PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Untuk menjalankan roda organisasi rumah sakit dengan baik,
diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan sarana serta prasarana
yang memadai. Oleh karena itu perilaku tenaga medis, paramedis, non medis
harus baik, serta dapat menjaga dan mempertahankan etik, baik etik rumah
sakit etik kedokteran maupun etik keperawatan, serta hukum kesehatan pada
khususnya dan etik hukum lain pada umumnya.
Semakin maraknya tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan
kesehatan memaksa rumah sakit dengan seluruh tenaga kesehatan yang ada
harus hati-hati dalam memberikan pelayanan kesehatan, dan harus
ditingkatkan baik kualitas profesi maupun ketatan akan etika yang berlaku di
masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu komite yang menangani dan
menjaga etika rumah sakit. Komite tersebut dinamakan Komite Etik Rumah
Sakit.
Komite Etik Rumah Sakit merupakan badan yang dibentuk dengan
anggota dari berbagai disiplin dalam rumah sakit, yang bertujuan membantu
pimpinan rumah sakit menjalankan kode etik rumah sakit. Komite Etik
Rumah Sakit dapat menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling
pengertian antara berbagai pihak yang terlibat seperti dokter, pasien, keluarga
pasien dan masyarakat tentang berbagai masalah etika, hukum, dan
kedokteran di rumah sakit. Seluruh permasalahan yang berkaitan dengan
etika biomedis dirumah sakit ditangani oleh Komite Etik Rumah Sakit.
B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Menjadi pedoman bagi Komite Etik dan Manajemen dalam menciptakan
pelayanan yang sesuai dengan etik rumah sakit.
1
2. TUJUAN KHUSUS
a. Agar seluruh karyawan rumah sakit baik medis penunjang maupun
non medis bertindak sesuai dengan etika rumah sakit.
b. Menjadi acuan bagi Komite Etik dan Manajemen dalam mengambil
langkah penyelesaian jika terjadi pelanggaran etik di rumah sakit.
2
BAB II
PENGERTIAN
Etik ialah suatu norma atau nilai (value) mengenai sikap batin dan
perilaku manusia. Oleh sebab itu, sifatnya masih abstrak, belum tertulis.
Kalau sudah tertulis, maka disebut Kode Etik. Karena norma tergantung
pada tempat, situasi dan kurun waktu tertentu, maka etik sebagai suatu
norma/ nilai dapat berubah-ubah. Jika tempatnya berlainan, maka etiknya
dapat pula berlainan, karena akibat pengaruh sejarah, kultur serta adat-
istiadat setempat. Demikian juga, walaupun tempatnya sama, tetapi kurun
waktunya berlainan, dapat pula berlainan norma/ etiknya.
Kode etik berarti: himpunan norma-norma yang
disepakati dan ditetapkan oleh dan untuk para
pengemban profesi tertentu. Dalam hal ini profesi
kesehatan, perumah sakitan, kedokteran, perawatan, dan
sebagainya. Kode etik bersifat: apa yang kita cita-
citakan. Bukan menguraikan akan apa adanya sekarang,
ini. Oleh karena sifatnya yang normatif, maka
perumusan suatu Kode Etik harus memakai istilah-
istilah: harus, seharusnya, wajib, tidak boleh anjuran
atau larangan, sehingga diketahui apa yang dianggap
baik atau buruk, sebagai kewajiban atau tanggung
jawab sifat-sifat kehidupan yang baik. Dalam bidang
etik kesehatan, masalahnya lebih serius, sehingga
pilihannya bisa antara baik atau lebih baik" atau antara
"buruk atau lebih buruk".
Fungsi Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit
1. Komite Etik Rumah sakit berfungsi sebagai sumber informasi yang
relevan untuk bahan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
masalah etik serta penyelesaian masalah etik rumah sakit.
2. Komite Etik bertugas mengidentifikasi masalah etik di rumah sakit,
3
sehingga Komite Etik dapat memberikan gambaran tentang cara
penyelesaiannya.
3. Komite Etik berperan memberikan rekomendasi dan penjelasan kepada
Direktur, apakah suatu pelanggaran etik diteruskan ke pengadilan atau
tidak.
4. Komite Etik berperan dalam melakukan peningkatan pengetahuan dan
kemampuan anggotanya dan staf rumah sakit, melalui misalnya
pelatihan, seminar, diskusi dll.
5. Komite Etik dapat melakukan diskusi dan pembahasan berbagai kasus
medis dengan kandungan aspek etika rumah sakit.
4
BAB III
PENGORGANISASIAN
Ketua Tim
Etik dan Hukum
Sekretaris
Anggota Anggota
2. URAIAN TUGAS
a. KETUA
Tugas Pokok
Memimpin Tim Etik dan Hukum Rumah Sakit
Uraian Tugas
1) Memimpin, berkoordinasi dan berkomunikasi dengan seluruh
anggota sub komite maupun di luar sub komite di dalam
penyelesaian masalah
2) Memimpin di dalam penyusunan tata cara, prosedur, SPO tentang
penanganan masalah
3) Bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit didalam
5
pelaksanaan tugasnya
b. SEKRETARIS
Tugas Pokok
Mengkoordinir kesekretariatan Panitia Etik dan Hukum Rumah Sakit
sesuai dengan jabatannya
Uraian Tugas
1) Menyiapkan dan mencatat hasil rapat
2) Menggandakan dan mengedarkan risalah rapat kepada seluruh
anggota
3) Melaksanakan tugas tugas kesekretariatan lainya
c. ANGGOTA
Tugas Pokok
Menangani masalah etika profesi
Uraian Tugas
1) Menghadiri rapat-rapat Tim
2) Mengembangkan wawasan dan pengetahuan tentang masalah
Etikomedikolegal
6
dibuat laporan kepada Direktur.
2. Kedudukan anggota
a. Ketua tim
1) Memimpin, berkoordinasi dan berkomunikasi dengan seluruh
anggota sub tim maupun di luar sub tim dalam penyelesaian
masalah
2) Memimpin didalam penyusunan tata cara, prosedur, SPO
tentang penanganan masalah
3) Bertanggung jawab kepada Direktur dalam pelaksanaan
tugasnya
b. Notulen
1) Menyiapkan dan mencatat hasil rapat sub tim
2) Menggandakan dan mengedarkan risalah rapat kepada seluruh
anggota
3) Melaksanakan tugas tugas kesekretariatan lainnya
c. Anggota tim
1) Menghadiri rapat-rapat sub tim
2) Mengembangkan wawasan dan pengetahuan tentang masalah
Etika
3. Tata Kerja Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit
a. Persidangan dilaksanakan berdasarkan permintaan tertulis dari
Direktur
b. Surat menyurat bersifat rahasia
c. Persidangan bersifat tertutup
d. Dalam melaksanakan tugasnya tim harus bersifat netral
e. Sub tim Etika Rumah Sakit memakai asas praduga tak bersalah
terhadap pihak teradu
f. Acuan pengkajian untuk mengambil keputusan :
1) Sumpah dokter
2) Kode Etik Kedokteran Indonesia
3) Pedoman Kode Etik Kedokteran Indonesia
7
4) SPO atau PPK masing-masing SMF
5) Sumber informasi lain yang bisa dipertanggungjawabkan.
g. Dibuat rumusan hasil persidangan secara tertulis yang
disepakati dan ditandatangani oleh Ketua Sidang
h. Rumusan hasil persidangan dilaporkan secara tertulis kepada
Komite Medis.
8
BAB IV
LINGKUP KEGIATAN
Ruang lingkup pelayanan Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit Royal
Surabaya adalah:
1. Etik yang berhubungan dengan data rekam medik pasien di RS Royal
Surabaya
2. Etik tentang hak dan kewajiban dokter di RS Royal Surabaya
3. Etik tentang hak, kewajiban dan tanggungjawab perawat di RS Royal
Surabaya
4. Etik tentang hak dan kewajiban petugas administrasi di RS Royal
Surabaya
5. Kode etik profesi rekam medik di RS Royal Surabaya
6. Etik tentang hak dan kewajiban pasien di RS Royal Surabaya
7. Masalah etik medis di RS Royal Surabaya
8. Penyelesaian permasalahan etik di RS RS Royal Surabaya
9. Etik tentang penelitian/ riset di RS Royal Surabaya
10. Penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan pembayaran
pasien.
9
BAB V
METODE
10
penyimpanan dan pengambilan data pasien/ rekam medik tersebut.
11
pengawasan yang efektif terhadap kebenaran data pasien/ rekam medik,
khususnya data biaya yang harus dibayar oleh pasien.
B. ETIK TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER DI RS ROYAL
1. KEWAJIBAN UMUM SEORANG DOKTER RS ROYAL
a. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan Sumpah Dokter.
b. Harus senantiasa melaksanakan tugas profesinya menurut ukuran
yang tertinggi (sesuai dengan standart profesi medik).
c. Dalam melakukan pekerjaan kedokteran, tidak boleh dipengaruhi
oleh pertimbangan keuntungan pribadi.
d. Dalam melakukan pekerjaan, harus mengutamakan kepentingan
pasien, keluarga dan masyarakat serta memperhatikan semua aspek
pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan holistik (promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif).
e. Setiap tindakan dan informasi yang mungkin menurunkan
semangat hidup pasien baik jasmani maupun rohani, hanya
diberikan demi kepentingan pasien.
f. Harus berhati-hati dalam menerapkan setiap tehnik atau metode
pengobatan baru yang belun diuji kebenarannya.
g. Hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat
dipertanggungjawabkan.
h. Harus mampu memberikan edukasi dan pengabdian masyarakat.
i. Harus mampu bekerja sama dengan pihak lain di bidang kesehatan/
lainnya.
j. Harus selalu memperhatikan dan tidak melanggar Bioetik.
k. Tanpa alasan medis yang benar dan tepat, maka dilarang, untuk:
1) Memperpanjang LOS (length of stay) pasien.
2) Menggunakan peralatan medis secara berlebihan (over
utillization).
3) Melakukan tindakan yang mempunyai implikasi/ akibat
kriminal, misalnya: abortus provocatus criminalis.
12
4) Menahan pasien/ tidak merujuk sedangkan RS Royal
Surabaya tidak mempunyai peralatan diagnostik/ terapi yang
dibutuhkan.
5) Menolak pasien tidak mampu.
l. Tidak diperbolehkan untuk:
1) Melakukan perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri dan
atau menjelekkan teman sejawat lain.
2) Menerima imbalan lain diluar imbalan yang seharusnya.
13
i. Dokter wajib memberikan informasi dengan benar dan lengkap
(inform consent) kepada pasien/ keluarganya jika akan melakukan
tindakan medik pada pasien tersebut.
j. Dokter wajib membuat rekam medik tentang penyakit/ keadaan
pasien dengan baik, lengkap, benar, secara berkesinambungan.
14
Kedokteran di RS. Royal Surabaya seperti diatas.
a. Dokter paruh waktu, sesuai dengan bidang keahliannya
bertanggungjawab penuh atas segala tindakan mediknya.
b. Harus bersedia datang jika pasien dalam keadaan gawat darurat.
c. Harus selalu teratur mengunjungi (visite) pasien yang menjadi
tanggungjawabnya.
d. Jika terjadi Kejadian Tidak Diharapkan akibat kelalaian dokter
yang menimbulkan tuntutan dari pasien/ keluarga/ masyarakat, hal
itu menjadi tanggung jawab dokter yang bersangkutan.
e. Pihak RS. Royal Surabaya ikut bertanggung jawab, jika Kejadian
Tidak Diharapkan disebabkan karena ketidakmampuan RS. Royal
Surabaya dalam menyiapkan sarana/ prasarana yang memadai.
15
yang tidak puas atas pelayanannya.
h. Dokter berhak mendapatkan informasi lengkap sehubungan dengan
penyakit pasien yang dirawatnya, baik dari pasien sendiri atau dari
keluarganya.
i. Dokter berhak mendapatkan imbalan atas jasa profesi yang
diberikannya berdasarkan perjanjian dengan pasien, dan atau
ketentuan/ peraturan yang berlaku di RS. Royal Surabaya.
j. Dokter berhak menolak memberikan keterangan tentang pasien
dipengadilan (sesuai Pasal 170 ayat 1 KUHP).
2. KEWAJIBAN PERAWAT
a. Mematuhi undang-undang dan peraturan rumah sakit sesuai dengan
kepegawaianya.
b. Mematuhi kode etik keperawatan yang berlaku.
c. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi
mencakup kebutuhan biopsiko sosio religius.
d. Memberikan informasi kepada pasien atas tindakan yang akan
16
dilakukan .
e. Memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarganya.
f. Melindungi privacy pasien
g. Merahasiakan rahasia jabatan.
17
b. Harus selalu bersedia untuk menyebarluaskan pengetahuan,
ketrampilan dan pengalaman profesionalnya kepada sesama
perawat/ petugas lainnya, dalam rangka meningkatkan kemampuan
lain bidang keperawatan.
c. Bersedia selalu membimbing dan mendidik siswa perawat agar
mereka dapat berkembang menjadi perawat yang baik dan terampil.
18
martabat dan tradisi luhur keperawatan.
d. Tidak menyalahgunakan kemampuannya untuk mengambil
keuntungan bagi dirinya sendiri.
19
pasien.
d. Setiap pelaksana rekam medik dan selalu menyimpan dan menjaga
berkas rekain medik serta informasi yang terkandung didalamnya
sesuai ketentuan prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku.
e. Setiap pelaksana rekam medik dan selalu menjunjung tinggi
kerahasiaan pasien dalam memberikan informasi.
f. Setiap pelaksana rekam medik dan selalu melaksanakan tugas
yang dipercayakan pimpinan kepadanya dengan penuh tanggung
jawab, teliti dan akurat.
g. Berusaha untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
profesional melalui upaya peningkaian diri secara berkelanjutan
dan melalui penerapan ilmu dan teknologi mutakhir rekam medik.
h. Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik:
1) Menerima ajakan kerja sama seseorang untuk melakukan
pekerjaan yang menyimpang dari ketetapan/ peraturan yang
berlaku.
2) Menyebarluaskan informasi yang terkandung dalam laporan
rekam medik yang dapat merusak citra profesi rekam medik,
profesi lain dan institusi.
3) Menerima imbalan jasa yang melebihi ketentuan yang
berlaku.
20
profesi untuk mewakili penampilan profesi.
d. Menyerahkan jabatan/ kedudukan dalam suatu posisi dalam
organisasi secara terhormat kepada pejabat baru yang dipilih.
21
keperawatan.
e. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit,
f. Dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis
dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
g. Meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah
sakit (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya,
sepengetahuan dokter yang merawat.
h. Atas "privacy" dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya.
i. Mendapat informasi yang meliputi :
1) Penyakit yang diderita.
2) Tindakan medik apa yang hendak dilakukan.
3) Kemungkinan penyulit sebagai akibat tersebut dan tindakan
untuk mengatasinya.
4) Alternatif terapi lainnya.
5) Prognosanya.
6) Perkiraan biaya pengobatan.
j. Menyetujui/ memberikan ijin atas tindakan yang akan dilakukan
oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
k. Menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya, dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab
sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang
penyakitnya.
l. Didampingi keluarga dalam keadaan kritis.
m. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama/ kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
n. Atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di rumah sakit.
o. Mengajukan usul, saran perbaikan atas perlakuan rumah sakit
terhadap dirinya.
22
p. Menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual.
23
g. Penderita/ keluarga/ pengunjung ikut menjaga kebersihan,
ketenangan dan tidak merokok.
h. Keluarga dan pengunjung diperkenankan berkunjung pada jam
yang ditentukan.
i. Keluarga dan pengunjung disarankan tidak mencuci dan menjemur
di lingkungan RS. Royal Surabaya.
j. Pasien/ keluarga/ pengunjung mentaati segala peraturan dan
ketentuan yang berlaku di RS. Royal Surabaya.
24
4) Terdapat tanda-tanda mati jantung (garis datar pada EKG),
paling sedikit setelah 30 menit dilakukan resusitasi.
5) Penolong terlalu lelah, sehingga tidak dapat melanjutkan
upaya resusitasi.
3. EUTANASIA
a. Eutanasia berasal dari bahasa Yunani, yang berarti kematian yang
harus diakhiri, yang sekarang banyak diartikan sebagai
pengakhiran kehidupan karena kasihan atas penderitaannya.
25
b. Ada 2 macam Eutanasia, yaitu:
1) Eutanasia Aktif: mempercepat kematian melalui tindakan
medis yang direncanakan. Eutanasia ini merupakan tindakan
yang dapat dihukum, karena melanggar KUHP pasal 304,
344, dan 345.
2) Eutanasia pasif: Penghentian segala upaya dan pengobatan
yang tidak berguna lagi, baik atas permintaan maupun tidak.
Hal ini dapat dikenai sangsi sesuai Fatwa IDI dengan
memakai Triase Gawat Darurat (Critical Care Triage) yang
dikeluarkan oleh IDI.
26
pelanggaran etik yang disampaikan baik secara lisan/ tertulis, baik dari
pasien, keluarga, masyarakat atau dari karyawan RS Royal Surabaya,
maka Direktur akan meminta Komite Etik untuk menyelesaikan
masalah itu.
8. Komite Etik segera menindaklanjuti dengan mencatat pelanggaran
yang terjadi, saran, kritik tersebut dalam buku khusus, dengan
dilengkapi data yang lengkap: waktu, tempat kejadian, masalah yang
timbul, nama karyawan yang terlibat, saksi serta nama, alamat,
pekerjaan pelapor/ pengirim surat.
9. Jika identitas si pelapor jelas, maka Komite Etik memanggil yang
bersangkutan untuk dimintai keterangan/ penjelasan yang lebih
lengkap.
10. Komite Etik kemudian memanggil karyawan RS Royal Surabaya yang
terlibat untuk dimintai keterangan.
11. Komite Etik memanggil saksi/ pihak lain yang mengetahui peristiwa
tersebut untuk mendapatkan keterangan yang lengkap.
12. Komite Etik mengadakan rapat untuk membahas pengaduan tersebut
dan mencari penyelesaian yang sebaik-baiknya.
13. Jika dipandang perlu maka hasil rapat disampaikan kepada Komite
Medik, Komite Keperawatan dan atau komite lain untuk dimintakan
pendapat dan saran.
14. Komite Etik memberikan rekomendasi kepada Direktur RS Royal
Surabaya berserta saran penyelesaiannya.
15. Jika karyawan RS Royal Surabaya tidak terbukti bersalah melakukan
pelanggaran seperti yang diadukan, maka Direktur RS Royal Surabaya
akan memanggil pihak pelapor untuk menyampaikan hasil
penyelidikan yang telah dilakukan Komite Etik
16. Jika kesalahan ada dipihak karyawan RS Royal Surabaya, maka
Direktur akan memberikan sanksi kepada mereka sesuai dengan
Peraturan. Direktur juga memberitahukan sanksi tersebut kepada pihak
pelapor/ pengadu.
27
17. Jika pihak pelapor/ pengadu sudah puas dan menerima keputusan
Direktur, maka persoalan dianggap selesai.
18. Jika pihak pelapor/ pengadu walaupun sudah dilakukan musyawarah
masih tidak puas dengan keputusan Direktur RS Royal Surabaya, maka
masalah ini oleh Direktur diteruskan ke Pengurus Ikatan Profesi yang
bersangkutan, dan jika perlu melaporkan masalah ini kepada Pengurus
RS Royal.
19. Jika ternyata dengan prosedur musyawarah kekeluargaan masalah
belum terselesaikan, maka sebagai langkah terakhir diselesaikan
dengan menempuh jalur hukum/ pengadilan.
28
khususnya dokter dan perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan,
sementara banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul
akibat nilai-nilai dokter/ perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi
kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan.
Dalam menghadapi dilema etik, maka RS Royal Surabaya dapat mengambil
salah satu metode yang dianggap sesuai atau pas dengan situasi dan
kondisinya, yang seminimal mungkin menimbulkan dampak yang tidak baik.
Beberapa pendapat para ahli atau pakar dapat dipakai sebagai referensi.
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif
yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak
memuaskan sebanding.
Dari beberapa sumber, kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan
oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses pemecahan
masalah secara ilmiah, antara lain:
1. Model Pemecahan masalah (Megan, 1989)
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema
etik.
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
2. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004 )
a. Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukannya, dokter/ perawat memerlukan pengumpulan
informasi sebanyak mungkin meliputi :
1) Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana
keterlibatannya
2) Apa tindakan yang diusulkan
3) Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
4) Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari
29
tindakan yang diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban petugas kesehatan
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat/ dokter
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap
alternatif keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat
keputusan berikutnya.
4. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)
Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan
etik
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan
30
5. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson (1981)
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan
yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi Issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang
terkait.
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada
Dalam hal terjadi kebuntuan dalam memutuskan masalah etik, maka
direktur dapat mengambil keputusan. Direktur dapat melakukan konsultasi
kepada ahli etika dan para Rohaniwan.
31
kepada pelapor.
8. Pengaduan lewat surat kaleng atau cara lain yang tidak jelas
sumbernya dapat menjadi bahan masukan bagi manajemen namun
tidak harus ditindaklajuti.
9. Manajemen akan segera menindaklanjuti pengaduan yang jelas sumber
dan dapat dipertanggungjawabkan.
10. Jika karyawan dinyatakan bersalah dalam masalah pembayaran, maka
karyawan dikenai sangsi sesuai peraturan yang berlaku, dan hal
tersebut disampaikan kepada pengadu/ pelapor.
11. Jika pasien/ keluarganya dirugikan atas biaya pembayaran maka RS
Royal Surabaya mengembalikan senilai kerugian tersebut kepada
pasien/ keluarga.
12. Jika pelapor bisa menerima penjelasan dan penggantian kerugian (jika
ada), maka permasalahan dianggap slesai.
13. Penyelesaian permasalahan pembayaran semaksimal mungkin
diupayakan dengan jalan musyawarah mufakat dan tidak merugikan
kedua belah pihak.
14. Jika ternyata pasien/ keluarga yang salah maka RS Royal Surabaya
akan memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada Pasien/
keluarga.
15. Jika musyawarah mufakat tidak tercapai dan pasien/ keluarga
bersikeras menyelesaikan lewat jalur hukum, maka penyelesaiannya
dilaksanakan di Pengadilan Negeri Purwodadi.
16. Jika pasien tidak mampu membayar karena dari keluarga tidak mampu
maka RS Royal Surabaya bisa memberikan keringanan bahkan kalau
perlu pembebasan seluruh biaya.
17. Direktur berwenang memberikan keringanan biaya pasien yang
meminta keringanan biaya, berdasarkan pertimbangan tertentu.
32
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN
1. INDIKATOR MUTU
Pengendalian mutu di Komite Etik Rumah Sakit (KERS) dilakukan melalui:
a. Peningkatan pengetahuan etik rumah sakit.
b. Respontime terhadap laporan kasus.
2. KEGIATAN
Pengendalian mutu tersebut dilaksanakan oleh Komite Etik dan didukung oleh
mnajemen rumah sakit. Penjelasan atas pengendalian mutu tersebut di atas
33
adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan pengetahuan etik rumah sakit.
Belum semua tenaga rumah sakit terutama dokter dan paramedic belum
memahami masalah etik. Hal ini berakibat pasien dilayani dengan
pelayanan yang melanggar atau tidak sesuai etik yang berlaku. Kondisi ini
bisa berbahaya, jika terjadi tuntutan pasien atas pelayanan yang melanggar
etik akan sangat merepotkan pihak rumah sakit. Angota Komite Etik wajib
selalu meningkatkan pengetahuan tentan etik rumah skait. Demikian juga
Komite Etik wajib mengupayakan agar ada peningkatan pengetahuan etik
rumah sakit bagi seluruh tenaga kerja di rumah sakit.
Minimal setahun sekali perlu diadakan seminar atau refresing tentang
masalah etik di rumah sakit. Komite Etik bisa menjadi narasumber untuk
acara tersebut.
2. Respontime terhadap laporan kasus.
Suatu kasus yang dilaporkan tentu si pelapor menharapkan kasusnya
segera ditindaklanjuti terlepas dari apapun hasilnya. Komite etik harus
menindaklanjti kasus yang dilaporkan kepadanya. Paling tidak dalam 1
minggu sejak laporan masuk harus sudah mulai dibicarakan oleh Komite
Etik. Penyelesaiannya tentu tergantung rumit tidaknya kompleks tidaknya
kasus. Dalam waktu 1 (satu) bulan sejak laporan masuk harus sudah ada
hasil yang disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada Direktur
3. ALUR PELAPORAN
1. Laporan pengaduan pelanggaran etik bisa berasal dari karyawan, pasien
maupun pihak lain ataupun ditemukan sendiri oleh Komite Etik Rumah
Sakit.
2. Hanya pengaduan yang dapat dipertanggungjawabkan yang perlu
ditindaklanjuti, sedang surat kaleng atau pengaduan yang tidak jelas
sumbernya bisa menjadi bahan masukan rapat Komite Etik, dan jika Rapat
Komite Etik memutuskan tidak perlu ditindaklanjuti maka pengaduan
tersebut tidak perlu ditindaklanjuti.
34
3. Bila ada laporan pengaduan kepada Direktur, tentang terjadinya
pelanggaran etik yang disampaikan baik secara lisan/ tertulis, baik dari
pasien, keluarga, masyarakat atau dari karyawan RS Royal Surabaya,
maka Direktur akan meminta Komite Etik untuk menyelesaikan masalah
itu.
4. Komite Etik segera menindaklanjuti dengan mencatat pelanggaran yang
terjadi, saran, kritik tersebut dalam buku khusus, dengan dilengkapi data
yang lengkap: waktu, tempat kejadian, masalah yang timbul, nama
karyawan yang terlibat, saksi serta nama, alamat, pekerjaan pelapor/
pengirim surat.
5. Jika identitas si pelapor jelas, maka Komite Etik memanggil yang
bersangkutan untuk dimintai keterangan/ penjelasan yang lebih lengkap.
6. Komite Etik kemudian memanggil karyawan RS Royal Surabaya yang
terlibat untuk dimintai keterangan.
7. Komite Etik memanggil saksi/ pihak lain yang mengetahui peristiwa
tersebut untuk mendapatkan keterangan yang lengkap.
8. Komite Etik mengadakan rapat untuk membahas pengaduan tersebut dan
mencari penyelesaian yang sebaik-baiknya.
9. Jika dipandang perlu maka hasil rapat disampaikan kepada Komite Medik,
Komite Keperawatan dan atau komite lain untuk dimintakan pendapat dan
saran.
10. Komite Etik memberikan rekomendasi kepada Direktur RS Royal
Surabaya berserta saran penyelesaiannya.
11. Jika karyawan RS Royal Surabaya tidak terbukti bersalah melakukan
pelanggaran seperti yang diadukan, maka Direktur RS Royal Surabaya
akan memanggil pihak pelapor untuk menyampaikan hasil penyelidikan
yang telah dilakukan Komite Etik
12. Jika kesalahan ada dipihak karyawan RS Royal Surabaya, maka Direktur
akan memberikan sanksi kepada mereka sesuai dengan Peraturan. Direktur
juga memberitahukan sanksi tersebut kepada pihak pelapor/ pengadu.
13. Jika pihak pelapor/ pengadu sudah puas dan menerima keputusan Direktur,
35
maka persoalan dianggap selesai.
14. Jika pihak pelapor/ pengadu walaupun sudah dilakukan musyawarah
masih tidak puas dengan keputusan Direktur RS Royal Surabaya, maka
masalah ini oleh Direktur diteruskan ke Pengurus Ikatan Profesi yang
bersangkutan, dan jika perlu melaporkan masalah ini kepada Pengurus RS
Royal.
15. Jika ternyata dengan prosedur musyawarah kekeluargaan masalah belum
terselesaikan, maka sebagai langkah terakhir diselesaikan
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI
1. RAPAT/ PERTEMUAN
Rapat dilaksanakan setiap bulan satu kali dan apabila terjadi pengaduan,
pengaduan terhadap kasus etik akan dirapatkan dan akan dibuat sidang.
2. AUDIT
1. Tata cara persidangan :
a. Sidang dianggap sah apabila dihadiri minimal 2 orang anggota
b. Ketua atau sekretaris harus hadir
c. Persidangan tertutup yang diperlukan bisa dihadirkan saksi/ beberapa
tenaga ahli yang dapat membantu persidangan kasus yang bersangkutan
36
2. Rumus hasil persidangan :
Bersifat rahasia, disampaikan kepada ketua Direktur Rumah Sakit untuk
selanjutnya dibuat laporan kepada Direktur Rumah Sakit Royal Surabaya.
3. Kategori pelanggaran dan sanksi
Dari hasil persidangan ditetapkan kategori pelanggaran sbb :
a. Pelanggaran ringan
b. Pelanggaran sedang
c. Pelanggaran berat
4. Kriteria pembobotan pelanggaran berdasarkan pada :
a. Akibat yang ditimbulkan terhadap kehormatan profesi
b. Akibat yang ditimbulkan terhadap keselamatan pasien
c. Akibat yang ditimbulkan terhadap kepentingan umum /RS
d. Iktikad baik beradu dalam penyelesaian kasus
e. Motivasi yang mendasari kasus
f. Situasi lingkungan yang mempengaruhi timbulnya kasus
g. Pendapat anggota ahli
h. Pendapat peers group/ teman sejawat lingkungan
5. Sanksi terhadap pelanggaran :
a. Komite Etik dan Hukum tidak berwenang memberikan sanksi kepada
teradu
b. Komite Etik dan Hukum melaporkan pengkajian Etika dan
medikolegal serta masalah hukum kedokteran Direktur Rumah Sakit.
3. TELAAH KASUS
37
BAB VIII
PENUTUP
Pedoman Kerja Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit ini merupakan
dokumen yang dinamis mengikuti perkembangan etik rumah sakit. Minimal 1
(satu) kali dalam 3 (tga) tahun Pedoman Kerja Komite Etik Rumah Sakit ini perlu
ditinjau ulang, diperbarui dan kalau perlu direvisi.
Dengan diterbitkannya Pedoman Kerja Komite Etik ini, diharapkan dapat
mendukung penerapan etik rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan yang
berfokus pada pelanggan.
Sejalan dengan perkembangan Kerja Komite Etik rumah sakit di berbagai
daerah, baik swasta maupun pemerintah, tentunya Komite Etik Rumah Sakit
Royal Surabya terus memperbaiki dan mengembangkan Pedoman ini sesuai
38
dengan kebutuhan perkembangan perumahsakitan.
Semoga Pedoman Kerja Komite Etik ini memberikan kontribusi dan hasil nyata
terhadap pelayanan Komite Etik yang profesional dan berkualitas.
Ditetapkan di : Surabaya
Tanggal : 05 Januari 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya berkat rahmat dan ridlonya kami dapat melakukan kegiatan dan aktifitas
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab menyusun Pedoman Kerja Tim
Etik dan Hukum RS Royal Surabaya.
Kami menyadari sepenuh bahwa Pedoman Kerja Tim Etik dan Hukum RS
Royal Surabaya. ini tidaklah sempurna dan masih banyak kekurangan dalam
penyusunannya, maka segala kritik dan saran dalam pembuatan Pedoman ini, dari
semua pihak sangat kami perlukan.
Pada kesempatan ini pula kami menyampaikan terima kasih kepada Direktur RS
Royal Surabaya yang telah memberi arahan, bimbingan dan semua unit kerja
39
terkait dalam kerjasamanya sehingga Pedoman Kerja Tim Etik dan Hukum RS
Royal Surabaya. dapat terselesaikan dengan baik.
DAFTAR ISI
40
BAB V Metode .............................................................................. 10
BAB VI Pencatatan dan pelaporan ..................................................... 34
1. Indikator mutu ................................................................. 34
2. Kegiatan .............................................................................. 34
3. Alur laporan ................................................................. 35
BAB VII Monitoring dan Evaluasi ..................................................... 37
1. Rapat/ pertemuan ..................................................... 37
2. Audit ............................................................................. 37
3. Telaah Kasus ................................................................. 38
BAB VIII Penutup ................................................................................. 39
41