Anda di halaman 1dari 32

BAB I

DATA PENGAMATAN
1.1 Pengujian Pengaruh Suhu
Tabel 1.1 Perubahan yang terjadi setelah 0 jam dengan menggunakan air tebu dan
limbah drainase
No

Suhu

Perubahan yang terjadi

5oC

Tidak ada perubahan

35oC

Tidak ada perubahan

60oC

Tidak ada perubahan

Tabel 1.2 Perubahan yang terjadi setelah 24 jam dengan menggunakan air tebu
dan limbah drainase
No

Suhu

Perubahan yang terjadi

5C

Tidak ada perubahan

35 C

sedikit endapan

Tidak ada perubahan

60 C

Tabel 1.3 Perubahan yang terjadi setelah 48 jam dengan menggunakan air tebu
dan limbah drainase
No

Suhu

Perubahan yang terjadi

5oC

Tidak ada perubahan

35oC

ada keruh, ada endapan

Tidak ada perubahan

60 C

1.2 Pengujian Pengaruh Kadar Air


Tabel 1.4 Perubahan yang terjadi setelah 0 jam pada suhu 37oC dengan
menggunakan jamur aspergillus.
No

Cawan Petri

Perubahan yang terjadi

Kering

Tidak ada perubahan

Lembab

Tidak ada perubahan

Berair

Tidak ada perubahan

Tabel 1.5 Perubahan yang terjadi setelah 24 jam pada suhu 37oC dengan
menggunakan jamur aspergillus.
No

Cawan Petri

Perubahan yang terjadi

Kering

Pisang kecoklatan

Lembab

warna mulai kecoklatan, jamur mulai berkembang

Berair

Pisang mulai kecoklatan

Tabel 1.6 Perubahan yang terjadi setelah 48 jam pada suhu 37oC dengan
menggunakan jamur aspergillus.
No

Cawan Petri

Perubahan yang terjadi

Kering

Pisang kecoklatan

Lembab

Pisang warna coklat, banyak tumbuh jamur

Berair

Pisang kecoklatan, sedikit tumbuh jamur

1.3 Pengujian Pengaruh Tekanan Osmosis

Tabel 1.7 Perubahan yang terjadi setelah 0 jam pada suhu 37oC dengan
menggunakan jamur aspergillus.
No

Glukosa
(gram)

Perubahan yang terjadi

Tidak ada perubahan

0,2

Tidak ada perubahan

0,3

Tidak ada perubahan

0,4

Tabel 1.8 Perubahan yang terjadi setelah 24 jam pada suhu 37oC dengan
menggunakan jamur aspergillus.
No

Glukosa
(gram)

Perubahan yang terjadi

ada endapan dan sedikit partikel pada permukaan

0,2

ada endapan dan sedikit partikel pada permukaan

0,3

endapan, sedikit keruh dan ada partikel pada permukaan

0,4

keruh, sedikit endapan dan ada partikel pada permukaan

Tabel 1.9 Perubahan yang terjadi setelah 48 jam pada suhu 37oC dengan
menggunakan jamur aspergillus.
No

Glukosa (gram)

Perubahan yang terjadi

ada endapan

0,2

sedikit keruh, sedikit endapan

0,3

sedikit keruh, sedikit endapan

0,4

keruh, banyak endapan

Tabel 1.10 Perubahan yang terjadi setelah 0 jam pada suhu 37oC dengan

menggunakan bakteri sacharomyces.


No

Glukosa
(gram)

Perubahan yang terjadi

Tidak ada perubahan

0,2

Tidak ada perubahan

3
4

0,3
0,4

Tidak ada perubahan


Tidak ada perubahan

Tabel 1.11 Perubahan yang terjadi setelah 24 jam pada suhu 37oC dengan
menggunakan bakteri sacharomyces.
No

Glukosa
(gram)

Perubahan yang terjadi

ada endapan dan sedikit partikel pada permukaan

0,2

sedikit endapan dan sedikit partikel pada permukaan

0,3

0,4

sedikit endapan dan ada partikel pada permukaan


keruh, sedikit endapan dan banyak partikel pada
permukaan

Tabel 1.12 Perubahan yang terjadi setelah 48 jam pada suhu 37oC dengan
menggunakan bakteri sacharomyces.
No

Glukosa
(gram)

Perubahan yang terjadi

ada endapan

0,2

sedikit endapan dan ada partikel pada permukaan

0,3

sedikit endapan dan ada partikel pada permukaan

0,4

sedikit endapan dan banyak partikel pada permukaan

1.4 Pengujian pengaruh PH

Tabel 1.13 Perubahan yang terjadi setelah 0 jam pada PH netral dengan
menggunakan limbah drainase
N
O
1

Larutan

Perubahan yang terjadi

Air biasa

Tidak ada perubahan

Larutan garam 15%

TIdak ada perubahan

Ekstrak wortel

Tidak ada perubahan

Tabel 1.14 Perubahan yang terjadi setelah 24 jam pada Ph netral dengan
menggunakan limbah drainase
N
O
1

Larutan

Perubahan yang terjadi

Air biasa

Tidak ada perubahan

Larutan garam 15%

Tidak ada perubahan

Ekstrak wortel

Terdapat gelembung gas

Tabel 1.15 Perubahan yang terjadi setelah 48 jam pada Ph netral dengan
menggunakan limbah drainase
No
1
2
3

Larutan
Air biasa
Larutan garam 15%
Ekstrak wortel

Perubahan yang terjadi


Tidak ad perubahan
Terdapat gelembung gas
Terdapat endapan dan gelembung gas

1.5 Pengujian pengaruh cahaya


Tabel 1.16 Perubahan yang terjadi setelah 0 jam pada cahaya matahari
No

Waktu penyinaran

Perubahan yang terjadi

1
2
3
4

0 menit
10 menit
15menit
20 menit

Tidak ada perubahan


Tidak ada perubahan
Tidak ada perubahan
Tidak ada perubahan

Tabel 1.17 Perubahan yang terjadi setelah 24 jam pada cahaya matahari

No

Waktu penyinaran

Perubahan yang terjadi

1
2
3
4

0 menit
10 menit
15menit
20 menit

Tidak ada perubahan


Tidak ada perubahan
Tidak ada perubahan
Tidak ada perubahan

Tabel 1.18 Perubahan yang terjadi setelah 48 jam pada cahaya matahari
No

Waktu penyinaran

Perubahan yang terjadi

0 menit

Tumbuh bakteri

10 menit

Tumbuh bakteri

15 menit

Tumbuh bakteri

20 menit

Tidak tumbuh bakteri

Tabel 1.19 Perubahan yang terjadi setelah 0 jam pada sinar UV


N
O
1
2

Waktu penyinaran

Perubahan yang terjadi

0 menit
10 menit

Tidak ada perubahan


Tidak ada perubahan

15 menit

Tidak ada perubahan

20 menit

Tidak ada perubahan

Tabel 1.20 Perubahan yang terjadi setelah 24 jam pada sinar UV


N
O
1
2

Waktu penyinaran

Perubahan yang terjadi

0 menit
10 menit

Tidak ada perubahan


Tidak ada perubahan

15 menit

Tidak ada perubahan

20 menit

Tidak ada perubahan

Tabel 1.21 Perubahan yang terjadi setelah 48 jam pada sinar UV


N
O
1
2

Waktu penyinaran

Perubahan yang terjadi

0 menit
10 menit

Tidak ada perubahan


Tidak ada perubahan

15 menit

Tidak ada perubahan

20 menit

Tidak ada perubahan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengujian Pengaruh Suhu


Pada mikroorganisme suhu sangat berpengaruh dalam pertumbuhannya..
Temperatur merupakan salah satu faktor yang penting di dalam kehidupan. Pada
umumnya batas daerah temperatur bagi kehidupan mikroba terletak antara 0 oC
sampai 90oC, sehingga untuk masing-masing mikroba diketahui dapat
berkembang lebih baik pada temperatur optimum. Temperatur optimum adalah
nilai yang paling sesuai/baik untuk kehidupan mikroba. Percobaan ini bertujuan
untuk mengamati tentang bagaimana pertumbuhan mikroba yang dibiakkan dalam
media yang divariasikan suhu.

(Volk, 1993)

Dalam percobaan ini yang pertama dilakukan adalah menyiapkan media


yang akan digunakan sebagai tempat perkembangbiakan mikroba dengan
menggunakan air tebu. Kemudian diinokulasikan E. Coli yang terdapat pada
limbah drainase kedalam tabung reaksi yang telah ditambahkan air tebu dengan
menggunakan ose atau jarum inokulum yang sebelumnya telah disterilkan. Jarum
inokulum berfungsi untuk memindahkan biakan untuk ditanam/ditumbuhkan ke
media baru. Jarum inokulum biasanya terbuat dari kawat nichrome atau platinum
sehingga dapat berpijar jika terkena panas. Bentuk ujung jarum dapat berbentuk
lingkaran (loop) dan disebut ose atau inoculating loop/transfer loop, dan yang
berbentuk lurus disebut inoculating needle/Transfer needle. Inoculating loop
cocok untuk melakukan streak di permukaan agar, sedangkan inoculating needle
cocok digunakan untuk inokulasi secara tusukan pada agar tegak (stab
inoculating).

(Indra, 2008)

2.2 Pengujian Pengaruh Kadar Air


Air sangat penting untuk kehidupan bakteri terutama karena bakteri hanya
dapat mengambil makanan dari luar ke dalam bentuk larutan (holophytis). Semua
bakteri tumbuh baik pada media yang basah dan udara yang lembab, dan tidak
dapat tumbuh pada media dan udara yang kering. Kenyataan ini merupakan dasar
pengawetan bahan makanan dengan pengeringan. Pada suasana kering ini bakteri
tidak dapat merombak bahan makanan yang ditempatinya .Fungsi air adalah
sebagai sumber oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi. Selain itu air
berfungsi sebagai pelarut dan alat mengangkut dalam metabolisme. Air
merupakan bagian terbesar dari sel sebanyak 8090%, dan bagian lain sebanyak
1020% terdiri dari protoplasma, dinding sel, lipida untuk cadangan makanan,
polisakarida, polifosfat, dan senyawa lain.

(Volk,1993)

Dalam percobaan ini pisang digunakan sebagai sampel. Dimana pisang (5


gram) dimasukkan kedalam cawan petri yang telah diberi kode A (kering), B
(lembab) dan C (berair). Lalu masingmasing cawan petri tersebut diberi
Aspergillus Niger sebanyak 0,2 gram yang diratakan pada permukaan berasnya.
Aspergillus Niger adalah makhluk hidup eukariota bersel satu atau multiseluler
yang bersifat heterotrof dengan cara menyerap zat organik dari lingkungan.
Setelah itu ketiga cawan petri tersebut ditutup dan diinkubasikan pada suhu
ruangan 37oC selama 2448 jam.
Pada

cawan

petri

yang

memiliki

kondisi

kering

tidak

terjadi

perkembangan biakan jamur tetapi terjadi perubahan warna pisang menjadi


kecoklatan, karna pada pisang terdapat kadar air dengan jumlah sedikit
didalamnya. Kadar air ini mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan dapat
menyebabkan kematian. Tetapi Aspergillus lebih berkembang pada cawan petri
yang kondisi kadar airnya sedikit atau lembab. Hal ini dikarenakan mikroba
membutuhkan air yang cukup tidak terlalu basah ataupun terlalu kering karena hal
itu dapat memperlambat pertumbuhan mikroba dan menyebabkan kematian pada
mikroba. Kelembapan dan kadar air biasanya berpengaruh terhadap pertumbuhan.

Semua bakteri memerlukan air dalam konsentrasi yang cukup karena air
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembanganbiakan bakteri. Air diperlukan
untuk reaksi metabolik dimana air dapat mengantarkan zat-zat yang diperlukan
kedalam sel dan membuang zat-zat yang tidak diperlukan keluar sel.
(Hadioetomo, R. S., 1993)
Pada pisang lembab terjadi perubahan warna menjadi hitam kecoklatan
dan berkembang lebih banyak jamur. Sedangkan pada cawan petri yang kadar
airnya lebih banyak terjadi perubahan warna tetapi perkembangan jamur sedikit,
ukuran mikroba yang tumbuh tidak sebesar ukuran dari jamur pada cawan petri
dalam kondisi lembab, dan tekstur warnanya juga lebih dominan pada pisang di
cawan petri yang lembab. Jamur berkembang biak dengan cepat pada kondisi
lembab hal ini dikarenakan kadar air yang diberikan cukup dan tidak berlebih.
(Tim Mikrobiologi FKH Unsyiah, 2001)
2.3 Pengujian Pengaruh Tekanan Osmosis
Air keluar dan masuk ke dalam bakteri melalui proses osmosis, karena
perbedaan tekanan osmotik antara cairan yang ada di dalam dengan yang ada di
luar sel bakteri. Untuk kelangsungan hidupnya, bakteri tidak mudah dipengaruhi
oleh tekanan osmotik cairan di sekitarnya, karena mempunyai membran
sitoplasma yang secara aktif mengatur ke luar masuknya zat ke dalam sel bakteri,
termasuk air. Akan tetapi, larutan hipertonis di sekitar bakteri akan menyebabkan
selnya mengalami plasmolisis, yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari
dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma sehingga bakteri sukar atau sama
sekali tidak dapat tumbuh dapat tumbuh bahkan dapat membunuhnya.
(Pratiwi, 2009)
Pada percobaan ini yang dilakukan adalah membuat media NB (Nutrien
Broth). Media ini adalah media biakan yang disterilkan untuk menumbuhkan
mikroba. Untuk membuat media cair ini dibutuhkan 50 ml kaldu, 10 gram glukosa
dan 100 ml aquadest kedalam erlenmeyer.

(Suriawiria, 1995)

Mengencerkan Sacharomyces dan Aspergillus sebanyak 0,2 gram ke


dalam 10 ml pada NaCl fisiologis. Kemudian diinokulasikan kedalam masingmasing tabung reaksi sebanyak 1ml. Lalu diinkubasikan pada suhu ruang 37 oC
kedalam clean bench dengan tabung reaksi yang ditutupi kapas. Dan diamati
setelah diinkubasi selama 2448 jam.
Berdasarkan tekanan osmosis maka larutan tempat petumbuhan mikroba
dapat digolongkan atas larutan hipotonis, isotonis, dan hipertonis. Larutan
hipotonis adalah suatu larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih rendah dari
pada yang lain sehingga akan menyebabkan pelarut di lingkungan masuk ke
dalam sel dan menyebabkan sel mengembang yang akhirnya sel akan pecah dan
rusak. Larutan isotonis adalah suatu larutan yang mempunyai konsentrasi zat
terlarut yang sama seperti larutan lain, sehingga tidak ada pergerakan air. Keadaan
ini adalah keadaan yang paling baik untuk pertumbuhan dari suatu jenis
organisme. Kondisi ini juga dikenal sebagai kondisi keseimbangan osmotik.
Sedangkan larutan hipertonis adalah larutan dalam keadaan konsentrasi zat
terlarut di lingkungan lebih tinggi daripada konsentrasi zat terlarut dalam
sel. Keadaan ini akan mengakibatkan pelarut di dalam sel, keluar dari sel dan
menyebabkan sel mengkerut.

(Umam, 2008)

Dari hasil percobaan ini menunjukkan mikroba biasanya hidup


dilingkungan yang bersifat agak isotonis pada larutan yang memiliki kandungan
glukosa tinggi. Dimana pada tekanan osmotik, semakin besar kadar atau persentase
glukosa yang diberikan, akan semakin banyak pula bakteri tumbuh yang ditandai
dengan semakin keruhnya larutan dan banyaknya partikel yang terdapat pada
permukaan larutan. Tekanan osmosis lingkungan yang hipotonis akan menyebabkan
pelarut di lingkungan masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel mengembang
yang akhirnya sel akan pecah dan rusak seperti yang ditunjukkan pada larutan
yang memiliki kandungan glukosa 0% sehingga menjadi larutan dengan keadaan
yang konsentrasi zat terlarut lebih rendah dari pada yang lain. Oleh karena itu
dalam mempertahankan hidupnya, sel bakteri harus berada pada tingkat tekanan
osmosis yang sesuai.

(Michael, 1986)

2.4 Pengujian pengaruh Ph


pH sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
Umumnya asam mempunyai pengaruh buruk terhadap pertumbuhan. Bakteri lebih
baik hidup dalam suasana netral ( pH 7,0 ) atau sedikit basa ( pH 7,2-7,4), tetapi
pada umumnya dapat hidup pada pH 6,6 7,5. Bakteri-bakteri yang patogen pada
manusia tumbuh baik pada pH 6,8-7,4, yaitu sama dengan pH darah.
Batas pH untuk pertumbuhan mikroba merupakan suatu gambaran dari batas pH
bagi kegiatan enzim. Untuk itu mikroba dikenal nilai pH minimum, optimum, dan
maksimum. Bakteri memerlukan nilai pH antara 6,5-7,5, Sacharomyces antara
4,0-4,5, sedang jamur dan aktinomiset tertentu mempunyai daerah pH yang luas .
(Umam, 2008)
Pada percobaan ini yang dilakukan adalah menyiapkan media seperti
air, larutan garam 15% dan ekstrak wortel. Masing-masing media dapat dihitung
ph menggunakan kertas pH atau kertas indicator pH, dengan perubahan warna
pada level pH yang bervariasi. Pengukuran pH yang lebih akurat biasa dilakukan
dengan menggunakan pH meter.

(Suriawiria, 1995)

2.5 Penguji pengaruh cahaya


Cahaya umumnya dapat merusak mikroba yang tidak mempunyai
pigmen fotosintesis. Cahaya mempunyai pengaruh germisida, terutama cahaya
bergelombang pendek dan bergelombang panjang. Pengaruh germisida dari sinar
bergelombang panjang disebabkan oleh panas yang ditimbulkannya, misalnya
sinar inframerah. Sinar x (0,005-1,0 Ao), sinar ultra violet (4000-2950 Ao), dan
sinar radiasi lain dapat membunuh mikroba. Apabila tingkat iradiasi yang diterima
sel mikroba rendah, maka dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada mikroba.
(Volk, 1993)
Pada percobaan ini yang dilakukan adalah pembuatan medium padat
seperti NA (Nutrien Agar). Media ini adalah tempat perkembangbiakan 0,8 gram,
glukosa 0,6 gram, dn aquadet sebayak 100 ml didalam Erlenmeyer. Setelah itu
dibiakan bakteri pada media dan diberi penyinaran pada cahaya matahari dan sinar
ultraviolet dalam waktu tertentu.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari data pengamatan dan pembahasan, maka dapat


diambil kesimpulan bahwa :
1. Hampir tidak ada bakteri yang tumbuh pada suhu 5oC dan 65oC media masih
dalam keadaan jernih, hanya ada sedikit kekeruhan di bagian dasar tabung
tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit.
2. Pada kondisi suhu panas 60oC, bakteri ini juga dapat tumbuh. Tetapi jumlahnya
lebih sedikit jika dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri pada suhu 37 oC,
tingkat kekeruhan pada media ini juga lebih rendah.
3. Pada cawan petri yang terdapat pisang dalam keadaan kering dan basah terjadi
perubahan warna menjadi kecoklatan tetapi tidak tampak pertumbuhan jamur,
4. Pada cawan petri yang terdapat pisang dalam keadaan lembab juga
menggalami perubahan warna tetapi terdapat pertumbuhan jamur dalam
keadaan tersebut.
5. Pada cawan petri yang menggunakan media padat NA (Nutrien Agar) yang
disinari dengan sinar ultraviolet tidak mengalami pertumbuhan mikroba.
Karena sinar ultraviolet dapat merusak DNA mikroba sehingga mekroba tidak
dapat hidup dalam kondisi tersebut.
6. Tekanan osmosis lingkungan yang hipotonis akan menyebabkan pelarutan di
lingkungan masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel mengembang yang
akhirnya sel akan pecah dan rusak seperti yang ditunjukkan pada tabung reaksi
yang memiliki kandungan glukosa 0% sehingga menjadi larutan dengan
keadaan yang konsentrasi zat terlarut lebih rendah (tekanan osmosis lebih
rendah) dari pada yang lain.
7. Mikroba dapat berkembang dengan baik jika keadaan yang ada mendekati atau
sama dengan habitat asalnya.

DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K. A., dkk. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo dan Afiono.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Hadioetomo, R. S., 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan
Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Michael, 1986. Dasar Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Schlegel, H. G., 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Suharni, T. T., dkk. 2008. Mikrobiologi Umum. Penerbit Universitas Atma Jaya.
Yogyakarta.
Suriawiria. U., 1995, Pengantar Mikrobiologi Umum, Bandung : Angkasa.
Tim Mikrobiologi FKH Unsyiah, 2001, Mikrobiologi, Unsyiah-Press, Banda
Aceh.
Tortora. GJ., 2010, Microbiology An Introduction, Pearson Education, Inc., United
States of America.
Umam, AH., 2008. Pengaruh Faktor Luar Terhadap Pertumbuhan Bakteri.
Universitas Gajah Mada : Yogyakarta.
Volk, W. A. dan Wheeler, M. F., 1993. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

LAMPIRAN A
GAMBAR

Gambar A.1 Pisang tanpa mengandung kadar air menggunakan


Aspergillus setelah 0jam

Gambar A.2 Pisang dengan kadar air sedikit (lembab) menggunakan


Aspergillus setelah 0 jam

Gambar A.3 Pisang dengan kadar air yang memenuhi permukaannya


menggunakan Aspergillus setelah 0 jam

Gambar A.4 Pisang tanpa mengandung kadar air menggunakan


Aspergillus setelah 24 jam.

Gambar A.5 Pisang dengan kadar air sedikit (lembab) menggunakan


Aspergillus setelah 24 jam.

Gambar A.6 Pisang dengan kadar air yang memenuhi permukaannya


menggunakan Aspergillus setelah 24 jam.

Gambar A.7 Pisang tanpa mengandung kadar air menggunakan


Aspergillus setelah 48 jam.

Gambar A.8 Pisang dengan kadar air sedikit (lembab) menggunakan


Aspergillus setelah 48 jam.

Gambar A.9 Pisang dengan kadar air yang memenuhi permukaannya


menggunakan Aspergillus setelah 48 jam

Gambar A.10 Pengaruh tekanan osmosis dengan kandungan glukosa


yang berbeda-beda menggunakan sacharomyces
setelah 24jam

Laporan Sementara

Laboratorium Bioproses

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP


UJI RESISTENSI MIKROBA

Disusun Oleh:
Kelompok: A-1
Rahmat Sunarya

(1204103010010)

Nanda Nadhiatul

(1204103010033)

Adri Jernih Miko

(1204103010045)

Frischilia Anggraini

(1204103010049)

Hanafi Ramadhan

(1204103010070)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2012

0%

20%

30%

40%

Gambar A.11 Pengaruh tekanan osmosis dengan kandungan


glukosa yang berbeda-beda menggunakan bakteri
sacharomyces setelah 48 jam

0%

20%

30%

40%

Gambar A.12 Pengaruh tekanan osmosis dengan kandungan glukosa


yang berbeda-beda menggunakan jamur Aspergillus
setelah 24 jam

0%

20%

30%

40%

Gambar A.13 Pengaruh tekanan osmosis dengan kandungan glukosa


yang berbeda-beda menggunakan jamur Aspergillus
setelah 48 jam

Air

Ekstrak wortel

Larutan garam

Gambar A.14 pengaruh ph beberapa larutan terhadap pertumbuhan


bakteri.

Gambar A.15 Pegaruh suhu menggunakan air tebu dan limbah


drainase

Gambar A.16 Medium NA dengan penyinaran UV selama 10 menit


setelah 0 jam

Gambar A.17 Medium NA dengan penyinaran sinar UV selama 15


menit setelah 0 jam

Gambar A.18 Medium NA dengan penyinaran sinar UV selama 20


menit setelah 0 jam

Gambar A.19 Medium NA dengan penyinaran sinar UV selama 10


menit setelah 24 jam

Gambar A.20 Medium NA dengan penyinaran sinar UV selama 15


menit setelah 24 jam

Gambar A.21 Medium NA dengan penyinaran sinar UV selama 20


menit setelah 24 jam

Gambar A.22 Medium NA dengan penyinaran sinar UV selama


10menit setelah 48 jam

Gambar A.23 Medium NA dengan penyinaran sinar UV selama


10menit setelah 48 jam

Gmbar A24 Medium NA dengan penyinaran sinar UV selama 20


Menit setelah 48 jam

Gambar A.25 Medium NA dengan penyinaran cahaya matahari


selama 10 menit setelah 0 jam

Gambar A.26 Medium NA dengan penyinaran cahaya matahari


selama 15 menit setelah 0 jam

Gambar A.27 Medium NA dengan penyinaran cahaya matahari


selama 20 menit setelah 0 jam

Gambar A.28 Medium NA dengan penyinaran cahaya matahari


selama 10 menit setelah 24 jam

Gambar A.29 Medium NA dengan penyinaran cahaya matahari


selama 15 menit setelah 24 jam

Gambar A.30 Medium NA dengan penyinaran cahaya matahari


selama 20 menit setelah 24 jam

Gambar A.31 Medium NA dengan penyinaran cahaya matahari


selama 20 menit setelah 48 jam

Gmbar A.32 Medium NA dengan penyinaran cahaya matahari selama


15 menit setelah 48 jam

Gambar A.33 Medium NA dengan penyinaran cahaya matahari


selama 10 menit setelah 48 jam

Anda mungkin juga menyukai