PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan yang pada dasarnya
merupakan suatu pengabdian kepada kepentingan masyarakat banyak, dewasa ini telah
berkembang menjadi suatu unit sosio-ekonomi yang makin hari makin kompleks
permasalahannya. Kompleksitas permasalahan di rumah sakit itu. Antara lain karena
dualisme fungsi rumah sakit seperti tersebut di atas sering menimbulkan persepsi serta
harapan masyarakat yang tersusun oleh berbagai unsur profesi tidak jarang dapat
menimbulkan permasalahan tersendiri. Oleh karena itu perlu suatu pengelolaan yang
cermat dan seksama agar para professional dapat menjalankan tugasnya dengan
sebaik-baiknya demi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Berbagai profesi yang bekerja di rumah sakit didasari oleh kode etik profesi masing-
masing, yang dijadikan tatanan perilaku masing-masing profesi tersebut. Tatanan
perilaku ini hanya dapat dipahami oleh nurani masing-masing profesi sehingga perilaku
suatu profesi sering sulit dipahami oleh profesi lain.
Kode Etik Rumah Sakit adalah norma yang diharapkan untuk dijadikan tatanan perilaku
bagi setiap anggota masyarakat rumah sakit yang multi profesi tersebut. Pengaturan
perilaku yang dimaksud disini menekankan pada perilaku masing-masing profesi dalam
pengamalan profesinya agar dapat menghasilkan manfaat yang optimal bagi semua
pihak. Selain itu kode etik rumah sakit diharapkan dapat merupakan jaminan bagi semua
profesi untuk dapat melakukan profesinya dengan tenang dan aman. Selain itu profesi
pelayanan kesehatan kesehatan selalu berhadapan dengan resiko yang melekat.
Walaupun telah bekerja dengan hati-hati, resiko yang melekat sulit dihilangkan sama
sekali.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan disegala bidang dewasa ini akan mendorong
serta memperbesar kemungkinan terjadinya resiko. Etika rumah sakit merupakan
pegangan yang dapat menuntun kearah penyempurnaan fungsi rumah sakitagar kode
etik dapat ditegakkan. Usaha-usaha tersebut tentu saja harus dilaksanakan oleh orang-
orang yang mengerti benar tentang kode etik rumah sakit serta kode etik- kode etik dari
berbagai profesi yang ada di rumah sakit.
1
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman dan Tatalaksana Komite Etik di Rumah Sakit Umum Daerah
Meuraxa Kota Banda Aceh meliputi pengendalian perilaku dokter, perawat dan tenaga
penujang lainya agar dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan
berpedoman pada etika-etika yang baku baik etika perumahsakitan, etika kedokteran,
perawatan maupun etika lainnya.
2
BAB II
GAMBARAN UMUM
B. Visi
Visi Rumah Sakit umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh adalah : Menjadi pusat
pelayanan kesehatan rujukan prima dan pendidikan sesuai syariah.
3
C. Misi
Misi Rumah Sakit umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh adalah :
1. Memberikan pelayanan secara professional sesuai syariah.
2. Meningkatkan sarana dan prasarana Rumah Sakit.
3. Meningkatkan kualitas dan kesejahteraan pegawai Rumah Sakit.
4. Menyelenggarakan Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat.
5. Melaksanakan pelatihan dan pengembangan tenaga kesehatan.
6. Menciptakan lingkungan dan budaya kerja yang sehat sesuai syariah.
D. Falsafah
Sehat adalah Hak Asasi Manusia yang wajib dijaga, dipelihara dan diselamatkan serta
dilaksanakan dengan ikhlas.
E. Motto
Melayani adalah ibadah, sehat itu anugerah.
4
c. Memiliki pengetahuan dan atau pengalaman bekerja di bidang Etik dan atau
Hukum.
d. Mengikuti pelatihan Etik dan Hukum Rumah Sakit.
e. Bersedia bekerja sebagai anggota komite Etik dan Hukum.
f. Memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap masalah etik, hukum, sosial
lingkungan dan kemanusian.
5
c. Memberikan rekomendasi kepada Kepala atau Direktur Rumah Sakit mengenai
sanksi terhadap pelaku pelanggaran Panduan Etik dan Perilaku (Code of
Conduct) dan pedoman Etika Pelayanan. Meminjam serta mempelajari rekam
medis.
J. Uraian Tugas
1. Ketua mengkoordinir dan bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan Komite,
memimpin pertemuan/evaluasi, memberikan pengarahan dan saran
dalam menjalankan tugas, melakukan koordinasi dengan Komite Medik dan
membuat laporan kepada Direktur.
2. Wakil Ketua dan Sekretaris bertanggung jawab terhadap kelancaran tugas-tugas
Komite dalam bidang administrasi kesekretarisan, aktif dalam pelaksanan tugas-
tugas Komite bersama anggota dan menyiapkan acara dan membuat notulen rapat.
3. Anggota aktif dalam pelaksanaan tugas-tugas Komite, memberikan pendapat/saran
permasalahan etik Rumah Sakit, memberikan pendapat pemecahan masalah
pelanggarann etik, ikut melakukan penyuluhan, pemantauan Kode Etik dan
melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan Ketua.
6
BAB III
PEDOMAN ETIK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA
7
d. Berhak memilih, mengatur dan membina tenaga dokter dan tenaga penunjang
lainnya sesuai sistem dan prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit.
e. Berhak menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi termasuk
pasien, pihak ketiga dan lain-lain.
f. Berhak mendapatkan perlindungan hukum.
8
d. Kewajiban Terhadap Pimpinan, Staf dan Karyawan
1) Rumah Sakit harus menjamin agar pimpinan, staf dan karyawannya
senantiasa mematuhi etika profesi masing-masing.
2) Rumah Sakit harus mengadakan seleksi tenaga staf dokter, perawat dan
tenaga lainnya berdasarkan nilai, norma dan standar ketenagaan.
3) Rumah Sakit harus menjamin agar koordinasi serta hubungan yang baik
antara seluruh tenaga di rumah sakit dapat dipelihara.
4) Rumah Sakit harus memberi kesempatan kepada seluruh tenaga rumah
sakit untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan serta
ketrampilannya.
5) Rumah Sakit harus mengawasi agar penyelenggaraan pelayanan dilakukan
bedasarkan standar profesi yang berlaku.
6) Rumah Sakit berkewajiban memberi kesejahteraan kepada karyawan dan
menjaga keselamatan kerja sesuai dengan peralatan yang berlaku.
7) Rumah Sakit harus berlaku adil tanpa pilih kasih.
9
14) Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di Rumah Sakit.
15) Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap
dirinya.
16) Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
17) Menggugat dan/ atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata ataupun pidana.
18) Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
b. Kewajiban Pasien
1) Pasien dan keluarganya berkewajiban mentaati segala peraturan dan tata
tertib di Rumah Sakit.
2) Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi Dokter dan Perawat
dalam pengobatannya.
3) Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya
tentang penyakit yang diderita kepada Dokter yang merawat.
4) Pasien dan atau penunggunya berkewajiban untuk melunasi semua biaya
pelayanan Rumah Sakit dan/ atau Dokter.
4. Hak dan Kewajiban Dokter, Perawat, Bidan, Penunjang Medis dan Tenaga Non
Medis Lainnya
a. Hak Dokter, Perawat, Bidan, Penunjang Medis dan Tenaga Non Medis
Lainnya
1) Dokter, Perawat, Bidan, Penunjang Medis dan Tenaga Non Medis Lainnya,
berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesi dan tugas pekerjaannya.
2) Dokter, Perawat, Bidan, Penunjang Medis dan Tenaga Non Medis Lainnya,
berhak untuk bekerja menurut standar profesi serta berdasarkan hak
otonominya. Tenaga medis/dokter, walaupun ia berstatus sebagai
karyawan rumah sakit, namun pemilik atau direksi rumah sakit tidak dapat
memerintahkan untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari standar
profesi atau keyakinannya.
3) Dokter, Perawat, Bidan, Penunjang Medis dan Tenaga Non Medis Lainnya,
berhak untuk menolak keinginan pasien/klien yang bertentangan dengan
peraturan, perundang-undangan, profesi, etika serta visi dan misi Rumah
Sakit Umum Daerah Meuraxa.
4) Dokter, Perawat, Bidan, Penunjang Medis dan Tenaga Non Medis Lainnya,
berhak menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien/klien apabila
misalnya hubungan dengan pasien/klien sudah berkembang begitu buruk
sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi, kecuali untuk
pasien/klien gawat darurat dan wajib menyerahkan pasien/klien kepada
tenaga medis, penunjang medis, non medis lain yang berkompeten.
10
5) Dokter, Perawat, Bidan, Penunjang Medis dan Tenaga Non Medis Lainnya,
berhak atas privacy dan berhak menuntut apabila nama baiknya
dicemarkan oleh pasien/klien dengan ucapan maupun tindakan yang
melecehkan atau memalukan.
6) Dokter, Perawat, Bidan, Penunjang Medis dan Tenaga Non Medis Lainnya,
berhak mendapat informasi lengkap dari pasien/klien yang dirawat/dilayani
atau dari keluarganya.
7) Dokter, Perawat, Bidan, Penunjang Medis dan Tenaga Non Medis Lainnya,
berhak mendapat informasi atau pemberitahuan pertama dalam
menghadapi pasien/klien yang tidak puas terhadap pelayanannya.
8) Dokter, Perawat, Bidan, Penunjang Medis dan Tenaga Non Medis Lainnya,
berhak untuk diperlakukan adil dan jujur oleh rumah sakit, pasien/klien,
keluarga pasien dan teman sejawat.
9) Dokter, Perawat, Bidan, Penunjang Medis dan Tenaga Non Medis Lainnya,
berhak untuk mendapat imbalan jasa atas jasa profesi atau pekerjaan yang
diberikan berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan/peraturan yang
berlaku di rumah sakit.
11
b) Kewajiban Terhadap Rumah Sakit
Dokter wajib mematuhi perundang-undangan, peraturan dan tata
tertib yang berlaku di rumah sakit.
Dokter wajib untuk selalu menjaga dan mempertahankan nama baik
rumah sakit.
Dokter wajib mendukung dan melibatkan diri dalam usaha rumah
sakit untuk memajukan dan mengembangkan rumah sakit.
Dokter wajib untuk memupuk rasa memiliki, rasa persaudaraan dan
loyalitas dalam satu ikatan keluarga besar rumah sakit.
Dokter wajib memahami dan dengan setia ikut ambil bagian dalam
mewujudkan visi dan misi rumah sakit.
Dokter wajib mengadakan perjanjian hubungan kerja secara tertulis
dengan pihak rumah sakit.
12
Dokter wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau dalam
perjanjian yang telah dibuatnya.
Dokter wajib bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait
secara timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
2) Kewajiban Perawat
a) Perawat wajib mematuhi perundang-undangan, peraturan dan tata
tertib yang berlaku di rumah sakit.
b) Perawat wajib memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai
dengan standar asuhan keperawatan. Meliputi pengkajian, diagnosis,
perencanaan, intervensi keperawatan, evaluasi dan catatan
keperawatan.
c) Perawat wajib memberikan informasi yang memadai tentang perlunya
tindakan asuhan keperawatan yang akan dilakukan serta resiko yang
dapat ditimbulkannya dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh
pasien.
d) Perawat wajib meminta persetujuan kepada pasien atas tindakan yang
akan dilakukannya.
e) Perawat wajib menginformasikan keadaan pasien kepada tenaga
medis atau tenaga lain yang berkompeten sesuai dengan kebutuhan
pasien.
f) Perawat wajib memberikan kesempatan kepada pasien agar
senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga.
g) Perawat wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.
h) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
i) Setiap perawat wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu
tugas peri kemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang
bersedia dan mampu memberikannya.
j) Perawat wajib membuat catatan asuhan keperawatan yang baik dan
lengkap secara berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien.
13
k) Perawat wajib mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah
diberikan.
l) Setiap perawat wajib terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan
mengikuti perkembangan ilmu keperawatan.
m) Perawat wajib mengadakan perjanjian hubungan kerja secara tertulis
dengan pihak rumah sakit.
n) Perawat wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau dalam
perjanjian yang telah dibuatnya.
o) Perawat wajib bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait
secara timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
3) Kewajiban Bidan
a) Bidan wajib mematuhi perundang-undangan, peraturan dan tata tertib
yang berlaku di rumah sakit.
b) Bidan wajib memberikan asuhan kebidanan kepada pasien sesuai
dengan standar asuhan kebidanan. Meliputi pengkajian, diagnosis,
perencanaan, intervensi kebidanan, evaluasi dan catatan kebidanan.
c) Bidan wajib memberikan informasi yang adekwat tentang perlunya
tindakan asuhan kebidanan yang akan dilakukan serta resiko yang
dapat ditimbulkannya dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh
pasien.
d) Bidan wajib meminta persetujuan kepada pasien atas tindakan yang
akan dilakukannya.
e) Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada tenaga medis atau
tenaga lain yang berkompeten sesuai dengan indikasi medis pasien.
f) Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa
dapat berhubungan dengan keluarga.
g) Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.
h) Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
i) Setiap Bidan wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
peri kemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia
dan mampu memberikannya.
j) Bidan wajib membuat catatan asuhan kebidanan yang baik dan
lengkap secara berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien.
k) Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang telah
diberikan.
l) Setiap Bidan wajib terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan
mengikuti perkembangan ilmu kebidanan.
m) Bidan wajib mengadakan perjanjian hubungan kerja secara tertulis
dengan pihak rumah sakit.
n) Bidan wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau dalam
perjanjian yang telah dibuatnya.
o) Bidan wajib bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait
secara timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
14
4) Kewajiban Tenaga Non Medis Lainnya
a) Tenaga non medis lainnya wajib mematuhi perundang-undangan,
peraturan dan tata tertib yang berlaku di rumah sakit.
b) Tenaga non medis lainnya wajib melaksanakan tugas pekerjaannya
sesuai dengan standar mutu dan prosedur tetap yang berlaku di rumah
sakit.
c) Tenaga non medis lainnya wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya berkaitan dengan tugas pekerjaannya.
d) Tenaga non medis lainnya wajib membuat pencatatan dan pelaporan
atas pelaksanaan tugas pekerjaannya.
e) Tenaga non medis lainnya wajib terus menerus menambah ilmu
pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu yang terkait dengan
tugas pekerjaannya.
f) Tenaga non medis lainnya wajib mengadakan perjanjian hubungan
kerja secara tertulis dengan pihak rumah sakit.
g) Tenaga non medis lainnya wajib memenuhi hal-hal yang telah
disepakati atau dalam perjanjian yang telah dibuatnya.
h) Tenaga non medis lainnya wajib bekerjasama dengan profesi dan
pihak lain yang terkait secara timbal balik dalam memberikan
pelayanan kepada pasien.
15
ilmu pengetahuan dan teknologi serta menyebarluaskan pengetahuannya kepada
sesama perawat.
10. Paramedis Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa senantiasa memelihara hubungan
baik antara perawat dan karyawan lain dalam rangka mencapai tujuan pelayanan
kesehatan seoptimal mungkin.
G. Tata Cara Penanganan Pelanggaran Etik di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa
16
1. Pengaduan pelanggaran etik di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa dapat berasal
dari :
a. Intern : Unit Kerja Fungsional, Unit Kerja Struktural.
b. Eksternal : Perorangan/Pasien, ini dapat langsung ke Direktur atau lewat Polisi,
Kejaksaan, LBH ataupun instansi lain.
2. Pengaduan dan Pelaporan :
a. Pengaduan dan pelaporan terhadap persoalan etik dan hukum Rumah Sakit
dapat disampaikan secara langsung melalui tatap muka atau secara
tertulis/surat kepada unit pelayanan pengaduan yang terdapat di Rumah Sakit.
b. Pengaduan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat
dipertanggungjawabkan dan dilakukan penanganan secara tepat.
c. Penanganan pengaduan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi pencatatan, penelaahan, penanganan lebih lanjut, pelaporan, dan
pengarsipan.
d. Unit pelayanan pengaduan tersebut melakukan pemilahan terhadap pengaduan
dan pelaporan yang meliputi persoalan :
1) Etika profesi;
2) Etika nonprofesi; atau
3) Di luar etika profesi dan/atau etika non profesi.
4) Persoalan antar Profesi.
e. Hasil pemilahan yang dilakukan oleh unit pelayanan pengaduan tersebut
disampaikan kepada unit terkait di Rumah Sakit untuk ditindaklanjuti.
f. Persoalan etika profesi sebagaimana dimaksud ditindaklanjuti oleh komite
masing- masing tenaga kesehatan di Rumah Sakit sesuai dengan bidangnya.
g. Persoalan etika nonprofesi sebagaimana dimaksud ditindaklanjuti oleh bagian
sumber daya manusia dan/atau Komite Etik dan Hukum.
h. Persoalan di luar etika profesi dan/atau etika nonprofesi sebagaimana dimaksud
ditindaklanjuti oleh Komite Etik dan Hukum.
i. Dalam hal persoalan etika profesi sebagaimana dimaksud melibatkan antar
profesi di Rumah Sakit, ditindaklanjuti oleh Komite Etik dan Hukum.
3. Alur Penyelesaian Pengaduan Pelanggaran Etika dan Hukum di Rumah Sakit Umum
Daerah Meuraxa
17
a. Alur I
Lisan/Tulisan
si (Kom.Medik, Etika Non Profesi (SDM Diluar Etika Profesi dan Persoalan antar Profesi
rawatan, dan Komite Etik dan Etika Non Profesi (Komite Etik dan Hukum)
s Lainnya) Hukum) (Komite Etik dan Hukum)
b. Alur I
KEPUTUSAN PANEL
ADA / TIDAK ADAA.
PELANGGARAN ETIK DAN DISIPLIN PROFESI 18
B.
C.
REKOMENDASI
IREKTUR
19
Penelitian merupakan salah satu misi penting rumah sakit. Perkembangan ilmu
kedokteran sangat ditunjang oleh hasil-hasil penelitian yang baik. Namun penelitian juga
dapat membawa dampak negatif dalam bentuk penyimpangan etika maupun hukum,
oleh karena itu diperlukan adanya panitia Etika Rumah Sakit (Komite Etik dan hukum)
yang dapat bertanggung jawab terhadap pelaksanaan etika penelitian yang baik di
rumah sakit.
Maka setiap penelitian kedokteran yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah
Meuraxa ini harus mendapat ijin dari panitia etika Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa
dalam bentuk “ethical elearance”.
1. Landasan kerja dalam pemberian “ethical elearance” terhadap penelitian
kedokteran yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa
berpedoman kepada :
a. Nuremberg Code : yang mengharuskan adanya persetujuan subyek penelitian
dalam bentuk informd consent
b. Deklarasi Helsinki : yang merupakan panduan untuk melakukan penelitian klinis,
keharusan adanya pertimbangan etika (ethical elearance) sebelum pelaksanaan
suatu penelitian.
c. Kode Etik Kedokteran Indonesia.
2. Dasar-dasar pertimbangan dalam pemberian “ethical elearance”.
Dalam dasar-dasar pertimbangan pemberian “ethical elearance” yang perlu
diperhatikan adalah :
a. Kriteria Kepatutan
1) Eksperimen terhadap pasien hanya diperbolehkan atas dasar indikasi
medis serta pertimbangan ilmiah yang jelas. Hal ini perlu untuk melindungi
hukum. Ada harapan bahwa eksperimen itu akan memberikan pandangan
baru yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain.
2) Arti eksperimen ini harus sebanding dengan resiko yang dihadapi orang
percobaan.
3) Kepentingan subyek penelitian selalu dipertimbangkan di atas kepentingan
ilmu pengetahuan.
4) Eksperimen tersebut harus sesuai dengan prinsip ilmiah dan harus
didasarkan atas penelitian laboratorium maupun penelitian hewan
percobaan dan juga harus didasarkan atas pengetahuan dan cukup dari
kepustakaan ilmiah.
5) Dalam pelaksanaan eksperimen, tiap pasien harus yakin bahwa metode
diagnostik atau teraupetik yang sebaik mungkin yang digunakan.
6) Bentuk dan cara pelaksanaan penelitian oleh peneliti yang berkualitas baik
dan harus dinilai oleh sebuah panitia independent.
7) Eksperimen tersebut harus dilaksanakan oleh peneliti yang berkualitas baik
dan harus diawasi oleh dokter yang berkompenten.
8) Dalam eksperimen dengan manusia berlaku standar profesi tertinggi.
9) Pada eksperimen dengan manusia secara hukum peneliti selalu
bertanggung jawab penuh secara pribadi.
10) Integritas psikis dan fisik dan dari subyek percobaan harus dijaga dan
dilindungi.
11) Rahasia orang percobaan harus dijunjung tinggi.
20
12) Pasienan rohani dan fisik dari orang percobaan harus dibatasi secara
maksimal.
13) Harus dilakukan usaha-usaha pencegahan kerugian, invaliditas dan
kematian orang percobaan.
14) Tiap eksperimen harus diakhiri jika ternyata ada kemungkinan kerugian
invaliditas dan kematian.
b. Kriteria persetujuan
1) Eksperimen tidak boleh dilaksanakan jika tidak ada persetujuan dari orang
percobaan, pasien bukan pasien. Orang percobaan pasien bukan pasien
selengkap mungkin mendapat informasi dan tidak boleh ada informasi
tertentu yang dirahasiakan oleh peneliti. Persetujuan setelah penjelasan ini
disebut sebagai “informed consent”
2) Penjelasan secukupnya dengan bahasa yang dipahami oleh pasien.
3) Orang yang memberi persetujuan tersebut harus mempunyai kapasitas
legal, mempunyai kemampuan mengambil keputusan dengan bebas tanpa
tekanan dari luar.
4) Persetujuan (informed consent) sewaktu-waktu dapat ditarik, dengan
penarikan tersebut keikutsertaan pasien dalam percobaan tersebut
berakhir.
5) Jika terdapat pasien yang tidak memberi persetujuan keikutsertaan atau
menarik persetujuannya, maka hal ini sama sekali tidak boleh mempunyai
dampak negatif terhadap hubungan dokter-pasien.
21
BAB I
MUKADIMAH
Bahwa lembaga perumahsakitan telah tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari sejarah
peradaban umat manusia, kesadaran sosial dan naluri untuk saling tolong menolong diantara
sesama, serta semangat keagamaan yang tinggi dalam kehidupan umat manusia.
Bahwa sejalan dengan perkembangan peradaban umat manusia, serta perkembangan
tatanan sosio-budaya masyarakat, dan sejalan pula dengan kemajuan ilmu dan teknologi
khususnya dalam bidang kedokteran dan kesehatan, rumah sakit telah berkembang menjadi
suatu lembaga berupa suatu “unit sosio ekonomi” yang majemuk.
Bahwa perumahsakitan di Indonesia, sesuai dengan perjalanan sejarahnya telah memiliki jati
diri yang khas, ialah dengan mengakarnya azas perumahsakitan Indonesia kepada azas
Pancasila dan Undang-undang dasar 1945, sebagai falsafah bangsa dan negara Republik
Indonesia.
Bahwa dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan diperlukan upaya
mempertahankan kemurnian nilai-nilai dasar perumahsakitan Indonesia.
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta didorong oleh keinginan luhur demi
tercapainya :
1. Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, merata material dan spiritual berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
2. Pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya dan
3. Tingkat kesehatan yang optimal bagi setiap insan Indonesia sebagai hamba Allah. Maka
Rumah Sakit di Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (PERSI), bersama ini menyampaikan “KODE ETIK RUMAH SAKIT” yang
merupakan pedoman bagi setiap tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya di Rumah
Sakit.
Rumah Sakit sebagai suatu rangkuman nilai-nilai dan norma-norma yang dapat dipakai
sebagai pedoman operasional sangat dibutuhkan, mengingat rumah sakit dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran sudah menjadi suatu unit sosio-
ekomoni yang majemuk. Hal tersebut lebih terasa lagi mengingat di dalam Rumah Sakit
terdapat tenaga kerja dari aneka disiplin keilmuan yang mempunyai etika profesi masing-
masing sehingga “Semangat Kebersaman” sangat dibutuhkan agar rumah sakit dapat
berfungsi dengan baik.
BAB II
KEWAJIBAN UMUM RUMAH SAKIT
Pasal 1
Rumah Sakit harus mentaati Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.
Pasal 2
Rumah Sakit sebagai suatu institusi harus dapat mengawasi serta bertanggung jawab
terhadap semua kejadian di rumah sakit (Corporate Liability).
Pasal 3
22
Rumah Sakit harus memberikan pelayanan yang baik (duty of care) Rumah Sakit wajib
memberikan pertolongan emergency tanpa mengharuskan pembayaran uang muka lebih
dulu.
Pasal 4
Rumah Sakit harus memelihara Rekam Medis dengan baik.
Pasal 5
Rumah Sakit harus memelihara peralatan dengan baik dan agar selalu dalam keadaan siap
pakai.
Pasal 6
Rumah Sakit harus merujuk ke Rumah Sakit lain, jika tidak tersediannya peralatan atau
tenaga yang dibutuhkan pasien.
BAB III
KEWAJIBAN RUMAH SAKIT TERHADAP PASIEN
Pasal 7
Rumah Sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien.
Pasal 8
Rumah Sakit harus memberika penjelasan apa yang hendak dilakukan.
Pasal 9
Rumah Sakit harus meminta persetujuan pasien (Informed Consent) sebelum melakukan
suatu tindakan medik.
Pasal 10
Rumah Sakit harus mengindahkan hak pribadi (Privacy) pasien.
Pasal 11
Rumah Sakit harus menjaga Rahasia pasien.
BAB IV
23
KEWAJIBAN RUMAH SAKIT TERHADAP STAF
Pasal 12
Rumah Sakit harus mengadakan seleksi tenaga staf.
Pasal 13
Dokter rumah sakit harus mengadakan koordinasi serta hubungan yang baik antara seluruh
tenaga Rumah sakit.
Pasal 14
Rumah Sakit harus mengawasi agar segala sesuatu dilakukan berdasarkan standar profesi
yang berlaku.
Pasal 15
Rumah Sakit harus berlaku adil tanpa pilih kasih.
BAB V
KEWAJIBAN TENAGA KERJA
Pasal 16
Menjunjung tinggi menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 17
Melakukan profesinya menurut ukuran yang tinggi.
Pasal 18
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
pertimbangan keuntungan pribadi.
Pasal 19
Tidaklah etik seorang dokter : Melakukan perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
Pasal 20
Melaksanakan secara sendiri atau bersama-sama penerapan pengetahuan dan
ketrampilan kedokteran dalam segala bentuk tanpa kebebasan profesi.
Pasal 21
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan mahluk insani baik
jasmani maupun rohani hanya dilakukan untuk kepentingan pasien.
24
Pasal 22
Berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau
pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya.
Pasal 23
Seorang dokter hendaknya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan
kebenarannya.
Pasal 24
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus mengutamakan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang paripurna, serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
Pasal 25
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 26
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan maka ia wajib melakukan konsultasi kepada dokter yang lebih
senior atau kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 27
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senatiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehat dalam beribadah dan atau dalam masalah
lainnya.
Pasal 28
Setiap dokter yang bertugas di rawat darurat wajib melakukan pertolongan darurat dengan
mendahulukan keselamatan pasien daripada pertimbangan-pertimbangan lain.
Pasal 29
Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap
setia kepada cita-citanya yang luhur.
Pasal 30
Setiap dokter wajib menyimpan semua rahasia kedokteran yang diketahuinya termasuk data
hasil pemeriksaan laboratorium data dalam rekam medik secara keseluruhan.
Pasal 31
25
Dalam memeriksa pasien seorang wanita, disamping menerapkan tata sopan santun secara
umum, pemeriksaan di dalam kamar periksa sebaiknya dokter di dampingi seorang perawat
wanita.
Pasal 32
Terhadap jenasah, baik untuk kepentingan pendidikan mahasiswa kedokteran maupun untuk
kepentingan visum et repertum setiap dokter, mahasiswa kedokteran dan semua tenaga
kesehatan lainnya haruslah bersikap hormat layaknya menghadapi orang yang masih hidup.
BAB VI
TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN ETIK
Pasal 33
Pengaduan pelanggaran etik rumah sakit dapat berasal dari : Intern : Unit Kerja Fungsional,
Unit kerja struktural.
Eksternal : Perorangan/ Pasien ini dapat langsung ke direktur atau lewat Polisi, Kejaksaan,
LBH ataupun instansi lain.
Pasal 34
Pengaduan ini ditujukan langsung kepada Direktur Rumah Sakit.
Pasal 35
Direktur Rumah Sakit meneruskan masalah tersebut kepada Panitia Etika Rumah Sakit.
Pasal 36
PERS melakukuan penyelidikan terhadap masalah tersebut dengan mengumpulkan
informasi dengan penelitian rekam medis, menghubungi unit kerja ataupun mereka- mereka
yang berhubungan dengan masalah.
Pasal 37
Apabila pelenggaran ini merupakan pelanggaran murni etik profesi maka PERS dapat
mengkonsultasikan kepada Ikatan Profesi yang bersangkutan.
Pasal 38
Hasil penyelidikan ini sebagai bahan untuk dibahas dalam sidang PERS.
Pasal 39
Hasil sidang memberikan pertimbangan kepada direktur dalam memecahkan masalah.
BAB VII
26
LAIN-LAIN
Rumah sakit harus selalu berusaha meningkatkan mutu pelayanan. Rumah Sakit harus
mengikuti perkembangan dunia perumahsakitan. Rumah sakit harus memelihara hubungan
yang baik antar rumah sakit dan menghindarkan persaingan yag tidak sehat.
Rumah sakit harus menggalang kerja sama yang baik dengan instansi atau badan lain yang
bergerak di bidang kesehatan.
Rumah Sakit harus berusaha membantu untuk mengadakan penelitian demi perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Rumah Sakit dalam melakukan pemasaran harus bersifat
informative dan berdasarkan Kode Etik Rumah Sakit.
27
MUKADIMAH
Sejak permulaan sejarah yang tersurat mengenai umat manusia hubungan kepercayaan
antara dua insan yaitu sang pengobat dan pasien. Dalam zaman modern hubungan itu di
sebut hubungan (transaksi) terapetik antara dokter dan pasien yang dilakukan dalam
suasana saling percaya mempercayai (Konfidensial) serta senantiasa diliputi oleh segala
emosi, harapan kekhawatiran makhluk insani.
Sejak perwujudan sejarah kedokteran, seluruh umat manusia mengakui serta mengetahui
adanya beberapa sifat mendasar (fundamental) yang melekat secara mutlak pada diri
seorang dokter yang baik dan bijaksana yaitu kemurnian niat, kesungguhan hati, kerendahan
hati serta integritas ilmiah dan sosial yang tidak diragukan.
Imhotep dari Mesir, Hippocrates dari Yunani, Galenus dari Roma merupakan beberapa ahli
pelopor kedokteran kuno yang telah meletakan sendi-sendi permulaan untuk terbina suatu
tradisi kedokteran yang mulia. Beserta semua tokoh dan organisasi kedokteran yang tampil
ke forum internasional kemudian mereka bermaksud mendasarkan tradisi dan disiplin
kedokteran tersebut atas suatu etik profesional. Etik tersebut sepanjang masa
mengutamakan pasien yang berobat demi keselamatan dan kepentingannya.
Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur
hubungan manusia umumnya, dan dimiliki azas-azasnya dalam falsafah masyarakat yang
diterima dan dikembangkan terus. Di Indonesia azas-azas itu adalah Pancasila sebagai
landasan strukturik.
Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu
kedokteran, kami pada dokter Indonesia, baik yang bergabung secara profesional dalam
Ikatan Dokter Indonesia, maupun secara fungsional terikat dalam organisasi di bidang
pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan dan kedokteran, dengan rahmat Tuhan
Yang Maha Esa telah merumuskan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang diuraikan dalam
pasal -pasal sebagai berikut :
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunnjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran yang tinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
pertimbangan keuntungan pribadi.
Pasal 4
Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik :
1. Setiap perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
2. Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan ketrampilan
kedokteran dalam segala bentuk tanpa kebebasan profesi.
28
3. Menerima imbalan selain dari pada yang layak sesuai dengan asanya kecuali dengan
keiklasan, pengetahuan dan atau kehendak pasien.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan makhluk insan baik
jasmani maupun rohani hanya diberikan untuk kepentingan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya.
Pasal 7
Setiap dokter hanya diberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan
kebenarannya.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaanya seorang dokter harus mengutamakan, mendahulukan
kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang
menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan dehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik
dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam kerjasama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya.
Pasal 11
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan menggunakan segala ilmu dan ketrampilannya
untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan maka ia wajib merujuk pasien kepada dokter lain yang mempunyai keahlian
dalam bidang penyakit tersebut.
Pasal 12
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senatiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam masalah lainnya.
Pasal 13
29
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui yang diketahui tentang
seorang pasien bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 14
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas peri kemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu memberikannya.
Pasal 16
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari temann sejawatya, tanpa
persetujuannya.
Pasal 18
Setiap dokter hendaknya senatiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap
setia kepada cita-citanya yang luhur.
PENUTUP
Pasal 19
Setiap dokter harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan
dalam pekerjaan sehari-hari Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEK) hasil musyawarah
Kerja Nasional Kedokteran II demi untuk mengabdi kepada masyarakat Bangsa dan Negara.
30
1. Tanggung jawab terhadap individu, keluarga dan masyarakat.
a. Dalam melaksanakan pengabdiannya senantiasa berpedoman kepada tanggung
jawab yang berpangkaltolaknya bersumber pada kebutuhan akan perawatan untuk
individu, keluarga dan masyarakat.
b. Dalam melaksanakan pengabdiannya dibidang keperawatan senantiasa memelihara
suasana lingkungan dengan menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan masyarakat.
c. Dalam melaksanakan kewajiban bagi individu dan masyarakat senantiasa dilandasi
oleh rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
d. Senantiasa menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan individu dan
masyarakat dalam mengambil prakasa dan mengadakan usaha-usaha
kesejahteraan umumnya sebagai bagian dari tugas kewajiban demi kepentingan
masyarakat.
31
c. Berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur jenis kelamin.
d. Harus senantiasa mengutamakan perlindungan keselamatan pasien/ klien dalam
melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam maempertimbangkan
kemampuan baik dalam menerima, maupun dalam mengalihkan tugas dan tanggung
jawab yang ada hubungannya dengan keperawatan.
5. Tanggung jawab terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air serta agama.
a. Dalam melaksanakan tugasnya harus senantiasa taat dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
b. Harus senantiasa melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh pemerintah dalam
rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada masyarakat.
c. Harus senantiasa berperan serta aktif dengan mengembangkan pikiran kepada
pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada
masyarakat.
32
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
33
KODE ETIK BIDAN INDONESIA
BAB I
MUKADIMAH II
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan didorong oleh keinginan yang luhur demi
tercapainya :
1. Masyarakat yang adil dan makmur bedasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945.
2. Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
3. Tingkat kesehatan yang optimal bagi setiap warga Negara Indonesia.
Maka ikatan Bidan Indonesia sebagai organisasi profesi kesehatan yang menjadi wadah
persatuan dan kesatuan para bidan di Indonesia menciptakan Kode Etik Indonesia yang
disusun atas dasar penekanan keselamataan klien di atas kepentingan lainnya.
Terwujudnya kode etik ini merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan hati dari setiap
bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan sebagai anggota tim
kesehatan demi tercapainya cita-cita pembangunan nasional di bidang kesehatan pada
umumnya, KIA, KB dan Kesehatan Keluarga pada khususnya.
Mengupayakan segala sesuatu agar kaumnya pada detik-detik yang sangat menentukan
pada saat menyambut kelahiran insane generasi secara selamat dan nyaman merupakan
tugas sentral dari pada bidan.
Menelusuri tuntutan masyarakat terhadap paelayanan kesehatan yang terus meningkat
sesuai dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dalam
masyarakat. Sudah sewajarnya kode etik bidan ini berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai landasan ideal dan garis-garis Besar Haluan Negara sebagai
landasan operasional.
Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik
ini merupakan pedoman dalam tata cara dan keselarasan dalam pelaksanaan palayanan
profesional.
Bidan senantiasa berupaya memberikan pemeliharaan kesehatan yang komprehensif
terhadap ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita pada khususnya, sehingga mereka tumbuh
berkembangnya menjadi Indonesia yang sehat jasmani dan rohani dengan tetap
memperhatikan kebutuhan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga dan masyarakat pada
khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN DAN MASYARAKAT
34
D. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasan mendahulukan kepentingan
klien, menghormati hak dan klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat.
E. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien,
keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
F. Setiap bidan senatiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan
tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk menungkatkan derajat
kesehatannya secara optimal.
BAB III
KEWAJIBAN TERHADAP TUGASNYA
A. Setiap bidan sentiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan kemapuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan
klien, keluarga dan masyarakat.
B. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenagan dalam
mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan
atau rujukan.
C. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan dengan kepentingan kita.
BAB IV
KEWAJIBAN BIDAN TERHAPAP SEJAWAT DAN TENAGA KESEHATAN LAINNYA
A. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan
suasana kerja yang serasi.
B. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling mengobati baik terhadap
sejawat maupun tenaga kesehatan lainnya.
BAB V
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP PROFESINYA
A. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan
menampilkan kepribadian yang tinggi memberikan pelayanan yang bermutu kepada
masyarakat.
B. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
C. Setiap bidan senatiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesianya.
35
BAB VI
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP DIRI SENDIRI
BAB VII
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP PEMERINTAH NUSA BANGSA DAN TANAH AIR
BAB VIII
PENUTUP
36
POKOK-POKOK ETIKA PELAYANAN ANASTHESIA
PERAWATAN INTENSIF DAN EUTANASIA
2. Penatalaksanaan anesthesia
a. Pemberitahuan anesthesia menjadi tanggung jawab dokter spesialis anesthesia.
b. Pasien yang diberikan anesthesia (dokter peserta program studi anestesiologi)
menjadi tanggung jawab Spesialis Anestesi yang bertugas.
c. Spesialis Anestesi yang bertanggung jawab harus berada dalam satu atap di
lingkungan rumah sakit dapat segera hadir jika diperlukan.
d. Setiap spesialis Anestesi yang bertugas pada saat yang bersamaan, hanya
bertanggung jawab maksimum pada tiga pasien yang dianestesi.
e. Pematauan pasien dilakukan sesuai standar pemantauan intra operatif
37
Setelah pengakhiran anesthesia, pasien akan dievaluasi untuk penataan paska
anesthesia. Kemudian pasien dikirim ke kamar pulih untuk pemantauan fisiologis
yang diperlukan. Pemantauan dilakukan oleh perawat yang terlatih atau perawat
yang berpengalaman dalam bidang ini. Penatalaksanaan dilakukan oleh dokter yang
bertugas/ dokter spesialis yang bersangkutan. Pasien dipindah ke ruang perawatan
biasanya setelah keadaan stabil.
E. STANDAR II
Selama pemberian anesthesia/ analgesia, oksigenasi, sirkulasi darah dan suhu tubuh
pasien dilakukan monitor secara terus menerus. Oksigenasi adalah memastikan bahwa
kadar oksigen di dalam gas inspirasi dan di dalam darah adekuat selama pemberian
anesthesia/ analgesia. Ventilasi di sini bahwa selama anesthesia/ analgesia, ventilasi
pasien adekuat. Sirkulasi (darah bertujuan untuk memastikan bahwa selama pemberian
anesthesia, sirkulasi darah cukup baik guna memberikan perfusi darah ataupun jaringan-
jaringan vital dan perifer. Suhu tubuh juga harus dipertahankan seama anesthesia/
analgesia.
38
b. Penatalaksanaan jalan nafas, antara lain intubasi endoktrakea, trakheostosmi,
ventilasi.
c. Terapi Oksigen.
d. Pemantauan EKG.
e. Pelayanan laboratorium yang lengkap dan cepat.
f. Pelayanan bantuan nutrisi (parenteral/ enteral).
g. Terapi bantuan nutrisi (parenteral/ enteral).
h. Terapi titrasi intervensi dengan pompa infuse/ pompa injeksi.
i. Alat-alat Bantu hidup protabel untuk transport pasien.
Cara kerja dan hubungan dokter ahli anestesiologi dan dokter ahli lain di dalam merawat
pasien ICU diatur berdasarkan kesepakatan bersama.
G. EUTANASIA
Kita kenal dua jenis Eutanasia, yaitu Eutanasia aktif dan pasif. Eutanasia aktif :
mempercepat kematian pasien melalui tindakan medis yang direncanakan, merupakan
tindakan yang melanggar hukum KUHP pasal 344, 345 dan 304. Eutanasia pasif :
penghentian segala pengobatan dan upaya yang tidak berguna lagi pada pasien dalam
keadaan saat berat (terminal) demi kepentingan pasien itu sendiri baik atas permintaan
pasien atau keluarga terdekat.
Eutanasia pasif dapat dikerjakan dengan fatwa IDI dengan memakai Triase Gawat
Darurat yang dikeluarkan IDI. Seorang dinyatakan mati, jika : Fungsi spontan pernafasan
dan jantung berhenti secara pasti atau irreversible sebagai bukti telah terjadi kematian
batang otak. Upaya resusitasi darurat dapat diakhiri jika diketahui kemudian bahwa
pasien telah berada pada stadium tertentu dan penyakit yang tidak yakin dapat
disembuhkan lagi, atau hampir dapat dipastikan pasien tidak memperoleh kembali fungsi
serebralnya.
1. Terdapat tanda-tanda klinis mati otak :
a. Terdapat tanda-tanda mati jantung selama 30 menit (garis datar pada EKG).
b. Penolong terlalu lelah sehingga tidak dapat melanjutkan upaya resusitasi.
2. Diagnosis mati batang otak
Tes yang perlu menunjukkan bahwa batang otak tidak berfungsi lagi hanya
memerlukan waktu yang singkat. Tanda-tanda hilangnya fungsi batang otak adalah
a. Koma
b. Tidak ada sikap abnormal (dekortikasi, desebrasi)
c. Tidak ada serangan dari stimulasi korteks (kejang/ seizure)
d. Tidak ada refleks batang otak
e. Tidak ada pernafasan spontan
f. Tes fungsi batang otak dilakukan sesuai dengan rekomendasi dan dapat ulang
jika ada keragu-raguan.
3. Penghentian tindakan terapeutik/ intensif
g. Jika dapat membuktikan bahwa fungsi batang otak sudah mati, maka pasien
dinyatakan telah mati, meskipun jantung masih berdenyut (fungsi otonom).
39
h. Jika pasien dalam keadaan gawat dan tidak mungkin di tolong dengan
pengobatan yang ada, meskipun diagnosis mati batang otak belum di tegakkan,
maka penghentian pengobatan telah dapat dimulai.
i. Sesuai dengan kondisi pasien, penghentian terapi terapeutik/ paliatif dapat
dilakukan secara bertahap yaitu sebagai berikut :
1) Untuk pengakhiran resusitasi jangka panjang dipergunakan criticak care
triage.
2) Bantuan total fungsi hidup apabila kerusakan organ belum / tidak reversible.
3) Semua diusahakan kecuali resusitasi jantung paru pada pasien dengan
fungsi yang masih ada akan tetapi menderita suatu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan lagi, misalnya pasien penyakit keganasan tingkat akhir.
4) Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa bagi pasien yang jika diberi
tindakan tertentu, tampaknya hanya memperpanjang proses kematian dan
bukan kehidupan. Misalnya pasien dengan fungsi otak minimal tanpa
harapan sehingga tidak ada kemungkinan untuk human mentation.
5) Pengakhiran semua bantuan hidup untuk pasien dengan penghentian
fungsi batang otak yang irreversible, kecuali ada perencanaan donasi organ
tertentu.
40
POKOK – POKOK ETIKA YANG BERHUBUNGAN
DENGAN DATA PASIEN (REKAM MEDIK)
A. PENDAHULUAN
Rekam medis rawat jalan dan rawat inap merupakan suatu dokumen atau alat informasi
dan komunikasi seorang pasien, baik terhadap dokter yang merawatnya, pegawai
administrasi rumah sakit, maupun terhadap keluarga pasien sendiri. Setiap dokter yang
memberikan pelayanan rawat jalan atau rawat inap, wajib membuat rekam medis dan
harus dibuat segera setelah pasien mendapat pelayanan/ tindakan. Dokter yang
memberi pelayanan/ tindakan bertanggung jawab penuh atas kebenaran rekam medis
yang dibuatnya. Rekam Medis harus dibubuhi nama dan tanda tanganyang jelas oleh
pemberi pelayanan/ tindakan.
1. Bentuk, Sifat, Kegunaan dan Penyimpanan
a. Bentuk disusun secara sistematik terdiri dari data identifikasi, masalah utama,
hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium, rencana pengelolaan, tindak lanjut
penatalaksanaan, hasil pemeriksaan lanjut (follow up) dan catatan keperawatan
yang diberikan, serta catatan lain yang diperlukan. Rekam Medis harus mudah
cara pengisiannya dan berorientasi terhadap masalah.
b. Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/Menkes/Per/III/
2008 tentang rekam medis, rekam medis sebagai suatu dokumen legal
disimpan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak terakhir pasien berobat.
Rekam medis harus dijaga kerahasiaannya. Pemaparan isi rekam medis hanya
dilakukan oleh dokter yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien, orang
tua atau yang bertanggung jawab. Disamping itu pimpinan sarana pelayanan
dapat memaparkan isi rekam medis tanpa seijin pasien, orang tua atau yang
bertanggungjawab berdasarkan peraturan/ perundang-undangan yang berlaku.
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilangnya,
rusaknya atau pemalsuan rekam medis dan penggunaan oleh orang atau badan
yang tidak berhak.
c. Rekam Medis untuk rawat jalan lebih sederhana dibandingkan dengan rawat
inap.
d. Rekam Medis dapat dipakai sebagai :
1) Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan.
2) Bahan pembuktian dalam perkara hokum.
3) Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan (tanpa menyebutkan
identitas pasien).
e. Penyerahan Rekam Medis
Rekam Medis harus sudah ada diserahkan ke Bagian Penyimpanan Rekam
Medis paling lambat 3 (tiga) hari setelah pasien dipulangkan.
41
b. Data dasar
c. Masalah yang dihadapi/ keluhan saat ini
Riwayat penyakit terdahulu
1) Riwayat keluarga/ makanan
2) Khusus untuk pasien anak, rekam medis juga harus memuat riwayat
perinatal, tumbuh kembang dan imunisasi.
3) Pemeriksaan jasmani
4) Hasil Pemeriksaan penunjang
5) Rencana dan tindakan yang diberikan
6) Ringkasan
d. Data Masalah utama
Dalam data ini disebutkan diagnosis kerja, diagnosis banding dan catatan lain
yang berkaitan dengan masalah yag dihadapi.
e. Pengelolaan
Pengelolaan, pemeriksaan khusus dan konsultasi.
f. Bila perlu tindakan yang dapat menimbulkan resiko diperlukan persetujuan
tertulis dari pasien, orang tua atau keluarga.
g. Tindak lanjut :
Disusun dengan pendekatan sistem SOAP. Catatan mengenai perawatan
selama dirawat dirumah sakit, konsultasi, korespondensi dan kunjungan gawat
darurat. Data tersebut harus merupakan kelengkapan dari rekam medis yang
harus dicantumkan dalam arsip utama.
4. Penelusuran informasi
a. Tulisan harus jelas dan mudah dibaca
b. Dihindarkan singkatan yang tidak lazim
5. Indeks penyakit
a. Penetapan diagnosis berdasarkan International Code of Disease/ WHO (ICD)
atau Depkes RI tahun terbaru.
b. Untuk penyakit kronik yang memerlukan kontrol, perlu dibuat cara pengenalan
khusus agar rekam medis tersebut mudah dan cepat dapat ditelusuri kembali.
42
B. ETIKA DAN PERILAKU PETUGAS RUMAH SAKIT DALAM PENGISIAN REKAM
MEDIS
1. Etika dan perilaku Dokter
Sesuai dengan keahliannya, dokter merupakan petugas rumah sakit yang bertugas
dan bertanggung jawab dalam pengisian data pasien / rekam medis, baik pasien
yang sedang dirawatnya maupun yang dikonsultasikan kepadanya. Dalam pengisian
rekam medis ini dokter harus benar-benar bekerja dengan berpegang teguh pada
ilmu yang didapatnya, disamping harus berpegangan pada sumpah jabatan sebagai
seorang dokter.
43