekuan sehingga tidak terbentuk padatan
dalam freezer.
Setelah dilakukan pengamatan dapat dicermati bahwa pada es krim formula mix 1 memiliki
overrun yang jauh lebih rendah daripada formula mix 2. Pada kelompok dengan formula mix
1, kelompok B1 dan B3 memiliki overrun yang tidak jauh berbeda, namun kelompok B2
memiliki overrun terendah yakni 59,26%. Overrun pada mix 2 sangat besar, Kelompok B5
memiliki overrun sebesar 200% sedangkan B4 memiliki overrun 320%. Potter & Hotchkiss
(1996) menyatakan bahwa volume pengembangan / overrun pada pembuatan es krim setelah
dikocok akan terus bertambah hingga 100 - 150%. Hal ini belum sepenuhnya sesuai dengan
hasil praktikum karena nilai pengembangan pada formula mix 1 tidak menghasilkan volume
pengembangan lebih dari 100%. Hasil yang tidak sesuai ini menurut Sulistyowati (2000)
dapat disebabkan karena pengocokan yang terlalu lama. Proses pengocokan yang terlalu lama
akan menyebabkan gelembung udara yang terbentuk pecah. Sedangkan pengocokan dengan

8
waktu yang tepat akan menghasilkan overrun yang maksimal. Selain itu dapat juga
disebabkan penambahan gula yang terlalu banyak. Penambahan gula akan menurunkan
volume dan kekerasan dan meningkatkan waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan
cream, jika gula tersebut ditambahkan sebelum proses whipping (Bennion & Hughes, 1975)
Jika dicermati antara nilai overrun es krim mix 1 dan mix 2, nilai overrun es krim mix 2 jauh
lebih besar dibandingkan es krim mix 1. Hal ini menurut Potter & Hotchkiss (1996)
dikarenakan kuning telur yang digunakan pada es krim mix 2 . Telur merupakan bahan yang
dapat menangkap udara dengan baik dengan cara membentuk buih. Pengocokan telur dapat
menyebabkan telur menjadi kaku dan bagian-bagian gelembung udara akan bertambah,
sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan telur dapat meningkatkan nilai overrun
karena mampu memerangkap udara. Selain itu kuning telur juga merupakan bahan
pengemulsi alami yang baik karena mengandung lesitin, dimana bahan pengemulsi ini juga
dapat meningkatkan pembentukan busa untuk mendapatkan overrun yang diinginkan. Untuk
menambah pengembangan dapat ditambahkan bahan pengembang seperti natrium bikarbonat
yang dapat meningkatkan volume dan tekstur es krim (Rahmawati et al., 2012). Faktor yang
dapat mempengaruhi overrun es krim, antara lain:

Bahan Pengemulsi
Bahan pengemulsi membantu penyebaran globula lemak selama pengocokan dan
mencegah agar tidak menggumpal. Bahan pengemulsi akan memberikan buih dimana
akan meningkatkan overrun yang diinginkan.

Penggunaan Cream
Selama proses pengocokan, whipped cream atau krim yang digunakan memerangkap
udara yang masuk, menyebabkan busa dan partikel- partikel lemak bergabung dan
menghasilkan karakteristik yang kaku atau stabil. Gelembung- gelembung udara yang
terbentuk akan bertahan karena adanya lapisan tipis protein yang menutupi permukaan
partikel lemak. Pengembangan cream bertujuan untuk meningkatkan penggumpalan
partikel lemak dan pada suhu rendah juga meningkatkan viskositas, yang akan
meningkatkan sifat pengembangan pada cream (Bennion & Hughes, 1975).

Gula

9
Reineccius (1994) mengatakan bahwa gula yang berlebihan akan menurunkan titik beku
selama pengocokan. Hal ini akan menghambat pembekuan sehingga menurunkan
pengembangan.

Proses pendinginan
Menurut Saleh (2004), untuk mencapai overrun yang baik maka kondisi pembekuan
harus cepat yaitu sekitar 2 jam, guna mencegah terjadinya kristal-kristal yang kasar. Hasil
overrun yang tidak sesuai dengan teori yang ada juga dapat dikarenakan proses
pendinginan yang mengarah pada metode pembekuan lambat, freezer yang ada tidak
memiliki suhu yang sangat rendah dan proses pembekuan juga berjalan dalam waktu yang
panjang ( 24 jam). Selan itu pendinginan berfungsi memberikan tekstur yang baik pada
ice cream dan menghasilkan overrun yang tinggi, selain itu pembekuan juga membentuk
tekstur es krim yang padat (Sulistyawati, 2000).

Dilihat dari segi organoleptik, tidak ada perubahan karakteristik pada produk eskrim setelah
penyimpanan 4-6 jam dan setelah proses pemecahan kristal es kecuali tekstur. Kelompok B1
dan B2 memiliki flavor yang agak creamy atau lebih rendah daripada kelompok B3. Jika
dilihat formula mix 2 mempunyai flavor yang lebih creamy daripada mix 1. Jika dilihat dari
parameter rasa, tidak ada perubahan rasa yang dihasilkan dari es krim setelah penyimpanan 46 jam dengan es krim setelah pemecahan es. Rasa yang dihasilkan pada es krim tanpa custard
memiiki rasa susu yang kuat dan rasa manis kecuali pada kelompok B2 dimana easa susu
tidak kuat dan kurang manis. Rasa yang dihasilkan pada es krim dengan custard saling
berbeda antar kedua kelompok. Kelompok B4 memiliki es krim dengan rasa susu yang tidak
terlalu kuat dan agak manis, sedangkan kelompok B5 memiliki rasa susu kuat dan manis.
Flavor manis dan susu disebabkan oleh adanya lemak dan pemanis. Sesuai dengan teori
Bennion & Hughes (1975) bahwa lemak akan berkontribusi pada cita rasa dan flavor pada es
krim. Pemanis yang digunakan pada praktikum ini adalah icing sugar dan gula kastor. Gula
Kastor (Caster Sugar) memiliki ukuran butiran lebih halus daripada gula pasir pada umunya.
Warnanya putih bersih. Gula ini paling sering digunakan untuk bahan campuran pada
pembuatan cake, kue kering (cookies) atau pastry karena mudah larut/bercampur dengan
bahan lain. Sifat yang mudah larut ini dapat menyebabkan produk memiliki rasa manis yang
lebih. Biasanya penggunaan gula kastor ini bertujuan untuk memudahkan atau mempercepat
proses pengocokan telur. Gula Bubuk (Icing Sugar), gula ini mengalami proses penghalusan
sehingga berbentuk bubuk. Kadang disebut juga dengan tepung gula. Karena mudah larut,

10
gula ini cocok digunakan untuk membuat krim atau menjadi taburan pada cake atau kue
kering. Gula bubuk ada yang mengandung pati jagung sehingga sehingga rasa manis yang
dihasilkan juga tidak terlalu manis seperti gula pada umumnya (Suter, 1996). Oleh karena itu,
berdasarkan teori tersebut penggunaan gula kastor akan memberikan rasa es krim yang lebih
manis. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan yang diperoleh.
Perubahan setelah penyimpanan dan setelah pemecahan kristal es didapati pada parameter
tekstur kelompok B1 dan B2 formula mix 1. Tekstur yang dihasilkan berubah dari kasar
menjadi halus. Kelompok B3 tidak mengalami perubahan tekstur dimana tetap halus.
Kelompok B4 dan B5 dengan formula mix 2 memiliki tekstur yang halus dan tidak berubah.
Dengan demikian hasil pengamatan yang ada menunjukkan bahwa es krim yang
menggunakan custard memberikan karakteristik fisik dan organoleptik yang lebih baik
dibandingkan es krim yang tidak menggunakan custard selama proses pembuatannya.
Berdasarkan Bennion & Hughes (1975), es krim yang telah mengalami pemecahan kristal es
memiliki flavor, rasa, dan tekstur yang lebih baik dibandingkan yang belum mengalami
pemecahan kristal es. Praktikum yang dilakukan sudah sesuai dengan teori oleh Bennion &
Hughes (1975). Menurut Putri et al., (2014), tekstur yang baik juga dipengaruhi oleh adanya
bahan penstabil. Bahan penstabil akan mempertahankan kestabilan emulsi, mencegah
pembentukan kristal es yang besar, memberikan keseragaman produk, serta memperbaiki
tekstur. Bahan penstabil yang biasa digunakan adalah karagenan.
4. KESIMPULAN
Pembuatan es krim dengan menggunakan custard/kuning telur sebagai bahan pengelmusi
akan menghasilkan es krim dengan flavor yang lebih creamy, tekstur yang lebih halus, dan

volume pengembangan yang lebih tinggi.


Whipping cream berfungsi membantu pengembangan, pembentukan krim, tekstur lembut,
memberi bentuk, dan penguat rasa.

Kuning telur dapat berperan sebagai emulsifier yang membuat es krim menjadi kering,
kaku, tekstur halus, stabil, dan mendapat overrun yang diinginkan.

Gula berfungsi sebagai pemanis dan memberi tekstur yang tidak terlalu keras.

Gula kastor akan memberikan rasa es krim yang lebih manis.

Jika jumlah gula terlalu banyak akan menurunkan titik beku.

11

Faktor-faktor yang mempengaruhi parameter penilaian es krim di antaranya adalah ada


tidaknya bahan pengelmusi, jenis dan jumlah gula yang digunakan, proses pemecahan

kristal es dengan cara pengocokan.


Overrun dipengaruhi oleh bahan pengemulsi, penggunaan krim, gula, dan proses

pendinginan
Pemecahan kristal es dengan cara pengocokan menggunakan mixer akan memperkecil
ukuran kristal es yang ada sehingga akhirnya akan menghasilkan tekstur es krim yang
lebih lembut.

Semarang, 31 Mei 2016


Praktikan

Asisten Dosen

Yohanes Kristo S.U

Beatrix Restiani

13.70.0076
5. DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. & M.W. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna.
CV Akademika Pressindo. Jakarta.
Bennion, M. & O. Hughes. (1975). Introductory Foods. Macmillan Publishing Co, Inc. New
York.
Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. (1987). Ilmu Pangan. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Darma, D.S., D. Puspita Sari., E. Noerhartanti. (2013). Pembuatan Es Krim Jagung Manis
Kajian Jenis Zat Penstabil, Konsentrasi Non Dairy Cream serta Aspek Kelayakan
Finansial. Reka Agroindustri 1 (1): 45 - 55

12
Hakim, L., Purwadi., M.C.H Padaga. (2012). Penambahan Gum Guar pada Pembuatan Es
Krim Instan Ditinjau dari Viskositas, Oveerun, dan Kecepatan Meleleh. Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. Malang
Handayani, N., M. Sulistyowati., J. Sumarmono. (2014). Overrun, Waktu Leleh, dan
Kesukaan Es Krim Yogurt Susu Sapi dengan Penambahan Gila yang Berbeda. Jurnal
ilmiah Peternakan 2(1): 1-7
Herschdoerfer, S.M. (1986). Quality Control In The Food Industry Volume 3. Academic
Press. Toronto
Moehyi, S. (1992). Penyelenggaraan Makanan Institusi & Jasa Boga. Penerbit Bhratara.
Jakarta.
Potter, N.N. & J.H. Hotchkiss. (1996). Food Science 5th Edition. CBS Publishers and
Distributors. New Delhi.
Putri V.M., B. Susilo., Y. Hendrawan. (2014). Pengaruh Penambahan Tepung Porang
(Amorphophallus onchophyllus) pada Pembuatan Es Krim Instan Ditinjau dari Kualitas
Fisik dan Organoleptik. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 2(3) : 188197
Rahmawati R.D., Purwadi., D. Rosyidi. (2012). Tingkat Penambahan Bahan Pengembang
pada Pembuatan Es Krim Instan Ditinjau dari Mutu Organoleptik dan Tingkat
Kelarutan. Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.
Reineccius, G. (1994). Source Book of Flavor 2nd Edition. Chapman & Hall. New York.
Saleh, E. (2004). Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Universitas Sumatera
Utara.
Sulistyawati. (2000).Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset.Yogyakarta.
Suter, I K. (1996). Perubahan Gula dan Asam Organik Pengantar Teknologi Pangan. PT.
Gramedia. Jakarta.
Usmiati & Abubakar. (2009). Teknologi Pengolahan Susu. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan

13
Overrun=

Vol . setelah pengocokanVol . sebelum pengocokan


x 100
Vol . sebelum pengocokan

Volume=panjang x lebar x tinggi


Kelompok B1
Volume sebelum pengocokan=24,5 11,5 2,5=704,375 cm
Volume setelah pengocokan=24,5 11,5 4,4=1239,7 cm
Overrun=

(1239,7704,375)
100 =76
704,375

Kelompok B2
Volume sebelum pengocokan=24 17 2,7=1101,6 cm

Volume setelah pengocokan=24 17 4,3=1754,4 cm 3


Overrun=

(1754,41101,6 )
100 =59,26
1101,6

Kelompok B3
Volume sebelum pengocokan=25,5 11,53=879,75 cm

Volume setelah pengocokan=25,5 11,5 5,5=1612,875 cm3


Overrun=

(1612,875879,75)
100 =83,33
879,75

Kelompok B4
Volume sebelum pengocokan=17 12 1=204 cm 3
Volume setelah pengocokan=17 12 4,2=856,8 cm 3
Overrun=

(856,8204)
100 =320
204

Kelompok B5

14
Volume sebelum pengocokan=20 14,5 1,5=435 cm

Volume setelah pengocokan=20 14,5 4,5=1305 cm3


Overrun=

(1305435)
100 =200
435

6.2. Laporan Sementara


6.3. Jurnal

Anda mungkin juga menyukai