Anda di halaman 1dari 3

Muslim Kanibal

al-atsariyyah.com /muslim-kanibal.html
16 Rajab
Muslim Kanibal
Allah Taala berfirman:

Dan janganlah kalian saling melakukan ghibah, apakah salah kalian senang untuk memakan daging saudaranya
yang sudah mati, tentu kalian tidak senang melakukannya. (QS. Al-Hujurat: 12)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bertanya:


Tahukah kalian, apakah ghibah itu? Para sahabat menjawab, Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Kemudian
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai
sesuatu yang tidak dia sukai. Seseorang bertanya, Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila apa
yang saya bicarakan itu memang betul ada pada orang yang saya bicarakan itu? Beliau shallallahu alaihi wasallam
bersabda, Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah mengghibahinya.
Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan
terhadapnya. (HR. Muslim no. 2589)
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Ketika aku diangkat (miraj) ke langit, aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu
mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, Wahai Jibril, siapa mereka itu? Jibril
menjawab, Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan terjun membicarakan
kehormatan mereka. (HR. Abu Daud no. 4878 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami no.
5213)
Dari Abu Ad-Darda radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda:



Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya (sesama muslim), maka Allah akan membela (menahan)
neraka dari wajahnya pada hari kiamat. (HR. At-Tirmizi no. 1931 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam
Shahih Al-Jami no. 6262)
Penjelasan ringkas:
Ghibah adalah suatu akhlak tercela yang definisinya telah dijelaskan langsung oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam sendiri, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu di atas. Dari definisi di atas ada 3
perkara yang butuh dibedakan, walaupun ketiga perkara ini sudah jelas merupakan hal yang diharamkan:
1. Al-Ghibah: Membicarakan sesuatu tentang saudaranya -ketika saudaranya tidak mendengarnya- yang
saudaranya benci kalau sesuatu itu disebutkan. Dan sesuatu itu betul-betul ada pada saudaranya.
2. Al-Buht: Sama dengan ghibah, bedanya, sesuatu itu tidak benar ada pada saudaranya.
3. As-Sabb/Asy-Syatm: Membicarakan kejelekan saudaranya di hadapannya, yakni ketika saudaranya hadir atau
mendengar ucapannya.
Maka dari sini kita melihat, bagaimanapun bentuknya, membicarakan saudara sesama muslim dengan sesuatu
yang dia tidak senang untuk mendengarnya, tidaklah keluar dari ketiga jenis dosa besar di atas.
Ghibah adalah hal yang diharamkan, sekecil apapun ghibah yang dilakukan. Dari Aisyah radhiallahu anha dia
berkata:

: . - -

Aku pernah berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, Cukuplah Shafiah bagimu bahwa dia itu seperti ini

1/3

dan seperti ini -perawi selain Musaddad berkata, Maksudnya: Dia pendek.- Maka beliau bersabda, Sungguh
engkau telah mengucapkan suatu ucapan, yang sekiranya ucapan itu dicampur dengan air laut niscaya ucapan itu
akan mengotori lautan tersebut. Aisyah berkata, Aku juga pernah menceritakan tentang orang lain kepada beliau,
tetapi beliau balik berkata, Aku tidak senang menceritakan perihal orang lain meskipun saya mempunyai begini
dan begitu. (HR. Abu Daud no. 4232)
Maka perhatikan di sini bagaimana kotornya ucapan ghibah itu, saking kotornya sehingga ghibah yang kecil (hanya
mengatai seseorang itu pendek) sekalipun bisa mengotori air yang berada di lautan, nas`alullaha as-salamah wal
afiyah.
Dan balasan itu disesuaikan dengan jenis amalan. Tatkala dia mempermalukan saudaranya dengan ghibah, maka
Allah Taala akan mempermalukan dirinya pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk ketika Allah menyebutkan
satu per satu semua aibnya di dunia. Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa sallam menaiki mimbar lalu menyeru dengan suara yang lantang:


Wahai sekalian orang yang hanya berislam dengan lisannya namun keimanan belum tertancap di dalam hatinya.
Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, jangan pula kalian memperolok mereka, dan jangan pula kalian
menelusuri.mencari-cari aib mereka. Karena barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya niscaya Allah akan
mencari-cari aibnya, dan barang siapa yang aibnya dicari-cari oleh Allah niscaya Allah akan mempermalukan dia
meskipun dia berada di dalam rumahnya sendiri. (HR. Abu Daud no. 4236 dan At-Tirmizi no. 2032)
Kaum muslimin itu adalah ibarat satu tubuh, karenanya tatkala dia melukai perasaan saudaranya dengan ghibah di
dunia, maka dia akan melukai dirinya sendiri pada hari kiamat dengan luka yang sangat menyakitkan, sebagaimana
yang tersebut dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu di atas.
Maka berdasarkan dalil-dalil di atas, ghibah adalah dosa besar bahkan termasuk di antara dosa-dosa besar yang
terbesar. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah ayat dalam surah Al-Hujurat, dimana Allah Taala
menyamakan pelaku ghibah dengan orang yang memakan bangkai manusia (kanibal). Memakan bangkai pada
dasarnya adalah dosa besar, apalagi jika yang dimakan itu bangkai manusia, apalagi jika manusia itu adalah
seorang muslim, maka bisa dibayangkan bagaimana dosa besar berlipat-lipat yang didapatkan oleh pelaku ghibah.
Dalam hadits Said bin Zaid dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda:


Sesungguhnya seburuk-buruk riba adalah merusak kehormatan orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan.
(HR. Abu Daud no. 4233 dan dinyatakan shahih oleh Al-Wadii dalam Ash-Shahih Al-Musnad: 1/313)
Ini jelas menunjukkan bahwa ghibah merupakan dosa besar, karena sebesar-besarnya dosa riba, ghibah jauh lebih
besar dosanya daripada dosa riba.
Bagaimana cara bertaubat dari ghibah?
Bertaubat kepada Allah dengan syarat-syarat taubat yang lima, itu sudah jelas wajibnya. Yang menjadi perbedaan
pendapat di kalangan ulama adalah apakah dia wajib mengakui perbuatannya kepada orang yang telah dia ghibahi
ataukah cukup dia bertaubat kepada Allah dan tidak perlu berterus terang kepada orang yang telah dia ghibahi.
Yang dikuatkan oleh Ibnul Qayyim dan yang dipilih oleh Ibnu Taimiah adalah dia tidak perlu memberitahu dan
berterus terang kepada korban ghibahnya. Dia cukup bertaubat kepada Allah dengan taubat yang nasuha, serta dia
wajib menyebutkan kebaikan-kebaikan saudaranya itu dalam majelis-majelis dimana dia dahulu menyebutkan
kejelekan saudaranya. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
Apakah semua bentuk menyebutkan kejelekan sesama muslim merupakan ghibah yang diharamkan?
Jika terdapat maslahat yang besar di balik menyebutkan kejelekan saudara, maka ketika itu diperbolehkan
menyebutkan kejelekan saudaranya karena adanya maslahat yang lahir di baliknya. Dalam kitab Subul As-Salam
disebutkan beberapa bentuk celaan kepada saudara yang diperbolehkan dan bukan merupakan ghibah. Diringkas
dalam dua bait syair:

2/3



Celaan bukanlah ghibah dalam enam perkara: Orang yang terzhalimi, orang yang memperkenalkan, dan orang
yang mentahdzir, orang yang terang-terangan berbuat kefasikan, orang yang minta fatwa, dan orang yang meminta
bantuan dalam menghilangkan kemungkaran.
Berikut penjelasan 6 perkara ini secara ringkas:
1. Boleh bagi orang yang dizhalimi untuk menyebutkan kejelekan orang yang menzhaliminya, yaitu kejelekan
berupa kezhaliman yang dia perbuat.
2. Jika ada seseorang yang dikenal dengan suatu aib dan dia tidak dikenal atau susah dikenali kecuali dengan aib
itu, maka orang yang memperkenalkannya dibolehkan menyebutkan aib tersebut ketika memperkenalkan oran itu
agar dia mudah dikenali. Misalnya seorang ulama besar dan rawi hadits dari Bashrah yang bernama Muhammad
bin Jafar. Beliau digelari oleh gurunya dengan nama Ghundar yang berarti pengganggu. Jika namanya disebut
maka banyak rawi yang bernama Muhammad bin Jafar sehingga sulit untuk diketahui kalau perawi itu adalah
beliau. Tapi jika disebutkan Ghundar, maka langsung diketahui kalau itu beliau. Dan ini banyak dalam rawi-rawi
hadits, ada yang digelari Al-Amasy (yang rabun), Al-Awar (yang rusak penglihatannya), Adh-Dhaif (yang lemah
tubuhnya), dan seterusnya.
3. Orang yang mentahdzir, sudah jelas harus menyebutkan kejelekan saudaranya berupa kesesatan yang dia
anut.
4. Orang yang terang-terangan berbuat kefasikan tidaklah mempunyai kehormatan, karenanya dia boleh dicela
dengan maksiat yang dia kerjakan terang-terangan tersebut.
5. Orang yang meminta fatwa tentang suatu kejelekan atau orang yang jelek, tentu saja harus menyebutkan
kejelekan dari orang tersebut, karena itu berkenaan dengan hukum masalah yang dia pertanyakan.
6. Untuk meminta bantuan kepada yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran, jelas harus menceritakan
kemungkaran dan para pelakunya kepada orang yang kita mintai bantuan tersebut.
Apa yang harus dilakukan oleh orang yang mendengar ghibah?
Dia wajib membela kehormatan saudaranya dengan mengingkari pelaku ghibah tersebut, berdasarkan hadits Abu
Ad-Darda` radhiallahu anhu di atas. Jika dia tidak sanggup membela kehormatan saudaranya, maka dia wajib
meninggalkan tempat tersebut dan tidak duduk bersama pelaku ghibah tersebut. Hal itu karena ghibah merupakan
perbuatan mengolok-olok aturan Allah Taala dan barangsiapa yang ridha dengannya maka sama saja jika dia
sendiri yang langsung mengerjakannya. Hal itu karena para ulama menyatakan bahwa orang yang ridha sama
seperti pelaku.
Dalil dari hal ini adalah firman Allah Taala dalam surah An-Nisa` ayat 140 yang artinya, Dan sungguh Allah telah
menurunkan kepada kalian perintah di dalam Al Quran, yaitu apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diperolok-olokkan, maka janganlah kalian duduk bersama mereka, sampai mereka memasuki pembicaraan yang
lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian), tentulah kalian sama seperti mereka. Sesungguhnya
Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.
Maka dalam ayat ini Allah Taala menggabungkan orang munafik dengan orang yang mendengarkan kemunafikan
bersama di dalam neraka, dan juga menggabungkan orang kafir dengan orang yang mendengarkan kekafiran
bersama-sama di dalam neraka. Maka demikian pula pelaku ghibah dan yang mendengarnya, Allah Taala akan
menggabungkan mereka semua di dalam satu tempat di dalam neraka. Wal iyadzu billah.

Incoming search terms:


hadits tentang ghibah
This entry was posted on Tuesday, June 29th, 2010 at 7:04 am and is filed under Quote of the Day. You can follow
any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. Both comments and pings are currently closed.

3/3

Anda mungkin juga menyukai