1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
PENGENDALIAN HAMA ULAT JENGKAL PADA SENGON DENGAN EKSTRAK DAUN SUREN DAN CUKA KAYU Control of Span Worm Attack on Albizian With Extract of Leaf of Surian and Wood Vinegar.
Benyamin Dendang, Aris Sudomo, Encep Raciman dan Rusdi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis
ABSTRACT
The research of span worm attack on albizian at various of agroforestry was conducted at Tasikmalaya Distrik, West Java on November until April 2007. This research aim to know about intensity of attack and degree of damage of span worm on albizian on agroforestry model. The result showed that intensity of span worm attack on albizian at four agroforestry model before and after spraying by suren leaf extract and wood vinegar was 95,94% and 95,74%. The degree of damage before and after spraying by suren leaf extract suren and wood vinegar relative high that is 75,99% and 74,59%. Agrofrestry model of sengon + maize + cassava + peanut showed degree of damage is lowest that is 59,78% and agroforestry model albizian + rice of gogo + maize showed highest degree of damage, that is 87,09%.
Key words : Agroforestry, intensity of attack, Paraserianthes falcataria, span worm ABSTRAK
Penelitian serangan ulat jengkal terhadap sengon pada berbagai pola tanam agroforestry bertujuan untuk mendapatkan informasi intensitas serangan ulat jengkal dan tingkat kerusakan sengon yang ditimbulkannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa intensitas serangan ulat jengkal pada berbagai pola tanam agroforestry sebelum dan setelah penyemprotan ekstrak daun suren dan cuka kayu sebesar 95,94% dan 95,74%. Persentase tingkat kerusakan sebelum dan setelah penyemprotan larutan daun suren dan cuka kayu relatif tinggi yaitu 75,99% dan 74,59%. Pola tanam agroforestry sengon + jagung + ubi kayu + kacang tanah menunjukan derajat kerusakan sengon paling rendah yaitu 59,78% dan pola tanam agroforestry sengon + padi gogo + jagung menunjukan derajat kerusakan sengon paling tinggi yaitu 87,09%.
Upaya untuk menanggulangi kerusakan hutan dan lahan kritis terus dikembangkan, salah satunya adalah melalui kegiatan hutan kemasyarakatan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kelestarian fungsi hutan dan ekosistemnya. Kondisi ini mengharuskan untuk segera menerapkan konsep manajeman pengelolaan Daerah Tangkapan Air (DTA) agar dapat berfungsi kembali sebagai penyangga kehidupan. Salah satu konsep pengelolaan yang dapat dipilih adalah pengembangan model agroforestry berbasis parsisipasi masyarakat setempat yang didukung dengan pengembangan teknologi tepat guna. Menurut Heyne (1987) sengon (Paraserianthes falcataria) merupakan salah satu tumbuhan yang dapat memperbaiki tanah, tiap tanaman yang dibudidayakan di bawahnya tumbuh dengan baik. Model agroforestry yang dilakukan adalah dengan pola tanam agroforestry dengan tanaman semusim yang berbeda akan memberikan pengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sengon karena munculnya keragaman hama. Dalam pola tanam agroforestry seringkali tanaman semusim menjadi inang yang menyebabkan populasi hama meningkat, hal ini dapat menyebabkan tanaman tahunan ikut terserang hama. Tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama ditentukan oleh jumlah populasi dan keragaman jenis yang menyerang tanaman. Apabila populasi relatif kecil, maka kerusakan yang ditimbulkan secara ekonomis tidak berarti, sebaliknya apabila populasi terus meningkat maka akan menimbulkan kerusakan yang diperhitungkan secara ekonomis sangat berarti (Hardi dan Anggraini, 2004). Ulat jengkal merupakan salah satu hama yang berpotensi sebagai hama perusak daun walaupun belum dilaporkan menyerang tanaman sengon.
Wana Benih Vol. 8 no. 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Intensitas serangan ulat jengkal dan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya pada keempat model agroforestry plus DTA di Kadipaten Jawa Barat; (2) Pengaruh aplikasi ekstrak daun suren dan cuka kayu terhadap intensitas serangan ulat jengkal dan tingkat kerusakan tanaman yang ditimbulkan ulat jengkal.
Lokasi penelitian dilakukan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Desa/Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 700 m dpl dengan rata-rata curah hujan per tahun 1800 mm, keadaan suhu rata-rata 240C dengan topografi berbukit/pegunungan. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai November sampai dengan April 2007.
B.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tanaman sengon yang berumur 6 bulan, dengan pola tanam campuran tanaman semusim (jagung, kacang tanah, padi gogo, ubi kayu), ekstrak daun suren dan cuka kayu mahoni. Peralatan yang digunakan terdiri dari parang, blender, timbangan, kertas saring, ember, gelas ukur, alat semprot, kamera digital, pinset dan alat tulis menulis.
C.
Metode Penelitian
Pengamatan dilakukan terhadap tanaman sengon yang ditanam dengan empat pola tanam agroforestry, jarak tanam 3 m x 3 m dengan luas 0,13 ha per petak sebagai berikut :
1. 2. 3. 4.
Pola tanam A = sengon + jagung + ubi kayu + kacang tanah Pola tanam B = sengon + jagung + padi gogo + kacang tanah Pola tanam C = sengon + padi gogo + ubi kayu + jagung Pola tanam D = sengon + padi gogo + jagung.
ZxN
Keterangan : I : Tingkat kerusakan ni : Jumlah tanaman yang terserang dengan klasifikasi tertentu vj : Nilai untuk klasifikasi kerusakan tertentu Z : Nilai tertinggi dalam klasifikasi N : Jumlah tanaman seluruhnya dalam satu petak contoh
Wana Benih Vol. 8 no. 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
D.
Analisis Data
Hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam dan apabila ada perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut jarak Duncan terhadap F hitung F tabel 5% (Stell dan Torrie, 1995).
Wana Benih Vol. 8 no. 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Tabel 2. Intensitas serangan ulat jengkal sebelum dan sesudah penyemprotan ekstrak daun suren dan cuka kayu pada 4 macam pola tanam agroforestry.
Pola agroforestry A B C D Rata-rata Intensitas Serangan (%) sebelum penyemprotan setelah penyemprotan ekstrak daun suren + ekstrak daun suren dan cuka kayu cuka kayu 91,67 91,67 94,87 94,44 100,00 100,00 97,22 96,88 95,94 95,75 Is 0,00 0,43 0,00 0,35 0,19
Hasil pengamatan terhadap tingkat kerusakan memperlihatkan bahwa tingkat kerusakan sengon yang diakibatkan oleh ulat jengkal pada keempat pola tanam agroforestry sebelum penyemprotan ekstrak daun suren dan cuka kayu relatif tinggi seperti disajikan pada tabel 4. Tingkat kerusakan diantara keempat pola tanam menunjukan pengaruh yang signifikan. Derajat kerusakan pola tanam D (87,09%) dan pola tanam C (84,09%) relatif lebih tinggi dibandingkan pada pola tanam lain, dan tingkat kerusakannya menimbulkan kerugian yang berarti. Tabel 3. Analisis varians tingkat kerusakan sengon pada keempat pola tanam agroforestry sebelum aplikasi daun suren dan cuka kayu .
Sumber Variasi Pola tanam agroforestry Galat Total Derajat Bebas 3 116 119 Jumlah Kuadrat 12214,04 73480,53 85694,57 Kuadrat Tengah 4071,35 633,45 Nilai F Hitung 6,43* sig. 0,00
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5%; ns tidak berbeda nyata pada taraf 5% Tabel 4. Uji Duncan derajat kerusakan sengon sebelum aplikasi ekstraks daun suren dan cuka kayu.
Pola tanam agroforestry A B C D Rata-rata 59,78 72,98 84,09 87,09 Uji Duncan a ab bc c
Keterangan : huruf sama tidak menunjukkan perbedaan pada taraf uji 0,05 Tabel 5. Analisis varians tingkat kerusakan sengon pada keempat pola tanam agroforestry setelah aplikasi daun suren dan cuka kayu.
Sumber Variasi Pola tanam agroforestry Galat Total Derajat Bebas 3 109 112 Jumlah Kuadrat 12795,28 74242,35 87037,63 Kuadrat Tengah 4265,09 681,12 Nilai F Hitung 6,26* Sig. 0,00
Tabel 6. Uji duncan derajat kerusakan sengon setelah aplikasi ekstraks daun suren dan cuka kayu.
Pola tanam agroforestry A B C D Rata-rata 56,79 73,45 81,82 86,28 Uji Duncan a b b b
Keterangan : huruf sama tidak menunjukkan perbedaan pada taraf uji 0,05 Tingkat kerusakan sengon yang diakibatkan ulat jengkal setelah aplikasi daun suren dan cuka kayu pada keempat pola tanam agroforestry masih relatif tinggi seperti disajikan pada Tabel 6. Pengendalihan ulat
Wana Benih Vol. 8 no. 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
jengkal dengan menggunakan ekstrak daun suren dan cuka kayu belum menunjukkan hasil yang efektif, hal ini ditunjukkan rata-rata penurunan tingkat kerusakan pada keempat pola tanam agroforestry sebesar 1,4 %
B.
Pembahasan
Dari hasil pengamatan di lapangan ditemukan 2 jenis ulat jengkal yang menyerang tanaman sengon yaitu M. basalis dan H. talaca. Ulat jengkal menyerang tanaman sengon dengan cara memakan daun muda maupun daun yang tua yang dimulai dari tepi daun. Serangan berat dapat menyebabkan tanaman menjadi gundul sehingga yang tertinggal hanya tulang-tulang daun. Pada intensitas serangan yang berat dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
Gambar 1. Serangan ulat jengkal pada daun sengon Serangan yang terjadi secara terus menerus pada tanaman muda dapat melemahkan dan mematikan tanaman (Intari dan Ruswandi, 1989). Pada tahun 1951 dilaporkan serangan ulat jengkal terjadi di Sumatera Utara sampai menggunduli 75% dari hutan (Suratmo, 1974). Intensitas serangannya dapat mencapai 100% pada waktu serangannya terjadi menjelang musim hujan. Meningkatnya serangan hama pemakan daun dari waktu ke waktu ditentukan pula oleh kondisi ekosistem pada pola tanam agroforestry dan periode waktu aplikasi serta daya kerja pestisida nabati yang diaplikasikan. Pada keempat pola tanam agroforestry menunjukan rata-rata persentase serangan hama mencapai 95,94% dengan tingkat kerusakan per pohon yang cukup tinggi (74,59%). Pola tanam agroforestry yang mengkombinasikan tanaman tahunan (sengon) dengan tanaman semusim (padi gogo, jagung, kacang tanah, ubi kayu) menghasilkan interakasi negatif di mana tanaman pencampur dapat menjadi inang bagi perkembangan hama ulat kantong. Pola tanam agroforestry sengon + jagung + ubi kayu + kacang tanah menunjukan derajat kerusakan sengon paling rendah yaitu 59,78% dan pola tanam agroforestry sengon + padi gogo + jagung menunjukkan derajat kerusakan sengon paling tinggi yaitu 87,09%. Hal ini disebabkan oleh jarak tanam yang rapat untuk tanaman sengon yaitu 3 m x 3 m dan tanaman semusim (1) kacang tanah 15 cm x 15 cm; (2) jagung 50 cm x 50 cm; (4) ubi kayu 1 m x 1 m; (5) padi 25 cm x 25 cm. Daerah tangkapan air adalah merupakan areal yang kondisi tanahnya cenderung lembab, sehingga kondisi lingkungan sesuai untuk perkembangan hama ulat jengkal.
Gambar 2.
Wana Benih Vol. 8 no. 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Aplikasi penyemprotan ekstrak daun suren dengan bahan aktif surenon, surenin, surenolakton dan cuka kayu yang mengandung asam, fenol dan turunan fenol yang disemprotkan pada sengon untuk yang pertama belum menunjukan hasil efektif dengan penurunan intensitas serangan dan derajat kerusakan rata-rata 0,19% dan 1,4%. Hal ini disebabkan adanya tanaman semusim yang merupakan inang ulat jengkal seperti kacang tanah dan jagung yang ditanam dengan pola campuran, serta memberi peluang bagi ulat jengkal untuk menyerang tanaman sengon. Disamping itu juga tanaman semusim menjadi tempat bagi perkembangan ulat jengkal, sehingga populasinya tetap hidup dalam pola tanam agroforestry plus yang secara sporadis dapat menyerang tanaman sengon kembali. Seperti diketahui bahwa ulat jengkal termasuk hama yang polifag yaitu hama yang mempunyai inang lebih dari satu tanaman.
IV.
KESIMPULAN
1. Intensitas serangan ulat jengkal pada keempat model agroforestry plus sebelum dan setelah penyemprotan ekstrak daun suren dan cuka kayu sebesar 95,94% dan 95,74%, dengan tingkat kerusakan relatif tinggi yaitu 75,99% dan 74,59% 2. Pola tanam agroforestry sengon + jagung + ubi kayu + kacang tanah menunjukkan derajat kerusakan sengon paling rendah yaitu 59,78% dan pola tanam agroforestry sengon + padi gogo + jagung menunjukkan derajat kerusakan sengon paling tinggi yaitu 87,09%.
DAFTAR PUSTAKA Borror, D. J. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga (Terjemahan) Edisi Keenam Gadjah Mada University Press.(798-801). Yogyakarta. Hardi T.W dan Illa Anggraini. 2004. Hama dan Penyakit pada Tanaman Jati dan Kayu Putih. Ekspose Terpadu Hasil-Hasil Penelitian. Yogyakarta 11-12 Oktober 2004. P3BPTH Yogyakarta. Heyne, T 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. (Terjemahan) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan Intari, SE. dan Ruswandi, H. 1986. Teknik Pengenalan Beberapa Hama di Pesemaian, Tanaman Muda dan Tua pada Hutan Tanaman Industri. Info Teknis No. 48/1994. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. (5) Steel, R.G.D. dan J.H.Torrie.1995. Prinsip dan Prosedur Statistik, Suatu Pendekatan Biometrik. (Terjemahan). PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suratmo, F.G. 1974. Hama Hutan di Indonesia. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. IPB Bogor.