Anda di halaman 1dari 4

Editorial

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue: Sebuah Tantangan yang Harus Dijawab*

Saleha Sungkar
Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Pendahuluan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. DBD merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena incidence rate-nya yang terus meningkat dan penyebarannya semakin luas. Propinsi yang terus mengalami peningkatan incidence rate DBD adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.1,2 DKI Jakarta merupakan propinsi dengan jumlah penderita DBD terbanyak. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta jumlah penderita DBD pada tahun 2003 sebanyak 14.071 orang dengan case fatality rate (CFR) 0,42 %. Pada tahun 2004 jumlah penderita meningkat tajam menjadi 20.640 orang dengan CFR 0,44 % sedangkan tahun 2005 terjadi peningkatan dengan jumlah penderita 23.466 orang dengan CFR 0,34%.3
* Disampaikan pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Parasitologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 16 Juni 2007

Berdasarkan kenyataan di atas, pemerintah Indonesia terus berusaha memperbaiki program pemberantasan DBD. Program tersebut bertujuan untuk mengurangi penyebarluasan wilayah yang terjangkit DBD, mengurangi jumlah penderita DBD, dan menurunkan angka kematian akibat DBD. Strategi pemberantasan DBD lebih ditekankan pada upaya preventif, yaitu melaksanakan penyemprotan masal sebelum musim penularan penyakit di daerah endemis DBD. Selain itu, juga digalakkan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan penyuluhan kepada masyarakat melalui berbagai media. Pada kenyataannya, tidak mudah memberantas DBD karena terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaannya. Akibatnya, strategi pemberantasan DBD tidak terlaksana dengan baik sehingga setiap tahunnya Indonesia terus dibayangi kejadian luar biasa (KLB) DBD. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemberantasan DBD Keberhasilan pemberantasan DBD di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain perilaku penduduk, tenaga kesehatan, sistem peringatan dini oleh
167

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue pemerintah, resistensi nyamuk terhadap insektisida, serta alokasi dana. Perilaku Penduduk Sebagian besar penduduk Indonesia belum menyadari pentingnya memelihara kebersihan lingkungan. Salah satu masalah yang umum ditemukan adalah rendahnya kesadaran penduduk untuk menjaga agar tidak terdapat wadah-wadah yang dapat menampung air di lingkungan tempat tinggalnya. Dewasa ini, kemasan plastik semakin banyak digunakan masyarakat misalnya botol/gelas air minum mineral. Kemasan plastik tersebut dapat menampung air dan jika dibuang sembarangan akan menjadi tempat berkembang biak Ae. aegypti. Hal itu terutama menjadi masalah pada musim hujan. Akibatnya, terjadi peningkatan kasus DBD selama musim hujan. Masalah lain adalah kebiasaan masyarakat untuk menampung air. Di daerah tertentu yang air minumnya asin dan ketersediaan air minum tidak teratur, penduduk terbiasa menampung air bersih di dalam drum yang dapat berisi 200 liter air dan air ditampung untuk jangka waktu lama. Drum tersebut menjadi tempat berkembangbiak Ae. aegypti. Sementara itu, di daerah dengan ketersediaan air yang baik ternyata penduduk juga banyak yang menampung air di dalam bak mandi. Hal itu disebabkan penduduk lebih senang mandi menggunakan gayung daripada shower. Air dalam bak mandi selalu digunakan tetapi biasanya tidak sampai habis sehingga larva tetap berada di tempat tersebut. Selain itu bila ada gerakan, larva akan bergerak ke bawah sehingga tidak terbuang pada saat air diambil.4 Kebiasaan lain yang turut menghambat pemberantasan DBD adalah tidak menguras bak mandi secara teratur dan walaupun sebagian masyarakat telah menguras secara teratur, seringkali dengan cara yang salah. Pengurasan umumnya hanya dilakukan dengan mengganti air tanpa menyikat dinding bak mandi. Cara tersebut tidak efektif karena telur Ae. aegypti tetap melekat di dinding bak mandi. Telur Ae. aegypti dapat bertahan hingga enam bulan sehingga jika tidak dihilangkan akan terus melanjutkan siklus hidupnya. Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur-larva-pupa/kepompong-dewasa. Perkembangan Ae. aegypti dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa memakan waktu sekurang-kurangnya sembilan hari. Telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Selanjutnya, larva berubah menjadi pupa dalam waktu 5 -15 hari. Stadium pupa biasanya berlangsung dua hari, lalu keluarlah nyamuk dewasa yang siap mengisap darah dan menularkan DBD. Menurut Departemen Kesehatan RI, tempat penampungan air yang banyak digunakan adalah bak mandi, tempayan, drum dan tangki air.5 Umumnya, penduduk Indonesia menggunakan bak mandi yang terbuat dari semen. Dinding bak mandi yang terbuat dari semen bersifat kasar, gelap, dan mudah menyerap air. Dinding tempat penampungan air seperti itu sangat disukai Ae. aegypti. Tempat
168

penampungan air yang tidak disukai Ae. aegypti adalah yang dindingnya licin, tidak menyerap air dan terang misalnya keramik. Berdasarkan hal tersebut masyarakat perlu diberikan informasi agar menggunakan tempat penampungan air yang dindingnya licin, berwarna terang (putih) dan tidak menyerap air.6 Akhir-akhir ini, pemerintah semakin menggalakkan program penghijauan dan keindahan kota. Masyarakatpun mempercantik halaman rumahnya dengan tanaman hias. Tanaman tersebut menjadi tempat istirahat Ae. aegypti apalagi jika terlalu rimbun dan tidak terkena sinar matahari karena Ae. aegypti menyukai tempat istirahat yang lembab dan teduh. Tanaman dengan daun yang dapat menampung air juga dapat menjadi tempat berkembang biak Ae. aegypti. Dengan demikian, tanaman perlu diperhatikan agar tidak terlalu rimbun, dipilih yang tidak dapat menampung air dan harus terkena sinar matahari. Peran Tenaga Kesehatan Saat ini strategi pemberantasan DBD antara lain dengan memberantas Ae. aegypti sebelum musim penularan untuk membatasi penyebaran DBD dan mencegah KLB. 7 Pemberantasan tersebut dilakukan dengan penggerakan masyarakat untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dikenal dengan program Jumat bersih, pengasapan masal di kelurahan endemis tinggi dan tempat umum (sekolah, rumah sakit, puskesmas, mesjid, gereja, kantor-kantor) serta pemeriksaan jentik berkala. Pengasapan (fogging) dilakukan dua kali di semua rumah dan tempat umum, terutama di kelurahan endemis tinggi. Pengasapan menggunakan insektisida malation 4% (atau fenitrotion) dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha. Pengasapan harus dilakukan di dalam dan di sekitar rumah karena aktifitas dan tempat istirahat Ae. aegypti adalah di dalam rumah dan di sekitar rumah. Pengasapan mampu menurunkan populasi Ae. aegypti dengan cepat tetapi terkadang hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pada saat pengasapan terkadang petugas hanya menyemprot halaman rumah dan gang-gang sekitar rumah penduduk tetapi tidak masuk ke dalam rumah karena penduduk menolak penyemprotan di dalam rumah. Alasan penolakan adalah insektisida yang disemprot berbau tidak sedap, membuat lantai licin, dan dikuatirkan mencemari makanan serta pernapasan. Akibatnya, pengasapan hanya membunuh nyamuk yang berada di sekitar halaman rumah sedangkan nyamuk yang berada di dalam rumah tidak terberantas. Pengasapan juga harus diikuti abatisasi dan PSN karena pengasapan hanya efektif untuk membunuh nyamuk dewasa. Apabila tidak diikuti dengan abatisasi dan PSN, larva Aedes aegypti tidak dapat diberantas dan akan tumbuh menjadi nyamuk dewasa. Larvisida yang digunakan untuk abatisasi (temefos) mempunyai efek residu selama 23 bulan. Jadi, bila dalam setahun dilakukan empat kali abatisasi maka selama setahun populasi nyamuk akan terkontrol dan dapat ditekan
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue serendah-rendahnya. Pemeriksaan jentik berkala dilakukan oleh juru pemantau jentik (jumantik) yang bertugas melakukan kunjungan rumah setiap tiga bulan. Hasil yang didapat jumantik dilaporkan dalam bentuk Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu:7 Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik x 100% Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa ABJ merupakan indikator penyebaran Ae. aegypti. Dengan strategi pemberantasan yang telah ditetapkan, ditargetkan ABJ dapat mencapai lebih dari 95%. Sampai saat ini beberapa daerah telah melaporkan bahwa ABJ telah mencapai 90% bahkan ada juga yang mencapai 95%, tetapi pada kenyataannya jumlah penderita DBD masih tetap tinggi. Hal tersebut disebabkan jumlah penderita DBD tidak semata-mata berhubungan langsung dengan ABJ. Selain itu, tingginya ABJ mungkin disebabkan oleh jumantik yang kinerjanya kurang baik, misalnya kurang teliti dalam melakukan survei. Jumantik mungkin hanya memeriksa tempat penampungan air yang besar seperti bak mandi, ember dan drum, sedangkan wadah yang kecil misalnya vas bunga, penampungan tetesan AC, penampungan tetesan dispenser tidak diperiksa. Tempat penampungan air di luar rumah seperti talang air, tangki air, botol bekas, kaleng, wadah plastik dll, mungkin juga tidak diperiksa. Hal tersebut mengakibatkan luputnya larva Aedes aegypti dari pemeriksaan. Selain itu, ada sebagian pemilik rumah yang tidak mengijinkan rumahnya disurvei. Ada pula rumah atau bangunan yang dikunci karena tidak dihuni atau penghuninya sedang pergi.8 Sistem Peringatan Dini Sistem Peringatan Dini telah dilakukan oleh Malaysia dan terbukti efektif dalam menurunkan angka kejadian DBD.9 Pemerintah Indonesia perlu membentuk Sistem Peringatan Dini untuk memberikan peringatan dini bagi masyarakat setiap tahunnya sebelum terjadi KLB DBD sehingga masyarakat dapat mengantisipasinya. Sistem Peringatan Dini dapat memanfaatkan media elektronik sebagai sarana sosialisasi. Isi sosialisasi sebaiknya mencakup gejala khas DBD yaitu demam tinggi dan perdarahan terutama perdarahan kulit, serta apa yang harus dilakukan terhadap penderita DBD. Sosialisasi juga perlu mencakup upaya pemberantasan DBD yang efektif dan efisien seperti PSN dan upaya perlindungan diri, seperti pemasangan kelambu pada saat anak tidur siang, kawat kasa pada lubang ventilasi udara, dan memakai penolak nyamuk. Resistensi Nyamuk terhadap Insektisida Hambatan lain dalam pemberantasan DBD adalah resistensi nyamuk Ae. aegypti terhadap insektisida. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, insektisida yang digunakan untuk pengasapan di wilayah Jakarta adalah malation yang telah digunakan secara massal
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007

sejak tahun 1969. Selain itu, juga digunakan temefos yang merupakan larvisida yaitu insektisida untuk membunuh larva Ae. aegypti yang telah digunakan secara masal sejak tahun 1980. Malation dan temefos mengandung bahan aktif organofosfat. Penggunaan insektisida tersebut dalam waktu lama dapat menimbulkan resistensi Ae.aegypti terhadap bahan aktifnya. Hal itu disebabkan pada saat pengasapan tidak semua Ae. aegypti terbunuh tetapi masih ada yang hidup karena nyamuk berhasil menghindar dari insektisida atau dosis insektisida yang kontak dengan nyamuk tidak mencukupi. Akibatnya nyamuk tersebut menjadi resisten dan resistensi itu diturunkan kepada keturunannya. Mardihusodo10 melakukan penelitian menggunakan bioassay dan uji biokimia yang hasilnya menunjukkan bahwa larva Ae. aegypti di Yogyakarta cenderung resisten terhadap malation dan temefos. Penelitian Gionar et al, 11 yang menggunakan uji biokimia untuk deteksi resistensi pada beberapa spesies nyamuk menunjukkan bahwa 90% Cx.quinquefasciatus di Jakarta dikategorikan resisten terhadap organofosfat dan 25% Ae. aegypti di Bandung resisten terhadap organofosfat. Penelitian yang dilakukan Departemen Parasitologi bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta pada tahun 2007, melaporkan sebagian besar larva Ae. aegypti di Tanjung Priok telah resisten terhadap insektisida organofosfat yaitu 44,8 % resisten sedang dan 50% sangat resisten. Di Mampang Prapatan, sebagian besar larva Ae. aegypti juga telah resisten terhadap insektisida organofosfat yaitu 57,2% resisten sedang dan 9,8% sangat resisten.12 Karena Ae. aegypti telah menunjukkan resistensi terhadap insektisida di beberapa daerah di Indonesia maka, perlu dilakukan pemantauan secara ketat penggunaan insektisida golongan organofosfat dalam pengasapan. Selanjutnya perlu dipertimbangkan untuk mengganti jenis insektisida golongan organofosfat dengan golongan lain dalam pengendalian vektor DBD. Dana Dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, penelitian mengenai pengendalian vektor DBD di Indonesia masih tertinggal karena keterbatasan dana. Peningkatan anggaran untuk menunjang penelitian terhadap virus dengue maupun nyamuk Ae. aegypti dapat mendorong keberhasilan pemberantasan DBD. Diperlukan penelitian untuk mencari sistem pengendalian vektor DBD dengan berbagai cara antara lain pemberantasan biologik yang lebih aman, efektif, dan dapat diterima oleh penduduk. Juga diperlukan penelitian yang dapat menciptakan rekayasa genetika pada Ae.aegypti sehingga nyamuk tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya. Juga diperlukan untuk mencari sistem pengendalian vektor DBD dengan cara lain misalnya mengintegrasikan teknik biologi molekuler. Saat ini penelitian fase I dari sekuens
169

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue genom Ae. aegypti telah selesai dilakukan oleh The Institute of Genomic Research dan Universitas Notre Dame. Selanjutnya adalah menentukan Transposable Element (TE) pada genome Ae. aegypti. TE merupakan segmen asam nukleat (materi genetik) yang berpengaruh secara signifikan terhadap struktur dan ukuran genom Ae. aegypti. TE dapat digunakan untuk mempelajari interaksi nyamuk dengan patogen sehingga dapat digunakan untuk pemberantasan penyakit. Caranya adalah dengan memasukkan gen yang membuat nyamuk kebal terhadap infeksi virus DBD sehingga tidak lagi berperan sebagai vektor DBD. Hal tersebut memberikan harapan untuk memberantas DBD secara genetik (genetic control) di masa mendatang.13-14 Akhir-akhir ini, upaya pemberantasan DBD yang hangat dibicarakan adalah vaksin dengue, namun sampai saat ini vaksin itu belum tersedia karena terbatasnya dana penelitian. Kesulitan lain yang dihadapi adalah vaksin harus dapat mencegah infeksi dari keempat serotipe virus dengue. Kendala lain yang dihadapi adalah kesulitan memprediksi apakah vaksin dengue tersebut benar-benar efektif karena sampai saat ini penelitian baru dilakukan terhadap model binatang yang tidak menimbulkan gejala DBD seperti pada manusia. Kita masih harus menunggu sampai vaksin benarbenar siap dan dapat digunakan secara masal.14 Penutup Peningkatan kesadaran masyarakat sangat penting untuk menunjang keberhasilan PSN yang merupakan upaya termurah untuk memberantas DBD. Karena itu, diperlukan penyuluhan yang berkesinambungan untuk mendorong masyarakat agar semakin menyadari bahaya DBD dan pentingnya PSN. Pemerintah juga perlu memberikan peringatan dini untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap DBD. Program berbasis masyarakat yang diterapkan di Puerto Rico memberikan hasil yang memuaskan. Program itu meliputi pemberian pengetahuan mengenai DBD kepada siswa. Siswa diperlihatkan habitat larva Ae. aegypti di rumah dan cara mengendalikannya. Ada pula kunjungan siswa ke museum untuk melihat Ae. aegypti. Pada kunjungan itu, siswa melihat dan mempelajari siklus hidup nyamuk, cara penularan DBD, habitat larva, dan video singkat mengenai cara mengendalikan Ae. aegypti. Semua hal yang dipelajari itu diharapkan akan disampaikan siswa kepada orang tua mereka masing-masing. Hasil program itu menunjukkan peningkatan keterlibatan orang tua pada pengendalian DBD.15 Pemberantasan DBD tidak dapat dilaksanakan dalam waktu singkat, namun perlu dilakukan terus-menerus, sehingga kemungkinan terjadinya KLB atau peningkatan jumlah benderita DBD dapat dihindari. Kerjasama seluruh lapisan masyarakat mendorong keberhasilan pemberantasan DBD. Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue di perkotaan. Jakarta: Dep Kes RI; 2004. Kusriastuti R. Kebijaksanaan penanggulangan demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2005. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Data pasien tersangka DBD bersumber surveilans aktif rumah sakit. Jakarta: Depkes RI; 2005. Sungkar S. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia ; 2002. p 1-30. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue di perkotaan. Jakarta: Dep Kes RI; 2004. Sungkar S, Hoedojo, S. Djakaria, Sumedi, Ismid IS. Pengaruh jenis tempat penampungan air terhadap kepadatan dan perkembangan larva Aedes aegypti. Maj Kedokt Indon 1994;44(4):217-23. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Petunjuk Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jakarta: Dep Kes RI; 2004. Sungkar S. Widodo AD, Suartanu N. Evaluasi program pemberantasan demam berdarah dengue di Kecamatan Pademangan Jakarta Utara. Maj Kedokt Indon 2006;56:108-12. Teng AK, Singh S. Epidemiology and new initiatives in the prevention and control of dengue in Malaysia. Dengue Bulletin 2001; 25:7. Mardihusodo SJ. Microplate assay analysis of potential for organophosphate insecticide resistance in Aedes aegypti in Yogyakarta Minicipality Indonesia. Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:71-9. Gionar YR, Zubaidah S, Stoops CA, Bangs MJ. Penggunaan metode microtitre plate assay untuk deteksi gejala kekebalan terhadap insektisida organofosfat pada tiga spesies nyamuk di Indonesia. Jakarta: Laporan Penelitian Departemen Entomologi US NAMRU 2;2005. Zulhasril. Deteksi resistensi Aedes aegypti terhadap insektisida organofosfat di Tanjung Priok Jakarta Utara dan Mampang Prapatan Jakarta Selatan dengan microplate assay. Gubler DJ. Aedes aegypti and Aedes aegypti-borne disease control in the 1990: top down or bottom up? Franklin Craig lecture delivered before the American Society of Tropical Medicine & Hygiene, Washington, 12 July 1988. Genome of yellow fever, dengue fever mosquito, sequenced. Bioinformatic. Diunduh dari http://www.biologynews.net/archives/ 2007/05/17. Winch PJ, Leontsini E, Rigau-Perez JG, Ruiz-Perez M, Clark GG, Gubler DJ. Community-based dengue prevention programs in Puerto Rico: impact on knowledge, behaviour, and residential mosquito infestation. Am J Trop Med Hyg 2002;67:363-70.

2.

3.

4. 5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

SS

170

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007

Anda mungkin juga menyukai