Bakar
10
5 x
10
10
12
11
14
bahan bakar tambang semacam batu bara misalnya, yang kita ketahui
terbentuk dari batang kayu jaman prasejarah, tersusun atas molekul
hidrokarbon turunan dari molekul-molekul selulosa tumbuhan, yang akibat
dari berbagai proses alami pelebaran rantai karbon hingga terbentuk
molekul lignite(C H O ), subbituminous (C H O ), bituminous(C H O )
70
25
75
20
80
15
biasa kita sebut sebagai energi kimia. Jika ikatan antar atom tersebut terlepas
atau putus, energi yang tersimpan di dalamnya akan terlepas juga dalam
bentuk panas. Jumlah energi panas yang terlepas untuk tiap satu satuan
massa bahan bakar inilah yang biasa kita kenal sebagai nilai kalor, atau
biasa dikenal dalam dunia engineer sebagaiheating value. Selain
melepas energi panas, terputusnya ikatan antar atom tersebut diikuti pula
dengan reaksi oksidasi, yang ditandai dengan terikatnya atom oksigen
dengan masing-masing atom karbon dan hidrogen membentuk karbon
dioksida (CO ) maupun air (H O).
2
Bomb Calorimeter
volume konstan sebagai tempat spesimen diukur nilai kalorinya. Ruang ini
diselimuti dengan air sebagai media ukur saat terjadi perubahan temperatur
akibat proses pembakaran terjadi. Spesimen diletakkan di dalam ruang bakar
dan disulut menjadi api hingga terjadi ekspansi udara serta kenaikan
temperatur ruang. Kenaikan temperatur tersebut akan memanaskan air yang
menyelimuti ruang, sehingga didapatkan temperatur sebelum dan sesudah
pembakaran bahan bakar. Dari nilai temperatur air inilah akan dihitung nilai
kalor bahan bakar tersebut. Untuk lebih jelasnya mari kita simak video
animasi berikut.
dalam nilai heating value. Dengan kata lain, HHV mengasumsikan bahwa
uap air hasil proses pembakaran akan terkondensasi dan melepaskan panas
latennya di akhir proses, sedangkan LHV mengasumsikan bahwa uap air
akan tetap sebagai uap air hingga akhir proses pembakaran.
Sesuai pembahasan di atas maka nilai HHV dan LHV akan memiliki selisih
nilai. Selisih tersebut bergantung pada komposisi kimia dari bahan bakar.
Pada karbon ataupun karbon monoksida murni nilai HHV dan LHV memiliki
nilai yang hampir sama persis. Hal ini disebabkan karena karbon dan karbon
monoksida murni tidak mengandung atom hidrogen pada molekulnya,
sehingga -secara teoritis- tidak akan terbentuk molekul air di akhir proses
pembakaran. Sebaliknya pada bahan bakar hidrogen, yang pasti akan
terbentuk molekul air di akhir proses pembakarannya, nilai HHV hidrogen
lebih besar 18,2% dari nilai LHV-nya. Nilai HHV tersebut termasuk juga
mengukur panas sensibel uap air pada temperatur 150C hingga 100C,
panas laten air pada temperatur 100C, serta panas sensibel air dari
temperatur 100C hingga 25C.
Nilai Heating Value Berbagai Jenis Bahan Bakar
Berikut adalah nilai heating value dari berbagai jenis bahan bakar dikutip
dari beberapa sumber.
Jenis Bahan Bakar
HHV (MJ/kg)
LHV (MJ
Hidrogen
141,8
Metana
55,5
50
Etana
51,9
47,8
Propana
50,35
46,35
Butana
49,5
45,75
Pentana
48,6
45,35
119,9
Minyak Bumi
45,543
Lilin Parafin
46
41,5
Kerosin
46,2
43
Solar
44,8
43,4
Bensin
47
Batubara Anthracite
32,5
Batubara Lignite
15
Gas Alam
54
Kayu (biasa)
21,7
Kayu Bakar
24,2
Gambut basah
Gambut kering
15
Karbon (Grafit)
32,808
Karbon monoksida
10,112
Amonia
18,646
Sulfur padat
9,163
Referensi:
wikipedia.org
Heating Value
Bukit Asam
42,68
43,44
17