Anda di halaman 1dari 13

1

A. JUDUL UJI IN-VITRO EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK CACING TANAH (Lumbricus rubellus) TERHADAP BAKTERI Salmonella thyposa B. LATAR BELAKANG MASALAH Cacing tanah telah lama dikenal oleh manusia. Hewan ini hidup di tempat atau tanah yang terlindung dari sinar matahari, lembab, gembur, dan mengandung banyak serasah. Habitat ini sangat spesifik bagi cacing tanah untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Tubuh cacing tanah banyak mengandung lendir sehingga seringkali orang menganggapnya menjijikkan. Walaupun demikian, cacing tanah memegang peranan penting dalam menguraikan limbah organik untuk menghasilkan pupuk organik yang dapat menyuburkan tanaman. Oleh karena itu, orang-orang mulai tertarik untuk membudidayakan cacing tanah yang potensial bagi lingkungan, seperti Lumbricus rubellus, Eisena foetida, Pheretima asiatica, dan Eudrilus eugeniae (Ovianto, 2004). Cacing tanah memang sangat potensial untuk dikembangkan, tidak hanya karena peranannya yang besar bagi lingkungan, tetapi juga karena kandungan gizinya yang cukup tinggi. Beberapa spesies cacing tanah merupakan sumber protein yang baik. Cacing tanah juga merupakan salah satu bahan baku obat tradisional yang banyak digunakan oleh Bangsa Cina. Sejak dulu, cacing tanah telah digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti penyakit tifus, kencing manis, maag, batuk, dan rematik (Palungkun, 1999). Salmonella thyposa merupakan bakteri penyebab demam thypoid atau lebih dikenal dengan tifus. Selama ini, penyembuhan penyakit tifus lebih diutamakan dengan obat-obatan kimia (sintesis), sehingga perlu upaya untuk membudidayakan penyembuhan dengan obat tradisional. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji kandungan bahan aktif cacing tanah. Ovianto (2004), telah menggunakan cacing tanah (Lumbricus rubellus) untuk menguji aktivitas fibrinolitik terhadap aterosklerosis pada monyet ekor panjang. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti lebih lanjut pada tahap laboratorium kegunaan ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai antibakteri untuk menghambat pertumbuhan S. thyposa. Jika di laboratorium ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut, maka dapat diartikan bahwa cacing tanah dapat digunakan sebagai salah satu alternatif obat tradisional untuk pengobatan tifus dan bahkan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi jenis obat-obatan modern seperti obat-obat hasil industri farmasi yang ada di Indonesia saat ini.

C. PERUMUSAN MASALAH 1. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) efektif sebagai antibakteri untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan Salmonella thyposa ? Berapakah konsentrasi ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang efektif sebagai antibakteri untuk menghambat Salmonella thyposa ?

2.

D. TUJUAN 1. 2. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Membuktikan secara in-vitro efektivitas ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai antibakteri Salmonella thyposa. Menghitung jumlah konsentrasi ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang efektif sebagai antibakteri untuk menghambat Salmonella thyposa.

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah digunakannya ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai antibakteri Salmonella thyposa, sehingga dapat memberikan kesembuhan bagi para penderita demam thypoid (tifus). F. KEGUNAAN Kegunaan penelitian ini bagi mahasiswa yaitu sebagai sarana mengembangkan ilmu pengetahuan dan kreativitas dalam mengoptimalkan cacing tanah sebagai antibakteri Salmonella thyposa. Kegunaan bagi masyarakat yaitu dapat membantu masyarakat dalam memilih alternatif obat demam thypoid, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat tersebut. G. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan tentang Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Cacing tanah Lumbricus rubellus tergolong ke dalam hewan avertebrata (tidak bertulang belakang) sehingga sering disebut binatang lunak. Jenis cacing ini bukan asli dari Indonesia (Palungkun, 1999). Lumbricus rubellus berasal dari Eropa, sehingga sering dikenal dengan sebutan cacing Eropa atau cacing introduksi. Di Indonesia, cacing ini disebut juga dengan nama cacing Jayagiri (Rukmana, 1999). Cacing tanah L. rubellus diklasifikasikan oleh Hegner dan Engemann (1968) sebagai berikut : Dunia : Animalia Divisi : Vermes Filum : Annelida Kelas : Oligochaeta Ordo : Opisthopora Famili : Lumbricidae

Genus : Lumbricus Spesies : rubellus Lumbricus rubellus merupakan spesies cacing tanah yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Cacing tersebut berkembang biak dengan cepat dan produktivitasnya cukup tinggi, apalagi keadaan alam di Indonesia sangat mendukung dikembangkannya peternakan cacing tanah jenis ini. Seekor cacing L. rubellus dapat menghasilkan sebanyak 106 kokon/tahun, dimana setiap kokon mampu menghasilkan 1-4 juta anak cacing (Palungkun, 1999). Ciri-ciri fisik L. rubella antara lain : tubuh gilig dengan bagian ventral pipih, bagian dorsal berwarna cokelat cerah sampai ungu kemerah-merahan sedangkan bagian ventral berwarna krem, warna ekor kekuning-kuningan, panjang tubuh 7,5-10 cm, jumlah segmen 95-100, kliteum berbentuk sadel dan menonjol yang menempati segmen ke-27 sampai ke-32, lubang kelamin jantan terletak pada segmen ke-14 dan lubang kelamin betina pada segmen ke-13, penyebaran seta Lumbricine, dan bergerak kurang aktif (Rukmana, 1999). Secara umum, cacing tanah memiliki lendir, prostomium, tidak bergigi, mengandalkan kulit sebagai alat pernapasan, bersifat hermaprodit biparental, nokturnal, serta peka terhadap cahaya, sentuhan, dan getaran (Palungkun, 1999). Kandungan protein cacing tanah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan lemaknya. Komposisi asam amino cacing tanah terdiri atas 9 asam amino esensial dan 4 asam amino non esensial. Selain itu, cacing tanah juga mengandung fosfor, kalsium, dan serat kasar (Ovianto, 2004). Penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Yanti (2003) menunjukkan bahwa ekstrak cacing L. rubellus menunjukkan aktivitas berbagai enzim pada substrat tertentu, antara lain : protease, -amilase, lipase, amiloglukosidase, kritinase, dan selulase. Hewan ini juga diketahui mengandung auksin yang merupakan zat perangsang tumbuh untuk tanaman dan asam arakhidonat yang dikenal dapat menurunkan panas tubuh yang disebabkan oleh infeksi (Palungkun, 1999). Mihara et al.(1991) juga menyebutkan bahwa studi farmakologi secara detail telah dilakukan pada lumbofebrin sebagai antidemam. Cho et al. (1998) telah mengisolasi dan megkarakterisasi peptida antimikroba dari cacing L. rubellus. Peptida tersebut dinamakan lumbricin I. Lumbricin I merupakan peptida antimikroba yang kaya akan prolin dari total 62 asam amino (15% prolin dalam rasio molar dengan massa molekul 7231 Da). Peptida tersebut menunjukkan aktivitas antimikroba in vitro pada sejumlah besar mikroorganisme tanpa aktivitas hemolitik. Sebuah peptida dengan 29 asam amino yang dinamakan lumbricin I (6-34), yang diturunkan dari residu-residu 6-34 dari lumbricin I, menunjukkan aktivitas antimikroba yang secara marjinal lebih tinggi daripada lumbricin I. ekspresi gen lumbricin I spesifik pada L. rubellus dewasa.

Tabel 1. Komposisi kandungan gizi pada cacing tanah Zat Gizi Komposisi (%) Protein 64-76 Asam amino esensial -Arginin 4.13 -Histidin 1.56 -Isoleusin 2.58 -Leusin 4.84 -Lisin 4.33 -Metionin 2.18 -Fenilalanin 2.25 -Treonin 2.95 -Valin 3.01 Asam amino nonesensial : -Sistin 2.29 -Glisin 2.92 -Serin 2.88 -Tirosin 1.36 Lemak 7-10 Serat kasar 1.08 Fosfor (P) 1.00 Kalsium (Ca) 0.55 Sumber : Palungkun (1999) 2. Tinjauan tentang Salmonella thyposa Dunia bakteri terdiri dari 23 filum. Bakteri merupakan mikroorganisme prokariot, uniseluler, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan biner menjadi dua sel anakan yang sama besar. Salmonella thyposa merupakan bakteri penyebab tifus. Tifus atau demam thypoid merupakan penyakit menular dan akut. Masa inkubasi tifus pada umumnya 10-14 hari. Gejala dini mencakup demam, perut kembung, sukar buang air besar, pusing, lesu, ruam, tak bersemangat, tidak nafsu makan, mual, dan muntah (Darnoto et al, 2008). Infeksi oleh Salmonella typosa atau Salmonella paratyposa memberi sebuah derajat kekebalan tertentu. Infeksi berulang mungkin terjadi namun lebih ringan dibanding infeksi pertama. Perputaran antibodi dari O dan Vi berhubungan dengan ketahanan terhadap infeksi dan penyakit. Meskipun demikian, kekambuhan mungkin terjadi dalam 2-3 minggu sesudah sembuh. Pengeluaran antibodi IgA mungkin mencegah penambahan Salmonella pada epithelium intestinal (Widodo, 2007). Brooks et al (2001) menyatakan bahwa orang dengan hemoglobin S/S (sickle cell disease) sangat rentan terhadap infeksi Salmonella, khususnya Osteomyelitis. Orang dengan hemoglobin A/S (sickle cell trait) mungkin lebih rentan daripada individu yang normal (dengan hemoglobin A/A).

3.

Demam Tifoid Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Surveilans Depkes RI frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia, pada tahun 1990 sebesar 9,2% dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4% per 10.000 penduduk dari survei berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981-1986, memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus (Widodo, 2007). Masa tunas (inkubasi) demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian (Syarif, 2008). Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteoismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis (Widodo, 2007). Demam tifoid diobati dengan obat-obat antimikroba atau antibakteri sebagai berikut (Syarif, 2008): a. Kloramfenikol. Di Indonesia Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4x500 mg per hari dapat diberikan secara peroral atau intravena. Diberikan sampai tujuh hari bebas panas. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. Efek samping dari obat ini adalah terjadinya reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Efek samping ini diduga berhubungan dengan dosis, progresif, dan pulih bila pengobatan dihentikan. Efek samping yang kedua adalah anemia aplastik yang ireversibel. b. Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas Tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan Kloramfenikol akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan Kloramfenikol. Dosis Tiamfenikol adalah 4x500 mg, demam rata-rata menurun pada hari kelima sampai keenam. c. Ampisilin dan Amoksilin. Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan Kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg per KgBB dan digunakan selama dua minggu. d. Sefalosporin generasi ketiga. Hingga saat ini golongan Sefalosporin generasi ketiga yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah

Seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama jam per infus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari. H. METODE PELAKSANAAN 1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen (true experiment) karena dalam penelitian ini dilakukan perlakuan, yaitu penambahan ekstrak cacing tanah dalam berbagai konsentrasi dan akan diamati pengaruhnya terhadap S. Thyposa (Darnoto et al, 2008). Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan asumsi kondisi sampel, lingkungan, alat, bahan, dan media yang relatif homogen. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian adalah mulai bulan Januari 2012 - Agustus 2012. Tempat pembuatan ekstrak cacing tanah adalah Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta dan tempat percobaan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh S. thyposa yang akan diperiksa, yaitu sebanyak satu tabung reaksi biakan murni S. thyposa yang dibeli dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM. Sedangkan sampel adalah sebagian bakteri yang ditanam pada biakan agar cawan, yaitu sebanyak satu ose. Perlakuan dalam penelitian ini adalah dengan penambahan ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan berbagai konsentrasi (6 perlakuan). Jenis Variabel a. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan berubahnya variabel terikat. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah pemberian ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan berbagai konsentrasi. b. Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini, yang termasuk variabel terikat adalah pertumbuhan Salmonella thyposa. c. Variabel Kontrol Variabel kontrol adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang termasuk variabel kontrol adalah media pertumbuhan, suhu inkubasi, lama inkubasi, cara isolasi, metode pengujian penghambatan, dan alat penelitian.

2.

3.

4.

5.

Definisi Operasional Variabel a. Pemberian ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) dalam berbagai konsentrasi adalah penggunaan cacing tanah yang telah dikeringkan dan dihaluskan menjadi serbuk dan dicampur dengan air dalam berbagai konsentrasi untuk pengujian pada S. thyposa. b. Pertumbuhan Salmonella thyposa adalah penghambatan terhadap perkembangbiakan bakteri S. thyposa akibat pemberian ekstrak cacing tanah dengan berbagai konsentrasi, yang dapat ditentukan dengan menghitung jumlah koloni S. thyposa yang tumbuh pada media Nutrient Agar. c. Media pertumbuhan adalah media yang digunakan untuk membiakkan S. thyposa yang pada penelitian ini adalah Nutrient Agar. d. Suhu inkubasi adalah temperatur yang digunakan saat membiakkan Salmonella thyposa. Suhu yang digunakan adalah 37o C. e. Lama inkubasi adalah waktu yang digunakan untuk membiakkan Salmonella thyposa. Waktu yang digunakan untuk inkubasi adalah 48 jam (2 x 24 jam). f. Cara isolasi adalah metode yang digunakan untuk penanaman bakteri. Metode yang digunakan adalah metode taburan. g. Metode pengujian penghambatan adalah cara yang digunakan untuk menguji penghambatan ekstrak cacing tanah pada bakteri, yang dikendalikan dengan metode TPC (Total Plate Count). h. Alat pengujian adalah alat-alat yang digunakan dalam penelitian. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data hasil pengukuran jumlah koloni yang tumbuh pada media agar cawan (Nutrient Agar) pada bakteri uji. Jalannya Penelitian a. Pembuatan ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran UMS. b. Isolasi bakteri Salmonella thyposa. 1) Biakan bakteri Salmonella thyposa dipesan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM. 2) Biakan ditanam pada Nutrient Agar (NA) miring untuk S. thyposa dan diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37oC. c. Uji in-vitro antibakteri ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) 1) Uji pendahuluan yang dilakuakn untuk menentukan konsentrasi yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya. Konsentrasi yang digunakan adalah 0% (kontrol), 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. 2) Metode yang digunakan adalah Total Plate Count. 3) Alat yang digunakan adalah cawan petri, jarum ose, bunsen, inkubator, dan pipet volume.

6.

7.

4) Bahan yang digunakan adalah ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus), suspensi S. thyposa umur 24 jam, Nutrient Agar pada cawan steril, dan alkohol 70%. 5) Cara Kerja a) Disiapkan NA cawan steril. b) Ditanam biakan umur 24 jam dari S. thyposa pada media NA, dengan cara mengambil 1 ml suspensi bakteri, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri (12 cawan). c) Ekstrak cacing tanah dibuat dengan konsentrasi 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. d) Masing-masing cawan petri yang telah ditumbuhi bakteri uji ditambah dengan 0,1 ml dan 1 ml ekstrak cacing tanah dengan konsentrasi yang telah disebutkan, yang telah diteteskan ke paper dish. e) Semua biakan ditanam pada inkubator dengan suhu 37oC selama 48 jam. f) Setelah 48 jam, dihitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada agar cawan. g) Berdasarkan jumlah koloni bakteri yang tumbuh, ditentukan konsentrasi efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri. 6) Uji eksperimen dilakukan setelah mengetahui hasil uji pendahuluan. Alat, bahan, dan cara kerja yang digunakan pada uji eksperimen sama dengan alat, bahan, dan cara kerja pada uji pendahuluan.

8.

Cara Pengumpulan Data Data dikumpulkan berdasarkan hasil perhitungan jumlah koloni bakteri Salmonella thyposa yang tumbuh pada Nutrient Agar. Analisis Data Analisis dilakukan secara deskriptif analitik. Analisis deskriptif analitik digunakan untuk menggambarkan jumlah koloni bakteri pada agar cawan dan mengetahui pengaruh penambahan ekstrak cacing tanah terhadap pertumbuhan Salmonella thyposa.

9.

I.

JADWAL KEGIATAN BULAN KE1 //// //// //// //// //// //// 2 3 4 5 6 7 8

NO KEGIATAN Persiapan a. Persiapan alat dan bahan di lab b. Pembelian cacing tanah c. Pembelian media Penelitian 2. 3. 4. J. a. ekstraksi cacing tanah b. uji sampel Pengumpulan data Penulisan laporan RANCANGAN BIAYA 1.

1.

//// //// //// //// ////

2.

3.

4.

Peralatan dan bahan habis pakai a. Pembelian cacing tanah 2 kg b. Pembuatan ekstak cacing tanah c. Sewa alat laboratorium d. Pembelian NA (Oxoid, 500 gr) e. Pembelian isolat S. thyposa f. Pembelian Alkohol 70% g. Pembelian spirtus h. Pembelian aquades steril i. Pembelian kapas j. Pembelian masker k. Pembelian handshealth l. Honor Laboran Perjalanan dinas a. Ke Laboratorium Mikrobiologi UGM 1) Makan 2) Transportasi b. Pesan dan ambil media (NA) 1) Makan 2) Transportasi Pembuatan proposal a. Referensi (buku dan akses internet) b. Beli kertas c. Beli tinta printer (warna dan hitam) d. Fotokopi e. Jilid Pembuatan laporan a. Beli kertas b. Fotokopi c. Jilid

: Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp

100.000 500.000 300.000 750.000 500.000 300.000 300.000 250.000 75.000 55.000 40.000 300.000

: Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp

100.000 300.000 100.000 300.000 50.000 30.000 60.000 50.000 50.000 30.000 50.000 50.000

10

5. 6.

Dokumentasi Total biaya

: Rp 300.000 : Rp 4.890.000

K. DAFTAR PUSTAKA Brooks, Geo F,dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Jilid I. Jakarta : Salemba Medika. Cho JH, Park CB, Yoon YG, Kim SC. 1998. Lumbricin I, a novel prolinerich antimicrobial peptide from the earthworm : purification, cDNA cloning and molecular characterization. Biochem. Biophys. Acta. 1408 (1) : 67-76. Darnoto, Sri et al. 2008. Efektivitas Antibakteri-Antifungi Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica) terhadap Bakteri Salmonella thyposa dan Staphylococcus aureus serta Fungi Candida albicans dan Trichophyton mentagrophytes. Usul Penelitian Dosen Muda. Fakultas Ilmu Kesehatan UMS, Surakarta. Hegner RW, Engermann JG. 1968. Invertebrate Zoology. New York : Macmillan. Mihara H et al. 1986. Thrombolytic agent. US patent 4 : 545, 568. Ovianto, Erwin. 2004. Uji Aktivitas Fibrinolitik Tepung Cacing Tanah Lumbricus rubellus secara in vitro dan Evaluasi Pengaruhnya terhadap Beberapa Parameter Aterosklerosis pada Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis Sehat. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor : 3-8. Palungkun, R. 1999. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta : Penebar Swadaya : 5-20 Rukmana, R. 1999. Budidaya Cacing Tanah. Yogyakarta : Kanisius : 14-20. Syarif, Amir,dkk. 2008. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta : FKUI. Widodo, Djoko dalam Sudoyo, Aru W,dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta : FKUI. Yanti. 2003. Pemurnian dan Karakterisasi Protease Cacing Tanah Lumbricus rubellus yang Bersifat Fibrinolitik. Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

11

L. LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI 1. Ketua Peneliti Nama Tempat/tanggal lahir Jenis Kelamin Alamat Rumah Telp/HP Institusi

: : : : : :

Dhimas Handoko Wibisono Boyolali/08 November 1990 Laki-laki Jalan Menco Raya No. 7A Pabelan, Kartosuro 081253384012 Prodi Pendidikan Dokter S1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Riwayat Pendidikan : a. SDN 011 Sangatta, lulus tahun 2002 b. SMP YPPSB Sangatta, lulus tahun 2005 c. SMAN 1 Sangatta Utara, lulus tahun 2008

Ketua Pelaksana Kegiatan,

Dhimas Handoko Wibisono

2.

Anggota Peneliti Nama Tempat/tanggal lahir Jenis Kelamin Alamat Rumah Telp/HP Institusi

: : : : : :

Arpian Herponi Bengkulu Selatan/05 Oktober 1990 Laki-laki Jalan Parang Cantel No.17 Mangkuyudan Solo 081393918449 Prodi Pendidikan Dokter S1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Riwayat Pendidikan : a. SDN 22 Bengkulu, lulus tahun 2003 b. SMPN 2 Bengkulu, lulus tahun 2006 c. SMAN 2 Bengkulu, lulus tahun 2009 3. Anggota Peneliti Nama Tempat/tanggal lahir Jenis Kelamin Alamat Rumah Telp/HP

: : : : :

Qonita Ramadhania Tegal/27 Februari 1993 Perempuan Jalan Masjid No.1 Purwosari, Patebon, Kendal 085725461692

12

Institusi

: Prodi Pendidikan Dokter S1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Riwayat Pendidikan : a. MI Islamiyah Jatimulya, lulus tahun 2004 b. MTSN Slawi, lulus tahun 2007 c. SMAN 3 Slawi, lulus tahun 2010

13

DAFTAR RIWAYAT DOSEN PENDAMPING

Anda mungkin juga menyukai