Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Merekrut karyawan bukan hal yang sulit. Yang lebih sulit adalah
mempertahankan kesetiaan karyawan di tengah banyaknya kendala yang dapat
membuat karyawan beralih ke perusahaan lain.

Kelesuan dunia bisnis membawa aneka akibat pada banyak perusahaan, di


antaranya yang dianggap paling serius – ialah mengecilnya cash-flow perusahaan.
Kecilnya pemasukan otomatis menuntut peningkatan efisiensi, yang sering
mengakibatkan peningkatan jumlah PHK, baik itu pada taraf pekerja kasar
maupun taraf manajer. Alhasil, hampir semua karyawan merasa kedudukannya
terancam, tidak aman, dan ingin selamat.

Dalam keadaan seperti ini, maka pertanyaannya ialah : realitiskah bila


perusahaan tetap mengandalkan (bahkan menuntut) loyalitas total dari
karyawannya? Hampir semua anggota masyarakat mendambakan tempat kerja
yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya secara kontinyu dan bebas gejolak.
Pekerjaan merupakan jangkar bagi rasa aman dan tenteram dalam ke-hidupannya,
dan secara wajar diharapkan berlangsung terus.

Kenyataan berbicara bahwa perusahaan tidak berpihak kepada kepentingan


karyawan, dan memang tidak ada jaminannya. Jadi, jangan salahkan karyawan
apabila mereka cenderung menata kemampuan yang dimiliki seoptimal mungkin
serta mencari pengetahuan sebanyak-banyaknya di tempat pekerjaan, agar suatu
saat mereka dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan di tempat lain. Dengan
harapan mereka dapat mencari penghidupan dan jenjang karier yang lebih pasti di
tempat lain.

Setiap perusahaan menginginkan karyawannya memiliki loyalitas dan


motivasi kerja yang tinggi dalam melaksanakan perkerjaanya. Tetapi untuk
meningkatkan loyalitas tidaklah mudah. Loyalitas merupakan sikap mental yang
ditujukan pada perusahaan. Loyalitas timbul dari karyawan itu sendiri, hal tesebut
berasal dari kesadaran bahwa antara karyawan dengan perusahaan merupakan dua
pihak yang saling membutuhkan, karyawan membutuhkan perusahaan sebagai
tempat mencari sumber penghidupan dan pemenuhan kebutuhan sosial laiinnya, di
sisi lain perusahaan juga mempunyai kepentingan pada karyawan, khususnya
karyawan yang berprestasi dan memilki kontribusi yang besar terhadap kemajuan
perusahaan, karena dengan adanya karyawan itulah perusahaan akan dapat
melakukan berbagai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan.

1.2 PERUMUSAN MASALAH DAN RUANG LINGKUP

Sebenarnya, menerjemahkan arti loyalitas secara sederhana tidaklah sulit,


yakni kesetiaan. Namun, apabila ditelaah lebih dalam, kesetiaan di dalam sebuah
lingkungan kerja ternyata tidak sesederhana apa yang dibayangkan. Banyak faktor
yang dapat memengaruhi tingginya loyalitas seorang karyawan atau karyawati
terhadap perusahaan tempatnya bekerja.

Salah satu faktor itu adalah terciptanya lingkungan kerja yang aman dan
nyaman bagi diri karyawan. Dicontohkan juga adanya stabilitas di dalam
perusahaan. Apabila di lingkungan internal perusahaan sering terjadi pertikaian,
bisa dipastikan hal tersebut akan membuat karyawan tidak merasa aman, apalagi
nyaman. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah faktor kesejahteraan.

Minimnya jaminan kesejahteraan bagi para pekerja kerap kali menjadi


alasan krusial pegawai untuk memutuskan pindah kerja, atau lebih fatal lagi,
dibajak oleh perusahaan pesaing.

Kesejahteraan yang dimaksud tentunya dalam arti luas, tidak saja terpatok
pada gaji yang rutin diberikan setiap bulannya, tetapi juga bentuk apresiasi-
apresiasi lainnya. Sebagai contoh, perusahaan dapat memberikan kenaikan gaji
dalam periode tertentu, atau menawarkan bonus dari hasil prestasi yang dapat
diukur. Selain itu, pemberian tunjangan-tunjangan yang cukup layak kepada para
karyawan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat diidentifikasi masalah-


masalah yang ada sebagai berikut :
1. Bagaimankah tingkat loyalitas karyawan terhadap perusahaan?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan?
3. Apa saja yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk dapat
mempertahankan dan meningkatkan loyalitas karyawan mereka?
BAB II
TEORI PENUNJANG

2.1 TEORI PERILAKU ORGANISASI


Perilaku organisasi merupakan sebuah studi yang menyelidiki pengaruh
yang dimiliki oleh individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku dalam
organisasi yang bertujuan menerapkan ilmu pengetahuan semacam ini guna
meningkatkan keefektifan suatu organisasi.

Perilaku organisasi adalah sebuah bidang studi, berarti bahwa PO adalah sebuah
bidang keahlian khusus yang mempunyai pokok ilmu pengetahuan yang umum.
PO mengajarkan tiga factor penentu perilaku dalam organisasi meliputi : Individu,
Kelompok dan Struktur.

Dalam penelitian dikenal dengan variabel dependen dan independent. Begitu juga
dengan PO. Variabel dependen adalah factor utama yang ingin dijelaskan atau
diprediksikan dan dipengaruhi oleh factor-faktor lain. Beberapa variabel dependen
dalam PO meliputi : produktivitas, absensi, turnover, dan kepuasan kerja. Lalu
ditambahkan dua variabel lain yaitu perilaku menyimpang di tempat kerja dan
perilaku kewarganegaraan organisasional (organizational citizenship behavior).

Produktivitas.

Suatu organisasi dikatakan produktif bila mencapai tujuan-tujuannya dan


melakukannya dengan cara mengubah masukan menjadi hasil dengan biaya
serendah mugkin. Menurut Bernardin dan Russke (1993), produktivitas dapat
diartikan sebagai tingkat perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan
(input). John Suprihanto (1994:19) mendefinisikan produktivitas sebagai
perbandingan hasil-hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang
dipergunakan atau perbandingan jumlah produksi (output) dengan sumber daya
yang dipergunakan (input).

Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas antara lain :

1)       Individual. Faktor ini datang dari dalam diri si  pekerja dan sudah ada
sebelum ia mulai bekerja. Faktor diri tersebut antara lain : karakteristik biografi,
kepribadian dan emosi, nilai-nilai dan sikap, persepsi, motivasi, pembelajaran
individual, dan kemampuan.
2)       Kelompok. Faktor ini merupakan faktor level kelompok seperti
komunikasi, konflik, kekuatan dan politik, tim kerja, struktur kelompok,
kepemimpinan dan kepercayaan, dan pembuatan keputusan kelompok.

3)       Organisasi. Faktor ini datang dari luar si pekerja dan hampir sepenuhnya
dapat diatur dan diubah oleh pimpinan perusahaan sehingga disebut juga faktor-
faktor manajemen, yang antara lain : (a) Faktor sosial dan keorganisasian seperti
karakteristik perusahan, pendidikan dan latihan, pengawasan, pengupahan dan
lingkungan sosial. (b) Faktor fisik antara lain mesin, peralatan, material,
lingkungan kerja, metode kerja.

Mangkir

Absenteeism didefinisikan sebagai ketidakhadiran di kantor tanpa izin. Mangkir


merupakan kerugian dan gangguan yang sangat besar bagi pemberi kerja.
Tingginya angka ketidakhadiran merugikan perusahaan karena perusahaan tetap
mengeluarkan uang untuk membayar gaji pegawai, tetapi di sisi lain pegawai
tidak memberikan kontribusi apapun pada saat absen. Dengan demikian, semakin
banyak waktu absen yang diambil seorang pegawai, maka semakin berkurang
produktivitas kerjanya.

Beberapa penyebab absenteeism menurut Streers dan Rhodes adalah :

1. Situasi kerja seperti wilayah pekerjaan, level pekerjaan, penekanan


terhadap kelompok, norma kelompok kerja, gaya pemimpin, hubungan
antar karyawan, dan kesempatan untuk maju.
2. Nilai-nilai karyawan dan harapan kerja
3. Karakteristik personal meliputi pendidikan, pengalaman, umur, sex dan
family size
4. Kepuasan pada situasi kerja
5. Tekanan untuk hadir meliputi kondisi ekonomi dan pasar, sistem insentif,
norma kelompok kerja, etika kerja personal dan komitmen organisasi.
6. Motivasi kehadiran
7. Kemampuan untuk hadir meliputi sakit dan kecelakaan, tanggung jawab
keluarga, dan problem transportasi.
8. Kehadiran karyawan.

Delapan faktor ini merupakan sebuah model konseptual yang didasarkan pada 104
studi tentang ketidakhadiran (Steers dan Rhodes, 1978; dalam Usmara, 2003:51).
Turnover

Perputaran karyawan adalah pengunduran diri secara permanen secara sukarela


maupun tidak sukarela dari suatu organisasi. Menurut Mueller (2003: hal 2-5), ada
beberapa aspek yang bisa dipakai sebagi prediktor dari turnover. Yakni:

 Alternatif –alternatif yang ada di luar organisasi (External


alternatives.). Dikarenakan adanya kecenderungan karyawan untuk
meninggalkan organisasi di saat mereka memiliki tempat yang menjadi
tujuan, maka literatur lebih menekankan pada persepsi mengenai alternatif
eksternal sebagai prediktor dari turnover organisasional.
 Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (Internal
alternatives). Menurut Cable dan Turban (2001) dalam Mueller (2003:hal
2-3) bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak
hanya semata didasarkan pada posisi yang tersedia namun juga konteks
organisasi secara keseluruhan. Salah satu konteks organisasional yang
penting tersedianya adalah alternatif di dalam organisasi tersebut.
Ketersediaan dan kualitas pekerjaan yang bisa diacapai dalam organisasi
bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping persepsi
terhadap alternatif eksternal. Karyawan tidak akan melakukan turnover
dari organisasi jika ia merasa bahwa ia bisa atau mempunyai kesempatan
untuk pindah (internal transfer) ke pekerjaan lain, di organisasi yang sama
yang dianggapnya lebih baik.
 Harga /nilai dari perubahan kerja ( Cost of job change) Individu
meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya alternatif-
alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi. Namun
ada faktor lain yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan,
yakni faktor keterikatan (Embeddedness. Individu yang merasa terikat
dengan organisasi cenderung untuk tetap bertahan di organisasi. 
Keterikatan menunjukkan pada kesulitan yang dihadap oleh individu untuk
berpindah / mengubah pekerjaan, meski ia mengetahui adanya alternatif
yang lebih baik di luar. Salah satu faktor yang meningkatkan harga dari
turnover adalah asuransi kesehatan dan benefit-benefit yang didapat dari
organisasi (misal pensiun dan bonus-bonus). Hubungan finansial ini juga
berkaitan erat dengan komitmen kontinuans (continuance commitment),
yaitu kesadaran karyawan bahwa turnover membutuhkan biaya (Meyer &
Allen, 1997) dalam Mueller (2003: hal 4-5)
 Kejadian-kejadian kritis (Critical Events). Menurut Beachs (1990)
dalam Mueller (2003:10-13), kebanyakan orang jarang memutuskan
apakah mereka tetap bertahan di pekerjaan yang ada ataupun tidak, dan
tetap mempertahankan pekerjaan yang sama sebagai fungsi dari suatu
pilihan dibanding suatu kebiasaan. Kejadian-kejadian kritis, memberikan
kejutan yang cukup kuat bagi sistem kognitif individu untuk menilai ulang
kembali situasi yang dihadapi dan melakukan tindakan nyata. Contoh dari
kejadian-kejadian kritis diantaranya adalah perkawinan, perceraian, sakit
atau kematian dari pasangan, kelahiran anak, kejadian yang berkaitan
dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi, menerima tawaran
yang lebih menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan kerja yang
lain. Semua kejadan-kejadian tersebut bisa meningkatkan atau
menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover, karena setiap
kejadian bisa disikapi secara berbeda antara individu yang satu dengan
yang lain.

Tercakup di dalam kejadian-kejadian kritis adalah :

1. Kejadian yang berulang (continuation events)


2. Kejadian yang bersifat netral (neutral events)
3. Kejadian yang tidak berulang (discontinuation events)

2.2. MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


2.2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu


atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja)
yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara
maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan
masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap
karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya
bisnis. Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi,
sosiologi, dll.

Unsur MSDM adalah manusia.

Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan


implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan
karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan
hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia
melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen yang mempengaruhi secara
lansung sumber daya manusianya.
2.2.2. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia diperlukan untuk meningkatkan


efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi.Tujuannya adalah memberikan
kepada organisasi satuan kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, studi
tentang manajemen personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya
perusahaan mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi, dan
memelihara karyawan dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas) yang tepat.

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai


masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja
lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi
sdm adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut
HRD atau human resource department. Menurut A.F. Stoner manajemen sumber
daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk
memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk
ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi
memerlukannya.

Tujuan-tujuan MSDM terdiri dari empat tujuan, yaitu :

1. Tujuan Organisasional

Ditujukan untuk dapat mengenali keberadaan manajemen sumber daya manusia


(MSDM) dalam memberikan kontribusi pada pencapaian efektivitas organisasi.
Walaupun secara formal suatu departemen sumber daya manusia diciptakan untuk
dapat membantu para manajer, namun demikian para manajer tetap bertanggung
jawab terhadap kinerja karyawan. Departemen sumber daya manusia membantu
para manajer dalam menangani hal-hal yang berhubungan dengan sumber daya
manusia.

2. Tujuan Fungsional

Ditujukan untuk mempertahankan kontribusi departemen pada tingkat yang sesuai


dengan kebutuhan organisasi. Sumber daya manusia menjadi tidak berharga jika
manajemen sumber daya manusia memiliki kriteria yang lebih rendah dari tingkat
kebutuhan organisasi.
3. Tujuan Sosial

Ditujukan untuk secara etis dan sosial merespon terhadap kebutuhan-kebutuhan


dan tantangan-tantangan masyarakat melalui tindakan meminimasi dampak
negatif terhadap organisasi. Kegagalan organisasi dalam menggunakan sumber
dayanya bagi keuntungan masyarakat dapat menyebabkan hambatan-hambatan.

4. Tujuan Personal

Ditujukan untuk membantu karyawan dalam pencapaian tujuannya, minimal


tujuan-tujuan yang dapat mempertinggi kontribusi individual terhadap organisasi.
Tujuan personal karyawan harus dipertimbangkan jika parakaryawan harus
dipertahankan, dipensiunkan, atau dimotivasi. Jika tujuan personal tidak
dipertimbangkan, kinerja dan kepuasan karyawan dapat menurun dan karyawan
dapat meninggalkan organisasi.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. LOYALITAS KARYAWAN TERHADAP PERUSAHAAN

Loyalitas kerja tidak terbentuk begitu saja dalam perusahaan, tetapi ada aspek-
aspek yang terdapat didalamnya yang mewujudkan loyalitas kerja. Masing-masing
aspek merupakan bagian dari manajemen perusahaan yang berkaitan dengan
karyawan maupun perusahaan.

Steers & Porter (1983) mengemukakan aspek-aspek loyalitas yang berhubungan


dengan sikap yang akan dilakukan karyawan, dan merupakan proses psikologis
terciptanya loyalitas kerja dalam perusahaan, antara lain :
a. Dorongan yang kuat untuk tetap menjadi anggota perusahaan, kekuatan aspek
ini sangat dipengaruhi oleh keadaan individu, baik kebutuhan, tujuan maupun
kecocokan individu dalam perusahaan.
b. Keinginan untuk berusaha semaksimal mungkin bagi perusahaan. Kesamaan
persepsi antara karyawan dan prusahaan dan yang didukung oleh kesamaan
tujuan dalam perusahaan mewujudkan keinginan yang kuat untuk berusaha
maksimal, karena dengan pribadi juga perusahaan akan terwujud.
c. Kepercayaan yang pasti dan penerimaan yang penuh atas nilai-nilai
perusahaan. Kepastian kepercayaan yang diberikan karyawan tercipta dari
operasional dari perusahaan yang tidak lepas dari kepercayaan perusahaan
terhadap karyawan itu sendiri untuk melaksanakan pekrjaannya.

Aspek-aspek loyalitas kerja yang lain terdapat pada individu dikemukakan oleh
Siswanto (1989), yang menitik beratkan pada pelaksanaan kerja yang dilakukan
karyawan antara lain. :
a. taat pada peraturan karyawan mempunyai tekat dan kesanggupan untuk
menaati segala peraturan, perintah dari perusahaan dan tidak melanggar
larangan yang telah ditentukan baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
Peningkatan ketaatan tenaga kerja merupakan priorotas utama dalam
pembinaan tenaga kerja dalam rangka peningkatan loyalitas kerja pada
perusahaan.
b. Tanggung jawab Karakteristik pekerjaan dan prioritas tugasnya mempunyai
konsekuensi yang dibebankan karyawan. Kesanggupan karyawan dalam
melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya dan kesadaran setian resiko
melaksanakan tugas akan memberikan pengertian tentang keberanian dan
kesediaan menanggung rasa tanggung jawab ini akan melahirkan loyalitas
kerja. Dengan kata lain bahwa karyawan yuang mempunyai loyalitas yang
tinggi maka karyawan tersebut mempunyai tanggung jawab yang lebih baik.
c. Sikap kerja Sikap mempunyai sisi mental yang mempengaruhi individu dalam
memberikan reaksi terhadap stimulus mengenai dirinya diperoleh dari
pengalaman dapat merespon stimulus tidaklah sama. Ada yang merespon
secara positif dan ada yang merespon secara negative.

Karyawan yang memiliki loyalitas tinggi akan memiliki sikap kerja yang positif.
Sikap kerja yang positif meliputi :
1. kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan orang-orang dalam
suatu kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan yang
tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara individual.
2. rasa memiliki. Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan
akan membuat karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung
jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan
loyalitas demi tercpainya tjuan perusahaan.
3. hubungan antar pribadi. Karyawan yang mempunyai loyalitas karyawan
tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel kea rah tete hubungan antara
pribadi. Hubungan antara pribadi ini meliputi : hubungan social diantara
karyawan. Hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja
dan sugesti dari teman sekerja.
4. suka terhadap pekerjaan. Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan
bahwa karyawannya tiap hari dating untu bekerja sama sebagai manusia
seutuhnya dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan
senang hati sebagai indikatornya bisa dilihat dari : kesanggupan karyawan
dalam bekerja, karyawan tidak kpernah menuntut apa yang diterimanya di luar
gaji pokok.

Aspek-aspek loyalitas diatas, baik yang merupakan proses psikologis individu


maupun dalam pekerja tersebut diatas akan sering mempengaruhi untuk
membentuk loyalitas, yaitu dorongan yang kuat untuk tetap menjadi anggota
perusahaan, kepercayaan yang pasti, penerimaan penuh atas nilai-nilai perusahaan
perusahaan, taat pada praturan yang berlaku rasa tanggung jawab yang tinggi dan
sikap kerja yang positif. Apa bila hal-hal tersebut dapat terpenuhi dan dimiliki
oleh karyawan, maka niscaya karyawan tersebut akan memiliki loyalitas yang
tinggi sesuai dengan harapan perusahaan.
3.2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LOYALITAS KARYAWAN

Loyalitas kerja akan tercipta apa bila karyawan merasa trcukupi dalam memenuhi
kebutuhan hidup dari pekerjaannya, sehingga meraka betah bekerja dalam suatu
perusahaan. Yuliandri (dalam Kadarwati,2003) menegaskan bahwa factor-faktor
yang mempengaruhi loyalitas karyawan adalah adanya fasilitas-fasilitas kerja,
tinjauan kesejahteraan, suasana kerja seta upah yang diterima dari perusahaan.
Selanjutnya Steers & Porter (1983) menyatakan bahwa timbulnya loyalitas kerja
dipengaruhi oleh:

a. karaktersitik pribadi, merupakan factor yang menyangkut karyawan itu sendiri


yang meliputi usia, masa kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan prestasi yang
dimiliki,ras dan sifat kepribadian.
b. Karakteristik pekerjaan, menyangkut pada seluk beluk perusahaan yang
dilakukan meliputi tantangan kerja, job stress, kesempatan untuk berinteraksi
social, job enrichment, identifikasi tugas, umpan balik dan kecocokan tugas.
Penyesuaian diri termasuk kedalam proses interaksi social, dijmana seorang
karyawan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat
kerjanya berada meliputi semua elemen pendukung perusahaan, terutama dengan
sumber daya manusia.
c. Karakteristik desain perusahaan, menyangkut pada interen perusahaan itu yang
dapat dilihat dari sentralisasi, tingkat formalitas, tingkat keikutsertaan dalam
pengambilan keputusan, paling tidak telah mengajukan berbagai tingkat asosiasi
dengan tanggung jawab perusahaan. Keetergantungan fungsional maupun fungsi
control perusahaan.
d. Pengalaman yang diperoleh dari perusahaan, yaitu internalisasi individu
terhadap perusahaan setelah melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan sehingga
menimbulkan rasa aman, merasakan adanya keputusan pribadi yang dipenuhi oleh
perusahaan.
Berdasarkan factor-faktor yang telah diungkap diatas dapat dilihat bahwa masing-
masing factor mempunyai dampak tersendiri bagi kelangsungan hidup
perusahaan, sehingga tuntutan loyalitas yang diharapkan oleh perusahaan baru
dapat terpenuhi apabila karyaawn memiliki karakteristik seperti yang diharapkan
dan perusahaan sendiri telah mampu memenuhi harapan-harapan karyawan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa factor yang mempengaruhi loyalitas tersebut
meliputi : adanya fasilitas-fasilitas kerja,tunjangan kesejahteraan, suasana kerja
upah yang diterima, karakteristik pribadi individu atau karyawan, karakteristik
pekerjaan, karakteristik disain perusahaan dan pengalaman yang diperolah selama
karyawan menekuni pekerjaan itu.
Sebab – sebab turunnya loyalitas dan sikap kerja itu dikarenakan banyak sebab
misalnya, upah yang mereka terima tidak sesuai dengan pekerjaannya, tidak
cocoknya dengan gaya perilaku pemimpin, lingkungan kerja yang buruk dan
sebagainya. Untuk memecahkan persoalan tersebut, maka perusahaan harus dapat
menemukan penyebab dari turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu
disebabkan pada prinsipnya turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu
disebabkan oleh ketidakpuasan para karyawan. Adapun sumber ketidakpuasan
bisa bersifat material dan non material yang bersifat material antara lain:
rendahnya upah yang diterima, fasilitas minimum. Sedangkan yang non material
antara lain: penghargaan sebagai manusia, kebutuhan – kebutuhan yang
berpartisipasi dan sebagainya (S. Alex Nitisemito, 1991:167).

Indikasi – indikasi turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan antara lain
1.Turun/rendahnya produktivitaskerja.
Turunnya produktivitas kerja ini dapat diukur atau diperbandingkan dengan waktu
sebelumnya. Produktivitas kerja yang turun ini dapat terjadi karena kemalasan
atau penundaan kerja
2.Tingkat absensi yang naik.
Pada umumnya bila loyalitas dan sikap kerja karyawan turun, maka karyawan
akan malas untuk datang bekerja setiap hari. Bila ada gejala – gejala absensi naik
maka perlu segera dilakukan penelitian.
3.Tingkat perpindahan buruh yang tinggi.
Keluar masuknya karyawan yang meningkat tersebut terutama adalah karena tidak
senangnya para karyawan bekerja pada perusahaan. Untuk itu mereka berusaha
mencari pekerjaan lain yang dianggap sesuai. Tingkat perpindahan buruh yang
tinggi selain dapat menurunkan produktivitas kerja, juga dapat mempengaruhi
kelangsungan jalannya perusahaan.
4.Kegelisahan dimana–mana.
Loyalitas dan sikap kerja karyawan yang menurun dapat menimbulkan
kegelisahan sebagai seorang pemimpin harus mengetahui bahwa adanya
kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidak terangan dalam bekerja,
keluh kesah serta hal–halyanglain.
5.Tuntutan yang sering terjadi.
Tuntutan yang sebetulnya merupakan perwujudan dan ketidakpuasan, dimana
pada tahap tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan.
6.Pemogokan.
Tingkat indikasi yang paling kuat tentang turunnya loyalitas dan sikap kerja
karyawan adalah pemogokan. Biasanya suatu perusahaan yang karyawannya
sudah tidak merasa tahan lagi hingga memuncak, maka hal itu akan menimbulkan
suatu tuntutan, dan bilamana tuntutan tersebut tidak berhasil, maka pada
umumnya para karyawan melakukan pemogokan kerja. (S. Alex
Nitisemito,1991:163–166).

3.3 PEMELIAHARAAN LOYALITAS KARYAWAN

Setiap perusahaan selalu berusaha untuk mempertahankan loyalitas kerja para


karyawannya semaksimal mungkin. Karena itu ada beberapa cara bagaimana
memelihara loyalitas karyawan, baik yang bersifat material maupun bersifat non
material. Cara mana yang paling tepat sudah tentu tergantung kepada situasi dan
kondisi perusahaan tersebut serta tujuan yang ingin dicapai. Untuk memelihara
loyalitas karyawan ditempuh dengan cara :

 Gaji yang cukup. Setiap perusahaan seharusnya memberikan gaji yang


cukup kepada karyawannya. Cukup berarti jumlah uang yang mampu
dibayarkan perusahaan tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
 Pemberian fasilitas yang menyenangkan. Setiap perusahaan bilamana
memungkinkan hendaknya menyediakan fasilitas yang menyenangkan bagi
karyawannya. Fasilitas itu dapat berupa tempat ibadah,kantin,dan
sebagainya.
 Menempatkan karyawan pada posisi yang tepat. Posisi yang tepat
maksudnya adalah sesuai dengan ketrampilan masing-
masing,ketidaktepatan menempatkan posisi para karyawan akan
menyebabkan jalannya pekerjaan kurang lancar dan hasilnya tidak
memuaskan.
 Memberikan kesempatan pada karyawan untuk maju. Denganadanya
kesempatan untuk maju maka akan mendorong semangat dan gairah kerja
karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan.
 Harga diri perlu mendapatkan perhatian. Pemimpin perusahaan harus dapat
menghargai diri karyawannya bila mereka ingin dihargai. Orang akan lebih
senang bekerja dengan gaji yang rendah tapi dihargai daripada dengan gaji
yang tinggi tetapi perusahaan tersebut merendahkan mereka.
 Mengajak karyawan untuk berunding serta mengatasi pelaksanaan pada
perusahaan. Apabila pimpinan dalam melaksanakan pekerjaannya
mengalami suatu masalah untuk dipecahkan secara pribadi maka karyawan
perlu diajak berunding.
 Memperhatikan rasa aman untuk menghadapi masa depan. Untuk
menciptakan rasa aman menghadapi masa depan, perusahaan dalam
melaksanakan program pensiun bagi karyawan. Variasi dengan cara ini
adalah bahwa disamping menyisihkan sebagaian dari keuntungan
perusahaan, gaji karyawan dipotong untuk disetor bagi jaminan hari tua.
 Sekali-sekali perlu menciptakan suasana santai. Memberikan suasana santai
bagi karyawan dimaksudkan agar karyawan tidak mengalami kebosanan
dalam melakukan pekerjaan tiap hari.
BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Perusahaan manapun berharap karyawannya adalah karyawan yang


memilki loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan. Sementara harapan dari para
karyawan adalah sepanjang kesejahteraannya terjamin maka perusahaan ”layak”
menerima loyalitas. Bagaimana HR mampu menjembatani hal tersebut sehingga
keduanya sama-sama merasakan keuntungan.

Dari hasil survey didapat bahwa alasan yang membuat karyawan loyal
terhadap perusahaan didapatkan bahwa yang sebenarnya diharapkan oleh
karyawan adalah tunjangan kesehatan, gaji yang kompetitif, bonus, dana pensiun
dan pelatihan-pelatihan. Memang itulah yang diharapkan karyawan adalah bahwa
dari hasil pekerjaannya maka karyawan memperoleh hasil yanglayak bagi
kehidupannya. Sehingga hal-hal tersebut penting untuk diperhatikan oleh
perusahaan sebab jika tidak bisa jadi perusahaan akan kehilangan karyawan-
karyawan terbaiknya. Bisa jadi tidak semuanya dapat dilaksanakan bersamaan
oleh perusahaan tetapi paling tidak HR telah melakukan upaya supaya hal
tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi managemen. Misalnya saja usulan
perbaikan tunjangan kesehatan yang selalu direview dua atau tiga tahun sekali,
adanya review terhadap gaji tiap tahunnya sesuai dengan UMP yang berlaku, atau
usulan pemberian training untuk menambah kemampuan karyawan.

Tetapi perlu disadari juga bukan hanya benefit seperti di atas yang dapat
mengikat karyawan pada perusahaan tetapi bisa juga kenyaman bekerja, misalnya
saja dihargai oleh atasannya. Sebab sekalipun memiliki gaji yang tinggi dan
benefit lainnya yang baik tetapi jika atasannya bersikap arogan dan kurang
menghargai bawahannya maka sudah dipastikan tidak lama lagi karyawan itu
akan berpindah ke perusahaan lain. Hanya tinggal menunggu waktu saja, sambil
tetap bekerja dan akan terus berusaha mencari peluang di tempat lain. Selain itu
juga hal-hal yang menjadi penunjang karyawan dapat loyal kepada perusahaan
adalah seperti perhatian dan kepercayaan kepada karyawan.
4.2. SARAN

Tak bisa seperti dahulu (ketika perusahaan condong mengharapkan


loyalitas yang kaku dari karyawannya) maka sekarang sikap yang lebih bisa
diterima ialah bila perusahaan secara terus terang sejak awal mengatakan,
kesempatan-kesempatan apa yang terbuka bagi individu yang hendak
dipekerjakan. Jalur promosi dan persyaratan-persyaratan yang terkandung di
dalamnya hendaknya cukup jelas bagi calon karyawan agar tidak ada
kebimbangan mengenai masa depan saat ia sudah bekerja.

Sebaliknya, pada karyawan pun akan tumbuh respek terhadap ke-


terbukaan perusahaan dalam hal kewajibannya pada diri karyawan. Walaupun
respek ini tidaklah identik dengan kesetiaan total model lama, namun tetap
merupakan suatu dasar untuk bekerja yang amat menguntungkan bagi perusahaan.
Paling tidak ini merupakan suatu ikatan yang tidak bersifat rasional belaka tetapi
sudah mengandung unsur kesetiaan sang karyawan.

Bisa jadi sikap ini dapat tumbuh menjadi suatu komitmen yang erat
terhadap bangun-jatuhnya nasib perusahaan, suatu bentuk perwujudan rasa
kebersamaan yang amat langka di lingkungan perusahaan. Dalam bentuknya
seperti ini, maka pada karyawan telah merasuk suatu nilai yang sulit diperoleh
melalui “pemaksaan” kesetiaan dari perusahaan.

Jelas bagi semua, terutama pimpinan perusahaan, bahwa suatu korps


karyawan yang berdedikasi dalam bekerja, ditunjang suatu sistem nilai “setia”
(pola baru) pada perusahaan, kelak akan bermanfaat secara konkrit bagi
perusahaan di mana ia bekerja. Sungguh satu hal yang perlu dipertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/14880.

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/loyalitas-dan-sikap-kerja-karyawan.html.

http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/teori-perilaku-organisasi-1/.

http://rajapresentasi.com/2009/06/memelihara-loyalitas-karyawan/.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22290/4/Chapter%20I.pdf.

http://koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=68384.

http://www.berbagicerita.info/pengaruh-penilaian-prestasi-kerja-karyawan-
terhadap-promosi-jabatan.html.

http://www.scribd.com/doc/6946361/perilaku-organisasi.

http://www.docstoc.com/docs/20775325/Definisi-PERILAKU-ORGANISASI.

http://www.scribd.com/doc/45308830/manajemenumum.

http://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/1039/bab1-2.pdf?
sequence=3.

Handbook of Organizations, Kajian dan Teori Organisasi, editor Usmara, Penerbit


Amara Books, Yogyakarta.

Mueller ,John Dwight Kammeyer. 2003. Turnover Processes in a Temporal


Context:It’s About Time.

Henry Simamora, MSDM Edisi 3 ,Tahun 2004

Mueller ,John Dwight Kammeyer. 2003. Turnover Processes in a Temporal


Context:It’s About Time.

Anda mungkin juga menyukai