Anda di halaman 1dari 33

CASE REPORT

GASTROENTERITIS AKUT DEHIDRASI SEDANG

Pembimbing :
dr.Franky Sientoro, SpA

Disusun Oleh :
Putri Sari Meliala
1161050238

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD TARAKAN
PERIODE 14 DESEMBER 27 FEBRUARI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

TARAKANN 2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk
di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi
pada anak, terutama pada usia dibawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak
meninggal setiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di
negara berkembang. Sebagai gambaran, 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh
diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%, dibanding pneumonia
24%, dan untuk golongan umur 1 4 tahun penyebab kematian karena diare adalah
sekitar 25, 2% dibanding pneumonia yang 15,5%.1
Secara umum penanganan diare ditujukan

untuk

mencegah

atau

menanggulangi dehidrasi serta gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa,


kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa diare yang spesifik, serta
mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit peserta. Untuk
melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan
secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam
menangani dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan
oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya
masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi serta

pemakaian probiotik telah banyak diungkap dan penanganan menggunakan


antibiotika yang spesifik dan antiparasit.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DIARE
Diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 4 kali
perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis. Selama
berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan
saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang
praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi
cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang kadang
pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya
cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.2
B. EPIDEMIOLOGI DIARE
Penyakit diare masih menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka
kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta
anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal tiap tahunnya dan sekitar 20 %
meninggal karena infeksi diare. Kematian yang disebabkan diare pada anak anak
terlihat menurun dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun. Meskipun mortalitas dari
diare dapat diturunkan dengan program rehidrasi atau terapi cairan namun angka
kesakitannya masih tetap tinggi. Pada saat ini angka kematian yang disebabkan diare

adalah 3,8 per 1000 per tahun, median insidens secara keseluruhan pada anak usia
dibawah 5 tahun adalah 3,2 episode anak per tahun.2
C. KLASIFIKASI DIARE
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Diare akut
Diare akut adalah diare cair lebih dari 3 kali sehari yang berlangsung kurang
dari 14 hari tanpa disertai adanya lendir dan darah.2
2. Kolera
Kolera adalah diare yang disebabkan oleh suatu enterotoksin kuman Vibrio
cholerae dengan feses yang memiliki penampakan yang khas yaitu cairan agak
keruh dengan lendir namun tidak ada darah dan berbau agak amis. Kolera dijuluki
seperti air cucian beras (rise water stool), karena kemiripannya dengan air yang
telah digunakan untuk mencuci beras. Kolera dimulai dengan diare berair tanpa
rasa nyeri (tenesmus) secara tiba tiba yang mungkin cepat, menjadi sangat
banyak dan sering langsung disertai muntah.3
3. Disentri
Disentri yaitu peradangan pada usus besar yang ditandai dengan buang air
besar yang encer secara terus menerus dengan tinja disertai darah dan lendir.3
4. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari atau lebih dan
berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi diare persisten infeksi dan non infeksi.
Diare persisten infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit sedangkan
diare persisten non infeksi, penyebab umumnya meliputi intoleransi protein susu
sapi/kedelai, biasanya pada anak usia ku rang dari 6 bulan, dan tinja sering disertai
dengan darah.2
5. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat
Diare apapun yang disertai tanda gizi buruk, contohnya Marasmus atau
Kwashiorkor dengan bahaya utama adalah infeksi sistemik berat dengan defisiensi
vitamin dan mineral.3
D. ETIOLOGI DIARE
Penyebab diare pada anak kini telah lebih dari 80% diketahui penyebabnya,
secara garis besar dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor penyebab diare yang
bersifat non-infeksi dan faktor penyebab diare yang bersifat infeksi. Untuk faktor
penyebab diare yang bersifat non-infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu
alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti intoleransi pada protein susu sapi /
kedelai, makanan asam dan pedas, keracunan makanan akibat bahan bahan kimia
tertentu dan bisa juga disebabkan oleh karena penggunaan obat obatan tertentu

contohnya golongan antibiotika yang akan menekan flora normal usus sehingga
organisme yang tidak biasa atau yang kebal terhadap antibiotika dapat berkembang
bebas.4
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi kurang lebih sebanyak 25
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Mikroorganisme
penyebab diare pada anak ini digolongkan sebagai penyebab diare yang bersifat
infeksi. Untuk penyebab diare yang bersifat infeksi itu sendiri dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu : 4
Tabel 1. Organisme patogen penyebab Diare pada anak

Organisme

Mekanisme Patogenik
VIRUS
Rotavirus (40 60 %)
Merusak mikrovili
Calicvirus
Lesi mukosa
Astrovirus
Lesi mukosa
Adenovirus enterik (serotipe 40 dan 41)
Lesi mukosa
BAKTERI
Campylobacter jejuni dan Clostridium Menginvasi usus dengan enterotoksin
defficile
Escherichia coli
Salmonella
Shigella
Vibrio cholerae
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Entamoeba histolytica

sitotoksin
Enterotoksin
Invasif, enterotoksin
Invasif, enterotoksin, sitotoksin
Enterotoksin
Invasif, sitotoksin
Invasif, enterotoksin
PARASIT
Invasif, produksi enzim dan sitotoksin,
kista tidak dapat dihancurkan (cyst

Giardia lamblia

resistant) terhadap destruksi fisis


Menempel pada mukosa, kista tidak dapat

Protozoa pembentuk spora diusus


dihancurkan
Cryptosporidium parvum
Menempel dan terjadi proses peradangan
Isospora belli
Cyclospora cayetanensis
Sumber : Buku Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial

E. FAKTOR RESIKO DIARE


Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.2

1. Faktor Umur
Insiden tertinggi kasus diare pada anak terjadi pada usia 2 tahun pertama
kehidupan atau biasanya terjadi pada kelompok umur 6 11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Hal ini disebabkan karena penurunan kadar
antibodi ibu yang disalurkan ke bayi yang menyebabkan kurangnya kekebalan
aktif bayi. Hal lain contohnya pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi
bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat
bayi mulai merangkak.2
2. Infeksi asimtomatik
Pada infeksi asimtomatik yang mungkin terjadi beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah pindah dari satu tempat ke tempat lain.2
3. Faktor musim
Letak geografis mempengaruhi variasi pola musiman diare. Di daerah subtropik,
diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya lebih sering terjadi karena musim
dingin. Di daerah tropik termasuk Indonesia, diare yang disebabkan oleh rotavirus
dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.2
F. PATOGENESIS DIARE
Cara penyebaran penyakit diare adalah dengan kontak erat dari orang ke
orang, melalui makanan yang terkontaminasi, serta dari binatang ke manusia.
Seringkali kuman menyebar melalui berbagai rute. Kemampuan kuman untuk
menyebabkan penyakit tergantung pada modus penyebaran, kemampuan untuk
membentuk koloni di saluran cerna, dan jumlah minimal kuman untuk menyebabkan
penyakit.4
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh virus (Rotavirus,
Calicvirus, Astrovirus dan Adenovirus enterik) yaitu virus akan menginvasi lapisan
epithalium dan vili di usus halus yang menyebabkan rusaknya villus usus halus. Hal
ini akan menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel sel epitel usus
halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum
matang sehingga fungsinya masih belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak
dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan
makanan yang tidak terserap akan menyebabkan meningkatnya tekanan koloid

osmotik usus dan terjadi hiperplastik usus sehingga cairan beserta makanan yang
tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari
penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.4
Diare yang disebabkan oleh bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel sel usus, contohnya
peningkatan kadar cyclic adenosine monophosphate (cAMP), yang disebabkan oleh
masuknya bakteri Vibrio cholerae dan toksin E.coli yang masuk ke lambung lalu ke
duodenum kemudian berkembang biak dan mengeluarkan enzim mucinase yang akan
mencairkan lapisan lendir sehingga bakteri bisa masuk ke membran dan menghasilkan
cAMP. Hal tersebut merangsang usus untuk melakukan sekresi cairan usus,
menghambat absorbsi tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel tersebut namun karena
volume dalam usus begitu banyak, hal ini akan menyebabkan dinding usus menjadi
teregang dan terjadilah diare.4
Bakteri Salmonella baik yang tifoid dan non-tifoid dapat juga menyebabkan
diare. Pada penyakit demam tifoid, bakteri tifoid ini hanya dapat menginfeksi manusia
(masa inkubasi 7 14 hari). Infeksi ini ditandai dengan demam berkepanjangan dan
manifestasi ekstraintestinal, sedangkan manifestasi diare sifatnya inkonsisten. Pasien
tifoid tanpa gejala atau karier kronik dapat menjadi reservoar dan menjadi sumber
penyebaran penyakit secara terus menerus. Untuk Salmonella non-tifoid akan
menyebabkan diare dengan cara menginvasi mukosa usus. Kuman ditransmisikan
melalui kontak dengan binatang terinfeksi (ayam, iguana atau binatang reptil lainnya
seperti kura kura) atau dari makanan yang terkontaminasi, yaitu produk produk
dari susu, telur, dan daging unggas. Inokulasi dalam jumlah besar (sekitar 1000 10
juta kuman) dibutuhkan kuman untuk menimbulkan penyakit, karena kuman
Salmonella dapat terbunuh oleh asam lambung. Masa inkubasi gastroenteritis berkisar
antara 6 72 jam, tetapi umumnya kurang dari 24 jam.4
Diare berdarah atau yang disebut dengan disentri disebabkan oleh bakteri
yang bernama Shigella dysentriae. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit dengan
cara memproduksi toksin shiga, secara berdiri sendiri maupun berkombinasi dengan
invasi jaringan. Masa inkubasi sekitar 1 7 hari. Pasien dewasa yang terinfeksi dapat
menyebarkan bakteri selama 1 bulan. Infeksi menyebar dengan cara kontak dari
individu ke individu, ataupun dengan cara mengonsumsi makanan yang telah
terkontaminasi oleh 10 100 bakteri. Toksin Shigella juga bisa dapat masuk ke dalam
serabut saraf otak, sehingga selain terjadi diare, dapat juga terjadi demam tinggi dan
kejang.4

Campylobacter jejuni menular dengan cara kontak dari individu ke individu


melalui air dan makanan yang terkontaminasi, terutama produk susu mentah, keju dan
daging unggas. Kuman menyerang mukosa jejunum, ileum dan kolon. Yersinia
enterocolitica menular melalui hewan peliharaan dan makanan yang terkontaminasi
terutama jeroan babi. Clostridium difficile menyebabkan C.difficile associated
diarrhea atau antibiotic-associated diarrhea, akibat toksinnya. Kuman memproduksi
spora yang dapat menyebar dari individu ke individu. C.difficile associated
diarrhea dapat terjadi setelah pemberian berbagai jenis antibiotik.4
Entamoeba histolytica (amebiasis), Giardia lamblia, dan Cryptosporidium
paryum merupakan parasit enterik. Amebiasis timbul di daerah yang beriklim hangat,
sedangkan giardiasis umumnya ditemukan pada bayi yang berada di tempat penitipan.
E.histolytica menyerang usus besar, amuba dapat menembus dinding usus dan
menyerang hati, paru dan otak. Diare yang terjadi umumnya akut, berdarah dan
mengandung leukosit. G.lamblia ditransmisikan melalui kista yang tertelan, baik
dengan cara kontak langsung dengan penderita atau dari makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh tinja yang terinfeksi. Kuman melekat pada mikrovili epitel
duodenum dan jejunum. Cryptosporidium menyebabkan diare cair ringan pada pasien
imunokompeten yang dapat sembuh tanpa pemberian terapi. Tetapi pada penderita
AIDS dapat memanjang lebih hebat.4

G. PATOFISIOLOGI DIARE
Berdasarkan patofisiologinya, diare disebabkan oleh beberapa mekanisme,
yaitu diare akibat adanya gangguan osmotik, gangguan sekretorik, gangguan motilitas
usus dan karena adanya inflamasi.5
1. Diare akibat gangguan osmotik terjadi karena adanya makanan atau zat yang tidak
dapat diserap yang akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare. Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat
dilewati oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan
osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan sulit
diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan isotonik,
air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi

diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air, dan elektrolit
akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari
usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah, sehingga terjadi pula diare.5
2. Gangguan sekresi dapat juga menyebabkan diare akibat rangsangan tertentu,
misalnya oleh toksin pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan
elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus. Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya
enterotoksin menyebabkan villi gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi
klorida disel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal ini menyebabkan
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya sehingga timbul diare.5
3. Gangguan motilitas usus memang jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi,
tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik
peningkatan maupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare.
Penurunan motilitas dapat menyebabkan bakteri tumbuh secara berlebihan.
Perlambatan transit obat obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi.
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat
inflamasi,

dekonjugasi

garam

empedu

dan

malabsorbsi.

Diare

akibat

hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan
berbagai penyakit lain. 5
4. Diare karena inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Hal ini akan mengakibatkan kehilangan sel epitel dan kerusakan tight
junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan
air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih
menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan
tipe diare lain contohnya diare osmotik dan diare sekretorik.5
H. MANIFESTASI KLINIS DIARE
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi

komplikasi

ekstraintestinal

termasuk

manifestasi

neurologik.

Gejala

gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.4
Diare akibat virus memiliki karakteristik diare cair (watery stool), tanpa
disertai darah atau lendir. Dapat disertai gejala muntah dan dehidrasi tampak jelas.

Bila ada demam umumnya ringan. Disentri adalah penyakit infeksi saluran cerna yang
melibatkan bagian kolon dan rektum, dan ditemukan adanya darah dan lendir pada
tinja, serta bau busuk dan demam. Perdarahan saluran cerna dan kehilangan darah
dapat terjadi secara signifikan. Penyakit diare enterotoksigenik disebabkan oleh
kuman yang memproduksi enterotoksin seperti V.cholerae dan E.coli. Demam
umumnya tidak ditemukan ataupun hanya demam ringan. Diare umumnya melibatkan
organ ileum dengan gejala diare cair (watery stool) tanpa adanya darah atau lendir dan
biasanya berlangsung selama 3 4 hari dengan frekuensi 4 5 kali buang air besar
cair per hari. Terjadinya anoreksia progresif, nausea, kembung, distensi abdomen,
penurunan berat badan terutama pada penderita Giardiasis.4
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila
ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.4
I. DIAGNOSIS DIARE PADA ANAK
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal hal sebagai berikut : lamanya diare,
frekuensi buang air besar per hari, volume tinja, konsistensi tinja, warna, bau, ada atau
tidak ada lendir dan darah. Bila diare juga disertai muntah, harus ditanyakan juga
volume, isi muntah, apakah ada lendir dan darah dan frekuensi muntahnya. Keadaan
buang air kecil pasien juga harus ditanyakan, apakah frekuensinya sama seperti
biasanya, berkurang, jarang atau tidak ada kencing dalam 6 8 jam terakhir. Makanan
dan minuman yang dikonsumsi pasien sebelum dan sesudah diare juga penting untuk
diperhatikan, hal ini berhubungan untuk mencari etiologi dari diare yang terjadi serta
menilai higienitas dari makanan dan minuman itu sendiri. Tanyakan juga kepada
pasien, apakah diare juga disertai keluhan atau penyakit lain, seperti adanya panas,
batuk, pilek, otitis media, campak dll. Selain hal hal tersebut, saat anamnesis juga
perlu ditanyakan apakah pasien sudah mendapatkan pertolongan pertama atau belum,

seperti pemberian cairan oralit atau sudah diberikan obat obatan untuk penanganan
diare.2
Bukan hanya anamnesis, untuk menentukan diagnosis pada pasien anak
dengan diare, kita juga harus melakukan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik
seperti biasa, awalnya kita perlu melakukan pemeriksaan tanda tanda vital seperti
kesadaran, suhu, nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah. Setelah itu, karena
akibat utama dari penyakit diare ini adalah paling sering terjadinya dehidrasi, maka
dari itu kita harus segera mencari apakah ada tanda tanda dehidrasi pada pasien atau
tidak. Harus diperiksa kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda
tanda tambahan lainnya seperti ubun - ubun besar, cekung atau tidak, mata terlihat
cowong atau tidak, masih ada atau tidaknya air mata, keadaan bibir, mukosa mulut
dan lidah kering atau basah.2
Pernapasan yang cepat dan dalam merupakan indikasi adanya asidosis
metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada dapat terjadi bila terdapat
hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas juga perlu dilakukan untuk menilai keadaan
perfusi dan pemeriksaan capillary refill time juga dapat menentukan derajat dehidrasi
yang terjadi.2
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare atau
dengan cara subyektif dengan menggunakan criteria WHO dan SKOR Maurice King
sebagai berikut :3
Tabel 2. Penilaian derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian
Keadaan umum
Mata
Air mata

A
Baik, sadar
Normal
Ada

B
Gelisah, rewel
Cekung
Berkurang

C
Lesu, lunglai, tidak sadar
Sangat cekung
Sangat berkurang, tidak

Mukosa bibir dan

Basah

Kering

ada
Sangat kering

lidah
Rasa haus

Tidak haus

Haus

Malas minum, tidak mau

Turgor kulit
Hasil pemeriksaan

Kembali cepat
Tanpa dehidrasi

Kembali lambat
Dehidrasi Ringan

minum
Kembali sangat lambat
Dehidrasi Berat

Rencana Terapi

Terapi A

Sedang
Terapi B

Terapi C

Sumber : Buku Saku WHO Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit

Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut Skor Maurice King


Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan
0
1
2
diperiksa
Keadaan Umum
Sehat
Gelisah,
cengeng, Mengiggau,
Turgor Kulit
Mata
Ubun ubun besar
Mulut
Denyut nadi/menit

Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat < 120

apatis, ngantuk
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120 140)

koma,

syok
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering & Sianosis
Lemah > 140

Sumber : Buku Ajar IDAI Gastroenterologi Hepatologi

Nilai : 0 2 = Ringan

3 6 = Sedang

7 12 = Berat

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan,


hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab - sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat. Contohnya pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja.
Pemeriksaan darah meliputi darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah,
glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika. Pemeriksaan urine
contohnya urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika. Pemeriksaan
tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk menentukan
diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada
tidaknya darah, lendir, pus, lemak, dan lain - lain. Pemeriksaan mikroskopik untuk
melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri, dan lain lain.
Pemeriksaan ph tinja juga dapat dilakukan apabila kita curiga terdapat kasus
intoleransi laktosa. Biasanya hasil pemeriksaan ph bersifat asam atau ph kurang dari
5.2
J. TATALAKSANA DIARE PADA ANAK
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu - satunya cara
untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan atau menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat
diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE
yaitu:6
1. Rehidrasi

Penanganan diare dengan rehidrasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
rehidrasi oral atau secara parenteral. WHO dan UNICEF telah merekomendasikan
cairan Oralit baru dengan osmolaritas yang lebih rendah dibanding dengan yang
lama. Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia
Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan
berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare
yang lebih banyak terjadi akhir akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik
adalah disebabkan oleh virus. Diare karena virus tidak menyebabkan tubuh
kehilangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli mengembangkan
formula oralit baru yang osmolaritasnya lebih rendah sehingga lebih mendekati
osmolaritas plasma, dan mengurangi resiko terjadinya berlebihan elektrolit dalam
tubuh. Komposisi oralit formula baru yaitu sebagai berikut :6
Tabel 4. Komposisi Oralit
Komposisi
Oralit Lama (Mmol/liter)
Natrium
90
Klorida
80
Glukosa
111
Kalium
20
Sitrat
30
Total Osmolaritas
331

Oralit Baru (Mmol/liter)


75
65
75
20
10
245

Sumber : WHO 2006

Diare tanpa rehidrasi


Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberikan cairan rumah tangga
untuk mencegah terjadinya dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah
sayur sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan dirumah oleh
keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk
anak usia < 2 tahun adalah 50 100 ml dan untuk anak usia > 2 tahun atau lebih,
diberikan 100 200 ml setiap kali anak buang air besar. Untuk anak dibawah
umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1
sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Untuk anak yang
lebih besar dapat minum langsung dari cangkir. Bila terjadi muntah hentikan dulu
selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan, misalnya 1 sendok setiap 2 3
menit. Pemberian cairan ini dilakukan sampai dengan diare berhenti.6
Diare dengan dehidrasi ringan sedang

Pada umumnya, anak anak dengan dehidrasi ringan sedang harus segera
dirawat di sarana kesehatan dan langsung segera diberikan terapi rehidrasi oral
dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama adalah 75
cc/kgBB. Bila berat badan penderita tidak diketahui, perkiraan pemberian cairan
juga dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur < 4
bulan adalah 200 400 ml, usia 4 12 bulan adalah 400 700 ml, usia 1 2
tahun adalah 700 900 ml dan usia 2 5 tahun adalah 900 1400 ml. Bila
penderita masih haus dan masih ingin minum, cairan harus diberikan lagi.
Sebaliknya bila dengan volume diatas kelopak mata menjadi bengkak, pemberian
oralit harus dihentikan sementara dan digantikan dengan minum air putih. Bila
bengkak pada kelopak mata hilang, dapat diberikan lagi. Apabila pemberian oralit
tidak bisa diberikan secara oral, oralit juga dapat diberikan melalui nasogastrik
dengan volume yang sama dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah terapi
oralit dilakukan selama 3 jam, keadaan penderita harus dievaluasi apakah
membaik atau memburuk. Bila keadaan membaik, perawatan penderita bisa
dilanjutkan dengan melakukan perawatan diare tanpa dehidrasi, namun apabila
keadaan pasien jadi memburuk atau cenderung ke arah dehidrasi berat, pasien
harus segera dirawat dan diberikan terapi cairan melalui parenteral.6
Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare dengan dehidrasi berat harus dirawat di sarana kesehatan dan
pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral. Pasien yang
masih dapat minum meski sedikit harus diberikan oralit sampai cairan infus
terpasang. Disamping itu, semua anak harus diberikan oralit sebanyak 5
ml/kgBB/jam selama pemberian cairan intravena. Pada bayi, apabila dapat minum
dengan baik, biasanya diberikan selama 3 4 jam dan untuk anak yang lebih besar
biasanya diberikan selama 1 2 jam. Pemberian tersebut dilakukan untuk
memberi tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan
cukup dengan pemberian intravena. Untuk rehidrasi parenteral biasanya
digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannnya
yaitu, untuk usia < 1 tahun, pada 1 jam pertama diberikan 30 cc/kgBB kemudian
dilanjutkan untuk 5 jam berikutnya menjadi 70 cc/kgBB. Untuk anak usia > 1
tahun, pada jam pertama diberikan 30 cc/kgBB dan dilanjutkan 2 jam
berikutnya menjadi 70 cc/kgBB. Lakukan evaluasi setiap jam. Apabila dehidrasi

tidak membaik, tetesan intravena dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau
setelah 3 jam pada anak lebih besar, lakukan lagi evaluasi untuk menentukan
pengobatan selanjutnya yang sesuai, apakah pengobatan diare dengan dehidrasi
ringan sedang atau diare tanpa dehidrasi.6

2. Terapi Zinc
Zinc adalah mikronutrien yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang
sangat kecil dan mutlak diperlukan untuk memelihara kehidupan yang optimal.
Sumber zinc terbaik pada makanan adalah protein hewani terutama daging, hati,
kerang dan telur. Pemberian zinc pada anak yang diare dapat mengurangi lama
dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Zinc
mempunyai efek terhadap enterosit dan sel-sel imun yang berinteraksi dengan
agen infeksius pada diare. Zinc terutama bekerja pada jaringan dengan kecepatan
turnover yang tinggi seperti saluran cerna dan sistem imun dimana zinc
dibutuhkan untuk sintesa DNA dan protein. Zinc bekerja pada tight junction level
untuk mencegah meningkatnya permeabilitas usus, mencegah pelepasan histamin
oleh sel mast dan respon kontraksi serta sekretori terhadap histamin dan serotonin
pada usus dan mencegah peningkatan permeabilitas endotel yang diprakarsai TNF
yang juga merangsang kerusakan permeabilitas epitel usus. Pemberian zinc pada
diare dapat meningkatkan absorbsi air dan elektrolit oleh usus halus,
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus halus, dan juga meningkatkan
respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen dari usus. Dosis
pemberian zinc pada anak anak adalah, anak dibawah umur 6 bulan dosisnya
adalah 10 mg/hari dan usia anak diatas 6 bulan adalah 20 mg/hari. Menurut
rekomendasi WHO, zinc diberikan dari awal terjadinya diare sampai 10 14 hari
kedepan meskipun anak sudah sembuh dari diare.7
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
pemberiannya setelah anak sembuh. Tujuannya adalah untuk mempercepat
kembalinya fungsi usus menjadi normal kembali termasuk kemampuan menerima

dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat


dicegah atau paling tidak dikurangi. Makanan yang diberikan pada anak yang
diare tergantung dari umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit
serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama
dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang minum ASI harus
diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI
harus diberi susu formula dan diminum paling tidak setiap 3 jam. Namun untuk
kasus diare yang disebabkan oleh intoleransi laktosa, pemberian ASI atau susu
dapat diberhentikan sementara atau susu yang diberikan diganti dengan susu
rendah laktosa atau bebas laktosa. Setelah diare berhenti, pemberian tetap
dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula
biasanya diminum secara bertahap selama 2 3 hari. Bila anak berumur 4 bulan
atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat, makanan ini harus
diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diet harus berasal dari makanan dan
diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk
makan. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari
makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang atau roti. Untuk meningkatkan
kandungan energinya dapat ditambahkan 5 10 ml minyak nabati untuk setiap
100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus karena kaya akan karoten.
Campur makanan pokok tersebut dengan kacang kacangan dan sayur sayuran
serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang
lunak baik diberikan untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau
makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang
diperdagangkan, minuman ringan sebaiknya dihindari.7
4. Antibiotik selektif
Antibiotika tidak diberikan secara rutin pada diare akut, meskipun dicurigai
adanya bakteri sebagai penyebab keadaan tersebut, karena sebagian besar kasus
diare akut merupakan self limiting disease. Pemberian antibiotika yang tidak tepat
justru akan memperpanjang keadaan diare akibat disregulasi mikroflora usus.
Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah atau kemungkinan
besar karena Shigellosis, suspek kolera, dan infeksi berat lain yang tidak
berhubungan dengan saluran pencernaan contohnya pneumonia. Obat antidiare
tidak boleh diberikan pada anak kecil, karena obat obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, justru obat obatan antidiare

memiliki efek samping yang fatal pada anak, contohnya menyebabkan ileus
paralitik. Hanya sebagian kecil atau sekitar 10 20 % diare yang disebabkan oleh
bakteri patogen contohnya Vibrio cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,
Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya. Berikut adalah contoh antibiotik
pilihan yang bisa diberikan sebagai terapi pada anak yang terkena diare :2
Tabel 5. Antibiotik selektif pada diare
Penyebab
Kolera
Shigella dysentry

Amoebiasis
Giardiasis

Antibiotik Selektif
Tetracycline
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Ciprofloxacin
15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari

Alternatif
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam
20 mg/kgBB
4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50 100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2 5

hari
Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat)
Metronidazole
5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

Sumber : WHO 2006

5. Edukasi kepada orang tua atau pengasuh


Nasihat atau edukasi bagi pengasuh anak dirumah juga sangat penting
dilakukan oleh dokter untuk penanganan kasus diare. Edukasi yang diberikan
penting apabila terjadi hal hal kegawatdaruratan akibat diare, setelah anak
dibawa pulang kerumah, contohnya bila terjadi demam, kejang, muntah yang
menetap, dan sebagainya. Pada kasus seperti ini, berikan edukasi kepada pengasuh
pasien agar pasien segera dibawa kembali ke rumah sakit. Selain itu, edukasi juga
penting untuk mencegah terjadinya penularan atau diare kembali pada anak.
Edukasi yang bisa diberikan dapat berupa menjaga kebersihan diri anak seperti
rutin mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air besar,
harus juga menjaga kebersihan makanan, minuman dan alat makan, pemberian
ASI yang benar, penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI, dan
sebagainya.7

K. KOMPLIKASI DIARE
Komplikasi utama dari diare yang tidak teratasi dengan baik adalah dehidrasi
dan gangguan fungsi kardiovaskular akibat hipovolemia berat. Kejang dapat terjadi
dengan adanya demam tinggi, terutama pada infeksi Shigella. Abses intestin dapat
terjadi pada infeksi Shigella dan Salmonella, terutama pada demam tifoid yang dapat
memicu terjadinya perforasi usus, suatu komplikasi yang dapat mengancam jiwa.
Kematian akibat diare mencerminkan adanya masalah gangguan sistem homeostasis
cairan dan elektrolit yang memicu terjadinya dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit
dan instabilitas vaskular, serta syok.4

BAB III
PEMBAHASAN
IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap

: An. Juan Zoan

Agama

: Kristen Protestan

Tanggal Lahir

: 19 Maret 2015

Pendidikan : -

Umur

: 9 bulan 14 hari

Alamat

: Jl. Aki balak RT

Jenis Kelamin

: Laki laki

28 Tarakan

ORANG TUA /WALI*


Ayah
Nama Lengkap

: Tn. Zuanto Kris

Agama

: Kristen Protestan

Tanggal Lahir

: 11 Oktober 1985

Pendidikan : D3

Suku Bangsa

: Jawa Timur

Pekerjaan : Swasta

Alamat

: Jl. Aki balak RT 28

Penghasilan: Rp 2.800.000

Nama Lengkap

: Ny. Andira

Agama

Tanggal Lahir

: 19 Desember 1987

Pendidikan : SMA

Suku Bangsa

: Jawa Timur

Pekerjaan :Ibu rumah tangga

Alamat

: Jl. Aki balak RT 28

Penghasilan: -

Ibu
: Kristen Protestan

Hubungan dengan orang tua : Anak Kandung

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

KEHAMILAN
Perawat Antenatal

: Trimester I - x / bulan di
Trimester II 1 x / bulan di RS. Nunukan
Trimester III 3 x / bulan di RS. Nunukan

Penyakit Kehamilan

:-

KELAHIRAN
Tempat Lahir

: Rumah Sakit

Penolong Persalinan

: Dokter

Cara Persalinan

: Spontan

Penyulit persalinan

: -

Masa Gestasi

: Cukup Bulan

Keadaan Bayi
Berat Badan Baru Lahir

: 3100 gr

Panjang Badan

: 49 cm

Lingkar Kepala

: 34 cm

Langsung Menangis
Nilai APGAR

: 7/8

Kelainan Bawaan

:-

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


Gigi Pertama

: 8 bulan

Psikomotor

Tengkurap
Duduk
Berdiri

: 4 bulan
: 6 bulan
: 8 bulan

Berjalan
: - bulan
Berbicara
: - bulan
Membaca / menulis : - bulan

RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin
BCG
DPT/DT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B
MMR
TIPA

Dasar Umum
1 bulan
2 bulan
0 bulan
9 bulan
0 bulan
-

Ulangan (Umur)

4 bulan
2 bulan

6 bulan
4 bulan

6 bulan

2 bulan

4 bulan

6 bulan

Kesan

: Sesuai dengan jadwal IDAI

UMUR /Bulan/ Frekunsi


0-2
2-4
4-6
6-8
8-10
Kesan

ASI

Buah /Biskuit

Bubur susu

: Kualitas dan kuantitas gizi anak cukup

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


PENYAKIT
Diare
Otitis
Radang
Paru
Tuberkulosis
Kejang
Ginjal
Jantung
Darah

UMUR
-

PENYAKIT
Morbili
Parotitis
Demam Berdarah

Demam tifoid
Cacingan
Alergi
Kecelakaan
Operasi

UMUR
-

RIWAYAT KELUARGA
Di sangkal.
Keterangan
Perkawianan Ke
Umur saat Menikah
Konsangunitas
Keadaan kesehatan

Ayah /Wali
1
27 tahun
baik

Data Perumahan
Kepemilikan Rumah

: Pribadi

Keadaan Rumah

: Ukuran 18 x 20 m2
Dinding terbuat dari beton

Ibu / Wali
1
25 tahun
baik

Atap terbuat dari seng


Ventilasi ada 1 di ruang tamu, 1 tiap kamar (@kamar)
Jarak septic tank ke sumber air bersih 10m2
Lain lain Pencahayaan baik, sirkulasi udara bagus
Keadaan lingkungan

: Berupa kompleks perumahan: tidak


Tempat pembuangan sampah: ada
Lain lain Tempat tinggal
pasien padat penduduk dan saling berdempetan

RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama

: BAB cair 6x/ hari 2 hari sebelum masuk rumah sakit

Keluhan Tambahan : Muntah dan demam


Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang dengan keluhan BAB cair 6 kali/hari sejak 2 hari SMRS.
Konsistensi tinja berampas, dan berwarna hijau kekuningan, bau busuk, lendir dan
darah disangkal. Awalnya pasien demam 2 hari yang lalu, demam muncul secara
perlahan lahan dan naik turun. Menggigil saat demam disangkal. Pasien sudah
diberikan obat penurun demam namun hanya sedikit perbaikan. Selanjutnya pasien
mengeluhkan mual dan muntah 8 kali, adanya darah disangkal. 3 hari sebelumnya
pasien batuk berdahak dan pilek berwarna bening, cair. Sesak napas disangkal.
BAK jarang, dalam 12 jam terakhir hanya 2x berwarna kuning pekat. Nafsu makan
pasien berkurang namun pasien kuat untuk minum seperti orang kehausan. Sampai
saat ini pasien masih minum ASI dicampur dengan susu formula. Riwayat kejang
demam disangkal. Riwayat flek paru atau pengobatan batuk 6 bulan disangkal.
Pasien baru pertama kali mengalami hal ini.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
Riwayat kejang demam disangkal.
Riwayat konsumsi obat paru rutin selama 6 bulan disangkal.
Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga Lain / orang lain serumah disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal

: 2 Januari 2016

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Komposmentis

Tanda Vital

Frekwensi nadi
Tekanan darah
Frekwensi nafas
Suhu tubuh

: 140 x./ menit


:mmHg
: 36 x / menit
: 37,8 C

Data Antopometri

Berat Badan
: 8,4 kg
Tinggi Badan
: 74 cm
Lingkar lengan atas : 15 cm

PEMERIKASAAN SISTEM
Kepala
Bentuk
: Normocephali
Rambut dan Kulit Kepala : Pertumbuhan rambut merata, warna rambut
hitam dan tak mudah dicabut
Mata
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor 3mm/3mm, mata cekung -/- edema
palpebra -/ Telinga
: Sekret -/-, lapang +
Hidung
: Sekret +/+, hipertrofi konka -/+, pergerakan
cuping hidung -/ Mulut
o Bibir
: Mukosa bibir kering
o Gigi-geligi
: 4 buah gigi
o Lidah
: Sulit dinilai
o Tonsil
: Sulit dinilai
o Faring
: Sulit dinilai
Leher
: Sulit dinilai
Thoraks
Dinding Thoraks
: Pergerakan dinding dada simetris
Paru
:
o Inspeksi
: Retraksi sela iga o Palpasi
: Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
o Perkusi
: Sonor; simetris di kedua lapang paru
o Auskultasi
: Bunyi nafas dasar vesikular, rhonki -/-, wheezing
-/ Jantung
o Inspeksi
: Ictus cordis tak terlihat
o Palpasi
: Ictus cordis tak teraba
o Perkusi
: Pekak

o Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop -

Abdomen
o Inspeksi
o Palpasi

: Perut mendatar
: Supel, nyeri tekan epigastrium +, hepar dan limpa
tak teraba membesar
: Hipertimpani, nyeri ketuk : Bising usus 8x/ menit

o Perkusi
o Auskultasi
Anus dan rektum

: Tidak ditemukan eritema natum

Genitalia

: Tidak diperiksa

Anggota gerak

Atas

Bawah

Kiri

Kanan

Tonus otot baik


Akral hangat
Edema Ptechie Tonus otot baik
Akral hangat
Edema Ptechie -

Tonus otot baik


Akral hangat
Edema Ptechie Tonus otot baik
Akral hangat
Edema Ptechie -

Tulang Belakang

: Sulit dinilai

Kulit

: Turgor sedikit menurun

Kelenjar Getah Bening

: Tak teraba membesar

PEMERIKASAAN NEUROLOGIS
Nervus Cranialis : Tidak ada indikasi pemeriksaan

I : Sulit dinilai
II : Sulit dinilai
III : Pupil isokor, 3mm/3mm
IV : Sulit dinilai
V : Sulit dinilai
VI : Sulit dinilai

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah tepi

LED
:Hemoglobin : 11,3 gr/dL
Eritrosit
: 4,60 juta/uL

VII : Sulit dinilai


VIII : Sulit dinilai
XI : Sulit dinilai
X : Sulit dinilai
XI : Sulit dinilai
XII : Sulit dinilai

Urin

Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Lain lain

: 6,8 ribu/uL
: 405 ribu/uL
: 34,4%
: MCV 74,8fL; MCH 24,6pg; MCHC 32,8gr/dL;LYM 30,7%; MXD
9,5%; NEUT 59,8%

Warna
pH
Eritrosit
Leukosit
Bakteri
Sendimen

:
:
:
:
:
:

Tinja

Lain lain
RINGKASAN (Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Laboratorium)
Alo-namnesis
An. laki-laki usia 9 bulan datang dengan keluhan BAB cair, berampas, berwarna
hijau kekuningan 6 kali/hari sejak 2 hari SMRS. Demam (+), hilang timbul. Mual
dan muntah 8 kali/hari. Batuk berdahak dan pilek berwarna bening, cair. BAK 2x
berwarna kuning pekat/12jam. Nafsu makan berkurang namun pasien merasa ingin
minum terus menerus seperti kehausan.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :Tampak Sakit Sedang; Kesadaran: Komposmentis; Frekuensi
Nadi: 142 kali / menit; Frekuensi Nafas: 36 kali / menit; Suhu: 37,8 C; BB/TB=
8,4kg/79cm.
Pemeriksaan Jasmani
Kelopak mata tidak cekung, air mata keluar saat menangis, hidung: sekret +/+,
hipertrofi konka -/+, mukosa bibir kering, bising usus 8x/menit, hipertimpani, nyeri
tekan epigastrium +, turgor sedikit menurun.
PemerikaanLaboratorium
Leukosit 6,8 x 10; Hb 11,3gr/dL; Trombosit 405 x 10 ; Ht 34,4%; LYM 30,7%; Neut
59,8%
DIAGNOSA KERJA
1. GEADS
2. ISPA
DIAGNOSA BANDING

1. Enterotoxigenic E. Colli
2. Intoleransi lactosa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur feses
2. Elektrolit
3. Glukosa Darah Sewaktu
4. Analisa Gas Darah
5. Ureum Creatinin
6. Rapid antigen test
7. PCR
PENATALAKSANAAN
Rawat Inap
Diet : ASI + bubur saring tinggi kalori tinggi protein rendh serat
Obat obatan :
IVFD : KA EN 3B 12 tpm + 3mg ondansetron
IV /IM : Inj. Ranitidin 2 x amp
MM / : Syr. Paracetamol 3 x 1 cth
Syr. Zinkid 20mg
Liprolac 2 x 1 sacchet
Syr. Comtusy 3 x 1 cth

PROGNOSIS
Ad sanationum

: dubia ad malam

Ad fungsionum

: dubia ad bonam

Ad vitam

: dubia ad bonam

Follow up tgl : 03-1-2016 (06.00 WITA)

Follow up tgl : 04-1-2016

Follow up tgl : 05-1-2016

Follow up tgl : 06-1-2016

BAB IV

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan
tertinggi pada anak, terutama pada usia dibawah 5 tahun.
Menurut WHO, Diare diklasifikasikan menjadi diare akut, kolera, disentri,
diare persisten dan diare yang disertai malnutrisi berat.
Etiologi dari diare bisa disebabkan oleh hal yang bersifat non-infeksius
contohnya intoleransi laktosa, obat obatan, dan masih banyak lagi. Sedangkan
etiologi yang bersifat infeksius adalah mikroorganisme seperti, virus, bakteri dan
parasit.
Berdasarkan mekanismenya patofisiologi diare dibagi menjadi empat yaitu
diare osmotik, diare sekretorik, diare akibat gangguan motilitas dan diare akibat
proses inflamasi.
Untuk mendiagnosis diare pada anak memerlukan proses anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Prinsip tatalaksana pada anak yang diare menurut rekomendasi WHO adalah
dengan mengikuti 5 pilar diare, yaitu rehidrasi, terapi zinc, lanjutkan pemberian
makanan dan ASI, antibiotik selektif dan edukasi.
B. SARAN
Untuk menekan angka mortalitas dan morbiditas kejadian diare pada anak,
dibutuhkan edukasi bagi orang tua agar dapat mengenali tanda dan gejala dari diare
dan diharapkan orangtua dapat segera membawa anaknya ke pelayanan kesehatan
untuk mendapatkan penanganan sedini mungkin.
Edukasi pencegahan terhadap diare juga harus dilakukan seperti menjaga
kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum makan, menjaga kebersihan makanan
dan minum serta alat makan, dan menerapkan ASI eksklusif pada semua bayi.
Dari penulisan ini diharapkan bisa menjadi bahan tambahan referensi dalam
upaya penulisan lebih lanjut. Selain itu, semoga referat ini bisa menjadi bahan
tambahan dalam pembekalan materi dan bisa membawa wawasan pengetahuan, baik
teori maupun pelaksanaan terutama pada materi yang berhubungan dengan penulisan
ini yaitu tentang diagnosis dan penatalaksanaan diare pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Muliadi, Awi. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.


2011. Hal 1 6

2. Juffrie, Mohammad, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi Jilid 1.


Jakarta: IDAI. 2012
3. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta : World Health Organization. 2009.
Hal 133 152
4. Marcdante, Karen. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Nelson, edisi Keenam. Jakarta :
IDAI. 2011. Hal 481 486
5. Vany, Ndarumas, dkk. Penatalaksanaan Diare Terbaru pada Anak [referat].
Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012.
6. Tanto, Chris, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius. 2014. Hal 41 45
7. Elfi, Rahmawati, dkk. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Analisis Kebutuhan
Program Promosi Kebutuhan Pencegahan Diare Anak Usia di Bawah Dua Tahun,
Volume 24. Yogyakarta : 2008. Hal 111 - 119

Anda mungkin juga menyukai