Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.6.

LATAR BELAKANG PENELITIAN


Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit
infeksi yang paling sering terjadi, menempati urutan kedua setelah
infeksi saluran nafas.1 Penyakit ini dapat mengenai laki-laki dan
perempuan dari semua kelompok umur. Angka kejadian penyakit
ini lebih sering pada perempuan daripada laki-laki dengan angka
populasi umum sekitar 5%-15%, untuk menyatakan adanya ISK
harus

ditemukan

bakteri

di

dalam

urin.2-4

Hal

ini

dapat

meningkatkan secara signifikan angka kematian dan biaya


perawatan di rumah sakit.5
Prevalensi infeksi saluran kemih pada anak usia sekolah 13%, dan meningkat pada remaja yang sudah melakukan hubungan
seksual. Prevalensi penyakit ini akan terus meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia. Sehingga perbandingan prevalensi
antara perempuan dan laki-laki yaitu 2:1.6-7 Penderita infeksi
saluran kemih di dunia sekitar 150 juta, baik yang ringan maupun
yang mengalami komplikasi.8-9
Penyakit infeksi saluran kemih terutama disebabkan oleh
bakteri-bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, Klebsiella,
Pseudomonas, Proteus dan gram positif seperti Staphylococcus
aureus dan beberapa jamur serta virus.2,7,10-11

Universitas Sumatera Utara

Dalam mengontrol angka kesakitan, disabilitas dan kematian


yang disebabkan oleh penyakit infeksi digunakanlah antibiotika
(antimikroba). Antimikroba yang digunakan dalam mengatasi dan
mengontrol infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri
gram negatif salah satunya adalah kelompok -laktam seperti
ampisilin,

amoksisilin

dan

aztreonam.

Akan

tetapi

dalam

kenyataannya banyak penderita yang tidak membaik setelah


diberikan antimikroba. Salah satu factor yang mendasari hal
tersebut adalah timbulnya resistensi bakteri terhadap jenis
antimikroba tertentu dan juga ditemukannya bakteri penghasil
Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) pada tahun 1983 di
Jerman. ESBL sering dijumpai diberbagai rumah sakit di dunia dan
sulit diatasi, bahkan di negara dengan penanganan bagus
sekalipun.12
Extended-spectrum beta-lactamase (ESBL) adalah enzim
yang mempunyai kemampuan untuk menghidrolisis antibiotika
golongan
serta

penicillin, cephalosporin generasi satu, dua, dan tiga

golongan

aztreonam

carbapenem).13-14 ESBL
termutasi.

Mutasi

berasal

(kecuali
dari

ini menyebabkan

cephamycin
-laktamase

peningkatan

dan
yang

aktivitas

enzimatik -lactamase sehingga enzim ini dapat menghidrolisis


chepalosporin generasi III dan aztreonam.15 ESBL paling banyak

Universitas Sumatera Utara

dihasilkan oleh Enterobacteriaceae, terutama Escherichia coli dan


Klebsiella pneumonia.16
Penggunaan antibiotika golongan cephalosporin generasi III
secara luas untuk pengobatan infeksi di rumah sakit disebutkan
menjadi
ESBL.15

salah satu faktor resiko infeksi


Selain

cephalosporin,

resisten
bakteri

terhadap
penghasil

oleh bakteri penghasil


antibiotika
ESBL

golongan

juga

menunjukkan resistensi pada penggunaan fluoroquinolone.

sering
15,17-18

Selain penggunaan antibiotika secara berlebihan, pasien dengan


penyakit berat, LOS (Length of Stay) yang lama dan dirawat
dengan alat-alat medis yang sifatnya invasif (kateter urin, kateter
vena dan endotracheal tube) untuk waktu yang lama juga
merupakan risiko tinggi untuk terinfeksi oleh bakteri penghasil
ESBL.15
Prevalensi ISK yang disebabkan oleh bakteri penghasil ESBL
pada masing-masing Negara berbeda, seperti Amerika Latin
prevalensi untuk E.coli 8,5% dan K. pneumoniae 45%, Pasifik Barat
prevalensi untuk E.coli 7,9% dan K.pneumoniae 24,6%, Eropa
prevalensi untuk Ecoli 5,3% dan untuk K.pneumoniae 22,6%19 dan
Iran prevalensi untuk E.coli 21% dan K.pneumoniae 12%.20
Sedangkan untuk wilayah Asia di Korea prevalensi untuk E.coli 5%
dan K. pneumonia 48% dan Indonesia 23,3%.21

Universitas Sumatera Utara

Dari penelitian yang dilakukan oleh Narayanaswamy A dan


Mallika M (India,2008) menemukan bahwa resistensi tertinggi
antimikroba pada E coli penghasil ESBL adalah Ampicillin (100%),
Sulbactam (81,29%) dan Nalidixic acid (70,88%) sedangkan NonESBL adalah Ampicillin (81,28%) dan Sulbactam (78,29%).22
Penelitian
(Pakistan,2009)

yang

dilakukan

ditemukan

oleh

perbedaan

Ullah

Farhat

yang

signifikan

et

al

pada

resistensi antimikroba terhadap Klebsiella pneumonia penghasil


ESBL dan non ESBL pada antimikroba golongan fluoroquinolon,
amikasin, cefoperazone, piperazine/tazobactam dan meropenem.23
Penelitian

yang

dilakukan

oleh

Ejaz

Hasan

et

al

(Pakistan,2010) ditemukan bahwa resistensi tertinggi antimikroba


pada Escherichia coli penghasil ESBL adalah cefotaxime (100%),
ceftazidime (99,4%) dan cefuroxime (93,3%) sedangkan Non-ESBL
adalah co-amoxiclav (46,6%), cefuroxime (41,4%) dan Norfloxacin
(40,9%). Sementara untuk Klebsiella penghasil ESBL resistensi
tertinggi adalah ceftazidime (100%), cefotaxime (98,7%) dan
cefuroxime (98,1%) sedangkan untuk Non-ESBL adalah coamoxiclav (72,4%), cefuroxime (37,5%) dan norfloxacin (34,9%).24
Dengan melihat penelitian sebelumnya tersebut dan tingginya
prevalensi di Indonesia serta mempertimbangkan fenomena pola
kuman dan resistensi antimikroba yang dapat berubah dari waktu
ke waktu dan berbeda-beda di satu tempat dengan tempat lain. Hal

Universitas Sumatera Utara

inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti pola resistensi


antimikroba pada pasien ISK yang disebabkan oleh bakteri
penghasil ESBL dan Non-ESBL di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.7.

PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
Apakah terdapat perbedaan pola resistensi antimikroba pada
Infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri penghasil
ESBL dan Non-ESBL.

1.8.

HIPOTESA PENELITIAN
Terdapat perbedaan pola resistensi antimikroba pada Infeksi
saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri penghasil ESBL
dan Non-ESBL.

1.9.

TUJUAN PENELITIAN
1.9.1. Tujuan Umun
Untuk mengetahui perbedaan pola resistensi antimikroba
pada infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri
penghasil ESBL dan Non-ESBL
1.9.2. Tujuan Khusus
1.

Mengetahui pola kuman pada Infeksi saluran kemih.

Universitas Sumatera Utara

2.

Mengetahui pola resistensi antimikroba pada infeksi


saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri penghasil
ESBL dan Non-ESBL.

3.

Mengetahui

distribusi

infeksi

saluran

kemih

yang

disebabkan oleh bakteri penghasil ESBL dan Non-ESBL


berdasarkan jenis kelamin dan umur.

1.10. MANFAAT PENELITIAN


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a.

Menghasilkan

informasi

yang

bermanfaat

bagi

ilmu

pengetahuan dalam bidang kedokteran.


b.

Memberikan informasi tentang pola resistensi antimikroba


pada Infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri
penghasil ESBL dan Non-ESBL

2. Manfaat Praktis
a.

Bagi institusi rumah sakit, dapat diketahui gambaran pola


kuman pada pasien ISK dan pola resistensi antimikroba
pada ISK yang disebabkan oleh bakteri penghasil ESBL dan
Non-ESBL di RSUP H. Adam Malik Medan

b.

Bagi Klinisi, dapat diketahui kepekaan kuman terhadap


antibiotika yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk

Universitas Sumatera Utara

pemberian

antibiotika

secara

empiris

sebelum

hasil

pemeriksaan yang sesungguhnya di dapatkan.


c.

Bagi Pemerintah, penelitian ini dapat dipakai sebagai


masukan yang, bermanfaat dalam rangka menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan infeksi
saluran kemih.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai