Anda di halaman 1dari 1

Tanpa Judul Tanggal 6 Februari 2010, hari Sabtu, harusnya arisan RT di rumahku. Semua makanan udah kupesan.

Tapi mendadak, tanggal 4 Februari malam, ada telpon dari Tasik yang mengabarkan bahwa kondisi EMA udah sangat kritis. Nadinya udah sangat lemah, kadang hanya 40/tt, bahkan batas bawah denyut nadinya sudah tidak terdeteksi. Para sesepuh (ustadz) di kampong udah wanti-wanti agar semua anak-anak EMA dikabari dan disuruh pulang karena sangat mungkin EMA pergi dalam waktu dekat. Malah ada salah satu orang pintar yang berani menyatakan bahwa waktu EMA tidak akan lebih dari hari Sabtu. Akhirnya keluarga yang sudah hadir sepakat, segala infuse dan sonde dicabut dengan dalih agar tidak menyusahkan dan menyakiti EMA di akhir hayatnya. Awalnya kami bertahan ga pulang dulu karena banyak urusan dan pekerjaan yang sulit ditinggalkan. Memang, sering kali kami menganggap enteng kondisi EMA, karena beberapa bulan ini kondisinya relative ga ada perubahan membaik. Aku malahan menarik maju acara arisan RT yang tadinya direncanakan hari Minggu menjadi hari Sabtu. Jujur bukan karena berniat nengok EMA tapi karena aku harus dinas ke Bandung Minggu sorenya. Jadilah aku ke kantor seperti biasanya keesokan harinya, Jumat, tanggal 5 Februari 2010. Kebetulan di kantor ada acara pelepasan Bpk. Didi Widayadi, mantan Kepala BPKP yang telah memasuki masa purna bakti di bulan November/Oktober tahun lalu. Singkat kata, acara pelepasan dimulai jam 08.30 pagi. Semua pegawai diwajibkan hadir dengan berpakaian batik. Sekitar jam 09.30

Anda mungkin juga menyukai