Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara yang mempunyai
peran dalam membangun perekonomian. Bali dikenal sebagai pulau sorga dan
menjadi tujuan wisata dunia. Pada industri kepariwisataan, Bali selalu menempati
peringkat teratas sebagai tempat wisata yang wajib dikunjungi. Jumlah wisatawan
asing yang berkunjung ke Bali pada 2014 mencapai 3.768.362 orang, meningkat
14,96% dari tahun sebelumnya. Sementara, kunjungan wisatawan domestik
sampai oktober 2014, mencapai 5.132.293 orang (Statistik Dinas Pariwisata Bali,
2015). Industri pariwisata sangat rentan oleh adanya isu-isu keamanan dan
kenyamanan (Mahagangga et al., 2008; Putra, 2008) salah satu bentuk ancaman
tersebut adalah adanya penyakit zoonosis, yaitu penyakit infeksi yang dapat
menular dari hewan ke manusia (Mavroidi, 2008; Negara, 2008). Perjalanan ke
negara atau ke wilayah lain membuka peluang untuk terinfeksi berbagai penyakit
menular termasuk zoonosis baik melalui penularan langsung maupun tidak
langsung (Cutler et al., 2010).
Penyakit zoonosis dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksius seperti
parasit, virus, bakteri, dan berbagai sumber penyakit menular lainnya. Hewan
pembawa agen infeksius ini selain berasal dari hewan peliharaan yang dekat
dengan manusia, juga dapat ditularkan oleh hewan liar (Dazak et al., 2000).
Berbeda dengan penyakit hewan atau ternak yang tidak bersifat zoonosis, penyakit
zoonosis selain memiliki beban terhadap ekonomi juga berdampak pada
ketentraman dan batin masyarakat (Naipospos, 2012).
Anjing merupakan salah satu hewan domestik yang banyak digemari
manusia sebagai hewan kesayangan karena pemeliharaannya yang relatif mudah.
Namun, anjing juga bisa menjadi ancaman manusia, karena dapat bertindak
sebagai reservoir sejumlah besar patogen dari zoonosis parasit seperti
toksoplasmosis (Elmore et al., 2010), giardiasis (Ballweber et al., 2010),
toxocariasis (Smith et al., 2009), dan ancylostomiasis (Bowman et al., 2010).

Kenaikan jumlah populasi anjing peliharaan maupun liar dapat


menimbulkan

berbagai

permasalahan

diantaranya

adalah

meningkatnya

kontaminasi lingkungan oleh telur cacing dan larva yang berasal dari feses anjing.
Tumpukan feses adalah jalan utama penyebaran infeksi cacing dan dapat
ditularkan ke manusia yang hidup berdampingan dengan anjing tersebut (bersifat
zoonosis) (Rianto, 2011). Populasi anjing liar baik di kawasan wisata pantai
maupun tempat umum lainnya terus meningkat, dikarenakan pemilik anjing yang
tidak mampu merawat anjing lalu melepas atau membuang anjing tersebut,
sehingga akan tumbuh menjadi anjing liar.
Salah satu parasit yang bersifat zoonosis pada anjing yang dapat ditularkan
ke manusia adalah Ancylostoma spp. Cacing ini merupakan parasit yang sangat
penting pada anjing karena cacing ini merupakan cacing penghisap darah. Cacing
dewasa dapat menghisap darah sebanyak 0,01-0,08 ml setiap hari hingga akan
dapat menyebabkan anjing menderita anemia, diare berdarah, hipoproteinemia,
malabsorbsi usus, kadang disertai muntah, penurunan kekebalan tubuh, penurunan
berat badan, dan dapat menyebabkan kematian kepada anjing penderita (Soulsby,
1982; Levine, 1994). Pada manusia Ancylostoma spp. menyebabkan cutaneous
larva migrant. Cara penularan cacing ini pada manusia adalah melalui larva cacing
yang memasuki kulit dan bergerak intrakutan dalam waktu yang cukup lama. Tiap
larva membentuk lesi berkelok kelok seperti ular memanjang beberapa milimeter
sampai beberapa sentimeter dalam sehari dan rasanya gatal sekali terutama malam
hari (Chin, 2000).
Ancylostomiosis dapat menyerang anjing pada berbagai umur, makin tua
umur anjing makin resisten terhadap infeksi cacing sehingga persentase kejadian
ancylostomiosis pada anjing muda lebih tinggi dari pada anjing dewasa (Georgi
dan Georgi, 1990). Prevalensi kejadian ancylostomiosis pada anjing telah
dilaporkan di Kota Denpasar sebesar 76,67% (Dibia, 1990). Prevalensi Kejadian
Ancylostoma caninum di Bogor sebesar 80 - 90% (Ressang, 1984). Surabaya
sebesar 39,39% (Nugroho dan Wendranto, 1984).
Prevalensi infeksi cacing Ancylostoma spp, secara epidemiologi dapat
dipengaruhi oleh tiga faktor utama, antara lain: Parasit, Hospes dan Lingkungan

yang saling berhubungan. Faktor parasit yang berpengaruh antara lain : cara
penyebaran (siklus hidup), viabilitas (daya tahan hidup. patogenitas dan
immunogenitas). Faktor hospes yang berpengaruh antara lain: umur, ras, jenis
kelamin, status immunitas dan status nutrisi. Sedangkan faktor lingkungan yang
berpengaruh selain makanan yang tersedia juga dipengaruhi oleh kondisi faktorfaktor meteorologi, seperti: suhu, kelembaban, curah hujan, sinar matahari dan
keadaan geografi (Brotowidjojo, 1987).
Oleh karena itu prevalensi penyakit zoonosis yang bersumber dari parasit
terutama Ancylostoma spp. yang ditularkan melalui anjing perlu diteliti karena
masih banyak anjing berkeliaran di objek objek wisata di Bali. Kondisi tersebut
dapat memicu terjadinya penularan penyakit zoonosis. Sementara, data
komperhensif tentang penyakit zoonosis yang bersumber dari anjing di bali
sampai saat ini belum tersedia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Seberapa besar prevalensi infeksi cacing Ancylostoma spp. pada
anjing di kawasan wisata di Bali ?
1.2.2. Bagaimana hubungan antara umur, jenis kelamin, ras dan cara
pemeliharaan terhadap prevalensi infeksi cacing Ancylostoma spp.
pada anjing di kawasan wisata di Bali ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Untuk mengetahui prevalensi infeksi cacing Ancylostoma spp. pada
anjing di kawasan wisata di Bali.
1.3.2. Untuk mengetahui hubungan antara umur, jenis kelamin, ras dan
cara pemeliharaan terhadap prevalensi infeksi cacing Ancylostoma
spp. pada anjing di kawasan wisata di Bali.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada
masyarakat dan hasil data yang didapat digunakan sebagai acuan tindakan
pencegahan,

pengobatan

dan

penanggulangan

prevalensi

infeksi

cacing

Ancylostoma spp. pada anjing di kawasan wisata di Bali yang berpotensi zoonosis.

Anda mungkin juga menyukai