com/2010/09/membaca- 1
fiksi-serius-fakta-dan-makna.html
[Babang Juwanto]
1
Kebanyakan orang memuji fiksi serius dengan melabelinya
‘bagus’, karena faktanya hanya sebagian kecil yang mau
membacanya. Pembaca, termasuk saya, memuji fiksi serius
karena telah diajarkan untuk berbuat demikian dan bukan karena
saya lebih menyukainya ketimbang fiksi populer. Cara penjelasan
yang dipakai untuk menjelaskan yang ‘bagus’ dan yang enak
dibaca seolah-olah mengisyaratkan bahwa ‘bagus’ bagi fiksi
serius berarti tidak enak dibaca. Secara implisit maupun eksplisit
saya yang notabane adalah penikmat fiksi, menyebut bahwa fiksi
serius dimasudkan untuk mendididk dan mengajarkan sesuatu
yang berguna untuk saya dan bukannya memberi kenikmatan.
Karena fiksi serius dapat memberi kenikmatan dan
memang begitu adanya. Pernyataan ini, tentu bisa dikatakan
sebagai asersi mentah, telah diungkapkan sekaligus dibuktikan
oleh banyak orang. Saya membaca fiksi serius bukan karena
suatu keharusan, melainkan karena saya menikmaatinya apa
adanya. Lantas, pertanyaan pembuka pun muncul: Bagaimana
bisa menikmati sesuatu yang sukar? Bagaimana cara menikmati
bridge, catur, dan sepak bola karena tiga permainan ini sama-
sama rumit dan sukar dipelajari dan membutuhkan keahlian,
kecermatan , dan pengamatan tertentu? Mengapa tidak memilih
Old Maid, dam cina, atau petak umpet? Menurut Robert Stanton,
tentu saja itu karena bridge, catur, dan sepak bola sukar
dimainkan; setiap gerakan perlu dilakukan secara cermat karena
menyasar satu tujuan tertentu. Sama halnya dengan permainan
2
http://babang-juwanto.blogspot.com/2010/09/membaca- 3
fiksi-serius-fakta-dan-makna.html
[Babang Juwanto]
3
hadir melalui karya sastra. Apa yang diperlukan adalah
mengetahui mengapa fiksi serius cerderung rumit dan
mengandung gagasan. Singkatnya, setelah membaca buku
Introduction to Fiction, Robert Stanton (Teori Fiksi, Robert
Stanton), paling tidak saya perlu tahu maksud yang ada karya
sastra yang akan saya sering baca kelak. Sehingga maksud utama
sebuah karya fiksi serius adalah memungkinkan saya dan
pembaca lainnya membayangkan sekaligus memahami satu
pengalaman manusia. Untuk menjawab pertanyaaan mengapa
maksud tersebut harus dicerna melalui berbagai hal yang rumit
dan sulit, tentu saja saya harus diingat bahwa pengalaman
manusia bukanlah sekadar rangkaian kejadian-kejadian yang
sinambung. Rangkaian kejadian-kejadian tersebut hendaknya
dirasakan dalam-dalam seolah-olah sedang benar-benar dialami.
Karena menurut Robert Stanton, dua orang pria mungkin pernah
menjalani kehidupan yang sama seperti berkencan dengan wanita
yang sama, mengemudikan mobil yang sama, dan mengerjakan
pekerjaan yang sama pula. Kesamaan tersebut tidak berarti apa
pun karena pengalaman yang mereka rasakan bisa sangat
berbeda. Pengalaman terdiri atas dua lapisan yang melekat satu
sama lain. Satu bagian tersebut adalah fakta, sedangkan bagian
lainnya adalah makna. Bagian makna merupakan bagian yang
akan berbeda bagi tiap-tiap orang karena bergantung pada emosi,
standar, dan pemahaman masing-masing atas fakta bersangkutan.
Salah satu contohnya terjadi saat saya berbicara dengan seorang
4
http://babang-juwanto.blogspot.com/2010/09/membaca- 5
fiksi-serius-fakta-dan-makna.html
[Babang Juwanto]