Anda di halaman 1dari 10

MEKARKAN SENYUM

7 Agustus 1969, tigaratus duapuluh dua tahun silam, Padang


dibanjiri darah, Loji Belanda, benteng kolonial di mulut muaro Padang
diserang. Orang Padang tidak menerima kehadiran penjajah Belanda
menginjakkan kakinya ditanah ini. Dilihat dari segi persenjataan, jelas
Belanda diwaktu itu lebih kuat, karena memang sengaja tentang ke
Nusantara ini untuk suatu maksud yang pasti, "menjajah" negeri ini.
Pemuka masyarakat yang arif, mengerti bahwa hidup dibawah satu
sistem penjajahan, adalah menyakitkan. Hilangnya kemerdekaan lebih
pahit dari hilangnya nyawa. Walaupun perang ini tidak kunjung
dimenangkan selama lebih dari 275 tahun sesudah itu, akan tetapi
"genderang perang" telah ditabuh. Keris dan pedang, telah berbicara
menyambut kehadiran penjajah di pantai Padang, yang selama ini
tenang mengalun. Sejak itu "ombak Purus" beralun keras menghempas
pantai, sampai derunya dirasakan ketengah jantung Minangkabau, ke
darat "Luhak Nan Tigo", yang akhir kelak terjajaki juga oleh kaki
penjajah (kolonial Belanda). Akan tetapi, peristiwa perlawanan orang
Padang itu, sudah cukup luasnya daerah kekuasaan jajahannya.
Setapak demi setapak seperti terungkap dalam bahasa "seperti
belanda meminta tanah".
Namun, hinggag 160 tahun sesudah itu, kekuasaan kolonial
Belanda tetap digugat oleh patriot-patriot bangsa, seperti oleh Tuanku
Nan Renceh dari Kamang, Tuanku Imam Bonjol dari Malampah, hingga
merebak kepada Perang Paderi, yang meminta tidak sedikit nyawa
serdadu Belanda yang berguguran. Sayang bukti-nyatanya sekarang,
sudah hampir tiada, karena lajunya pembangunan. Tidak ada lagi
"kuburan Belanda" berbekas hingga kini. Karena pada areal kuburan
Belanda itu, telah terbangunkan "Terminal Lintas Andalas", atau
"Gedung megah berlantai tiga" Kantor Kanwil Depdikbud Propinsi
Sumatera Barat.
Itu juga terjadi, nun jauh disana diseberang Pantai Padang,
dipantai Pulau Sipora, dimana seorang Kapitan Kompenie telah
dibunuh oleh "penduduk asli" Mentawai, justru karena tidak berkenan
menerima kehadiran mereka. Ditempat itu, kini hanya ditemui sebuah
bangunan Sekolah Dasar Sipora.
Tuanku Miskin di Pandai Sikek, Tuanku Sumanik di Tanah Datar,
Tuanku Piobang di Luhak limopuluah, memperkuat barisan menentang
kehadiran "penjajah" di Ranah Minang ini. Yang kelak tercatat dalam
sejarah. Bahwa salah seorng pewaris keturunan Pagaruyung, yakni
Sultan Alam Begagarsyah terpaksa dibuang oleh penjajah ke Betawi,
karena dianggap non-cooperative dengan penjajah kolonial dimasanya.
Pandam pekuburannya menjadi saksi bisu bahwa "orng Minang"
konsekwen menentang penjajah dari bumi pertiwi. Jasadnya terkubur
di Tanah Kusir, Betawi.
Hari bersejarah itu, (7 Agustus 1969), tetap diingat sebagai "hari
jadi" Kota Padang, Kota tercinta Sejati.
Di dalam alam pembangunan "orde baru" ini, Kota Padang telah
membangun diri. Nafas warga kota berdenyut "membangun" dan
"menata" kotanya tercinta. Tidak hanya sebagai "pusat perdagangan"
dan pintu masuk Sumatera Barat dari laut atau udara, dengan Taluak
Bayua dan Tabiang. Malah berkembang menjadi "kawasan Industri"
dan "kawasan pendidikan".
Kemajuan yang diperoleh saat ini, merupaakn salah satu
jawaban terhadap "citra" yang dipercikkan oleh pendahulu, sejak 322
tahun silam. Padang akan maju dengan usaha warganya sendiri, tidak
oleh kekuatan dari luar.
Dikala warganya saling berlomba, mengisi pembangunan di
bidang "fisik" dan "mental" sesuai tuntutan zaman, baik itu secara
sendiri (individu) maupun berwawasan lingkungan, maka penghargaan
demi penghargaan telah diraih. Sedari pengakuan sebagai kota
terbersih dengan "adipura", hingga anugerah kenegaraan yang
tertinggi terhadap keberhasilan warga kotanya, yaitu "ADIPURA
KENCANA" dari Kepala Negara Republik Indonesia. Diyakini, bahwa
memelihara satu "keberhasilan" lebih sulit dari merebut keberhasilan
itu. Tiga ratus dua puluh tahun yang lalu, pejuang-pejuang patriot
bangsa telah merebutnya dengan ujung keris, ujung tombak, dan
bahkan nyawa sendiri. Mereka berhasil memulai, dan kemudian
dilanjutkan oleh generasi penerus.
Kemudian, "pahlawan-pahlawan pembangunan" telah
mengisinya dengan ujung pacul, ujung linggis, ujung sapu dan ujung
pena. Hingga secara fisik, yang ditanam mudah berubah. Untuk
memeliharanya, amat diperlukan "ujung bibir" dan "ujung lidah".
Ujung bibir, ialah "senyum cerah", yang dewasa ini terasa sudah
sangat mahal harganya di Padang Kota Tercinta, ditengah pasar raya,
agaknya sudah sulit mendapatkan senyum yang cerah itu, karena
dikantongnya ada kekuasaan uang. Sering terjadi, sang suami pulang
kantor tidak lagi membawa senyum manis, dan ibu dirumah menunggu
tanpa senyum sama sekali. Tiada senyum dan merekah antara atasan
dan bawahan dikantor-kantor, karena hubungan komunikatif tidak lagi
beredar "insaniyah", tetapi berdasarkan peralatan yang serba
"sophisticated" (canggih). Begitu juga terjadi antara guru dan murid,
antara kedua orang tua dan anak, malah antara "imam" dan
"makmum". Seolah-olah istilah yang dikenal hanya "perintah", lain
tidak. Bukanlah, Nabi Muhammad (Shallallahu'alaihi wa sallam), telah
mengingatkan kita, bahwa "TABASSUMUKA LIWAJHI AKHIIKA LAKA
SHADAQATUN", yang maknanya, "SENYUM MANIS MENGHIAS WAJAH-
MU, YANG ENGKAU PERLIHATKAN KEPADA TEMANMU-SUNGGUH ITU
BAGIMU ADALAH SHADAQAH". Murahkanlah senyum sesama warga
kota, hingga hidup ini jadi bermakna. Demikian bimbingan hadist Nabi.
Selanjutnya, "ujung lidah" adalah "ucapan yang baik". Nabi
Muhammad SAW, mengingatkan bahwa "MAN KAANA YU'MINU BILLAHI
WAL YAUMIL AAKHIR, FAL YAQUL KHAIRAN AW LIYASHMUTH". Artinya,
"SIAPA YANG PERCAYA KEPADA ALLAH DAN HARI AKHIRAT,
HENDAKLAH DIA BERKATA YANG BAIK-BAIK (MENYENANGKAN LAWAN
BICARA) ATAU (KALAU TIDAK SANGGUP), SEBAIKNYA DIAM SAJA" (Al
Hadist).
Pepatah Minang melestarikannya dibawah ungkapan kata,
"MULUIK MANIH KUCINDAN MURAH, PANDAI BAGAUL SAMO GADANG"
Mulut yang manis dalam bertegur sapa, senyum yang selalu menghias
bibir, keakraban sesama teman sejawat, adalah kunci keberhasilan
pemeliharaan "Adipura Kencana".
Dengan kedua sikap ini, kita sambut "hari jadi" Padang Kota
Tercinta Sejati. Dengan arti "Sejahtera, Aman, Tertib dan indah" yang
sejati.
Mudah-mudahan.

PT Semen Padang dalam Catatan Sejarah


Barisan Pembawa Bukit Berkah

Keelokan panorama Sitinjau Laut memperlihatkan indahnyakota


Padang di pinggir laut. Di sisi kiri terbentang Bukit Barisan yang
menghijau dengan hutannya. Terlihat indah, bagai raksasa tidur
membentang dari utara hingga selatan. Semua orang akan terpesona
melihatnya.
Namun semua itu bukan sekedar keindahan alam saja. Di bukit itu,
terdapat kekayaan alam yang kaya deposit mineral bernilai tinggi.
Diantaranya batu kapur dan silika sebagai bahan baku utama pem-
buatan semen yang ditemukan peneliti Belanda pada awal abad ke-20
di sekitar Indarung, tepatnya di Bukit Karang Putih dan Bukit Ngalau.
"Temuan Belanda itu rupanya membawa berkat, hingga didirikanlah
pabrik semen oleh swasta Belanda. Mulanya bernama NV Nederland
Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM) pada tanggal 18
Maret 1910. Merupakan pabrik semen pertama di Indonesia. Pendirian
pabrik ini menjadi pioneer bagi berdirinya industri lain di Sumbar," kata
Desri Ayunda, SE, Kabiro Humas PT Semen Padang kepada FAJAR di
ruang kerjanya Juni lalu.
Pabrik mulai berproduksi tahun 1913 dengan kapasitas 22.950
ton/tahun. Tahun 1939 produksi meningkat menjadi 170.000
ton/tahun. Di masa pendudukan Jepang (1942-1945) pabrik ini dikuasai
oleh Asano Cement. Saat Proklamasi kemerdekan dikumamdangkan,
pabrik semen diambil alih oleh para buruh, kemudian menyerahkannya
kepada Pemerintahan RI dan berganti nama menjadi Kilang Semen
Indarung.
Namun terjadi Agresi Militer I tahun 1947. Belanda kembali menguasai
pabrik ini (NV. Padang Portland Cement Maattschappij), sebelum
dinasionalisasi pada 5 Juli 1958. Tahun 1961, berdasarkan PP No. 135
status perusahaan menjadi Perusahaan Negara (PN) dan baru pada
akhir 1971 menjadi PT (pesero) Semen Padang hingga sekarang.
Tahun 1973 kapasitas produksi masih 120.000 ton/tahun dan terus
ditingkatkan hingga pada tahun 1977 telah mencapai 330.000
ton/tahun. Sejalan dengan program pembangunan Nasional, PT Semen
Padang berupaya meningkatkan kapasitas produksi dengan
menambah pabriknya.
Pabrik Indarung II selesai tahun 1978 dan selanjutnya berturut-turut
selesai pula pabrik Indarung III A tahun 1981. Pabrik Indarung III B
tahun 1987 dan pabrik Indarung III C tahun 1990. Pabrik Indarung III B
dan III C sekarang disebut Pabrik Indarung IV.
Dengan 4 unit pabrik saat ini, kapasitas tepasang PT Semen Padang
menjadi 3,27 juta ton/tahun. Untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan
semen secara nasional, PT Semen Padang telah mulai membangun
proyek pabrik Indarung V dengan kapasitas 2,3 juta ton/tahun yang
akan selesai pada semester I tahun 1998. Berarti pada akhir tahun
1998 nanti kapasitas terpasang akan menjadi 5,57 juta ton/tahun.
PT Semen Padang, kata Desri, merupakan perusahaan industri besar
di Sumatera Barat yang selalu memberikan kontribusi dalam membina
sumber daya manusia. Hal ini didukung fasilitas pendidikan dan
latihan khusus bagi para karyawan. Keberhasilan ini ditandai dengan
diperolehnya penghargaan dari "Asian Institute of Management" pada
tahun 1992 sebagai perusahaan terbaik di Indonesia dalam bidang
bidang pengelolaan sumber daya manusia.
Selanjutnya, pemerintah juga memberikan akreditas dengan merekrut
beberapa karyawan untuk memimpin berbagai berbagai perusahaan
lain di Indonesia. Di samping PT Semen Padang juga telah berhasil
meraih pengakuan Internasional sertifikat ISO 9002 terhadap Sestem
Manajemen mutu dari QCB (Quality Certificaton Bureu Inc) sebuah
lembaga sertifikasi yang berpusat di Canada.
Desri juga mengungkapkan, semua produk yang dihasilkan PT Semen
Padang telah memenuhi standar mutu nasional (SNI) dan standar
Internasional. Diantaranya ASTM, BS dan JIS bahkan untuk Oil Well
Cement telah mrndapatkan pengakuan dari API (American Petroleum
Institute) yakni sebuah lembaga sertifikasi bergensi di Amerika.
Produksi Semen Padang dipasarkan dengan baik di dalam negeri dan
luar negeri. Untuk dalam negeri, selain didistribusikan keseluruh
propinsi di Sumatera juga ke DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur Bali
dan Kalimantan Barat. Sedangkan untuk ekspor dikirim ke Bangladesh,
Vietnam Thailand, Nyanmar dan Maldives.

Mula berdiri PT Semen Padang di Lubuk Kilangan, dampak ekonominya


telah terasa, terutama bagi anak nagari Lubuk Kilangan yang mau
bekerja. Selama ini masyarkat yang terbiasa dengan bertani dan
pedagang kecil-kecilan mulai mengenal bekerja pada industri, dengan
pendapat yang telah ditentukan setiap bulannya.
Industri pada tahun 1910 ini merupakan suatu hal yang baru bagi
masyarakat Minangkabau. Begitu juga bagi anak nagari Lubuk Kilan-
gan. Bekerja pada satu pabrik bukan suatu hal yang membanggakan.
Karenanya perusahaan semen ini kesukaran juga mendapatkan tenaga
kerja. Tambang Batubara Ombilin yang berada di Sawahlunto menda-
tangkan tenaga kerjanya dari Pulau Jawa.
Zaman telah berubah, pabrik dengan total produksi hanya 22.900 ton
pada tahun 1913, akan melonjak pada tahun 1998 mendatangkan
menjadi lebih 5.570.000 ton/tahun, dengan areal pabrik lebih dari 500
hektar. Bekerja di Pabrik Semen ini menjadi suatu pilihan terbaik bagi
masyarakat, dan membanggakan.
Peran Masyarakat Lubuk Kilangan melalui Ninik Mamaknya dalam
menunjang perkembangan PT. Semen Padang (Persero) cukup besar.
Untuk pengembangan-pengembangan perusahaan ini, pada awal
tahun '70-an, Ninik Mamak nagari Lubuk Kilangan memberikan tanah
gratis hampir 100 hektar.
Lahan yang dibutuhkan oleh Semen Padang guna menunjang kegiatan
produksi, disetujui untuk diganti rugi kepada masyarakat yang
menempatinya, juga kepada nagari. Walaupun ada juga kegalauan
karena masih ada yang belum terselesaikan, sambil menungggu
beberapa prosedur sebagai kesepakatannya.
Profesional dalam suatu pekerjaan sekarang sudah menjadi tuntutan.
Mereka yang mempunyai kemampuanlah kesempatan tersebut akan
terbuka.
Tidak bisa lagi mengandalkan "saya anak nagari", karena pabrik
berada di nagarinya merekalah yang harus diutamakan. Itu masa lalu,
walaupun pernah disetujui.
"Meskipun demikian, keberadaan dan kemahsyuran PT Semen Padang
tidak terlepas dari partisipasi masyarakat Lubuk Kilangan, di mana
pabrik dan kantor pusat perusahaan tertua ini berada. Masyarakat
nagari Lubuk Kilangan Padang boleh berbangga dengan berlokasinya
PT Semen Padang ini," ujar Desri.
Dampak ekonomi dari industri PT Semen Padang (Persero) juga
dirasakan Pemda Sumatera Barat. Maklum saja, perusahaan ini
satu-satunya industri terbesar di Sumatera Barat. Telah dapat menam-
pung 2.313 orang tenaga kerja, ditambah dengan ratusan tenaga
harian lepas.
"Dengan karyawan sebanyak itu, ekonomi daerah menjadi bergairah.
Semen Padang juga memberi bantuan sosial untuk sarana umum
seperti jalan, jembatan, mushola. Bahkan Bazis Islam Semen Padang
juga menyediakan bantuan mengangkat ekonomi masyarakat
pra-sejahtera," kata Desri Ayunda
Masyarakat sekelilig pabrik ini, mandapat santunan sosial dari PT
Semen Padang. Setiap kegiatan yang positif, PT Semen Padang tidak
lupa berpartisipasi aktif. Bukan saja bersifat moril, akan tetapi
dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Seperti rumah sakit, mesjid,
sekolah dari TK hingga SLTA dan panggung hiburan.
Sejalan dengan kemajuan perusahaan, PT Semen pada juga turut
berpartisipasi untuk memajukan lingkungan baik dalam bidang sosial
maupun olah raga. Di samping membangun fasilitas perumahan untuk
karyawan, juga membangun berbagai fasilitas pendidikan dari TK
sampai SMA serta sebuah rumah sakit tipe D, dan berbagai fasilitas
olah raga.
Sebuah gedung olah raga yang representatif dilengkapi dengan
"Bowling Center" (satu-satunya di Sumatera Barat) telah berdiri di
samping lapangan bulutangkis, Volly Ball, Sepak Takraw dan lapangan
sepak bola. Kalau bicara sepakbola, Semen Padang telah memiliki
nama besar sebagai sebuah klub terkemuka di tanah air dan sedikit
banyaknya telah mampu "Mambangkik Batang Tarandam" dari
kejayaan PSP di tahun 50-an dalam kancah persepakbolaan nasional.
"Bahkan di era kebangkitan PSP saat ini, Semen Padang juga tetap
punya andil dengan mengkontribusi beberapa pemain," ujar Desri.
Dalam program pembinaan pemuda putus sekolah, PT Semen Padang
juga aktif dengan Lolapil (Loka Latihan Keterampilan) dalam bidang
teknik. Saat ini telah berhasil dididik sebanyak 561 orang dalam 16
angkatan (1 angkatan selama 6 bulan). Mereka ini diharapkan mampu
berwiraswasta dan menciptakan lapangan kerja sendiri.
Banyak kesempatan terbuka untuk meningkatkan ekonomi dan usaha
sejak diperluasnya pabrik ini. Mereka berkembang dari mula-mula
hanya menjadi leveransir, kemudian membentuk suatu usaha yang
mapan. Ada juga yang bergerak dalam menyalurkan tenaga kerja
(rekruiting) untuk dipakai sebagai tenaga harian di Semen Padang.
Nagari Lubuk Kilangan mendapat kebanggaan, bunga karang yang
diatur oleh Perda, menjadi hak Nagari oleh Keraparan Adat Nagari
tidak tahu mau ditanyakan kemana, ada yang mengatakan telah
termasuk dalam iuran galian pertambangan golongan C. Kadangkala
kebanggaan memang lebih dari segalanya.

Pengelolaan Lingkungan Semen Padang


Memetik Kekayaan Lingkungan,
Juga Memelihara Keasrian

Kawasan Indarung, dimana pabrik Semen Padang berada, dahulunya


merupakan lingkungan hijau karena banyak ditumbuhi pepohonan.
Dengan adanya pabrik, kesan hijau tersebut tidak hilang, bahkan dapat
dinikmati kembali. Hal ini merupakan komitmen yang dicanangkan
oleh jajaran perusahaan ini.
Masalah lingkungan sangat diperhatikan pihak PT Semen Padang.
Setiap kebijaksanaan pengembangan kapasitas produksi, selalu diiringi
dengan pengembangan dalam aspek lingkungan. Hal tersebut sangat
penting artinya bagi keberadaan sebuah industri besar yang terkait
dalam berbagai aspek.
"Jadi PT Semen Padang, bukan hanya memetik hasil dari kekayaan
alam ini saja. Akan tetapi juga ikut membangun dan mempertahankan
lingkungan agar tetap asri dan menyehatkan. Masalah ini dilaksanakan
oleh tim khusus yang selalu memantau lingkungan," kata Desri.
Hal ini dilaksanakan untuk mengetahui kualitas komponen yang perlu
diketahui dalam kawasan Semen Padang dan sekitarnya. Sehingga
hasil pemantauan ini dapat menjadi bahan evaluasi dan langkah
penyempurnaan dalam pengelolaan lingkungan.
Pemantauan lingkungan mengacu kepada Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RPL) Semen Padang yang mencakup berbagai kegiatan
seperti penambangan, bahan mentah, proses produksi, sosial ekonomi
dan budaya.
"Tim khusus pemantau lingkungan bukan saja dari PT Semen Padang,
bahkan Pemda Sumbar juga diikutkan. Hasil dari pemantauan itu
disampaikan sekali 6 bulan kepada pihak-pihak terkait," ungkap Desri.
Selain itu, RPL dan RKL PT Semen Padang dibuat sebagai tindak lanjut
dari SEL (Studi Evaluasi Lingkungan) dan telah disetujui oleh Menteri
Perindustrian RI sesuai surat No. 399/M/6/1993 tanggal 30 Juni 1993.
Aspek fisik menyangkut rangkaian aktivitas operasional pabrik. Diawali
dari areal penambangan batu kapur di Bukit Karang Putih, batu silika di
Bukit Ngalau dan tanah liat di areal pabrik. Pada bekas areal
pembangunan tanah liat telah dilakukan reklamasi seluas 300 hektar
dengan jenis tanaman rumput dan tanaman pohon-pohonan. Di
samping itu, di sekitar lereng bagian bawah bukit penambangan batu
kapur dan batu silika juga telah ditanam sekitar 500 batang tanaman
mahoni dan filkicium.
Sedang pada daerah penambangan batu kapur di Bukit Karang Putih
telah dilakukan sistim penambangan yang efektif sehingga hasil
ledakan tidak berupa lentingan dan tidak menimbulkan dampak negatif
bagi masyarakat yang bermukim di sekitar daerah penambangan.
Diuraikan oleh Desri Ayunda, tahap-tahap proses pembuatan semen
meliputi penambangan, penggilingan bahan mentah, pembakaran,
penggilingan akhir, pengantongan, dan pengangkutan semen. Salah
satu karakteristik proses produksi semen antara lain, bahwa industri
tersebut cenderung dapat menjadi penyebab terjadinya polusi udara.
Menyadari hal itu, diusahakan langkah-langkah pencegahan antara lain
dengan memasang perangkat peralatan pencegah polusi udara
(penangkap debu). Ternyata pemasangan alat tersebut berhasil
mengantisipasi debu keluar dari cerobong yang dapat ditekan di
bawah ambang batas.

Anda mungkin juga menyukai