Anda di halaman 1dari 2

Karih

Yasni
Salah satu pakaian kebesaran penghulu di Minangkabau. Karih atau keris penghulu
diselipkan di rusuk pinggang penghulu sebelah kiri, hulunya menghadap ke luar. Karih
mempunyai nilai filosofis yang sangat dalam. Keris terbuat dari paduan jenis tembaga
besi kursani yang mempunyai arti paduan bungka nan piawai taraju nan indak
bapalingan. Bungkal yaitu yang sudah ditera. Keris mempunyai mata di kedua belah
sisinya, hal ini berarti bahwa penghulu harus berlaku adil, tidak berat sebelah. Mata
keris tidak diasah, maksudnya penghulu tidak boleh tajam karena orang lain, penghulu
harus berpaham pada dirinya sendiri. Hulu keris bungkuk yang melambangkan bahwa
penghulu itu harus banyak pikir agar hati-hati dan cermat dalam menjalankan undang-
undang. Langgai pada keris melambangkan bahwa adat di Minangkabau bajanjang
naiah, batanggo turun. Keris itu tidak diambalan, yang berarti bahwa yang memakainya
bersifat sabat dan rela. Lekuk pada keris melambangkan bahwa penghulu haruslah
memakai "sudi jo siasek" (sudi dan siasat). Jumlahnya selalu ganjil, karena besi keris
ditempa dalam jumlah purnama ganjil. Ditengah-tengah besi keris memanjang suatu
urat lurus yang tidak tersinggung kaluk atau lekukan. Walaupun lekuk dengan yang
lurus merupakan dua pertentangan namun dalam pertentangan itu berlaku
keseimbangan. Inilah hakikat adat Minangkabau yaitu keseimbangan dalam
pertentangan du sistem kelarasan. Kelarasan budi caniago dengan kelarasan koto
piliang.

Lapau
Lapau atau warung adalah salah satu lembaga tradisional Minangkabau. Lapau lebih
mempunyai makna spesifik dari pada warung karena lapau adalah tempat berkumpulnya
kaum laki-laki Minangkabau, membicarakan urusan sosial politik dan keamanan.
Biasanya di lapau inilah dibicarakan. Pembicaraan di lapau sifatnya informal, lapau
adalah ajang untuk mengadu argumen, lapau adalah arena tempat bersilat lidah dan
lapau adalah arena untuk bergurau. Di sini terutaman yang muda-muda mengolok-olok
teman sebayanya. Apa yang dibicarakan di lapau biasanya habis di lapau, artinya kalau
ada yang diolok-olok di lapau, dilapau itu pula habisnya. Pada zaman dahulu
perempuan dan anak-anak tidak boleh duduk dilapau. Begitu pula antaran samando
dengan mamak rumahnya. Bagi mamak rumah kalau ada sumandonya duduk di lapau
maka ia akanmenghindar dan tidak mau duduk di lapau itu. Hal ini disebabkan karena ia
takut diolok-olok oleh teman-temannya yang lain. Dibeberapa nagari di Minangkabau
masih menerapkan hal seperti ini. Ada juga nagari yang tidak lagi menerapkan hal
seperti ini, terutama di daerah perkotaan.

Katik
Katik, bahasa arab khatib, yaitu orang yang tugasnya menyampaikan ceramah di masjid
atau mushalla. Sebagai istilah, katik merupakan salah satu unsur pimpinan dalam
masyarakat adat Minangkabau. Katik termasuk salah satu unsur dari Jinih nan ampek,
yang lainnya dalah bila, maulana dan imam. Imam, katik, bila dan maulana inilah yang
disebut dengan jinih nan ampek. Katik bertugas sebagai penceramah tetap di mushalla
atu di masjid ketika salah jumat. Pengangkatannya adalah melalui kesepakatan
penduduk nagari atas kemampuannya di bidang agama Islam, masyarakat mengakuinya
karena pengetahuannya di bdiang agama Islam. Katik kadang juga diajak membaca doa
ketika ada acara kenduri atau acara adat lainnya yang membutuhkan saran dari ahli
agama Islam.

Jariah
Bantuan tenaga yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Sebagai imbalan dari
jariah yang telah diberikannya, maka ia menerima balasan dari jariahnya itu. ''Jariah
menantang buliah" (jerih menentang boleh) maksudnya jerih payah atau jasa yang
diberikan seseorang harus dibalas atau dihargai walaupun ia tidak memintanya.
Pemberian balasan atas jariah adalah berdasarkan perasaan artinya uang jariah tidak
sama dengan upah yang ditetapkan oleh kedua belah pihak, tetapi uang jariah di berikan
berdasarkan perkiraan "raso jo paraso". Sebagai contoh misalnya bajariah turun ke
sawah, atau membangun rumah.

Anda mungkin juga menyukai