PENDAHULUAN
1.1. Topik
Praktikum susu pasteurisasi ini dilakukan pada tanggal 25 Mei 2016 dan 26 Mei 2016.
Untuk pengamatan susu pasteurisasi dilakukan pada tanggal 26 Mei 2016. Praktikum
susu pasteurisasi ini dilakukan di Laboratorium Rekayasan Pangan dan didampingi oleh
asisten dosen yaitu Tjan,Ivana Chandra, Rr.Panulu P.M, dan Beatrix Restiani. Praktikum
susu pasteurisasi ini dilakukan pada pukul 15.00 sampai 17.30 WIB.
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui efektivitas susu dengan
pemanasan metode pasteurisasi dalam mengontrol jumlah bakteri.
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan jumlah bakteri sebelum dan sesudah pasteurisasi daalam praktikum
susu pasteurisasi dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini
Tabel 1. Jumlah total bakteri sebelum dan sesudah pasteurisasi
Kelompok Perlakuan
C1
C2
C3
C4
C5
Dari Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah total bakteri sebelum dilakukan
pasteurisasi untuk kelompok C1 sampai dengan C5 yaitu 5,9x106 lebih banyak daripada
1
susu yang sudah dilakukan pasteurisasi. Perlakuan susu setelah pasteurisasi dengan suhu
72oC selama 15 detik untuk kelompok C3, C4, dan C5 memiliki total bakteri yang sama
yaitu <3,0x102. Sedangkan untuk kelompok C1 memiliki jumlah bakteri lebih banyak
daripada susu setelah pasteurisasi selama 62oC selama 3 menit. Kelompok C2 memiliki
jumlah bakteri yang lebih sedikit daripada jumlah bakteri saat setelah dipasteurisasi
pasteurisasi selama 62oC selama 3 menit.
3. PEMBAHASAN
Susu adalah cairan yang dihasilkan dari sekresi kelenjar mamae hewan mamalia yang
fungsi utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi anak hewan yang baru lahir.
Menurut pendapat dari Hidayat dkk (2006) yang menyatakan bahwa susu ini dapat
dikembangkan atau diolah menjadi produk susu. Susu juga termasuk sumber gizi utama
yang dibutuhkan oleh manusia. Penyusun utamanya adalah air (87,10%), laktosa
(4,8%), lemak (3,9%), protein susu (3,4%) dan kadar abu (0,72%) (Jay, 1996 dalam
Ningsih, 2014). Kelemahan susu adalah umur simpan yang relatif singkat karena susu
ini merupakan produk pangan yang mudah rusak. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi
modern seperti pasteurisasi yang efektif membunuh bakteri-bakteri yang berpotensi
patogenik di dalam susu terutama bakteri tahan panas (Heriyadi, 2000 dalam Maitimu
dkk, 2012).
Secara alami, susu juga mengandung mikroorganisme kurang dari 5x103 per ml jika
diperah secara benar. Ada beberapa jenis mikroorganisme pada susu yaitu
Staphylococcus aureus. Bakteri ini penyebab keracunan setelah meminum susu yang
ada bakteri tersebut ( Jorgensen et al.,2005). Bakteri yang lain adalah Salmonella sp.
Bakteri ini sangat berbahaya yang dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan dan
manusia bersama dengan feses. Berdasaekan SNI 01-6366-2000, pemeriksaan bakteri
ini harus secara kualitatif dan negatif. Eschericia coli juga termasuk bakteri berbahaya
karena dapat menyebabkan diare. Berdasarkan SNI 01-6366-2000 harus negatif. Tetapi
ada juga yang dilaporkan mengkontaminasi susu dengan prevalensi kecil (Jayarao et
al.,2006 dalam Suwito Widodo, 2010).
Perhitungan total bakteri dalam praktikum ini dilakukan dengan menggunakan metode
tuang (pour plate) yang dilakukan pengenceran terlebih dahulu dengan aquades. Fungsi
aquades ini adalah sebagai pelarut pada saat melarutkan senyawa, sebagai penjelas
warna pada indikator PP, jika di dalam suatu pembuatan media, aquades ini sangat
diperlukan untuk melarutkan bahan yang akan digunakan oleh mikroorganisme dapat
hidup. Perlakuan yang dilakukan terhadap susu sebelum pasteurisasi diencerkan dengan
pengenceran 10-5 dan 10-6, sedangkan susu yang setelah dipasteurisasi diuji jumlah
mikrobanya dengan menggunakan pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3. Sampel yang sudah
diencerkan tersebut kemudian dituangkan kedalam media NA di cawan petri secara
aseptis kemudian digoyang-goyangkan hingga sampel menyebar (Waluyo, 2008).
Setelah itu, cawan petri dibungkus menggunakan kertas buram dan diinkubasi selama 1
malam kemudian didapatkan jumlah total bakteri yang dapat dihitung. Uji jumlah
mikroba dilakukan pada susu sebelum dan sesudah pasteurisasi. Uji jumlah mikroba ini
dilakukan dengan metode pour plate. Pada metode tuang, sejumlah sampel dari
pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri dan digoyangkan agar
sampel menyebar. Jumlah koloni dalam sampel dapat dihitung dengan rumus:
CFU
1
=
jumlah kolon i
ml
faktor peng e nceran
Nutrient Agar (NA) merupakan suatu media yang berbentuk padat yang merupakan
perpaduan antara bahan alamiah dan senyawa kimia. NA ini merupakan suatu media
yang mengandung sumber nitrogen dalam jumlah cukup yang dapat digunakan untuk
budidaya bakteri dan untuk perhitungan mikroorganisme didalam air. Media NA ini
merupakan suatu media berwarna coklat muda yang memiliki konsistensi yang padat
dimana media ini berasal dari sintetik dan memiliki kegunaan sebagai media untuk
menumbuhkan bakteri. Oleh karena itu, untuk praktikum susu pasteurisasi ini sudah
tepat menggunakan media NA untuk menumbuhkan bakteri yang ada.
Ada bahan lain yang digunakan selain aquades yaitu alkohol. Proses aseptis adalah
proses pembuatan produk steril tanpa sterilisasi akhir. Alkohol adalah istilah yang
umum untuk senyawa organik apapun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat
pada atom karbon juga terikat pada atom hidrogen dan atom karbon lain. Alkohol yang
biasanya digunakan adalah alkohol dengan konsentrasi 70% karena efektif memecah
protein yang ada dalam mikroorganisme (Margono et al., 1993). Penggunaan pada
proses disinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Keuntungan
golongan alkohol ini adalah sifatnya yang stabil, tidak merusak material, dapat
dibiodegradasi, cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila
berinteraksi dengan protein (Rismana, 2002).
Pasteurisasi adalah pemanasan susu dengan suhu dan waktu tertentu. Pemanasan ini
dimaksudkan untuk membunuh sebagian mikroorganisme patogenik yang ada di dalam
susu dengan seminimum mungkin kehilangan gizi yang ada di dalam susu. Jika gizi
yang ada di dalam susu diminimalkan kehilangannya maka sifat fisik dan cita rasa dari
susu segar ini dapat dipertahankan (Purnomo dan Adiono 1987 dalam Abubakar et al.,
2000). Proses pasteurisasi ini pada umumnya dikombinasikan dengan proses
pengawetan lainnya seperti penyimpanan pada suhu rendah. Susu pasteurisasi
mempunyai umur simpan tidak lebih dari 7-10 hari pada suhu 7 oC. Proses pasteurisasi
ini membunuh bakteri patogen dengan cara merusak dinding sel bakteri, merusak
membran sitoplasma, dan menghambat kerja enzim yang dapat mengganggu
metabolisme sel. Jumlah bakteri pada susu pasteurisasi dapat dipengaruhi oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Berikut adalah SNI atau persyaratan mutu susu segar yang dapat dilihat pada Tabel 2
dibawah ini.
Tabel 2. Syarat mutu susu segar
No
1
2
3
4
Karakteristik
Berat Jenis (pada suhu 27,5oC)
minimum
Kadar lemak minimum
Kadar bahan kering tanpa lemak
minimum
Kadar protein minimum
Satuan
Syarat
g/ml
1,0270
3,0
7,8
2,8
5
6
7
8
9
10
11
12
o
SH
-
CFU/ml
CFU/ml
CFU/ml
Sel/ml
1x106
1x102
1x103
4x105
Negatif
g/ml
g/ml
g/ml
0,02
0,03
0,10
Dari Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa jumlah cemaran mikroba maksimum 1x10 6.
Berdasarkan hasil praktikum kelompok C1 sampai dengan C6 memiliki hasil 5,9x10 6.
Hal ini tidak sesuai dengan standar SNI susu segar yang ada karena melebihi batas
standar. Hal ini bisa saja terjadi karena dari proses sanitasi, kontaminasi pekerja dan
pemerahan susu sapi segar yang kurang steril atau aseptis. Seperti yang sudah dikatakan
oleh Hadiwiyoto (1994) yang menyatakan tentang beberapa faktor yang mempengaruhi
mutu susu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Dengan adanya faktor yang ada diatas dapat dilihat bahwa penyebab atau faktor yang
menyebabkan jumlah bakteri yang ada di susu segar lebih tinggi karena penanganan
keenam faktor tersebut yang kurang tepat. Berdasarkan hasil pengamatan kloter C yaitu
jumlah bakteri setelah dipasteurisasi akan menurun daripada susu sebelum
diapsteurisasi. Hal ini juga didukung oleh pendapat dari Saleh (1994) yang menyatakan
bahwa salah satu tujuan proses pasteurisasi adalah mengurangi jumlah atau populasi
bakteri dalam susu dan bahkan membunuh bakteri patogen yang terdapat di dalam susu.
Menurut pendapat dari Habibah dan Muammar (2011) yang menyatakan bahwa secara
keseluruhan proses pasteurisasi dapat menurunkan jumlah koloni yang ada di dalam
susu karena pada saat pemanasan dapat mematikan bakteri.
Berdasarkan hasil pengamatan kelompok C1 sampai dengan C5 memiliki hasil atau
jumlah bakteri yang berbeda setelah dipasteurisasi menggunakan suhu dan waktu yang
berbeda pula. Menurut pendapat dari Abubakar et al., (2000) yang menyatakan bahwa
metode pasteurisasi yang umum digunakan ada dua tipe yaitu LTLT (Long Temperature
Long Time) dan HTST (High Temperature Short Time). Menurut teori bahwa LTLT ini
merupakan pasteurisasi pada suhu 62,8oC selama 30 menit sedangkan HTST merupakan
pemanasan dengan suhhu tinggi yaitu 71,7oC selama 15 detik. Susu setelah pasteurisasi
dengan suhu 72oC selama 15 detik dan susu setelah pasteurisasi dengan suhu 62 oC
selama 3 menit didapatkan jumlah total bakteri lebih banyak pada susu setelah
pasteurisasi dengan suhu 62oC selama 3 menit. Kelompok C2 sampai dengan C4
memiliki hasil jumlah total bakteri pada suhu 72 oC selama 15 detik lebih sedikit
daripada susu setelah pasteurisasi dengan suhu 62oC selama 3 menit. Hal ini sudah
sesuia dengan teori karena seharusnya waktu yang digunakan untuk pasteurisasi susu
pada suhu 62oC lebih lama lagi yaitu 30 menit. Tetapi pada praktikum ini hanya
dilakukan selama 3 menit saja, maka oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa
pemanasan selama 62oC
pemanasan terlalu singkat sehingga tidak banyak bakteri yang terbunuh (Abubakar et
al., 2000).
Namun, terjadi penyimpangan pada kelompok C1 yaitu menghasilkan jumlah total
bakteri pada suhu 72oC selama 15 detik lebih banyak daripada susu setelah pasteurisasi
dengan suhu 62oC selama 3 menit. Hal ini bisa saja terjadi karena menurut pendapat dari
Yulistiani dkk (2004) yang menyatakan bahwa jumlah bakteri susu pasteurisasi ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu salah satunya jenis bakteri dalam susu, komposisi
susu, sanitasi peralatan, dan suhu penyimpanan susu. Selain dari beberapa faktor diatas
dapat dilihat faktor lain yaitu pemindahan kultur yang kurang dilakukan secara aseptis
sehingga media terkontaminasi dan menghasilkan jumlah mikroba lebih banyak.
4. KESIMPULAN
Pasteurisasi adalah salah satu upaya untuk memperpanjang umur simpan susu
Asisten Dosen
-Graytta Intannia
-Rr.Panulu.P.M
Prisca Hardipramesti
13.70.0015
5. DAFTAR PUSTAKA
Abubakar; Triyantini; R. Sunarlim; H. Setiyanto; dan Nurjanah. 2000. Pengaruh Suhu
dan Waktu Pateurisasi Terhadap Mutu Susu Selama Penyimpanan. Balai
Penelitian Ternak: Bogor.
Habibah dan Muammar Kadhafi. 2011. Pertumbuhan Mikroorganisme Selama
Penyimpanan Susu Pasteurisasi Pada Suhu Rendah. Banjarbaru. Agroscientiae
Volume 18 Nomor 3 April 2011.
Hadiwiyoto, S. 1994. Tehnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty. Yogyakarta.
Hidayat,N.,M.C. Padaga dan S.Suhartini.2006. Mikrobiologi Industri.Andi.Yogyakarta.
9.
10.
CFU
1
6
= 5 59=5,9 10
ml
10
Pengenceran 10-6
CFU
1
7
= 6 36=3,6 10
ml
10
12.
13.
CFU
1
= 1 116=1,16 103
ml
10
Pengenceran 10-2
CFU
1
= 2 26=2,6 103
ml
10
Pengenceran 10-3
CFU
1
4
= 3 11=1,1 10
ml
10
15.
16.
CFU
1
= 1 20=2,0 102
ml
10
Pengenceran 10-2
CFU
1
= 2 13=1,3 102
ml
10
Pengenceran 10-3
CFU
1
= 3 4=4 103
ml
10
17.
18. Kelompok C2
a. Setelah Pasteurisasi Botol A
Pengenceran 10-1
19.
CFU
1
= 1 16=1,6 102
ml
10
10
20.
21.
Pengenceran 10-2
CFU
1
= 2 13=1,3 103
ml
10
Pengenceran 10-3
CFU
1
3
= 3 7=7,0 10
ml
10
22.
b. Setelah Pasteurisasi Botol B
Pengenceran 10-1
23.
24.
25.
CFU
1
= 1 53=5,3 102
ml
10
Pengenceran 10-2
CFU
1
3
= 2 47=4,7 10
ml
10
Pengenceran 10-3
CFU
1
= 3 2=2,0 103
ml
10
26. Kelompok C3
a. Setelah Pasteurisasi Botol A
Pengenceran 10-1
27.
28.
29.
CFU
1
= 1 10=1,0 102
ml
10
Pengenceran 10-2
CFU
1
= 2 29=2,9 103
ml
10
Pengenceran 10-3
CFU
1
3
= 3 9=9,0 10
ml
10
30.
b. Setelah Pasteurisasi Botol B
Pengenceran 10-1
11
31.
32.
33.
CFU
1
2
= 1 20=2,0 10
ml
10
Pengenceran 10-2
CFU
1
3
= 2 24=2,4 10
ml
10
Pengenceran 10-3
CFU
1
= 3 15=1,5 104
ml
10
34.
35. Kelompok C4
a. Setelah Pasteurisasi Botol A
Pengenceran 10-1
36.
37.
38.
CFU
1
2
= 1 22=2,2 10
ml
10
Pengenceran 10-2
CFU
1
= 2 13=1,3 103
ml
10
Pengenceran 10-3
CFU
1
= 3 7=7,0 103
ml
10
39.
b. Setelah Pasteurisasi Botol B
Pengenceran 10-1
40.
41.
42.
CFU
1
= 1 6=6,0 102
ml
10
Pengenceran 10-2
CFU
1
= 2 2=2,0 102
ml
10
Pengenceran 10-3
CFU
1
= 3 2=2,0 103
ml
10
12
43. Kelompok C5
c. Setelah Pasteurisasi Botol A
Pengenceran 10-1
C FU
1
= 1 1=1,0 101
ml
10
44.
Pengenceran 10-2
CFU
1
2
= 2 3=3,0 10
ml
10
45.
Pengenceran 10-3
CFU
1
4
= 3 25=2,5 10
ml
10
46.
47.
48.
Pengenceran 10-2
C FU
1
= 2 47=4,7 10 3
ml
10
49.
Pengenceran 10-3
50.
CFU
1
= 3 2=2,0 103
ml
10
Laporan Sementara