Anda di halaman 1dari 1

Dibandingkan dengan cara konvensional berupa destilasi dan dehidrasi, teknologi

membran lebih efektif untuk meningkatkan kadar etanol. Ketika proses destilasi, bioetanol
membentuk azeotrop. Artinya, antara etanol dan air yang terkandung sulit dipisahkan.
Destilasi dengan meninggikan kolom sekali pun, air sulit diceraikan dari etanol. Memang
masih ada sebuah cara untuk menarik air yaitu dengan menambahkan zat toluen.
Toluen sohor sebagai pelarut air. Ketika zat itu ditambahkan sesuai dengan kadar air
yang terkandung, air akan tertarik. Namun, tetap saja masih ada air tersisa. Celakanya
sebagian zat toluen itu juga bercampur dengan bioetanol menjadi kontaminan. Sebaliknya,
teknologi membran mempunyai beberapa keistimewaan seperti menghasilkan bioetanol
berkualitas tinggi. Selain itu produsen juga mudah mengoperasikan, ramah lingkungan, dan
ukuran alat yang lebih kecil.
Satu lagi keistimewaan membran: hemat energi. Alat berkapasitas 50 liter per hari,
membran hanya membutuhkan energi listrik sebesar 1.000 watt. Artinya biaya itu jauh lebih
murah ketimbang teknologi gamping. Gamping alias kalsium karbonat acap dimanfaatkan
sebagai penyerap air untuk mengatrol kadar etanol. Pelaksanaannya memang mudah, namun
bukan cuma air yang terserap, tetapi juga bioetanol. Kehilangan bioetanol akibat serapan
gamping mencapai 30%.
Di negara-negara maju, teknologi pervaporasi berkembang sangat pesat dan telah
diterapkan besar-besaran dalam skala industri. Namun di Indonesia, teknologi membran
relatif baru sehingga penerapannya dalam skala industri masih terbatas

Anda mungkin juga menyukai