Anda di halaman 1dari 3

Agama Buddha 

lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi
terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari
lahirnya Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di
dunia. Agama Buddha berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur
kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses
perkembangannya, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama
mayoritas di beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dsb.
Pencetusnya ialah Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama Buddha oleh pengikut-pengikutnya.
Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun 399 Masehi, dibawa oleh seorang bhiksu bernama
Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai
lokal.

Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda
dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan
mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya
Piṭaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran hukum metafisika dan
psikologi).

Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan
konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup
manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.

Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang
Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan,
Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat
bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para
Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang
Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan,
pemunculan dari sebab yang lalu.

Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3,
yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa
dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya “Suatu Yang Tidak
Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”. Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha
Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat
digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi
(asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran
kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.

Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Mahaesa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan
dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain.
Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang
mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut
agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam
agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.

Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan
hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep
lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari
agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia,
kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak
sambodhi) atau pencerahan sejati dimana roh manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir.
Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa – dewi
yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya
merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai
pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.

Sebagai mana agama Islam dan Kristen ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-
nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila.
Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:

 Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami


 Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
 Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
 Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
 Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami

yang artinya:

 aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.


 aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
 aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
 aku bertekad akan melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
 aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan
lemahnya kesadaran

Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang
berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti
perbuatan atau aksi. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara
jelas arti dari kamma:

”Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang
melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”

Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang
dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat
(akusala).

Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja
berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan)
sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma
disebut sebagai Kamma Vipaka.

gambar tentang pancasila terhadap agama buddha, konsep ketuhanan agama buddha, konsep keselamatan
menurut agama buddha, nilai-nilai agama buddha, nilai-nilai moral dalam agama buddha,konsep
ketuhanan buddha, konsep ketuhanan budha, konsep agama buddha, hukum alam menurut agama
buddha, nilai moral dalam agama buddha

Ajaran Buddhisme yang diasaskan oleh Sinddharta Gautama Buddha turut mengajar beberapa nilai
mulia untuk diamalkan penganutnya. Walaupun ajaran Buddhisme lebih berpusat kepada diri
manusia, ajaran sila (moral) Buddha menekankan hukum sejagat berlandaskan sebab akibat, iaitu
perbuatan baik akan meninggalkan kesan baik, sebaliknya perbuatan jahat akan meninggalkan kesan
buruk pada individu itu. Dalam ajaran 'Jalan Lapan Lapis Mulia', seorang penganut Buddha perlu
memiliki pandangan betul, fikiran betul, pertuturan betul, kesedaran betul, tumpuan betul dan
pemahaman serta usaha yang betul.

Semua lapan nilai terbabit menekankan cara berfikir, sikap dan amalan betul bagi mencapai
kedamaian dalam hidup. Ini tidak bermaksud semua penganut Buddha perlu menjadi sami (rahib)
tetapi cukup nilai itu diamalkan dalam kehidupan mereka. Justeru, sekiranya penganut Buddha
menghayati dan mengamalkan 'Jalan Lapan Lapis Mulia' itu, pasti mereka menyumbang ke arah
keharmonian dan perpaduan.

Ajaran Buddha turut menekankan kasih sayang sesama manusia. Pastinya kasih sayang terhadap
orang lain akan terbit apabila wujudnya perasaan hormat menghormati dan saling mempercayai di
kalangan masyarakat majmuk di negara ini.

Anda mungkin juga menyukai