A. Definisi
Steven-Johnson Syndrome (SJS) merupakan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai
kompleks imun yang merupakan bentuk yang berat dari eritema multiformis. Terdiri dari erupsi
kulit, kelainan mukosa, dan lesi pada mata.
B. Etiologi:
Belum jelas, ada beberapa faktor pencetus seperti:
1. Infeksi: Virus, jamur, bakteri, parasit
2. Obat: penisilin, barbiturate, hidantoin, sulfonamide, fenolftalein
3. Faktor fisik: Sinar X, sinar matahari, cuaca.
4. Penyakit kolagen vaskular
5. Neoplasma
6. Kehamilan
7. Kontaktan
Umur: Biasanya pada usia dewasa
Jenis kelamin: Frekuensi sama antara pria dan wanita
Musim/iklim: Lebih sering pada cuaca dingin
Lingkungan: Faktor fisik seperti sinar matahari, hawa dingin, sinar X, dll.
C. Patofisiologi
Stevens-Johnson Syndrome merupakan penyakit hipersensitivitas yang diperantarai oleh
kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis obat, infeksi virus, dan keganasan.
Kokain saat ini ditambahkan dalam daftar obat yang mampu menyebabkan sindroma ini. Hingga
sebagian kasus yang terdeteksi, tidak terdapat etiologi spesifik yang dapat diidentifikasi.
Patogenesis SJS sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi
hipersensitivitas tipe III dan IV. Oleh karena proses hipersensitivitas , maka terjadi kerusakan
kulit sehingga terjadi:
1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan
2. Stress hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuria
3. Kegagalan termoregulasi
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah untuk menilai penyebab alergi atau infeksi
2. Imunofluoresensi
G. Diagnosa Banding
1. Nekrolisis Epidermal Toksik
Epidermis terlepas dari dasarnya (epidermolisis)
2. Pemfigus
2. Topikal:
a. Bedak salisil 2% pada vesikel dan bula yang belum pecah
b. Lesi yang basah dikompres dengan NaCl
c. Kelainan mulut yang berat diberikan kompres asam borat 3%
d. Konjungtivitis diberi salep mata yang mengandung antibiotic dan kortikosteroid.
I. Prognosis
Umumnya baik, dapat sembuh sempurna bergantung pada perawatan dan cepatnya mendapat
terapi yang tepat. Jika terdapat purpura, prognosis lebih buruk. Angka kematian 5-15%.
ERITEMA MULTIFORMIS
A. Definisi
Eritema Muliformis merupakan reaksi mendadak di kulit dan selaput lendir dengan
efloresensi yang khas berupa gambaran iris.
B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum jelas, diduga karena alergi obat, infeksi virus, udara dingin atau
rangsangan fisik.
Umur: Biasanya dewasa
Jenis kelamin: Frekuensi yang sama antara pria dan wanita
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kimia darah untuk melihat anemia dan gangguan elektrolit
2. Pemeriksaan kemih untuk melihat pengaru pada ginjal.
F. Diagnosis Banding
1. Pemfigus
Makula eritema dengan bula yang tegang, tidak gatal. Terjadi epidermolisis
2. Dermatitis Medikamentosa
Biasanya didahului riwayat penggunaan obat, disusul erupsi kulit mendadak.
3. Nekrolisis epidermal toksik
Medikamentosa:
Sistemik:
Injeksi kortikosteroid seperti betametason 4 x 0,5 mg/hari sampai lesi kering. Setelah
penderita dapat makan, diberikan secara oral. Antibiotic seperti gentamisin 1g/hari IV,
oksitetrasiklin 4 x 500 mg/hari, clarofan 1g/hari IV.
H. Prognosis
Menuju baik
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kimia darah untuk melihat keseimbangan cairan tubuh.
F. Diagnosis Banding
1. Sindrom Stevens Johnson
Keadaan umum biasanya buruk disertai vesikel dan bula tanpa epoidermolisis
2. Dermatitis Kontak Toksik
Biasanya lesi timbul pada tempat kontak dan tidak ada epidermolisis
3. Staphylococcus scalded skin syndrome
Biasanya timbul pada anak-anak dengan lokasi tertentru. Berupa bula nummular di leher,
ketiak, dan wajah.
G. Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa:
1. Diet rendah garam, tinggi protein
2. Sebaiknya lakukan skin test sebelum mengkonsumsi obat tertentu
3. Lesi jangan dirangsang
H. Prognosis
Tergantung luas lesi. Jika meliputi > 50% prognosis buruk.
Penyakit ini sangat mirip dengan nekrolisis epidermal toksik, dan sering dikelirukan. Tetapi
menurut beberapa ahli kedua penyakit ini sangat berbeda baik dalam pathogenesis, penyebab,
patologi anatomi maupun prognosisnya. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome memberi gejala
panas mendadak, serta menimbulkan skuama yang lebar dalam bentuk lembaran-lembaran.
D. Pemeriksaan Fisik
Lokalisasi Biasanya menyeluruh (generalisata)
Efloresensi Tampak vesikel, bula dengan ukuran bervariasi dari nummular sampai plakat,
disertai krusta dalam bentuk lembaran-lembaran. Gambaran lesi biasanya anular.
E. Pemeriksaan Penunjang
Biakan cairan bula, usapan selaput lendir mulut, hidung, dan telinga dapat menghasilkan
pertumbuhan staphylococcus.
F. Diagnosis Banding
1. Nekrolisis Epidermal Toksik
Lesi kulit lebih dalam, keadaan umum penderita lebih buruk
2. Syndrome Stevens-Johnson
Gejala sistemik yang berat, lesi mukokutan yang berat.
G. Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa:
1. Jaga kebersihan tubuh
2. Lesi jangan dirangsang
Medikamentosa:
1. Sistemik:
a. Antibiotic spectrum luas seperti kloksasiklin dengan dosis dewasa 4 x 500 mg/hari.
Eritromisin 40-50 mg/kgBB selama 14-21 hari, sefalosporin 1g/hari selama 10-14
hari.
b. Kontraindikasi kortikosteroid
2. Topikal
Larutan asam borat 3%.
H. Prognosis
Apabila pengobatan sempurna, prognosis cukup baik.