Anda di halaman 1dari 2

Dari Mencari, Hingga Melampaui; “Only God, is the limit.

Mulai ditulis pada 1 April 2010 1:26 malam

Beberapa jam terakhir ini adrenaline saya terpacu kembali. Sangat terasa
semangat berperang mengaliri diri ini. Daya juang yang membuncah ini mampu
mendegupkan dada, mengepalkan tangan, menajamkan pandangan. Semua itu
dipacu oleh beberapa hal. Salah satunya, saya diamanahi Mas Wawan tuk
mengikuti lomba Gemastik 2010 bidang Keamanan Jaringan. Sedangkan saya
sedang membentuk tim bersama Mas Dimas tuk mengikuti bidang lainnya, yakni
bidang Bisnis.

Pada kesempatan ini mentalitas saya sangat diuji. Betapa tidak. Mas Wawan
mengamanahi saya dengan pertimbangan sederhana. Yakni karena saya suka
dengan keamanan jaringan (lazim disebut network security). Tanpa melihat
kemampuan saya. Saya memang sejak kecil sudah berkhayal menjadi hacker
(lebih tepatnya security auditor). Tampak keren. Namun, kemampuan saya terus
terang masih NOL besar.

Pun, tingkat kesenangan saya dengan security ini pun naik turun. Kadang naik
jika melihat potensi bidang ini ke depan. Melihat bahwa saya akan bisa
bermanfaat tuk banyak orang karena telah membuat mereka aman. Tapi, sering
pula saya merasa “Ngapain sih belajar security.” Setelah melihat berbagai
kerepotan yang ada. Dan sialnya. Eh, maaf. Dan beruntungnya, kepercayaan itu
datang saat motivasi saya tuk belajar internet security, melemah. Maka, lawan
pertama saya ialah lemahnya motivasi. Dan alhamdulillah, saat saya menulis ini,
lawan itu telah terkalahkan atas izin Allah.

Setiap saya mengingat hal ini, saya teringat suasana perang. Pun bukan
sembarang kondisi. Tapi perang dalam kondisi “tidak mungkin”. Perang dengan
“ketidakmungkinan”
itu tadi, perang dengan ketidakmampuan, perang dengan kemalasan, perang
dengan minder, dan perang dengan godaan tuk putus asa.

Menjawab amanah ini, bila diserupakan adegan film, akan menjadi adegan
seorang prajurit yang melawan sosok raksasa dengan ukuran tubuh dua tiga kali
lipat. Atau, layaknya seorang prajurit yang berdiri sendirian di padang pasir, tiba-
tiba diserbu ratusan ahli pedang. Pedang tajamnya tampak terkilau, terhunus.
Lengkap dengan kuda gagahnya yang menderu debu. Belum lagi para pemanah
yang telah lebih dulu mengirim hujan anak panah.

Teringat pula saya beberapa tahun lalu. Ketika saya sering membaca kisah-kisah
jihad para Nabi, sahabat, dan pemuda-pemudi islam. Mengasyikkan.
Menegangkan. Menggelorakan. Namun, sayangnya pada waktu itu saya lupa
memberi batas. Ya, saya lupa memberi batas hingga saya malah menjadi terlalu
asyik membaca kisah TENTANG perjuangan, tapi tidak terjun langsung ke medan
kejuangan.
Pengalaman itu memberi saya semangat dan pelajaran yang sama. Semangat
yang sama di sini ialah semangat berjihad, yakni bersungguh-sungguh
melejitkan potensi. Pelajaran yang sama di sini ialah berjihad, dengan batas.

Dengan semangat yang sama saya akan terus mengeksplorasi, mencari batas
diri. Terus bergerak menjawab dinamika hidup karunia Allah. Karena, masih
banyak bidang kehidupan yang batasnya, masih menjadi misteri pribadi.
Termasuk blogging ini. Dengan semangat yang sama saya mengenali berbagai
batas diri. Mengenali batas tuk kemudian pada bidang tertentu, saya akan
melampauinya.

Kita sering salah paham dengan batas diri ini. sebenarnya kita bisa meraih lebih.
Apa yang sering kita anggap batas, sebenarnya hanya ilusi. Belum batas diri
yang hakiki. Ia sering terkorupsi dan tertutupi kabut kemalasan, keminderan,
dan prestasi orang kebanyakan. Prestasi orang kebanyakan? Maksudnya? Sering
kan kita berpikir,”Temen-temen saya nilainya memang cukup segitu kok. Boleh
donk saya berhenti meraih target yang lebih tinggi, orang lain juga begitu kok.”.

Lalu, teringatlah saya akan kata Al-Mutanabbi. Kurang lebih begini,“Tidak ada
kehinaan yang lebih hina dalam seseorang kecuali sebenarnya ia mampu meraih
lebih tapi ia tak melakukannya.” Sekali lagi, sering batas yang kita lihat,
hanyalah ilusi yang menutupi hati dari cahaya Ilahi. Oleh karenanya, mari terus
menari di atas batas kemampuan diri yang sekarang. Hingga terangkat hijab
hati. Karena hanya Sang Maha Tak Terbatas lah yang membatasi diri ini. “Only
God, is the limit.”

Anda mungkin juga menyukai