Anda di halaman 1dari 8

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

GREEN PROCUREMENT DALAM GREEN PROJECT


Wulfram I. Ervianto

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari No. 44 Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 487711 Fax 0274) 487748
ervianto@mail.uajy.ac.id ABSTRAK
Mengapa masalah pembangunan perlu untuk ditilik kembali? Perkembangan pembangunan berbagai proyek konstruksi dianggap memiliki peran besar terhadap perubahan lingkungan di permukaan bumi ini. Dimulai tahap konstruksi hingga tahap operasional tidak dapat terhindar dari pemanfaatan sumber daya alam yang jumlahnya semakin terbatas, belum lagi dampak lain yang ditimbulkan dari penggunaan fasilitas bangunan serta pemilihan material bangunan yang terkait dengan peningkatan suhu di bumi. Ancaman serius akibat ulah manusia adalah pemanasan global. Gas yang menjadi tertuduh utama sebagai penyebabnya adalah karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan akibat aktifitas industri, asap kendaraan bermotor dan terbakarnya hutan di berbagai wilayah di bumi. Indonesia diperkirakan kehilangan dua juta hektar hutan tropis setiap tahun dan terdapat dua titik panas di Gugusan Sundaland dan Wallacea yang setara dengan bentangan hutan dari Sabang sampai Merauke. Salah satu cara untuk mencegah meluasnya kerusakan lingkungan adalah dengan mengimplementasikan konsep green building pada pembangunan di Indonesia. Konsep ini harus dipahami secara utuh guna mendapatkan manfaat yang optimal. Sebuah bangunan dapat dikategorikan green bila seluruh siklus hidup proyek berorientasi pada green. Dalam paper ini dikaji green procurement pada green building. Metodologi dalam melakukan kajian dengan menggunakan pelacakan dari referensi mengingat konsep ini belum banyak diterapkan di Indonesia. Sumber informasi diperoleh dengan cara diskusi dengan berbagai pihak yang berkompeten dalam bidang pengelolaan proyek konstruksi dan melakukan pencarian informasi menggunakan media internet. Hasil kajian diperoleh bahwa green procurement process dapat dicapai dengan cara melalui tiga proses, yaitu: (1) persyaratan produk untuk green building; (2) mengembangkan sistem green supplier; (3) proses pengadaan material yang green. Kata kunci: green procurement; green building.

PENDAHULUAN Proyek konstruksi selalu membutuhkan sumberdaya proyek sebagai komponen input dalam proses konstruksi. Kelima sumberdaya proyek tersebut adalah material, peralatan, uang, cara dan orang. Salah satu dari kelima sumberdaya tersebut tidak dapat dihilangkan dalam mewujudkan proyek konstruksi. Material bangunan merupakan salah satu dari sumberdaya proyek yang cukup dominan dalam menentukan kualitas hasil konstruksi di lapangan. Mengingat material bangunan nantinya akan melekat erat menjadi satu kesatuan bangunan secara tetap maka sudah seharusnya ukuran kualitasnya ditetapkan dalam spesifikasi yang disusun oleh konsultan. Sumberdaya lain yang ikut menentukan kualitas bangunan adalah alat yang secara tetap melekat pada bangunan. Material dan alat yang bersifat tetap pada bangunan merupakan faktor penting jika proyek tersebut diharapkan memperoleh sertifikat green. Hal tersebut dapat dicapai apabila didukung penuh oleh kontraktor, subkontraktor dan berbagai pihak yang terlibat dalam memahami spesifikasi green.

Perbedaan pengelolaan antara proyek green dengan proyek pada umumnya/konvensional hampir terjadi di seluruh siklus dalam proyek konstruksi. Dengan demikian jika hendak merealisasikan proyek green sudah seharusnya unsur-unsur pengelola proyek konstruksi memahami filosofi dari konsep bangunan hijau atau green building secara utuh. Salah satu tahap dalam siklus hidup proyek adalah tahap pengadaan atau procurement, dimana tahap ini sangat menentukan tercapainya proyek green. Pengadaan dalam siklus hidup proyek dapat berupa pengadaan penyedia jasa (kontraktor dan konsultan) atau pengadaan berbagai jenis material bangunan yang akan digunakan. Dalam paparan ini yang dimaksud dengan procurement adalah pengadaan material bangunan. Tujuan dalam kajian ini adalah untuk mengetahui tata cara pengadaan material bangunan untuk proyek green. KAJIAN PUSTAKA Perbedaan antara proyek konvensional dengan proyek green terletak pada beberapa hal sebagai berikut: (a) Pemanfaatan material yang berkelanjutan; (b) Keterkaitan dengan ekologi lokal; (c) Konservasi energi; (d) Efisiensi penggunaan air; (e) Penanganan limbah; (f) Memperkuat keterkaitan dengan alam; (g) Pemakaian kembali material bangunan dari hasil dekonstruksi. Pada pengelolaan proyek konvensional hal-hal tersebut diatas kurang mendapatkan perhatian, namun pada proyek green wajib dilakukan. Dalam usaha memenuhi berbagai aspek tersebut diatas tidak terlepas dari peran dokumen kontrak. Dengan demikian, seluruh dokumen yang menjadi bagian dalam kontrak perlu dilakukan penyesuaian agar berbagai aspek tersebut diatas dapat diakomodasi dengan baik. Salah satu dokumen kontrak yang menentukan untuk mencapai proyek green adalah spesifikasi material bangunan. Berbeda dengan proyek konvensional, spesifikasi dalam proyek green mengatur tentang jenis material bangunan yang dalam proses pabrikasinya harus ramah lingkungan. Agar semua material yang digunakan diyakini ramah lingkungan maka cara pengadaannyapun berbeda dengan proyek konvensional. Berbagai hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengadaan material bangunan seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Green Procurement Process Pada prinsipnya setiap material bangunan mempunyai siklus hidup, dimulai dari pengambilan bahan baku di tempat asalnya dan berakhir di tempat pembuangan. Dalam konsep membangun proyek green, siklus hidup material tidak boleh berakhir ditempat pembuangan begitu saja, namun material tersebut sedapat mungkin dimanfaatkan kembali dengan cara digunakan kembali (reuse), diolah kembali (recyckling), dan apabila memang tidak dapat untuk kedua hal tersebut maka dapat dibuang dengan cara-cara yang ramah lingkungan.

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Proyek green dapat dicapai apabila kontraktor dan subkontraktor yang berada dibawah kendali kontraktor memahami sistem pengadaan material bangunan dan peralatan yang nantinya akan digunakan dalam proyek tersebut. Adapun siklus hidup material bangunan seperti pada gambar 2.

Raw Material Extract/Harvest

Raw Material Transport

Raw Material Conversion

Converted Material Transport

Product Manufacture

Product Transport

Transport Refurbished Product

Building Construction

Salvaged Material Reuse

Transport Recover material

Building Operation Refurbished Product Building Deconstruction Recover Material

Transport Salvaged Product

Product Reuse

Product Disposal

Product Recycle

Transport Salvage Product

Waste From Product Reefurbish

Landfill Or Incinerate Waste

Waste From Product Recycle

Return To Environment GREEN PROJECT

Sumber: Glavinich, 2008

Gambar 2. Siklus hidup material bangunan KARAKTER BAHAN BANGUNAN UNTUK GREEN PROJECT Material yang digunakan dalam proyek green mempunyai karakter sebagai berikut: (a) efisiensi pemakaian sumberdaya; (b) minimalisasi limbah; (c) menjaga kualitas udara dalam proyek; (d) efisiensi pemakaian energi; (e) konservasi air. Efisiensi sumberdaya

Efisiensi energi dalam memproduksi bahan bangunan dan minimalisasi limbah menjadi perhatian utama dalam mewujudkan proyek green, seperti pada gambar 3. Model sederhana dalam proses produksi adalah model input-output, dimana bahan baku dan energi digunakan untuk memproduksi dan mengirimkan barang jadi/siap diinstalasi ke lokasi proyek.
Energi produksi INPUT Energi transportasi INPUT

INPUT bahan bangunan

Proses produksi bahan bangunan

Proses pengiriman bahan bangunan

OUTPUT

Bahan bangunan siap untuk instalasi

Limbah produksi

Limbah transportasi

Gambar 3. Proses produksi bahan bangunan Minimalisasi limbah

Dalam studinya, United States Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun 1998, banyaknya limbah di Amerika akibat pembangunan dan pembongkaran bangunan lebih dari 135 juta ton. Limbah yang dihasilkan akibat aktifitas pembangunan proyek baru dan renovasi besarnya adalah 19,5 kg/m2, sedangkan akibat pembongkaran bangunan sebesar 757 kg/m2. Besarnya limbah material konstruksi yang dapat didaur ulang seperti kayu, beton, bata merah, metal mencapai 75% dari total limbah. Berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari komponen bangunan seperti pintu, asesoris lampu, bahan kemasan material, material yang berbahaya dan berbagai macam limbah konstruksi seperti botol, berbagai macam kaleng dan kertas. Berdasarkan hal tersebut diatas maka sudah sepantasnya dalam dokumen kontrak ditambahkan bahwa kontraktor bertanggung jawab dalam hal pengelolaan limbah yang dihasilkan dari kegiatan pembangunan. Beberapa hal yang menjadi tanggung jawab kontraktor meliputi: (a) pengamanan berbagai material; (b) proses daur ulang; (c) pengemasan; (d) material berbahaya; (e) material yang harus dilindungi.

Gambar 4. Minimalisasi limbah konstruksi

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Untuk memperkecil jumlah limbah yang dihasilkan selama proses konstruksi, kontraktor dapat menerapkan strategi dimulai sejak tahap pengadaan diantaranya adalah: (a) order material hanya yang dibutuhkan saja; (b) efisienkan pengemasan dan transportasi material; (c) sedapat mungkin gunakan material ukuran standar; (d) merakit material prafabrikasi diluar lokasi proyek. Tahap minimalisasi limbah secara hirarki ditunjukkan dalam gambar 4. Menjaga kualitas udara

Dengan menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan atau green product kualitas udara selama proses konstruksi maupun setelah selesai konstruksi harus tetap terjaga dengan baik. Pemilihan material yang digunakan hendaknya mempertimbangkan: (a) tidak mengandung racun atau kadarnya cukup rendah; (b) emisi bahan kimia cukup rendah mungkin; (c) resisten terhadap lembab; (d) mudah dirawat. Efisiensi pemakaian energi

Dalam pemilihan perabot dan peralatan yang digunakan dalam bangunan harus mempertimbangkan efisiensi pemakaian energi. Jika diperlukan dapat dilakukan uji kesesuaian konsumsi energi terhadap spesifikasi produk semua peralatan yang digunakan. Konservasi air

Seperti konservasi energi, pemakaian air selama tahap konstruksi dan tahap operasi menjadi perhatian penting dalam pembangunan berwawasan lingkungan. PROSES PENGADAAN YANG GREEN Untuk mendapatkan proyek green, proses yang dilakukan berbeda dengan bangunan konvensional. Proyek green akan dapat dicapai apabila seluruh siklus hidup proyek direncanakan dengan menerapkan konsep green. Dalam siklus hidup proyek yang mempengaruhi pencapaian proyek green adalah tahap perencanaan hingga tahap operasi dan perawatan. Salah satu tahapnya adalah tahap pengadaan, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (1) Spesifikasi bahan bangunan untuk proyek green; (2) Permintaan kebutuhan bahan bangunan oleh suplier/Supplier Requests For Quotation (RFQs); (3) Proses pengadaan bahan bangunan; (4) Penetapan prosedur pengadaan. Spesifikasi bahan bangunan untuk proyek Green

Seperti proyek pada umumnya, semua jenis kebutuhan material bangunan beserta ukuran kualitasnya dapat ditemukan dalam dokumen kontrak. Dalam proyek green, hal ini merupakan bagian penting untuk memenuhi persyaratan agar sebuah proyek dapat dikategorikan green. Berberapa hal yang patut dipertimbangkan dalam pengadaan bahan bangunan adalah: proses penawaran, akurasi penawaran, memilahkan untuk suplier yang berpengalaman dan kurang berpengalaman, mengurangi/memperkecil kemungkinan terjadinya perubahan pekerjaan dan perselisihan selama konstruksi berlangsung. Secara eksplisit, kebutuhan dan persyaratan material bangunan dituangkan dalam spesifikasi dan gambar rencana. Hal ini berguna bagi kontraktor untuk memprakirakan besarnya risiko

yang akan ditanggung sehingga dapat direduksi seminimal mungkin. Sedangkan secara implisit, persyaratan proyek green tersirat dalam dokumen kontrak. Guna mendapatkan kepastian dalam mewujudkan proyek green kedua belah pihak dapat menambahkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang menjadi bagian dalam dokumen kontrak. Hal ini diperlukan agar mendapatkan sertifikasi green dari pihak yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penilaian. Kunci keberhasilan proyek green sedikit banyak ditentukan oleh kontraktor pada tahap konstruksi serta seberapa green bahan bangunan yang digunakan. Dengan demikian sudah menjadi keharusan kontraktor harus memahami konsep green secara utuh termasuk caracara pemenuhan persyaratan green dalam proses pengadaan berbagai material bangunan dan peralatan. Spesifikasi dalam konteks green dapat deibedakan menjadi: (a) general requirements, mengandung spesifikasi yang bersifat implisit; (b) specific requirements, mengandung spesifikasi yang bersifat eksplisit; (c) mixed requirements, mengandung spesifikasi yang bersifat implisit dan eksplisit. Secara lengkap proses pengadaannya seperti pada gambar 5.
Review Contract Documents

Identify Green Requirements

General

Requirements Type Mixed

Specific

Identify Procurement Requirements

Identify Specific Requirements

Establish Product Requirements

Identify General Requirements

Document Product Requirements Prepare Scoope Package

No

Subcontract ?

Yes

Prepare Supplier RFQ

Incorporate Into Subcontractor Bid Package

GREEN PROJECT

Sumber: Glavinich, 2008

Gambar 5. Spesifikasi bahan bangunan dalam proyek green Permintaan kebutuhan bahan bangunan oleh suplier

Pada umumnya, kontrak dalam proyek konstruksi yang didasarkan pada pengorganisasian dapat dibedakan menjadi lima model, salah satunya adalah general contracting method. Karakter dari tipe pengelolaan ini adalah kontraktor umum sebagai kontraktor utama dibantu oleh satu atau lebih kontraktor spesialis. Dengan demikian nilai kontrak yang dimenangkan oleh kontraktor utama ini akan dipecah-pecah menjadi beberapa paket pekerjaan. Setiap paket pekerjaan harus jelas lingkup kerja dan diyakinkan hasil kerjanya sesuai dengan yang

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

disyaratkan. Proses pengadaan bahan bangunan oleh kontraktor spesialis ini menjadi sangat penting karena nantinya akan menjadi bagian spesifikasi kontrak utama. Proses pengadaan bahan bangunan

Proses pengadaan material bangunan dan peralatan dalam proyek berwawasan lingkungan sama dengan pengadaan material yang berbasiskan pada standarisasi produk seperti gambar 6. Bagian terpenting dalam pengadaan material dan peralatan pada proyek yang berwawasan lingkungan adalah dipenuhinya persyaratan yang ada dalam dokumen kontrak, seperti halnya jika pihak lain yang kompeten dalam melakukan pemeringkatan green melakukan penilaian terhadap proyek tersebut. Untuk meyakinkan proyek ramah lingkungan dapat dicapai adalah dengan cara mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Tidak hanya didasarkan pada informasi produk saja akan tetapi harus dilengkapi dengan dokumentasi tentang pemenuhan produk seperti yang tertulis dalam persyaratan green, keyakinan bahwa material telah terpasang dengan benar dan berbagai informasi tentang startup dan prosedur khusus peralatan. Berbagai hal tersebut penting untuk ditambahkan dalam dokumen kontrak yang berwawasan terhadap lingkungan.
Receive Supplier Quotation Review Suplier Quotation Meet Specification Yes Issue Purchase Order Receive Product Data Review Product data

No

Suplier Resubmit Quotation

File Product Data

Product OK? Yes A/E Review Required ? Submit Product Data to A/E A/E Review No A/E Approve ? Release Order Receive Product Verify Product Compliance Yes

No

Resubmit Product Data Yes Revise & Resubmit Submittal

Yes

No

Suplier Issue?

Review A/E Comments No

Document Product Compliance Document Product Installation Obtain Any Additional Require Product Information Procurement Complete

Install Product

Sumber: Glavinich, 2008

Gambar 6. Proses pengadaan materia

KONVENSIONAL VERSUS GREEN BUILDING Dari berbagai kajian tentang pengadaan material bangunan pada proyek konvensional dan proyek berwawasan lingkungan terdapat perbedaan pada berbagai aspek.
TAHAP 1. Siklus hidup material PROYEK KONVENSIONAL Material hasil dekonstruksi: Kurang mendapatkan perhatian untuk dimanfaatkan kembali Cara pembuangannya kurang diperhatikan pengaruhnya terhadap lingkungan. PROYEK GREEN Material hasil dekonstruksi: Dimanfaatkan kembali dengan cara: (1) digunakan kembali untuk proyek baru; (2) didaur ulang menjadi material baru yang bernilai sama (recykle), atau lebih tinggi (upcykle), atau lebih rendah (downcykle) dari material lama. Dibuang dengan cara-cara yang ramah lingkungan. Jenis spesifikasi yang digunakan: Performance specification Descriptive specification Prescriptive specification Review terhadap dokumen kontrak untuk memisahkan produk yang akan digunakan untuk memenuhi persyaratan green, diantaranya adalah: (1) General requirement; (2) Specific requirement;(3) Mixed requirement dan dilanjutkan proses pengadaan. Secara eksplisit kontraktor harus melakukan: Efisiensi sumberdaya Minimalisasi limbah Efisiensi energi Menjaga kualitas udara Konservasi air

2. Spesifikasi

3. Dilakukan analisa pada dokumen kontrak tentang kebutuhan produk

Jenis spesifikasi yang digunakan: End result specification Prcedure specification Descriptive specification Review terhadap dokumen kontrak untuk proses pengadaan.

Tidak secara eksplisit kontraktor harus melakukan: Efisiensi sumberdaya Minimalisasi limbah Efisiensi energi Menjaga kualitas udara Konservasi air

KESIMPULAN Beberapa catatan yang dapat diambil kesimpulan adalah: (1) Dukungan suplier sangat menentukan dicapainya proyek green, dengan dikembangkannya green supplier; (2) Perlu dilakukan kajian yanng mendalam dalam dokumen kontrak, khususnya berkaitan dengan pengadaan green product; (3) Secara eksplisit dalam kontrak harus dicantumkan mengenai pemanfaatan kembali material dekonstruksi, efisiensi sumberdaya, minimalisasi limbah, efisiensi energi, menjaga kualitas udara, konservasi air. DAFTAR PUSTAKA Glavinich, T. E., 2008., Contractors Guide to Green Building Construction, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey Kibert C., 2008., Sustainable Construction, John Wiley & Sons, Canada.

Anda mungkin juga menyukai