Anda di halaman 1dari 1

Hubungan Saya dengan Kebenaran

Hubungan saya dengan kebenaran, bisa saya ilustrasikan seperti ini. Sering
kebenaran menyapa diri ini. Lalu, dengan segala kefakiran yang saya kenakan,
saya berjalan beriringan dengan kebenaran. Namun, sering tiba-tiba kebenaran
ini pergi. Meninggalkan saya kembali dalam kesendirian.

Kenapa kebenaran pergi meninggalkan saya? Ah, ternyata ia melihat tingkah sok
benar, sok tahu, sok soleh, dan sok baik lainnya dari saya. Kebenaranlah yang
mulia. Bukan saya. Tapi, saya sering memaksa diri memakai baju kemuliaan.
Saya yang harusnya memuliakan kebenaran, malah memuliakan diri sendiri.

Tak perlu kebenaran pada hal-hal besar yang membuat saya merasa besar.
Cukup kebenaran pada hal-hal yang remeh saja saya sering ditinggal pergi
kebenaran ini. Mengapa ditinggal pergi? Sekali lagi karena saya menjelma
menjadi serba sok. Jadi, pada hal-hal kecil saja saya bisa menjadi serba sok.

Namun, ada hal yang menarik yang saya lihat dari kebenaran ini. Ia tetap dipuja
sekaligus dihina. Ia tetap menyelamatkan sekaligus membuat pihak lain
kebakaran jenggot. Ia tak peduli kepada siapa ia menyapa. Ia tak peduli bahkan
jika yang harus menyampaikan kebenaran ialah sosok yang serba kekurangan
seperti saya ini.

Ringkasnya, hubungan saya dengan kebenaran seperti berikut. Ia tidak kapok


membersamai saya yang sering mengecewakannya. Ia tetap mulia dan dewasa
meski orang yang menyampaikannya hina dina dan bertingkah kekanak-
kanakan. Memamerkan kebenaran seolah kebenaran itu miliknya atau bahkan
merasa dirinya sendirilah kebenaran.

Oh ya, baru saja ia mengatakan pada saya. Mengapa ia tidak kapok menyapa
saya. Katanya, memang begitulah wataknya. Ia akan terus menyapa,
menghampiri, membersamai siapa saja. Bukan hanya saya. Ia tak akan bosan
menyapa siapa saja yang terus menjaga harapan. Menjaga harapan untuk
disejukkan oleh kebenaran.

Anda mungkin juga menyukai