Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

NEOPLASMA OVARIUM

Pembimbing :
dr. Isrin Ilyas, Sp.OG

Disusun Oleh :
Yehezkiel Edward
Nim: 112014338

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD TARAKAN JAKARTA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2016

NEOPLASMA OVARIUM
1

I. PENDAHULUAN
Sel mempunyai dua tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak.

Bekerja

bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada


aktivitas intinya. Homeostasis antara proliferasi sel dan kematian sel yang terprogram
(apoptosis) secara normal dipertahankan untuk menyediakan integritas jaringan dan
organ.1
Mutasi pada DNA sel menyebabkan kemungkinan terjadinya neoplasma sehingga
terdapat gangguan pada proses regulasi homeostasis sel. Karsinogenesis akibat mutasi
materi genetik ini menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkontrol dan pembentukan
tumor atau neoplasma.1
Jadi neoplasma ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh
terus menerus secara tidak terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan
tidak berguna bagi tubuh. Pada sel neoplasma terjadi perubahan sifat. Pertumbuhan tidak
terkontrol yang seringnya terjadi dengan cepat itu dapat mengarah ke pertumbuhan jinak
maupun ganas (kanker).1
Tumor ovarium adalah neoplasma yang berasal dari jaringan ovarium. Tumor ovarium
berdasarkan konsistensinya bisa bersifat solid atau kistik. Tumor ovarium berdasarkan
histopatologinya bisa bersifat jinak atau ganas. Sembilan puluh persen tumor ovarium
adalah jinak, walaupun hal ini bervariasi dengan umur. Kebanyakan tumor ovarium jinak
bersifat kistik. Tumor ovarium jinak yang mempunyai komponen padat adalah fibromata,
thecomata, dermoid, Brenner tumor. Tumor ovarium terbagi atas tiga kelompok
berdasarkan struktur anatomi dari mana tumor itu berasal yaitu tumor epitel ovarium,
tumor germ sel, tumor sex cord stromal.1 Kanker ovarium ganas terdiri dari 90 95 %
kanker epitel ovarium, dan selebihnya 5 10 % terdiri dari tumor germ sel dan tumor sex
cord-stroma. 1
II. EPIDEMIOLOGI
Umumnya secara histologis hampir seluruh neoplasma ovarium berasal dari epithel,
yaitu menempati sekitar 8590% dari seluruh neoplasma ovarium. Di Amerika Serikat
dalam tahun 1998 dijumpai 25.400 kasus baru kanker ovarium dan lebih dari separuhnya
mengalami kematian (sebanyak 14.500 orang). Juga dalam tahun yang sama dilaporkan
bahwa kanker ovarium merupakan tumor ganas urutan kelima terbanyak di Amerika
Serikat setelah karsinoma paru, usus besar, payudara, dan pankreas. 2
2

Dari beberapa penelitian di Indonesia, seperti Kartodimejo di Yogyakarta tahun


1976 mendapatkan angka kejadian kanker ovarium sebesar 30,5% dari seluruh keganasan
ginekologi, Gunawan di Surabaya tahun 1979 mendapatkan 7,4% dari tumor ginekologi,
Danukusumo di Jakarta pada tahun 1990 mendapatkan kejadian kanker ovarium sebesar
13,8% dari seluruh keganasan ginekologi, dan Fadlan di Medan pada tahun 19811990
melaporkan sebesar 10,64% dari seluruh keganasan ginekologi.
III.ETIOLOGI
Neoplasma ovarium berhubungan dengan tingkat paritas yang rendah dan infertilitas.
Meskipun terdapat beberapa variable epidemiologi yang berkorelasi terhadap neoplasma
ovaium, seperti penggunaan bedak talk, konsumsi galaktosa, dan ligasi tuba, tidak ada
satu pun memiliki korelasi yang kuat sebagai riwayat reproduksi sebelumnya dan durasi
masa reproduksi. Menarche yang dini dan menopause yang lambat meningkatkan resiko
terjadinya neoplasma ovarium. Faktor-faktor tersebut dan hubungan paritas dengan
infertilitas terhadap resiko terjadinya neoplasma ovarium melahirkan sebuah hipotesis
bahwa supresinya suatu ovulasi menjadi factor yang penting. Secara teori, epitelium
permukaan akan mengalami disrupsi dan perbaikan secara bertahap. Hal ini memunculkan
pemikiran bahwa bisa saja proses tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya mutasi
spontan yang akan membuat mutasi garis germinal atau dengan kata lain akan
menyebabkan onkogenik fenotip.2
Penyebab neoplasma ovarium sebenarnya melibatkan banyak factor. Tiga hipotesis
utama yang menjelaskan patogenesisnya antara lain : ovulasi yang tak henti (the incessant
ovulation), gonadotropin, dan teori kontaminasi pelvis. Teori ovulasi yang tak henti (the
incessant ovulation) menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi akan terjadi kerusakan
pada epitel ovarium. Untuk proses perbaikan kerusakan ini diperlukan waktu tertentu.
Apabila proses ovulasi dan kerusakan epitel ini terjadi berkali-kali terutama jika sebelum
penyembuhan sempurna tercapai, atau dengan kata lain masa istirahat sel tidak adekuat,
maka proses perbaikan tersebut akan mengalami gangguan sehingga dapat terjadi
transformasi menjadi sel-sel neoplastik. 3,5
Hal ini dapat menerangkan tentang terjadinya penurunan kejadian kanker ovarium
pada wanita yang hamil, menyusui atau menggunakan pil kontrasepsi, oleh karena selama
hamil, menyusui, dan menggunakan pil kontrasepsi tidak terjadi ovulasi. Mosgard dkk.
3
Gambar 1: Insidensi Kanker Ovarium berdasarkan usia. (Sumber Nagy K. The Side Effects Of
Managed Care On The Drug Industry. J Nati Cancer Inst 1995;87:1280, dengan izin)2

Melaporkan peningkatan kejadian kanker ovarium dengan odds ratio 2,7 dan 1,9 pada
wanita tidak pernah hamil dibandingkan dengan wanita yang mempunyai anak. 1Meskipun
tiap teori memiliki data yang mendukung, tidak ada teori tunggal yang mencakup
kesuluruhan kasus yang terjadi.2
Secara alami, pathogenesis karsinoma epithelial ovarium tidak sepenuhnya dapat
dijelaskan melalui mekanisme aksi factor pertumbuhan saja. Terdapat kofaktor lain yang
esensial menyebabkan transformasi sel epithelial neplastik. Sebagai contoh, dalam jumlah
yang besar, protoonkogen ditunjukkan pada kanker ovarium epithelial.

Kofaktor ini

merupakan lanjutan DNA yang dimana protein pengkode normalnya berperan dalam
mengatur proliferasi sel epithelial.

Selama tumorigenesis, proto-onkogen dapat

ditingkatkan melalui mutasi molekuler. Transformasi protoonkogen menyebabkan ekspresi


yang berlebihan dari mitogenesis molekul atau pennonaktifannya melalui mekanisme aksi
inhibisi, hal tersebut menyebabkan terjadinya transformasi dan pengembangan neoplastic.
Protoonkogen yang paling utama dari kelompok yang tidak diragukan lagi pengaruhnya
yaitu fms dan HER-2/neu. Pengkode pertama sebuah reseptor transmembran tirosin kinase
yang mengikat MCSF. Hal ini memungkinkan fms-MCSF memicu proliferasi sel epithelial
dan mempengaruhi atraksi kimia pada makrofag yang dimana pada akhirnya dapat
menghasilkan factor stimulasi mitogenik. Peningkatan konsentrasi plasma fms pada pasien
dengan kanker ovarium sekitar 70%.5Protoonkogen kedua yanitu, HER-2/neu, pengkode
selain tirosin kinase yang sama yaitu EGFr. Aksi ini menyebabkan amplifikasi aksi
mitogenik EGF pada sel target; onkogen ini dengan ekspresi berlebihan sekitar 30-35%
menggambarkan prognosis kanker ovarkium yang buruk.5
Faktor Resiko4
1.

Nulliparitas

Dikaitkan dengan panjangnya periode paparan ovulasi, dan wanita tanpa anak memiliki
resiko dua kali lipat berkembangnya neoplasma ovarium. Oleh karena itu, adanya riwayat
keluarga yang menderita infertilitas memiliki resiko terkena lebih besar. Meskipun belum
diketahui dengan pasti, hal ini lebih kuat sebagai faktor predisposisi jika dibandingkan
efek iatrogenik dari obat-obatan yang mempengaruhi ovulasi. Secara umum, resiko
menurun ketika terjadi tiap kelahiran, yang pada akhirnya akan terjadi pendataran resiko
pada wanita yang telah melahirkan untuk kelima kalinya. Terdapat satu hal yang menarik
4

dari teori ini bahwa pengaruh protektif dari kehamilan dapat menggugurkan premalignansi
dari sel ovarium. (Rostgaard, 2003).
2. Menars yang dini dan menopause yang lambat
Menars yang dini dan menopause yang lambat dapat meningkatkan resiko kanker
ovarium. Sebaliknya, pemberian ASI memiliki efek protektif, kemungkinan karena
pengaruh pemanjangan keadaan amenore (Yen, 2003). Penggunaan kontrasepsi oral
kombinasi jangka panjang mengurangi resiko kanker ovarium hingga 50%. Durasi
perlindungannya hingga 25 tahun setelah penggunaan terakhirnya

(Riman, 2002).

Sebaliknya, terapi penggantian-estrogen pasca menopause meningkatkan resiko terjadinya


kanker ovarium.. (Lacey, 2006).

3. Ras
Wanita kulit putih memiliki angka kejadian tertinggi terkena kanker ovarium diantara
semua ras dan kelompok etnis. Dibandingkan dengan wanita berkulit hitam dan Hispanic,
resiko meningkat 30 hingga 40%. Meskipun alas an pastinya belum diketahui, ras dalam
paritas dan angka rata-rata pembedahan ginekologi yang dilakukan terdapat perbedaan.
IV. PATOGENESIS
Ovulasi menyebabkan kerusakan genetik dan dapat mengarah ke kanker ovarium.
Faktor-faktor tersebut menurunkan usia siklus ovulatori (kehamilan, menyusui), yang
merupakan factor pelindung melawan kanker ovarium, kemungkinan melalui pengaruh
langsung apoptosis sel epithelial permukaan. Bertolak belakang dengan menars yang dini,
nulipara, dan menopause yang lambat, berhubungandengan peningkatan usia siklus
ovultori, dan meningkatkan resiko kanker ovarium.4

5
Gambar 1: Skema patofisiologi terjadinya
neoplasma ovarium4

Normalnya protein pengkode onkogen (oncogene encode proteins) mempengaruhi


proliferasi, akan tetapi ketika produk gen ini aktif secara berlebihan akan menyebabkan
proses perubahan ke arah malignansi. Onkogen dapat diaktifkan melalui beberapa
mekanisme. Pada beberapa kanker terdapat penguatan penyalinan onkogen yang
menghasilkan ekspresi yang berlebihan pada protein terkait. Beberapa onkogen bisa
menjadi overaktif ketika mengenai titik mutasi. Pada akhirnya, onkogen dapat melakukan
translokasi dari satu lokasi kromosom ke kromosom lainnya dan akan berada dibawah
pengaruh urutan promotornya dan pada akhirnya menyebabkan overekspresi dari gen
tersebut.
Tabel 3: Perubahan Molekuler pada Kanker Ovarium yang sporadik4
V. GAMBARAN KLINIS2
Neoplasma ovarium terjadi pada masa anak-anak sekitar 1,5% dari keseluruhan
neoplasma dan pada orang dewasa sekitar 95% dari keseluruhan neoplasma ginekologi.
Pasien dengan neoplasma ovarium pada stadium awal biasanya tidak bergejala atau
asimtomatik. Pada stadium awal, pasien mengalami ketidakteraturan siklus menstruasi jika
ia dalam masa pra menopause. Jika massa pelvis menekan kandung kemih atau rectum,
pasien akan mengeluhkan masalah frekueni berkemih atau konstipasi. Biasanya pasien
merasa bagian bawah abdomen mengalami distensi, tekanan, atau nyeri, seperti
dyspareunia. Gejala akut, seperti nyeri sekunder akibat ruptut atau torsio, jarang dirasakan.
Nyeri bersifat akut tersebut dirasakan ketika terdapat komplikasi, nyeri tersebut berasal
dari peregangan/distensi kapsul.
Pada stadium penyakit yang telah lanjut, kebanyakan pasien mengalami beberapa
keluhan akibat asites, metastasis omentum, atau metastasis saluran pencernaan bawah.
Gejala yang dialami berupa distensi abdomen, perut kembung, konstipasi, mual, muntah,
atau cepat merasa kenyang. Wanita pra menopause biasanya mengeluhkan menstruasi yang
tidak teratur atau yang berat, sedangkan wanita pasca menopause mengalami perdarahan
pervagina. Pada satu penelitian dari 1.725 kanker ovarium, 95% nya mengalami mendapat
gejala-gejala tersebut sebelum penyakitnya terdiagnosis, dengan 89% stadium I dan
stadium II, serta 97% dengan stadium III dan IV. Sekitar 70% menunjukkan gejala-gejala
pada abdomen atau gastrointestinal, 58% nyeri, 34% gejala pada saluran berkemih, dan
26% mengalami ketidaknyamanan pada pelvis. Gejala yang umumnya dialami pasien yaitu
adanya nyeri perut atau ditemukan massa dalam abdomen.
6

Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Shahla dkk, sekitar 91,6% pasien datang
dengan keluhan massa pada region abdomen dan 54,1% mengalami nyeri akut pada
abdomen yang disebabkan torsio kista ovarium. Torsio ovarium paling sering terjadi pada
usia 3 dekade pertama kehidupan.
Kontras dengan pertumbuhan tumor ovarium epithelial yang lambat, neoplasma sel
germinal tumbuh progresif. Dan biasanya memiliki ciri nyeri pelvis subakut akibat distensi
kapsular, perdarahan, atau nekrosis. Pembesaran massa pelvis yang cepat menyebabkan
gejala penekanan kandung kemih atau rectum, dan siklus menstruasi yang ireguler pada
menarkhi. Pada beberapa pasien usia muda, dapat terjadi kesalahan interpretasi antara
gejala awal neoplasma dengan kehamilan, dan hal ini mengakibatkan keterlambatan
diagnosis. Gejala akut disebabkan torsio atau rupture adneksa. Gejala ini dapat dikaburkan
dengan gejala appendicitis akut. Pada beberapa kasus stadium lanjut, bisa berkembang
asites, dan pasien dapat menunjukkan distensi abdominal.
Pada neoplasma sex-cord, wanita usia reproduktif, kebanyakan pasien mengeluhkan
menstruasi yang tidak teratur atau amenore sekunder, dan biasanya terjadi hyperplasia
kistik pada endometrium. Sekresi estrogen pada pasien dengan neoplasma sex-cord, cukup
untuk menstimulasi berkembangnya kanker endometrium. Kanker endometrium yang
dikaitkan dengan tumor sel granulosa sekitar 5%, kasus, dan 25% hingga 50% dianggap
berhubungan dengan hyperplasia endometrium.
Klasifikasi
1. Epithelial Ovarian Tumors
Lebih dari 80% neoplasma epitel ovarium ditemukan pada wanita postmenopause.
Usia puncak terjadinya neoplasma epithelial ovarium yaitu 56 hingga 60 tahun.
Neoplasma ini relative jarang terjadi pada wanita dengan usia kurang dari 45 tahun.
Kurang dari 1% terjadi pada usia kurang dari 21 tahun. Sekitar 30% dari neoplasma
ovarium pada wanita usia pasca menopause yang ganas, sedangkan sekitar 7% pada
usia pramenopause yang merupakan keganasan.
Tabel 4: Klasifikasi Tumor Ovarium Epitelial
I.
A.
B.
C.
II.
A.
B.
C.
III.
A.

Tipe Histologi
Serosa
Jinak (benigna)
Borderline
Malignan
Musinosum
Jinak (benigna)
Borderline
Ganas (malignan)
Endometrioid
Jinak (benigna)

Tipe Seluler
Endosalpingeal

Endoservikal

Endometrial
7

B. Borderline
C. Malignan
IV.
Clear cell mesonefroid
A. Jinak (benigna)
B. Borderline
C. Malignan
V.
Brenner
A. Jinak (benigna)
B. Borderline (proliferasi)
C. Malignan
VI.
Epitelial Campuran (mixed
A.
B.
C.
VII.
VIII.

epithelial)
Jinak (benigna)
Borderline
Malignan
Tidak berdiferensiasi
Tidak terklasifikasikan

Mullerian

Transisional

Campuran

Anaplastik
Mesotelioma,dll

Sumber: Seroy SF, Scully RE, Sobin LH. International histological classification
of tumours no. 9. Histological typing of ovarian tumors. Geneva,
Switzerland: World health Organization, 1973.

1.1 Tumor Serosa


Tumor serosa berkembang dari invaginasi epitel permukaan ovarium dan disebut
serosa karena mensekresikan cairan serosa. Psammoma bodies, yang lebih tepatnya fokus
inti dari benda asing, yang dihubungkan dengan invaginasi ini dan memunculkan respon
sebagai agen yang bersifat iritatif sehingga dihasilkan formasi perlekatan dan
penjebakan pada permukaan epitel.

Gambar 7
Pada dinding mesotelium yang berinvaginasi, biasa terjadi pertumbuhan dari papila,
yang pada stadium awalnya berkembang menjadi kistadenoma serosa papiler (papillary
serous cystadenoma). Ada banyak variasi dalam proliferasi inklusi mesotelium ini.
8

Borderline serous tumors


Setidaknya terdapat 20% dari seluruh tumor serosa ovarium termasuk kedalam
kriteria tumor potensi keganasan rendah (low malignant potential) atau yang disebut
borderline tumor, dan 50% terjadi pada usia sebelum 40 tahun.
Implantasinya dibagi secara histologi yaitu implantasi bersifat invasif dan non
invasif. Pada implantasi noninvasif, proliferasi papilar dari sel atipik melekat pada
permukaan peritonium dan membentuk sedikit invaginasi. Implantasi invasif menyerupai
karsinoma serosa berdiferensiasi luas dan memiliki karakter sel atipik yang berbentuk
kelenjar ireguler dengan batas yang tegas.
Karsinoma Serosa Malignan
Pada tumr serosa malignan, terjadi invasi dari stroma. Pada adenokarsinoma serosa
berdiferensiasi tinggi, struktur papiler dan glandular mendominasi. Neoplasma
berdiferensiasi rendah memiliki ciri yaitu berupa lembaran sel yang solid, nukleus yang
pleomorfik, dan aktivitas mitotik yang tinggi. Karakter neoplasma berdiferensiasi
menengah berada di antara kedua lesi di atas.
1.2.

Tumor Musinosum

Tumor ovarium kistik ini memiliki garis lokuli disertai epitel sekretorik-musin. Lapisan sel
epitel mengandung musin intrasitoplasmik dan menyerupai endoserviks, pylorus gaster,
atau intestinum. Terjadi pada 8% hingga 10% tumor epitel ovarium. Dapat mencapai
ukuran yang sangat besar dan mengisi keseluruhan rongga abdomen.
Borederline Mucinous Tumors
Tumor musinosum dengan potensi keganasan yang rendah biasanya sulit untuk di
diagnosis. Meskipun biasa ditemukan bentuk yang seragam dari potongan perpotongan
akan tetapi hal tersebut belum tentu keadaan sebenarnya dari tumor musinosum. Biasa,
epitel musin berdiferensiasi tinggi terlihat sebagai bentuk intermiten atau bahkan tampak
fokus dengan diferensiasi rendah. Oleh karena itu penting untuk mengambil banyak
potongan dari berbagai area mucinous tumor untuk mengidentifikasi perubahan ke arah
keganasan.
Malignan Mucinous Carcinomas
Tumor bilateral terjadi pada 8% hingga 10% kasus. Lesi intraovarium pada 95% hingga
98%. Dikarenakan kebanyakan karsinoma mucinous ovarium mengandung sel tipe9

intestinum, ini tidak dapat dibedakan dengan karsinoma metastatik dari traktus
gastrointestinal dengan hanya berdasarkan histologi saja. Neoplasma ovarium primer
jarang bermetastasis hingga ke mukosa usus, meskipun mengandung serosa. Sedangkan
lesi gastrointestinal biasanya menjangkau ovarium secara langsung melalui penyebaran
vaskular limfatik.
1.3.

Endometrioid Tumors
Terdapat 6% hingga 8% dari tumor epitelial. Yang termasuk neoplasia

endometrioid yaitu keseluruhan endometriosis dengan penampakan jinak.


Borderline Endometrioid Tumors
Tumor endometrioid potensi keganasan rendah memiliki morfologi yang beragam. Tumor
dapat menyerupai polip endometrial atau kompleks hiperplasia endometrial dengan
desakan kelenjar. Beberapa borderline endometrioid tumors memiliki komponen tonjolan
fibromatosa. Pada kasus tersebut, digunakan penggunaan kata adenofibroma.
Malignant Endometrioid carcinomas
Endometrioid tumor berpola adenomatosa dengan

keseluruhan potensi variasi dari

epitelial yang ditemukan pada uterus.


1.4.

Clear Cell Carcinomas


Beberapa kasus yang berlandaskan histologi berpola dengan penampakan

adenokarsinoma sel (seperi tubulokista,papiler,retikular, dan solid).


1.5.

Brenner Tumors
Tumor Brenner adalah satu neoplasma ovarium yang snagat jarang ditemukan,

biasanya pada wanita dekat atau sesudah menopause. Besar tumor ini beraneka ragam, dari
yang kecil (garis tengahnya kurang dari 5 cm) sampai yang beratnya beberapa kilogram).
Lazimnya tumor unilateral yang pada pembelahan berwarna kuning muda menyerupai
fibroma, dengan kista-kista kecil (multikistik). Kadang-kadang pada tumor ini ditemukan
sindrom Meigs. Tumor Brenner tidak menimbulkan gejala-gejala klinik yang khas, dan
jika masih kecil biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan histopatologik
ovarium. Jika menjadi besar, yang beratnya dapat mencapai beberapa kilogram, gejala
yang diberikan dapat seperti fibroma.
Borderline brenner tumors
10

Pada beberapa kasus, epitel tidak menginvasi stroma. Beberapa peneliti memasukkannya
ke dalam sub kelas tumor dimana tumor yang menyerupai karsinoma sel transisional
papilar tingkat rendah (low-grade papillary transitional cell carcinoma) dari vesika
urinaria sebagai proliferasi tumor dan dengan tingkat yang lebih tinggi dari karsinoma sel
transisional in situ sebagai tumor Brenner borderline malignant.

1.6 Tumor Sel Transisional


Penggunaan klasifikasi tumor sel transisional mengarah pada suatu karsinoma ovarium
primer yang menyerupai karsinoma sel transisional dari vesika urinaria tanpa adanya
tumor Brenner. Karsinoma sel transisional lebih sensitif terhadap kemoterapi dan memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan karsinoma ovarium yang berdiferensiasi lainnya
dengan stadiumnya sebagai pembanding.
2. Tumor Sel Germinal
Tabel 5: Tipe Berdasarkan Histologi pada Tumor Sel Germinal Ovarium
2.2.1.1.1.1.1.
2.2.1.2.
Monoder
mal tipe
tumor
teratoma
dan
somatic
yang
dihubungk
an dengan
kista
dermoid
A. Disgerminoma

A. Tumo
r
11

tiroid
B.Tumor yolk-sac

1. Stru
ma
ovariu
m

C. Karsinoma embrional

a.
Jin
ak

D.Poliembrioma

b.
Ma
lignan

E.Koriokarsinoma non-gestasional

B. Karsi
noid

F.Tumor sel germinal campuran

C. Tumo
r
neuro
ektod
ermal

2.Teratoma bifasik atau trifasik

D. Karsi
noma

A.Teratoma imatur

E. Melan
osit
F. Sarco
ma

B.Teratoma matur

G. Tumo
r
sebas
ea

1. Solid

H. Tumo
r tipe
pituita
12

ry
2. Kistik

I. Lainn
ya
(hom
uncul
us)
2.2.1.2.1.
2.3.

Diadaptasi

dari:

Tavassoli

Kista dermoid

Teratoma fetiformis
FA,

Devllee

P,

eds.

World

Health

Organization

classification of tumour. Pathology and Genetic of Tumors of the Breast and female
Organs. Lyon: IARC Press, 2003

Sekitar 20% hingga 25% dari keseluruhan neoplasma ovarium jinak maupun ganas
berasal dari sel germinal, hanya 3% dari tumor ini yang ganas. Tumor germ sel berasal dari
element sel germinal primordial dari ovarium dan terdiri dari sepertiga dari seluruh
neoplasma ovarium. Sub tipe yang paling sering adalah mature cystic teratoma, juga
sering disebut kista dermoid. Sekitar 95 % dari tumor sel germinal terdiri dari kista
dermoid dan biasanya jinak secara klinis. Sebaliknya tumor ganas sel germinal hanya
merupakan 5 % dari kanker ovarium ganas di negara negara barat.
Tiga ciri khas yang membedakan tumor ganas germ sel dari kanker epitel ovarium.
Pertama, tumor ganas germ sel sering timbul pada pasien usia muda, biasanya pada usia
belasan atau awal duapuluhan. Kedua, kebanyakan terdiagnosa pada stadium I. Ketiga,
prognosis yang bagus walaupun pasien berada pada stadium lanjut dikarenakan tumor ini
sensitif pada kemoterapi. Terapi primer pada wanita yang masih ingin hamil adalah
pembedahan dengan tidak mengorbankan fertilitas. Sel germinal yang mengalami
malignansi akan mensekresikan AFP dan hCG, sehinggaada hormone tersebut dalam
sirkulasi hormone dapat bermanfaat klinis dalam mendiagnosis massa pada pelvis dan
dalam pemantauan pasien pasca pembedahan. Placental alkaline phosphatase (PLAP) dan
lactate dehydrogenase (LDH) diproduksi hingga 95% dari dysgerminomas, sehingga
pengukuran berulang terhadap LDH sangat bermanfaat dalam memantau penyakit ini.
Alfa1-antitrypsin (AAT) bisa sulit dideteksi dalam hubungannya dengan tumor sel
germinal. Ketika identifikasi secara histologi dan immunohistologi terhadap substansi ini
terdapat korelasi, pengklasifikasian tumor sel germinal dapat ditentukan.
13

3. Sex cord-stromal tumors


Tabel 6: Klasifikasi Tumor Sex Cord-Stromal
Klasifikasi tumor sex cord-stromal
1.Tumor Granulosa-sel stroma
A. Tumor sel granulosa
B. Tumor-tumor dalam kelompok theocoma-fibroma
1. Theocoma
2. Fibroma
3. Tidak terklasifikasi
2.
Androblastoma; Tumor Sertoli-sel Leydig
A. Berdiferensiasi-baik
1. Tumor sel Sertoli
2. Tumor sel Sertoli-Leydig
3. Tumor sel Leydig; tumor sel hilus
B. Berdiferensiasi moderat
C. Berdiferensasi buruk (sarcomatoid0
D. Dengan elemen heterologous
3.Gynandroblastoma
4. Tidak terklasifikasi
Sumber Young RE, Scully RE. tumor ovarium sex cord-stromal: Progres terkini. Int J
Gynecol Pathol 1980;1:153.

Sel-sel dalam matriks ovarium berpotensi memproduksi hormon, dan hampir 90 %


dari tumor ovarium yang memproduksi hormon adalah tumor sex cord-stromal. Akibatnya,
pasien dengan jenis tumor ini mempunyai gejala dan tanda klinis dari kelebihan estrogen
atau androgen. Reseksi dengan bedah merupakan terapi primer, dan tumor sex cordstromal secara umum terbatas pada satu ovarium pada saat diagnosis. Disamping itu,
kebanyakan mempunyai pola tumbuh yang lambat dan rendah potensi keganasan. Oleh
karena sebab-sebab di atas, hanya beberapa pasien memerlukan kemoterapi berbasis
platinum.
Walaupun penyakit kambuhan sering mempunyai respon yang lemah pada pengobatan,
pasien dapat bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama karena lambatnya
pertumbuhan tumor. Secara keseluruhan prognosis dari tumor sex cord-stromal adalah baik
terutama karena terdiagnosa pada diagnosa awal dan pembedahan kuratif. Dikarenakan
jarangnya tumor jenis ini, membatasi pemahaman perjalanan penyakit, terapi dan
prognosis.

14

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG2


Skrining
Pemeriksaan panggul dibutuhkan bila terjadi ketidaknyamanan abdomen yang
menetap. Meskipun bukan merupakan pemeriksaan rutin yang harus dilakukan,
pemeriksaan berikut ini direkomendasikan dilakukan pada wanita dengan riwayat keluarga
dengan kanker ovarium
1. CA-125

Jika pasien telah mengalami masa pasca menopaus (menstruasi telah berhenti), selain
pemeriksaan dengan ultrasound, dapat dilakukan pengukuran substansi CA-125 dalam
darah. Peningkatan CA-125 merupakan tanda kanker ovarium. Untuk wanita yang masih
mengalami premenopaus, peningkatan CA-125 bisa disebabkan kondisi lain selain kanker.
Sehingga, pemeriksaan CA-125 ini bukan merupakan indikator yang baik untuk kanker
ovarium pada wanita premenopause
Pemeriksaan CA-125 menunjukkan sensitivitas 50% hingga 60% pada stadium I
penyakit. Tingkatan antigen dapat meningkat berkali-lipat 10 hingga 21 bulan sebelum
diagnosa. Tingkat spesifisitas CA-125 tidak adekuat digunakan dalam skrining, khususnya
terhadap kelompok premenopaus yang dimana endometriosis, adenomiosis, dan retrograde
menstruasi dapat menyebabkan
Spesifisitasnya

dapat

ditingkatkan

peningkatan positif palsu dari jumlah antigen.


dengan

mengkombinasikan

CA-125

dengan

ultrasonografi dan dengan pemantauan jumlah CA-125 sepanjang waktu.


Tidak ada tumor marker dengan sensitivitas tinggi dan spesifisitas tinggi dalam
mendeteksi kanker endometrial hingga saat ini, meskipun CA-125 biasa digunakan dalam
prakteknya.
Peningkatan CA-125 dalam serum selama atau setelah pengobatan merupakan
predictor yang kuat terhadap progresifitas penyakit kedepannya. Penurunan CA-125 yang
cepat berkorelasi dengan interval tanpa-progresi yang lebih panjang dan ketahanan hidup.
Nilai serum CA-125 yang kurang dari 15 U/mL setelah pengobatan standar 6 seri
berkorelasi dengan waktu bebas progresi yang lebih panjang, meskipun hal ini tidak
mampu memprediksikan apakah secara mikroskopik penyakit ini masih ada atau tidak.
Jika CA-125 lebih besar dari 35 U/mL setelah 6 seri kemoterapi standar, diperkirakan
penyakit masih ada. Penyakit juga bisa saja masih progresif meskipun nilai CA-125 stabil.

15

2. Transvaginal ultrasonography (TVS)

Transvaginal sonography (TVS) memberikan gambaran ovarium yang lebih baik. Sebuah
penelitian dari Universitas Kentucky mendapatkan nilai prediksi positif sekitar 9,9%,
hampir sama dengan hasil 10 dengan cara operasi pada tiap pasien yang terdeteksi kanker
ovarium. Sensitivitas TVS untuk mendeteksi kanker ovarium stadium I tidak lebih dari
90%.
3. Proteomic patterns, untuk mengidentifikasi kanker ovarium menggunakan teknologi

surface-enhanced laser desorption ionization time-of-flight (SELDI-TOF). Diperkirakan


tingkat sensitivitasnya dalam memperkirakan kanker ovarium mencapai 100% dengan
tingkat spesifisitas 95% serta nilai prediksi positif 94%. Hasil yang tepat teridentifikasi
pada suatu penelitian terhadap 18 orang wanita dengan tumor stadium I. Teknologi ini
masih dalam tahap awal pengembangan dan validasi, serta efikasinya belum
didemonstrasikan pada populasi yang besar.
4. Pengukuran level DNA plasma dan ketidakseimbangan allelic dengan teknik yang

disebut analisis digital single nucleotide polymorphism (SNP)


Dengan ultrasonografi transvaginal dan CA-125, hasil yang ditunjukkan akan positif
palsu jika dilakukan pemeriksaan pada pasien pra menopause. Ditambah lagi pemeriksaan
tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sehingga tidak dianjurkan penggunaan
rutin sebagai skrining pasien kanker ovarium.
Beberapa pemeriksaan yang dapat pula dilakukan untuk mendeteksi adanya neoplasma
ovarium adalah sebagai berikut:
VII. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Anamnesis
Dari anamnesis, pasien mengeluhkan gangguan daerah pencernaan dan organ maupun
saluran reproduksi. Gejala yang dialami berupa distensi abdomen, perut kembung,
konstipasi, mual, muntah, atau cepat merasa kenyang. Wanita pra menopause biasanya
mengeluhkan menstruasi yang tidak teratur atau yang berat, sedangkan wanita pasca
menopause mengalami perdarahan pervagina.Bergantung stadium penyakita dan masih
mengalami menstruasi (premenopause) atau sudah tidak (pasca menopause). Terkadang
pasien mengalami nyeri ketika berhubungan (dyspareunia).

16

Pemeriksaan Fisik
Kanker epithelial ovarium harus dibedakan dengan neoplasma yang jinak maupun
kista fungsional ovarium. Variasi yang dialami pada pasien dengan neoplasma yang jinak
pada traktus reproduksi, seperti penyakit inflamasi pelvis, endometriosis, dan leimyomas
uteri pedunkulasi, dapat memicu terjadinya kanker ovarium. Penyebab non-ginekologi
tumor pelvis, seperti penyakit inflamasi (contohnya diverticulosis) atauneoplasia massa
kolon, harus disingkirkan. Renal pelvis dapat menyerupai kanker ovarium.
Pada pasien dengan neoplasma sel germinal akan menjadi premenars dan memerlukan
pemeriksaan dibawah pengaruh anestesi. Jika lesi berbentuk solid atau kombinasi solid dan
kista, yang didapat melalui pemeriksaan ultrasonografi, dapat merupakan neoplasma dan
kemungkinan keganasan.
Pada tumor sel granulosa (sex-cord neoplasma), yang dimana mensekresikan estrogen,
ditemukan pada wanita segala usia. Ditemukan pada gadis prepubertas sekitar 5% kasus.
Yang membuat kita harus berpikir bahwa penyakit ini dialami dari usia reproduktif hingga
postmenopause. Ditemukan bilateral hanya pada 2% pasien.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Berupa pemeriksaan tumor marker. Setidaknya 90% kanker ovarium merupakan
karsinoma epithelial celomic dan mengandung satu epithelial celomic, yang
merupakan antigen 125 kanker. CA-125 dilokalisasi dari sebagian besar serosa,
endometroid, sel bebas karsinoma ovarium.
Beta-hCG, inhibin, diproduksi pula pada karsinoma ovarium. Pemeriksaan
terhadap beta-hCGmerupakan suatu kesatuan dalam hal mendiagnosis, penanganan,
dan respon terhadap pengobatan untuk penyakit trofoblastik gestasional dan pada
beberapa pasien dengan karsinoma epitel ovarium. Pada beberapa kasus tumor
ovarium, kebanyakan karsinoma ovarium epithelial mucinous dan tumor sel granulose,
juga memproduksi inhibin dan kadar dalam serum menggambarkan dampak yang
diakibatkan oleh tumor.
Topoisomerase II telah menjadi biomarker yang menjanjikan, yang sesuai secara
klinis sebagai biomarker terhadap ketahanan hidup pasien dengan kanker ovarium
epithelial stadium lanjut. Kemunculannya dideteksi pada sampel tumor dengan cara
immunohistokimia.
17

Penelitian memperoleh kemajuan dalam mendeteksi kanker epithelial ovarium,


terutama pada stadium awal, telah mengidentifikasi beberapa kandidiat baru yang akan
menjadi marker.Termasuk antara lain lysophosphatidic acid ( lipid yang ditemukan
dalam serum dan cairan asites), mesothelin, HE4, osteopontin, VEGF, IL-8, M-CSF,
dan different kallikreins.
Beta-hCG dan alpha-fetoprotein telah terbukti sebagai marker untuk ovarian germ
cell tumor. Ditambah lagi, beta-hCG berperan sebagai tumor marker yang baik untuk
memantau penyakit trofoblas gestasional.
Tabel 7: Penanda Tumor pada Tumor-Tumor Ovarium
Serum Marker
CA-125

Terdapat pada tumor


Epithelial tumor (khususnya serosa)

Alpha-fetoprotein (AFP)

Teratoma imatur (jarang)


Tumor endodermal sinus
Karsinoma embrional
Mixed germ cell tumors
Immature teratoma (jarang)

Human chronic gonadotropin (HCG)

Polyembryoma (jarang)
Chriocarcinoma
Embryonal carcinomas
Mixed germ cell tumors
Polyembryoma

Carcinoembryonic antigen (CEA)

Dysgerminoma (jarang)
Serous tumors

Lactate dehydrogenase (LDH)

Mucinous tumors
Dysgerminoma

Estradiol

Mixed germ cell tumors


Thecomas

Testosterone

Adult granulose cell tumors


Sertoli cell tumors

F9 embryoglycan

Leydig (hilus) cell tumors


Embryonal carcinoma
Yolk sac tumor
Choriocarcinoma

Inhibin
Mallerian inhibiting substance

Immature teratoma
Granulosa-theca cell tumor
Granulosa-theca cell tumor
18

Untuk pasien yang sudah tidak mengalami menstruasi (post menopause) dengan
massa adneksa dan serum CA-125 yang sangat tinggi (>200 U/mL), terdapat 96% positif
yang

diperkirakan

ganas.

Untuk

pasien

yang

masih

mengalami

menstruasi

(premenopause), tingkat spesifisitas pemeriksaan rendah dikarenakan CA-125 cenderung


meningkat pada kondisi yang jinak.
Pada pasien premenopause, harus dilakukan observasi dengan periode yang sesuai
dalam menilai massa adneksa tidak memiliki karakteristik kearah keganasan (seperti
mobile, sebagian besar kista, unilateral, dan kontur yang regular). Secara umum, interval
waktunya tidak lebih dari 2 bulan, selama itu mungkin bisa digunakan kontrasepsi oral
untuk menekan pengaruh hormonal. Jika lesi bukan neoplastic lesi tersebut akan mengecil
(regresi), yang diketahui dari pemeriksaan panggul maupun ultrasonografi. Jika massa
tidak mengecil juga atau malah mengalami pembesaran, diasumsikan sebagai neoplastic
dan harus diangkat melalui pembedahan.
Secara garis besar, penanda tumor pada tumor-tumor ovarium sebagai berikut:
1. Neoplasma epitelial
CA-125
2. Tumor sel germinal
AFP; tumor dengan yolk sac elemen hCG; tumor dengan elemen chorionic serum
elemen M-CSF pada disgerminoma.
3. Tumor sex cord-stroma
Inhibin, Estradiol pada tumor granulosa
2.

Radiologi
Ultrasonografi digunakan untuk menentukan tumor dan batasnya, apakah tumor

berasal di uterus, ovarium atau dari blader, apakah tumor kistik atau solid dan dapat
dibedakan antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

Tabel 8 Hal-hal yang mempengaruhi USG


Hal-hal yang mengurangi temuan

Hal-hal yang meningkatkan temuan

Ultrasound pada malignansi


Kista berdinding tipis

Ultrasound pada malignansi


Thick-walled cyst

Simple kista

Tumor padat

Tanpa lokulasi

Kista campuran dan massa


19

Onset yang baru

Penyusutan ukuran

Ukuran yang stabil

Cepatnya perubahan yang tampak

padat

Bonggol

(excrescences)

papilari internal

Jumlah

cairan

bebas

yang

banyak

dalam

pelvis

atau

abdomen

Pembesaran yang bertahap

Ukuran lesi sangat menentukan. Jika diameter massa kista >8cm, kemungkinan besar
lesi tersebut adalah neoplasma, kecuali jika pasien mengkonsumsi klomipen sitrat atau
agen lain yang mempengaruhi ovulasi. Pasien dengan lesi yang diduga ganas (lebih
dominan berbentuk solid, relative terfiksasi, atau sisi yang ireguler) harus dilakukan
laparotomy, begitu pula pada pasien postmenopause dengan massa adneksa.
Tanda malignansi pada pemeriksaan ultrasonografi yaitu massa pelvis adneksa
dengan area yang kompleksitas, ekhogenik yang multiple dalam massa yang bersangkutan,
dan densitas yang multiple pada septa ireguler. Tumor yang bilateral cenderung ganas.
Ultrasonografi transvagina memberikan resolusi yang lebih baik dibandingkan
ultrasonografi transabdominal untuk neoplasma adneksa. Gambaran gelombang Doppler
berwarna dapat memperkuat spesifisitas ultrasonografi demi menemukan konsistensi pada
malignansi.
Foto thoraks radiologi penting dilakukan pemeriksaannya, karena tumor sel germina
dapat bermetastasis ke paru-paru maupun mediastinum. CT scan atau MRI preoperative
didokumentasikan untuk mengetahui limfadenopati retroperitoneal atau metastasis di
hepar, akan tetapi, dikarenakan pasien ini membutuhkan pembedahan eksplorasi,
pemeriksaan yang ekstensif dan membutuhkan banyak waktu tidak perlu dilakukan. Jika
pasien postmenars memiliki lesi kista yang predominan berdiamater hingga 8 cm, pasien
tersebut perlu diobservasi untuk diberikan kontrasepsi oral untuk dua siklus menstuasi.
3.

Parasentesis
Pungsi pada asites berguna untuk menentukan sebab asites, perlu diingat bahwa

tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritoneal dengan kista dinding yang
tertusuk.
4.

Pembedahan
20

Laparoskopi
Untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari uterus, dari ovarium, atau tidak
dan untuk menentukan sifat-sifat tumor tersebut.
Pada neoplasma sel germinal, ukuran massa adneksa 2 cm atau lebih pada gadis
premenars atau 8cm atau lebih pada pasien premenopause biasanya membutuhkan
pembedahan eksplorasi.
VII.

PENATALAKSANAAN

Neoplasma Ovarium Epitelial


Kemoterapi
Stadium Awal, resiko rendah
Guthrie dkk melakukan sebuah penelitian terhadap 656 pasien dengan stadium awal
neoplasma ovarium epithelial. Tidak ada satu pun pasien dengan stadium Ia, yang tidak
mendapat kemoterapi ataupun radioterapi meninggal karena penyakitnya itu.Oleh karena
itu, terapi adjuvant tidak diperlukan. Angka ketahanan hidup dalam lima tahun pada pasien
dengan stadium Ia 94% dan Ib 96%, terapi adjuvant tidak mempengaruhi angka ketahanan
hidup pasien. Sehingga, tidak dibutuhkan kemoterapi adjuvant pada pasien dengan stadium
ini.
Stadium awal, resiko tinggi
Pasien dengan neoplasma ini yang beresikoa tinggi, seperti diferensiasi yang lebih
buruk atau terdapat sel yang mengalami keganasan yang ditemukan pada cairan ascites
atau hasil bilasan peritoneum, terapi tambahan merupakan sebuah indikasi untuk
diberikan. Sebagian besar pemeriksa merekomendasikan pemberian kemoterapi pada
pasien ini.
Pemberian kemoterapi pada pasien dengan stadium awal beresiko tinggii ni dapat
diberikan agen tunggal atau multiagen. Meskipun demikian, resiko terjadinya leukemia
oleh agen alkilasi dan platinum membuat pemberian terapi adjuvant beresiko mskipun
didapatkan keuntungan yang signifikan jika diberikan.
Dikarenakan cisplatin, carboplatin, cyclophosphamide, dan paclitaxel (Taxol)
merupakan agen tunggal melawan neoplasma ovarium epithelial, obat ini diberikan dalam
kombinasi

yang

beragam.

Terdapat

ebberapa

macam

seperti

cisplatin

atau

cyclophosphamide (PC) atau keduanya digunakan untuk pengobatan pasien dengan


stadium I.
Rekomendasi pemberian terapi berdasarkan:
21

Pasien dengan stadium rendah, resiko tinggi stadium I neoplasma ovarium epithelial

harus diberikan kemoterapi adjuvant. Jenisnya bergantung pada status dan kesehatan
menyeluruh pasien tersebut.
- Pengobatan dengan kemoterapi carboplatin dan paclitaxel selama tiga hingga enam
siklus. Sedangkan agen tunggal pemberian jangka pendek diberikan carboplatin atau
paclitaxel, sebaiknya diberikan pada wanita usia tua.
Stadium Lanjut Neoplasma Ovarium epithelial
Kemoterapi multiagen sistemik meruakan standar pengobatan untuk neoplasma
ovarium epithelial metastase. Setelah pengenalan cisplatin diberikan pada akhir
pertengahan tahun 1970an, kombinasi berbahan dasar platinum menjadi regimen
pemberian yang paling sering digunakan.
Pada pengobatan penyakit dengan stadium yang lebih lanjut, pengggabungan
paclitaxel kedalam regimen kemoterapi. Pada sebuah percobaan klinis retrospektif,
direkomendasikan penggunaan paclitaxel.
Kemoterapi neoadjuvant
Beberapa penulis berkeyakinan bahwa pasien dengan stadium III dan IV suboptimal,
kemoterapi dapat diberikan sebagai pengganti pembedahan debulking. Dua atau tiga siklus
kemoterapi yang diberikan sebelum pembedahan sitoreduktif akan sangat membantu pada
pasien dengan asites yang massif. Kemoterapi yang direkomendasikan pada pasien
neoplasma ovarium epithelial stadium lanjut:
Kombinasi kemoterapi dengan cisplatin dan paclitaxel intraperitoneal atau
carboplatin dan paclitaxel intravena merupakan pengobatan terpilih bagi pasien stadium
lanjut. Kelebihan maupun kekurangan pemberian melalui intravena maupun intraperitoneal
perlu disampaikan kepada pasien terlebih dahulu. Dosisdan jadwal yang direkomendasikan
untuk pemberian kemoterapi intraperitoneal adalah paclitaxel 135 mg/m2 melalui intravena
pada hari pertama, diikuti cisplatin 50-100 mg/m2 secara intraperitoneal pada hari ke dua,
diikuti paclitaxel 60 mg/m2 secara intraperitonela pada hari ke delapan.,setiap tiga minggu
untuk 6 siklus, sesuai yang ditoleransi. Untuk pemberian intravena, dosis dan jadwal yang
direkomendasikan yaitu carboplatin (dosis awal AUC= 5-6) atau paclitaxel (175 mg/m2 )
setiap 3 minggu untuk 6-8 siklus. Bagi pasien yang tidak mampu menerima (intoleransi)
kemoterapi kombinasi, diberikan terapi tunggal, diberikan secara intravena carboplatin
(AUC= 5-6) atau paclitaxel 175 mg/m2. Bagi pasien yang memiliki hipersensitivitas
terhadap paclitaxel atau carboplatin, desensitisai lainnya dapat dilakukan, atau obat aktif
22

lainnya sebagai alternative (seperti docetaxel, liposomal doxorubicin, topotecan,


etoposide). Etoposide dapat diberikan per oral.
Tabel 9: Kombinasi Kemoterapi pada kanker Ovarium epithelial Stadium Lanjut: Regimen
yang Direkomendasikan

Terapi Hormonal
Belum ada bukti bahwa cukup dengan terapi hormonal saja dapat dijadikan terapi
yang sesuai pada neoplasma ovarium yang ganas. Penggunaan agen progestasional pada
pengobatan berulang karsinoma endometrioid diferensiasi luas didukung data terbaru.
Seluruh pasien pada penelitian tersebut . Percobaan dengan tamoxifen yang
dikombinasikan dengan multiagen

kemoterapi memberikan hasil yang memperbaiki

penyakit tersebut.
Imunoterapi
Terjadi hasil yang memuaskan dalam penggunaan imunoterapi terhadap kanker
ovarium. Sitokin telah digunakan secara intensif dalam terapi lini kedua, dan aktivitas
interferon-, interferon-, dan interleukin-2 telah didemonstrasikan. Pada percobaan
terakhir dengan interferon- ditambah dengan kombinasi kemoterapi

cisplatin yang

dibandingkan dengan kemoterapi saja, pasien yang menerima interveron- memiliki masa
bebas progresifitas penyakit yang lebih panjang.
Pembedahan
23

Pembedahan Sitoreduktif
Tujuan utama pembedahan sitoreduktif adalah untuk mengangkat kanker utama dan
jika memungkinkan keseluruhan metastasisnya. Jika reseksi keseluruhan metastasisnya
tidak memungkinkan, harapan dilakukannya untuk mengurangi bebab tumor dengan
mengangkat tumor tersebut agar membuat pasien menjadi optimal.
Omentektomi
Kanker ovarium epithelial stadium lanjut biasanya menempati hingga omentum.,
yang dikenal sebagai bentuk omental cake. Pada kasus tersebut, penyakit bisa menempel
erat pada peritoneum parietal abdomen anterior, sehingga menyebabkan sulit
untukmembuat jalan masuk
ke

kavum

Sehingga

abdomen.
perlu

membebaskan jalan masuk


tersebut dengan melakukan
pemotongan pada beberapa
tempat dan pengangkatan.
Gambar 8 : Pemisahan
omentum dari gaster dan
kolon tranversus

Tumor Sel Germinal


Pengobatan primer bagi pasien stadium awal disgerminoma adalah dengan
pembedahan, termasuk mengangkat lesi primer dan penentuan stadium pembedahan yang
tepat, atau diberian raioterapi pada pasien dengan metastasis.

Karena penyakit ini

kebanyakan mengenai gadis dan wanita muda,penanganan khusus harus diberikan demi
menjaga kesuburan dan penggunaan kemoterapi sesuai dengan kebutuhan.
Radioterapi
Disgerminoma sangat sensitive terhadap radioterapi, dosisnya 2.500 hingga 3.500
cGY yang dapat bersifat kuratif, meskipun metastasis telah mengakar. Hilangnya
kesuburan, merupakan masalh utama terapi dengan menggunakan radiasi, sehingga jarang
digunakan sebagai terapi lini pertama.
Kemoterapi
24

Banyak keberhasilan dari kemoterapi yang telah dilaporkan dalam mengontrol


metastasis disgerminoma dengan ko=emoterapi sistemik, dan perlu disadari sebagai
pilihan terapi demi menjaga kesuburan.
Tabel 10: Kombinasi kemoterapi pada Tumor Sel Germinal pada Ovarium, tampak
regimen dan obat serta dosis beserta jadwal pemberiannya (secara intravena)

Pembedahan
Operasi minimal pdaa disgerminoma ovarium yaitu oophorectomy unilateral. Jika
ada keinginan ingin mempertahankan kesuburan, ovarium kontralateral, tuba fallopi, dan
uterus harus tetap dibiarkan, meskipun terdapat metastasis, karena tumor tersebut sensitif
terhadap kemoterapi. Pada pasien yang sudah tidak ingin mempertahankan kesuburannya
lagi, dapat dilakukan histerektomi abdominal total dan salpingo-oophorektomi bilateral,
pada pasien stadium lanjut.
Neoplasma Sex cord-stroma
Kemoterapi
Tidak ada bukti bahwa dengan kemoterapi adjuvant akan mencegah berulangnya
tumor sel granulosa. Lesi metastasisnya dan rekurensi penyakit terobati dengan berbagai
macam obat antineoplastic.
Radioterapi
Belum ada bukti yang mendukung radioterapi adjuvant pada tumor sel granulosa,
meskipun radiasi mencegah rekurensi pada pelvis.
Pembedahan

25

Dikarenakan tumor sel granulosa yang bilateral hanya sekitar 2% dari keseluruhan
pasien yang terjangkit penyakit ini, salpingo-oophorektomi unilateral merupakan terapi
yang sesuai untuk terapi tumor stadium Ia pada anak-anak atau wanita masa reproduktif.
Penanganan kanker ovarium berdasarkan tingkatan penyakitnya, tipe sel berdasarkan
histologist, dan usia pasien serta kondisi lainnya. Tipe sel secara histology dan luasnya
penyakit ini berdasarkan biopsy yang dilakukan oleh ginekolog onkologis saat
pembedahan yang ditentukan oleh ahli patologi yang menganalisa dengan mikroskop.
Tabel 11: Stadium pada Neoplasma Ovarium
Stadium

Keterangan
Tumor terbatas pada ovarium
IA

Tumor terbatas pada satu ovarium, kapsul tumor utuh, tidak ada
pertumbuhan tumor di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor di
cairan asites ataupun pada bilasan cairan di rongga peritoneum.

IB
I

Tumor terbatas pada dua ovarium, kapsul tumor utuh, tidak ada
pertumbuhan tumor pada permukaan ovarium, tidak ada sel tumor di
cairan asites ataupun pada bilasan cairan di rongga peritoneum.

IC

Tumor terbatas pada satu atau dua ovarium dengan salah satu faktor
yaitu kapsul tumor pecah, pertumbuhan tumor pada permukaan
ovarium, ada sel tumor di cairan asites ataupun pada bilasan cairan di

rongga peritoneum.
Tumor pada satu atau dua ovarium dengan perluasan di pelvis
IIA

Tumor meluas ke uterus dan/atau ke tuba tanpa sel tumor di cairan


asites ataupun bilasan cairan di rongga peritoneum.

II

IIB

Tumor meluas ke jaringan/organ pelvis lainnya tanpa sel tumor di


cairan asites ataupun bilasan cairan di rongga peritoneum.

IIC

Perluasan di pelvis (IIA atu IIB) dengan sel tumor di cairan asites

ataupun bilasan cairan di rongga peritoneum.


Tumor pada satu atau dua ovarium disertai dengan perluasan tumor pada
rongga peritoneum di luar pelvis dengan/atau metastasis kelenjar getah
bening regional.
III

IV

IIIA

Metastasis mikroskopik di luar pelvis.

IIIB

Metastasis makroskopik di luar pelvis dengan besar lesi 2 cm.

IIIC

Metastasis makroskopik di luar pelvis dengan besar lesi > 2 cm

dan/atau metastasis ke kelenjar getah bening.


Metastasis jauh (di luar rongga peritoneum).
26

VIII. PROGNOSIS
Prognosis pasien neoplasma ovarium epithelial bergantung pada beberapa variable
klinis. Analisis ketahanan hidup merupakan variable prognosis yang paling sering
digunakan. Termasuk stadium pasien, pasien yang usianya lebih muda dibandingkan
dengan usia 50 tahun memiliki angka ketahanan hidup selama 5 tahun sekitar 40%,
dibandingkan pasien dengan usia lebih dari 50 tahun sekitar 15%.

Gambar 9: Angka ketahanan hidup pasien dengan kanker ovarium epitelial 2

Pada pasien dengan stadium dini seperti stadium Ia (seperti pada disgerminoma

unilateral berkapsul, neoplasma sel germinal), dengan hanya oophorektomi unilateral


memiliki hasil angka ketahanan hidup selama 5 tahun lebih besar dari 95%. Pada masa
lalu, pasien stadium lanjut dengan pembedahan yang diikuti dengan iradiasi menghasilkan
angka ketahanan hidup selama 5 tahun 63% hingga 83%. Dengan penggunaan kombinasi
kemoterapi VBP, BEP, atau EC, hasl yang dilaporkan 85% hingga 90% pada pasien
kelompok yang sama.
Tumor sel granulosa (neoplasma sex-cord) memiliki riwayat pemanjangan yang alami
dan khas pada relaps yang lambat, yang memberi gambaran secara biologi tingkat rendah.
Sebagai contoh, rata-rata angka ketahanan hidup selama 10 tahun dilaporkan 90%, dengan
angka ketahanan hidup rata-rata hingga 20 tahun menurun sekitar 75%.Sebagian besar tipe
histologi memiliki prognosis yang sama, namun pasien dengan diferensiasi difus yang
buruk atau jenis sarkomatoid cenderung lebih buruk.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Sahil MF. Penatalaksanaan Kanker Ovarium Pada Wanita Usia Muda Dengan
Mempertahankan

Fungsi

Reproduksi.

[Online]

19

Juli

2007. Available

from

http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_m_fauzie_sahil.pdf. Accessed
December 21, 2012.
2. Berek JS. Berek & Novak's Gynecology. 14th Edition. Massachusetts: Lippincott
Williams & Wilkins; 2007.
3. Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE. The Johns Hopkins Manual of
Gynecology and Obstetrics. 3rd Edition. Massachusetts: Lippincott Williams & Wilkins;
2007.
4. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman KD, Cunningham FG. Williams
Gynecology. New York: McGraw-Hill; 2008.
5. Jasonni VM, Amadori A, Gentile G, Alesi L. Potential Role of Growth Factors in
Ovarian Cancer. [Serial Online] Front Biosci. 1996 Dec 1;1 [internet]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/915926. Accessed February 5, 2013.

28

Anda mungkin juga menyukai