I. IDENTITAS PASIEN
No. CM Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Alamat II. ANAMNESIS Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 7 Desember 2011. Keluhan Utama Keluhan tambahan : nyeri perut kanan atas : tidak ada : 31.00.54 : Ny. ES : Perempuan : 37 tahun : Ibu rumah tangga : Cakung, Jakarta TImur
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak + 1 tahun SMRS. Awalnya nyeri timbul tiba-tiba, hilang timbul, tidak tentu. Nyeri dirasakan menjalar sampai ke punggung. Pasien menyangkal adanya demam, mata menjadi kuning, urin seperti teh, dan BAB seperti dempul. Awalnya dengan menggunakan obat penghilang rasa sakit, nyeri hilang, tapi lama-kelamaan nyeri tidak hilang dengan menggunakan obat yang sama, sehingga akhirnya pasien datang ke dokter dan diputuskan untuk dilakukan operasi. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku mempunyai penyakit jantung sejak + 6 tahun yang lalu, pasien merasakan nyeri dada kiri yang timbul setelah beraktivitas berat. Jika nyeri, pasien berobat ke UGD untuk mendapatkan obat yang dapat mengurangi nyerinya, namun pasien tidak kontrol secara rutin ke dokter. Hipertensi DM Asma Ginjal Hepatitis Alergi : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien menyangkal di keluarganya ada yang menderita sakit seperti yang dialami pasien, dan menyangkal adanya penyakit hipertensi, DM, asma, ginjal, alergi, maupun gangguan pembekuan darah. Riwayat Operasi dan Anestesi : Pasien menyangkal pernah dilakukan operasi maupun anestesi sebelumnya. Riwayat Kebiasaan : Merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-obatan narkotik disangkal. Lain-lain : Penggunaan gigi palsu, maupun gigi ada yang goyang disangkal. Penggunaan obat-obatan tertentu disangkal.
< 40 U/L < 35 U/L 20 50 mg/dL 0.5 1.5 mg/dL 135 145 mEq/L 3.5 5.3 mEq/L 97 107 mEq/L < 140 mg/dL < 200 mg/dL
V. PENGGOLONGAN STATUS FISIK PASIEN MENURUT ASA Pasien tergolong dalam ASA II dengan EKG RBBB inkomplit
Anestesi umum dengan intubasi nafas terkendali IX. KESIMPULAN Wanita, 37 tahun, dengan diagnosis kolesistitis kronik, dan status fisik ASA II dengan EKG RBBB inkomplit, akan dilakukan tindakan operasi kolesistektomi per laparoskopi dengan rencana anestesi umum dengan intubasi nafas terkendali.
A. Persiapan alat :
1. Mesin anestesi, yang terdiri dari :
a. b. c.
Komponen I, yaitu komponen sistem aliran gas segar yang terdiri dari Komponen II, yaitu komponen sistem aliran udara respirasi yang berupa Komponen III, yaitu komponen penghubung sistem ventilasi dengan
sumber gas, flowmeter, dan vaporizer. sirkuit nafas/sistem ventilasi pasien yang berupa konektor, sungkup muka ataupun pipa endotrakhea. 2. Laringoskop 3. Stetoskop 4. Endotracheal Tube 3 ukuran, yaitu No. 6.5; 7; 7.5 5. Face Mask Adult 6. Pipa Y-piece 7. Oropharyngeal Airway 8. Plester / Tape: Hypafix 9. Mandrin 10. Magill 11. Spuit 20 cc 12. Lubricating Gel 13. Suction 14. Sphygmomanometer digital
5. Pethidine
(Dosis 0.2 0.5 mg/kgBB) (Dosis 0.1 mg) (Dosis 10 mg IV ) (Dosis 50 100mg per 4 jam, maksimal
6. Morphine
7. Metoclopramide
8. Tramadol
400mg/hari)
9. Maintanence (rumatan) : a. b. c.
Isofluran N2O O2
pemeriksaan selama anestesi, misalnya bila ada sianosis. Bila ada gigi palsu sebaiknya dilepaskan agar tidak mengganggu kelancaran proses intubasi dan bila ada perhiasan sebaiknya diberikan kepada keluarga pasien. 5. Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan : TD = 120/70 mmHg, Nadi = 86 x/menit, Suhu = 360C, RR = 18 x/menit 6. Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan. PELAKSANAAN ANESTESI (8 Desember 2011) Teknik anestesi umum dengan intubasi nafas terkendali 1. Premedikasi : Midazolam 2.5 mg Pethidine 60 mg : Propofol 100 mg : Rocuronium 35 mg : ETT non-kinking no.7 cuff (+) : Isoflurane 1 2 vol%, O2 : N2O = 2 : 2
6. Nafas kendali dengan respirator dengan frekuensi nafas 12 kali permenit, volume tidal
Anestesi dimulai pukul 09.45 WIB dan selesai pada pukul 12.10 WIB. Pembedahan dimulai pada pukul 10.05 WIB dan selesai pada pukul 11.20 WIB. EKG ritme jantung dalam batas normal, saturasi oksigen 99%
Pukul 09.30 Nadi (x/menit) 94 Tekanan darah (mmHg) 120/80 Keterangan
Pasien dibaringkan di atas meja operasi Memasang infus cairan Ringer Laktat Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
Pethidine 60 mg Diberikan induksi Propofol 100 mg melalui bolus suntikan secara hati-hati dan perlahan-lahan. Saat reflex bulu mata telah hilang maka dilanjutkan dengan pemberian relaxan melalui intravena yaitu Rocuronium 35 mg untuk fasilitas intubasi. Diberikan nafas buatan melaui sungkup muka dengan oksigen 100% sebanyak 6 liter/menit selama 2-3 menit. Pernapasan pasien dibantu dengan Ambu bag secara
09.45
88
130/86
periodik sampai otot rahang telah relaksasi dan dapat dilakukan intubasi. Kedalaman anastesi dinilai dari tanda-tanda bola mata (bola mata menetap), nadi tidak cepat. Jika stadium anastesi sudah cukup dalam, rahang sudah lemas, 09.55 masukkan laringoskop dan lakukan pemasangan ETT. Memulai intubasi. Tangan kiri memegang laringoskop dan tangan kanan mempertahankan posisi mulut pasien dalam keadaan terbuka, posisikan kepala pasien dalam keadaan ekstensi. Gunakan laringoskop dan masukan ke dalam mulut dari sudut mulut sebelah kanan, kemudian geser lidah ke kiri dan cari epiglottis. Setelah epiglottis dan daerah sekitar plica vokalis terlihat, maka masukkan Endotracheal Tube No.7 lalu kembangkan balon (cuff) dalam posisi yang benar di dalam trakhea dan tidak masuk terlalu dalam. Setelah ETT masuk, segera cek pengembangan paru dan suara napas kedua lapang paru dengan auskultasi menggunakan stetoskop. Setelah posisi dan kedalaman ETT sudah tepat, fiksasi ETT tersebut dengan plester, dan dihubungkan dengan sirkuit mesin anastesi untuk mengendalikan nafas pasien secara manual. Nafas dikendalikan dengan ventilator, setiap inspirasi VT = 500 ml dan frekuensi napas 12 x/menit. Menutup kedua kelopak mata dengan plester dengan tujuan agar tidak terbuka dan kornea tidak kering.
95 98 89 86 91
11.45 12.00
69 68
104/80 130/90
Aliran gas isoflurane atau obat anastesi inhalasi dihentikan Diberikan O2 100%
Jalan nafas (mulut, hidung dan pipa endotrakea) dibersihkan dan dilakukan ekstubasi Pemberian oksigen diganti dengan mengunakan sungkup muka
12.10
73
121/79
Infus dicabut/dihentikan jika sudah tidak ada lagi penggunaan obat IV dan pasien sudah stabil.
4. Pasien boleh makan dan minum bertahap jika pasien sudah sadar penuh
dan refleks menelan baik, tidak mual maupun muntah
10
A. Definisi1
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal terdiri: 1. Hipnotik 2. Analgesia 3. Relaksasi otot. Syarat utama melakukan anestesia umum ialah untuk menjaga agar jalan nafas selalu bebas, berjalan lancar, dan teratur.
Gradasi Mallampati 2
11
Gradasi 1 2 3 4
Pilar faring + -
Palatum mole + + + -
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien. 3. Pemeriksaan Laboratorium Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji semacam ini. 4. Klasifikasi Status Fisik Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan. Berdasarkan The American Society of Anesthesiologist (ASA), status fisik pasien dapat digolongkan menjadi 5 yaitu : ASA 1 ASA 2 ASA 3 ASA 4 ASA 5 : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat dan penyaktinya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam Dalam keadaan darurat (emergensi), pasien yang dinilai dengan status ASA dapat ditandai dengan simbol atau huruf E. Misalnya, pada pasien yang sehat secara fisiologik, psikiatrik dan biokimia tetapi harus dilakukan tindakan emergensi maka ditandai dengan ASA 1E. 5. Masukan Oral Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan
12
untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6 8 jam, anak kecil 4 6 jam dan pada bayi 3 4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia. 6. Premedikasi Premedikasi ialah pemberian obat 1 2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesia, di antaranya : meredakan kecemasan dan ketakutan memperlancar induksi anestesia mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus meminimalkan jumlah obat anestetik mengurangi mual-muntah pasca bedah menciptakan amnesia mengurangi isi cairan lambung mengurangi refleks yang membahayakan Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan menentramkan hati pasien.
C. Teknik Anestesia
Teknik anestesia umum yakni : 1. Anestesia umum intravena Di mana dilakukan penyuntikkan obat-obat anestesia parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena, baik obat yang berkhasiat hipnotik, analgetik, maupun pelumpuh otot.3
13
inhalasi pipa endotrakea (ETT) nafas spontan inhalasi pipa endotrakea (ETT) nafas kendali
Infant dan anak usia muda Dewasa yang memilih anestesi umum Pembedahannya luas/ekstensif Penderita sakit mental Pembedahan lama Pembedahan di mana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan Riwayat penderita toksik/alergi obat anestesi lokal
C. Peralatan Anestesi1
Peralatan anestesi adalah alat-alat anestesi yang digunakan untuk menghantarkan oksigen dan obat anestetik inhalasi, mengontrol ventilasi, serta memonitor fungsi peralatan tersebut. Peralatan anestesi dapat bervariasi dari yang paling sederhana seperti alat untuk memberi anestesi eter dengan tetes terbuka atau open drop, sampai alat modern yang dilengkapi dengan ventilator dan alat-alat monitor fungsi fisiologis yang diatur dengan komputer. Mesin Anestesi Mesin anestesi merupakan peralatan anestesi yang sering digunakan. Secara umum mesin anestesi terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan yaitu:
1. Komponen 1
2.
: sumber gas, penunjuk aliran gas (flowmeter), dan alat penguap (vaporizer). : sistem napas, yang terdiri dari sistem lingkar dan sistem Magill.
Komponen 2
3. Komponen 3
: alat yang menghubungkan sistem napas dengan pasien, yaitu sungkup muka (face mask), pipa endotrakhea (endotracheal tube).
Semua komponen mesin anestesi harus tersedia tanpa memperhatikan teknik anestesi yang akan dipakai sebagai persiapan untuk kemungkinan pemakaian anestesi umum, selain itu sumber oksigen dan.peralatan bantu ventilasi (self-inflating bag seperti Ambu Bag) harus tersedia untuk semua prosedur anestesi.
14
D. Persiapan Obat 1. PREMEDIKASI Obat-obat yang digunakan sebagai premedikasi yaitu golongan3: a. Sedativa b. Analgesik narkotika c. Tranquilizer d. Anti kolinergik Midazolam4 Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin. Yang digunakan sebagai anestetik ialah diazepam, lorazepam, dan midazolam. Dengan dosis induksi anesthesia, kelompok obat ini menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia retrograd, tetapi tidak berefek analgesik. Efek pada SSP ini dapat diatasi dengan Flumazenil. Peggunaan : premedikasi, sedasi sadar, obat induksi, suplementasi anesthesia. Dosis : Premedikasi :
IM 2.5 10mg (0.05-0.2mg/kgBB) Per Oral 20-40mg (0.5-0.75mg/kg).Gunakan larutan injektat potensi
tinggi (5mg/ml). encerkan dalam 3-5ml sari apel atau minuman cola bersendawa. Atropin 0.03mg/kg PO dapat ditambahkan untuk mengurangi sekresi.
Intranasal
0.2-0.3mg/kg.
gunakan
larutan
injektat
potensi-tinggi
(5mg/ml).
Sedasi sadar :
diinginkan (contohnya, awitan bicara tidak jelas). Pernapasan dan fungsi jantung harus di monitor secara kontinu. Induksi :
IV, 0.05-0.35mg/kg
15
Infus, 0.25g/kg/menit
Antikonvulsan :
Farmakologi Benzodiasepin aksi-pendek ini memiliki sifat ansiansietas, sedatif, amnesik, antikonvulsan, dan relaksan otot skeletal. Transmisi neuromuskuler tidak dipengaruhi tidak dipengaruhi, dan aksi obat-
obatan nondepolarisasi tidak berubah. Memiliki sifat larut dalam air sehingga mempermudah pencampuran intravena, dan
sifat lipofilik yang memperkecil iritasi venosa. Efek sedasi midazolam timbul lebih cepat dibanding diazepam. Mula kerja
midazolam juga lebih cepat, dan potensinya lebih besar dengan metabolit yang aktif sehingga midazolam lebih disukai untuk induksi dan mempertahankan amnesia. Farmakodinamik Midazolam menekan ventilasi dan mengurangi tahanan vaskular perifer dan tekanan darah.
Midazolan mempunyai khasiat sedasi dan anti cemas yang bekerja pada sistem
limbik dan pada ARAS serta bisa menimbulkan amnesia anterograd. Pada dosis kecil bersifat sedatif, sedangkan dosis tinggi sebagai hipnotik. Pada dosis kecil yang diberikan secara IV, menimbulkan depresi ringan yang tidak serius. Bila dikombinasikan dengan narkotik menimbulkan depresi napas yang lebih berat. Pada dosis kecil, pengaruhnya kecil sekali pada kontraksi maupun denyut jantung, akan tetapi pada dosis besar menimbulkan hipotensi yang disebabkan oleh efek dilatasi pembuluh darah. Farmakokinetik Aksi Awitan : IV (30 detik 1 menit), IM (15 menit).
16
Efek Puncak
: IV (3-5 menit), IM (15-30 menit), Per Oral (30 menit), Intranasal (10 menit),
Lama Aksi
sedatif, anestetik volatil; efeknya diantagonis oleh Flumazenil Kardiovaskular : Takikardi, episode vasovagal, kompleks ventrikuler premature, hipotensi.
Pulmoner
: Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi. : Euforia, delirium bangkitan, bangkitan yang diperpanjang, gerakan tonik-klonik, agitasi,hiperaktivitas.
SSP
Gastrointestinal : Salivasi, muntah, rasa asam. Dermatologik : Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan
Fentanyl4 Fentanyl merupakan analgetik golongan opioid dengan lama kerja sedang ( 30 menit), yang menimbulkan efek analgesia anestesia yang lebih kuat dengan depresi napas yang lebih ringan. Dosis : Analgesia
Induksi
Bolus IV, 5-40g/kg atau Infus 0.25-0.2g/kg/menit selama 20 menit. Dosis dititrasi sesuai
dengan respon pasien. Untuk menghindari kekakuan dinding dada berikan relaksan otot secara serentak dengan dosis induksi Anestetik tunggal
17
Eliminasi Farmakologi
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanyl 75-125 kali lebih poten disbanding morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanyl dibanding morfin. Depresi dan ventilasi tergantung pada dosis dan dapat berlangsung lama disbanding analgesia. Stabilitas kardiovaskular dipertahankan walaupun dalam dosis besar saat digunakan sebagai anestetik tunggal. Farmakodinamik menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolisme otak, dan tekanan intracranial. Fentanyl (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik local pada blok saraf tepi.
Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anestetik local yang lemah (dosis yang tinggi menekan hantaran saraf) dan efeknya terhadap reseptor opiat pada terminal saraf tepi) Farmakokinetik
Aksi awitan
10 menit). Efek Puncak Lama Aksi : IV (5-15 menit), IM (1-2 jam),epidural / spinal (<30 menit). : IV (30-60 menit), IM (1-2 jam), Epidural/spinal (1-2
jam) Efek Samping Kardiovaskular : Hipotensi, bradikardia Pulmoner SSP : Depresi pernapasan, apnea : pusing, penglihatan kabur, kejang : mual, emesis, pengosongan lambung tertunda, spasme traktus biliaris.
Gastrointestinal
Mata
Muskuloskeletal
18
Pethidine5 Farmakologik Merupakan zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan morfin, tapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati sama. Perbedaan dengan morfin : Pethidine lebih larut dalam lemakdibandingkan dengan morfin yang lebih larut Pethidine bersifat seperti atropine, menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan Pethidine cukup efektif untuk menghilangkan pasca bedah (yang tak ada dalam air pandangan, dan takikardia hubungannya dengan hipotermia) dengan dosis 20 25 mg IV pada dewasa. Morfin tidak.
Farmakodinamik : Menimbulkan efek analgesia 10 kali lebih besar dibandingkan morfin. Dapat menimbulkan depresi nafas dengan menurunkan kepekaan pusat nafas
terhadap CO2, dan mempengaruhi pusat yang mengatur irama nafas dalam pons. Pethidine terutama menurunkan tidal volume, tapi tidak mempengaruhi frekuensi nafas.
miokard, dan tidak mengubah gambaran EKG. (farmako UI) Farmakokinetik : Metabolisme di hati, masa paruh + 3 jam. Masa kerja lebih pendek dibandingkan morfin. Dosis pethidine IM 1 2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat diulang tiap 3 4 jam. IV 0,2 0,5 mg/kgBB. 2. INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA
a. Induksi Anestesia1
Induksi anesthesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan melalui : Intravena Inhalasi Intramuscular
19
Rektal
Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai. Sebelum memulai induksi anestesia selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik.1 Obat anestesi intravena untuk induksi, antara lain1 : Tiopental Propofol Ketamin Opioid
diinginkan (contonya awitan dari bicara yang tidak jelas). Fungis napas dan jantung harus dipantau terus-menerus. Induksi
Pemeliharaan
dengan D5W hingga konsentrasi 2 mg/ml atau lebih tinggi. Buang setelah digunakan atau dalam 6 jam setelah ampul atau vial dibuka. Antiemetik
Farmakologi
IV (10mg).
Eliminasi : Hati, ekstrahepatik (paru) Secara kimiawi propofol tidak ada hubungannya dengan anestetik IV lain. Zat
yang berupa minyak pada suhu kamar ini tersedia sebagai emulsi 1%. Propofol IV 1.52.5mg/kgBB menimbulkan induksi anestesi secepat thiopental, tetapi dengan pemulihan yang lebih cepat dan pasien segera merasa lebih baik disbanding setelah penggunaan anestetik lain.
20
Nyeri kadang terasa ditempat suntikan tetapi jarang disertai phlebitis atau Anestesia kemudian diperpanjang dengan menggunakan infus propofol
trombosis. dikombinasi dengan opiat, N2O, dan / atau anestetik inhalasi lainnya. Farmakodinamik Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 30% tetapi efek ini lebih disebabkan oleh vasodilatasi perifer ketimbang penurunan curah jantung. Tekanan darah sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemia otot jantung, tetapi terjadi
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak bewarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1% (1ml = 10mg). Suntikan intravena menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2mg/kg intravena. Farmakokinetik
: dalam 40 detik : 1 menit : 5-10 menit anestetik volatile, ekstraksi pulmoner berkurang dan kadar plasma meningkat (hingga 50%) dengan pemberian bersama alfentanil, fentanil, halotan (konsentrtat >1.5%); nyeri dapat terjadi pada suntikan ke dalam vena kecil; mempotensiasi blokade neuromuskuler dari relaksan otot nondepolariasi (contoh : atracurium).
Interaksi /Toksisitas : mempotensi efek depresi SSP dan sirkulasi dari narkotik sedatif,
Efek Samping
Kardiovaskular : Hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. : : Depresi Sakit pernapasan, pusing, apnea, cegukan, bronkospasme, gerakan
Pulmoner SSP
Gastrointestinal : Mual, muntah, kram abdomen. Lokal Alergik Lain : Rasa terbakar, tersengat, nyeri pada tempat suntikan. : Eritema, Urtikaria, Pruritus. : Demam, disinhibisi, ilusi seksual.
21
Kontra Indikasi Pada pasien dengan alergi terhadap telur atau minyak kedelai.
b. Rumatan Anestesia1
Rumatan anestesia (maintanace) dapat dilakukan secara : Intravena (Anestesia total intravena) Inhalasi Campuran intravena dan inhalasi. Rumatan anesthesia biasanya mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri, dan relaksasi otot lurik yang cukup. Anestesi inhalasi yang umum digunakan ialah N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, dan Sevofluran. Obat-obat lain seperti eter, kloroform, etil-klorida, triklor-etilen, dan metoksifluran ditinggalkan karena memiliki efek yang tidak dikehendaki. Isoflurane3,4 Dosis Rumatan : 2 4 vol % Farmakologi :
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter . Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi hingga 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.
Farmakodinamik Pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal Isofluran dengan konsentrasi > 1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsive jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan. Farmakokinetik Waktu awitan : 7-10 menit Durasi Metabolisme Ekskresi : tergantung konsentrasi darah saat dihentikan : Hepar minimal (< 0.2%) : Ekshalasi gas
22
Efek samping
hari
: aritmia, hipotensi, depresi miokard, takikardi : perubahan mood dan kognitif selama beberapa
Endokrin & metabolik : penurunana kolesterol, hiperglikemia, hiperkalemia Gastrointestinal Hematologic Hepar Renal Respiratory : Ileus, mual, dan muntah : Leukositosis : disfungsi hepar dan hepatitis (jarang) : penurunan BUN, kreatitinin meningkat : depresi napas, laringospasme akibat iritasi
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap isoflurane. N2O (Gas gelak, laughing gas, nitorous oxide)3,4 Tujuan : sedasi ,analgesi, dan amnesia. Dosis : Dewasa 25-50% N2O dengan oksigen. Untuk anestesi umum 40%-70% melalui ETT atau sungkup muka. Farmakologi Dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tidak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1.5 kali berat udara.
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25% Bersifat anestetik lemah tetapi analgesianya kuat.
Farmakodinamik
N2O menginhibisi aksi potensil system saraf pusat secara parsial. N2O juga dapat
meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intracranial seta menurunkan aliran darah hepar dan ginjal.
Pada akhir anestesi N2O dihentikan, maka N2O akan cepat mengisi alveoli
sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi maka diberikan O2 selama 5-10 menit. Farmakokinetik
23
Efek samping
Kardiovascular : Hipotensi Sistem saraf pusat : sakit kepala, pusing, bingung, eksitasi system saraf pusat
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap N2O Emboli udara Pneumothoraks Iobstruksi intestinal Graft membrane timpani Hipertensi pulmonal
24
Intermediate-Acting
Atracurium,
Cis-atracurium,
Vecuronium,
dan
Rocuronium
Long-Acting
Golongan non-depolarisasi merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga tidak menembus sawar darah otak dan plasenta. Atracurium4 Tujuan Merelaksasi otot selama pembedahan Menghilangkan spasme laring dan efek jalan nafas selama anestesi yang
memudahkan nafas kendali selama anestesi. Dosis Intubasi Maintanance Infus : IV (0.3 0.5mg/kg) : IV (0.1-0.2mg/kg) (10-50% dari dosis intubasi). : 2-15g/kg/menit
Prapengobatan : IV (10% dari dosis intubasi) diberikan 3-5 menit sebelum dosis
relaksan depolarisasi/nondepolarisasi.
(0.2mg/ml); 50mg dalam 100ml larutan D5W atau NS (0.5mg/ml). Farmakologi Metabolit primernya adalah laudanosis, suatu stimulan otak yang terutama diekskresikan di urin. Farmakodinamik Berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng akhir motorik Menyebabkan terjadinya pelepasan histamin, penurunan tekanan arteri, dan
25
Metabolisme
: eliminasi dengan hidrolisis ester dan hofmann (proses nonbiologis). Hoffman Dapat terjadi penumpukan (akumulasi pada pemberian berulang) dan akticasi SSP dari hasil eliminasi
Eliminasi : plasma, hati, dan ginjal. Efek samping Kardiovaskular : hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi sinus Pulmoner : hipoventilasi, apnea, bronkospasme, laringospasme,
dispnea. Musculoskeletal Dermatologik : Blok yang tidak adekuat, blok yang lama. : Ruam, urtikaria
Pemeliharaan
Infus
5 15 mcg/kgBB/menit, pengenceran untuk infus 200 mg dalam 100 mL D5W, NS, atau RL Prapengobatan
26
Rokuronium berkompetisi into reseptor kolinergik pada lempeng akhiran motorik. Dengan dosis yang meningkat, awitan waktu berkurang dan lama waktu diperpanjang. Tidak ada perubahan yang bermakna dalam parameter hemodinamik. Farmakodinamik : Awitan aksi Efek puncak Lama aksi Efek samping : : 45 90 detik : 1 3 menit : 15 150 menit (tergantung dosis)
: takikardia, aritmia : hipoventilasi, apnoe, bronkospasme, hipertensi pulmoner : blok yang tidak adekuat, blok yang diperpanjang
4. REVERSE Prostigimin (Neostigmine)4 Penggunaan : Reversi dari relaksan otot depolarisasi, pengobatan miastenia gravis, ileus, dan retensi urin pasca bedah, pengobatan tambahan takikardi sinus atau supraventrikuler. Dosis : Reversi IV lambat, 0.05mg/kg (dosis maksimum 5mg) Eliminasi : Hati, esterase plasma Farmakodinamik Menghambat hidrolisis asetilkolin melalui kompetisi dengan asetilkolin untuk perlekatan dengan asetilkolinesterase dan menimbulkan akumulasi asetilkolin yang mempermudah transmisi impuls melintasi sambungan neuromuskuler.
(salivasi, bradikardi) dapat dicegah melalui penggunaan bersama atropin atau glikopirolat. Farmakokinetik
27
Efek samping
Kardiovaskular
: aritmia, hipotensi, takikardia, AV blok, henti jantung, sinkop, kemerahan, ritme nodal. : kejang, disatria, disponia, hilang kesadaran, gelisah, sakit
kepala.
Dermatologis
: kulit kemerahan, thrombophlebitis (I.V.), urtikaria. : Hiperperistalsis, mual, muntah, hipersalivasi, kram perut, disfagia, flatulensi.
Gastrointestinal
Genitourinari
: urgensi.
Neuromuscular : kelemahan, fasikulasi, kram otot, spasme, artralgia. Ocular : pupil miosis, lakrimasi : sekresi bronchial menignkat, laringospasme, bronkokonstriksi, depresi napas, bronkospasme. : alergi, anafilaksis
Respiratory Lain-lain
Sulfas Atropine4 Tujuan : Pengobatan bradikardia sinus, vagolitik (premedikasi), reverse dari blokade neuromuskuler (blokade efek muskarinik antikolinesterase), terapi tambahan untuk bronkospasme dan tukak lambung. Dosis : Bradikardi sinus:
Dewasa, IV/IM/SK (0.5-1mg, ulangi setiap 3-5 menit sesuai indikasi; dosis
maksimum 40g/kg)
28
IV (0.015mg/kg) dengan antikolinesterase neostigmin (IV, 0.05mg/kg). Farmakokinetik Awitan Aksi : 45-60 detik (IV)
Waktu puncak : 2 menit (IV) Lama Aksi : blokade vagal 1-2 jam
Eliminasi : Hati dan ginjal. Farmakologi Atropin kompetisi mengantagonis aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik. Meruapakan suatu amin tersier sehingga mampu melewati sawar darah otak Menurunkan sekresi saliva, bronkus, lambung dan merelaksasi otot polos bronkus. Menekan tonus dan motilitas gastrointestinal, sfingter esophagus bagian bawah,
Farmakodinamik
dan menaikkan tekanan intraokuler (karena dilatasi pupil). Dosis yang besar dapat meningkatkan suhu tubuh dengan mencegah sekresi
keringat. Blokade vagus perifer dari sinus dan nodus AV meningkatkan nadi. Penurunan sementara dari nadi pada dosis yang kecil (0.5 mg pada orang dewasa)
disebabkan oleh efek agonis kolinergik muskarinik perifer yang lemah. Pada dosis yang tinggi merangsang dan kemudian depresi medulla dan pusat otak
yang lebih tinggi. Farmakokinetik Aksi Awitan : IV (45-60 detik), Intratekal (10-20 detik), IM (5-40 menit), PO (30menit 2jam), inhalasi (3-5 menit).
Lama aksi
Efek puncak
29
Efek samping Kardiovaskular : takikardia (dosis tinggi), bradikardia (dosis rendah), palpitasi Pulmoner SSP : depresi pernapasan : kebingungan, halusinasi, kegugupan
Gastrointestinal : refluks gastroesofagus Mata Dermatologik Lain : midriasis, penglihatan kabur, peningkatan tekanan intraokuler. : urtikaria : keringat berkurang, reaksi alergi
Kontraindikasi : Glaukoma
5. ANTI-EMETIK
Metoclopramide4 Penggunaan ; Merangsang pengosongan lambung, anti-emetik, pengobatan refluks gastroesofagus, dan gastroparesis diabetikum Farmakologi Merupakan suatu derivat dari prokainamide. Metoklopramide merangsang traktus gastrointestinal bagian atas dan meningkatkan tonus sfingter esofagus sebesar 10 20 cmH2O. Sekresi asam lambung tidak berubah. Obat ini mensensitisasi otot polos gastrointestinal terhadap efek asetilkolin dan dapat menyebabkan pelepasan asetilkolin dari ujung saraf kolinergik. Efek antiemetik dari antagonis reseptor dopamine sentral dan perifer dan inhibisi dari muntah yang diperantarai CTZ. Metoklopramide menghasilkan sedasi minimal dan jarang menghasilkan reaksi ekstrapiramidal. Dosis : IV/IM 10 mg (berikan suntikan IV dalam 1 2 menit) PO, 10 mg 30 menit sebelum makan dan waktu akan tidur Farmakokinetik Awitan aksi Efek puncak : IV 1 3 menit, IM 10 15 menit, PO 30 60 menit : IV/IM < 1 jam, PO 1 2 jam
30
Efek samping : Kardiovaskular : hipertensi, hipotensi, aritmia SSP : mengantuk, reaksi ekstrapiramidal, insomnia, ansietas
E. Intubasi Endotrakhea Intubasi endotrakhea ialah tindakan memasukkan pipa trachea ke dalam trachea melaui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira di pertengahan trachea antara pita suara dan bifurkasio trakhea.1 Indikasi1 :
Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun; kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan secret jalan napas, dan lain-lainnya. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi (misalnya pada saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang). Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara jantung dan paru. Laryngoscope (pilih bilah atau blade yang sesuai dengan pasien) dan lampu harus cukup terang.
T = Tube
Pipa Trakea. Biasanya dibuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang sekali pakai dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakea. Untuk operasi tertentu, misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa tertekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit adalah trakea dimana fungsi balon untuk mencegah kebocoran jalan napas. Pilih pipa yang sesuai dengan usia. Usia < 5tahun tanpa balon (cuff) dan > 5tahun dengan balon (cuff). Pada orang dewasa, digunakan pipa endotrakeal dengan diameter internal yang besar untuk mengurangi resistensi pernapasan. Diameter internal pipa untuk laki-laki
31
dewasa biasanya berkisar 8,0 - 9,0 mm dan wanita 7,5 - 8,5 mm. Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 - 23 cm.
A = Airway
Pipa mulut-faring (guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (nasotracheal airway) untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar dan menahan lidah agar tidak menyumbat jalan nafas.
T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I = Introducer
Mandrin atau Stilet dari kawat dibungkus plastik yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C = connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.
S = Suction
Penyedot lendir, ludah, dan lain-lainnya. Kesulitan Intubasi1 : Leher pendek berotot Mandibula menonjol Maksila/ gigi depan menonjol Uvula tidak terlihat (mallampati 3 atau 4) Gerak sendi tempo-mandibular terbatas Gerak vertebra servikalis terbatas.
Komplikasi intubasi1:
Selama intubasi
trauma gigi-geligi laserasi bibir, gusi, laring merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi)
32
Setelah ekstubasi
spasme laring aspirasi gangguan fonasi edema glottis-subglotis infeksi laring, faring, trakea.
untuk tindakan operasi yang lama (> 1 jam) kraniotomi torakotomi laparotomi operasi dengan posisi khusus, misalnya posisi miring pada operasi ginjal
Kontraindikasi : bila pasien mempunyai kontraindikasi terhadap obat yang digunakan Tatalaksana3 :
33
1. pasien telah dipersiapkan sesuai dengan pedoman 2. pasang alat pantau yang diperlukan 3. siapkan alat-alat dan obat resusitasi 4. siapkan mesin anestesia dengan sistem sirkuitnya dan gas anestesi yang digunakan 5. induksi dengan obat intravena 6. berikan obat pelumpuh otot intravena untuk fasilitas intubasi 7. berikan nafas buatan melalui sungkup muka dengan oksigen 100% mempergunakan fasilitas mesin anestesi, sampai fasikulasi hilang dan otot rahang relaksasi 8. lakukan laringoskopi dan pasang ETT 9. fiksasi ETT dan hubungkan dengan sirkuit mesin anestesi 10. berikan salah satu kombinasi obat inhalasi 11. kendalikan nafas pasien secara manual atau mekanik dengan volume dan frekuensi nafas yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. 12. Pantau tanda vital secara kontinyu dan periksa analisis gas darah bila ada indikasi 13. Apabila operasi sudah selesai, hentikan aliran gas/obat anestesia inhlasi dan berikan oksigen 100% (4 8 L/menit) selama 2 5 menit 14. Berikan neostigmin dan atropin 15. Ekstubasi ETT dilakukan jika pasien sudah bernafas spontan dan adekuat, serta jalan nafas (mulut, hidung, dan ETT) sudah bersih
34
35
Keperluan untuk mengontrol ventilasi untuk mencegah hiperkapnea Keperluan untuk mempertahankan tekanan puncak inspiratorik yang tinggi karena pengisian peritoneum dengan gas CO2 Keperluan untuk kelumpuhan otot selama operasi untuk menurunkan tekanan insuflasi Memberikan ventilasi yang lebih baik Mencegah gerakan pasien yang tidak diharapkan
II. Obat-obatan Yang Diberikan Untuk premedikasi, diberikan : 1. Midazolam Dosis yang diperlukan : 0,05 0,1 mg x 51 kg = 2,55 5,1 mg Sediaan Midazolam 5 mg/mL, 1 ampul berisi 3 mL. Dosis yang digunakan pada pasien ini 2,5 mg, diberikan melalui IV line. Tujuan pemberian Midazolan ialah untuk menenangkan pasien sebelum operasi dan juga memberikan efek amnesia yang lebih baik daripada golongan benzodiazepine yang lain. Selain itu, waktu awitan dari obat ini cepat yaitu 2-3 menit, dan memiliki durasi yang pendek sekitar 1 jam sehingga cocok untuk pasien dengan tindakan operasi yang singkat.4 2. Pethidine Dosis yang diperlukan : 0,2 0,5 mg x 51 kg = 10,2 25,2 mg Sediaan Pethidine Dosis yang digunakan pada pasien ini 60 mg, diberikan melalui IV line dengan tujuan memberikan rasa nyaman dengan memberikan efek analgetik. Dipilih Pethidine karena tidak mempengaruhi system kardiovaskular, tidak menghambat kontraksi miokard, dan tidak mengubah gambaran EKG, sehingga cocok dengan pasien ini yang memiliki kelainan pada EKGnya.5 Untuk induksi, diberikan : 1. Propofol Dosis yang diperlukan : 2 2,5 mg x 51 kg = 102 127,5 mg Sediaan Propofol 10 mg/mL, 1 vial berisi 20 mL. Dosis yang digunakan 100 mg, dengan efek sedatif dan menimbulkan anesthesia, dengan pemulihan yang cepat, dan pasien segera merasa lebih baik. Propofol menurunkan arteri sistemik kira-kira 30% tetapi efek ini lebih disebabkan oleh vasodilatasi perifer ketimbang penurunan curah jantung. Tekanan darah sistemik kembali normal dengan intubasi trakhea. Propofol tidak menimbulkan aritmia maupun iskemia otot jantung, tetapi terjadi sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Efek propofol terhadap pernafasan sama dengan efek
36
thiopental sesudah pemberian IV yakni terjadi depresi nafas sampai apnea selama 30 detik. Hal ini diperkuat bila digunakan opioid sebagai medikasi pra anastetik.3 Untuk pelemas otot, digunakan :
1. Rokuronium
Dosis yang diperlukan : 0,6 1 mg x 51 kg = 36 51 mg Sediaan Rokuronium 10 mg/mL, 1 ampul berisi 5 mL. Dosis yang digunakan 35 mg, karena untuk intubasi dibutuhkan relaksasi otot. Rokuronium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi intermediate acting, dengan onset 2-3 menit dan durasinya bekisar 30 60 menit. Pemilihan Rokuronium didasarkan pada efek samping pada kardiovaskular sangat sedikit dibandingkan dengan atracurium, sehingga baik untuk digunakan pada pasien yang menderita penyakit jantung.6 Sebagai maintenance, digunakan gas anestesi inhalasi, berupa :
1. Isoflurane
Efek pada kardiovaskular isoflurane paling ringan dibandingkan obat anestesi inhalasi yang lain. Tekanan darah dan denyut nadi relative stabil selama anestesi. Dengan demikian, merupakan obat pilihan untuk anesthesia pasien yang menderita kelainan kardiovaskular.3
2. N2O
N2O merupakan analgesik kuat dan anestetik lemah yang digunakan dalam kombinasi dengan anestetik lain. Kelarutan N2O sangat rendah sehingga keadaan terjaga dan eliminasi lebih cepat. Pemberian gas pertama yang diabsorpsi dengan cepat pada konsentrasi tinggi akan mempermudah kecepatan peningkatan konsentrasi alveolar dari gas kedua yang diberikan secara bersamaan, suatu fenomena yang disebut efek gas-kedua. Efek ini paling menonjol ketika diberikan dengan anestetik volatile. Kombinasi ini terjadi penurunan curah jantung, tahanan vascular sistemik meningkat dan peningkatan tekanan perifer.3,4 3. O2 Obat-obat lain yang digunakan : 1. Dexamethasone Dosis pemberian Dexamethasone sebagai anti inflamasi 0.5-2 mg/kg/hari IV dibagi selama 6-12 jam. Dexamethasone digunakan sebagai anti inflamasi dan agen imunosupresi pada pasien dengan berbagai macam penyakit yaitu alergi, dermatologi, endocrin, hematologi, neoplastik, dan lain-lain.5 Pada pasien ini dengan berat badan 51 kg dapat diberikan dengan dosis 10 mg dikarenakan pasien mengalami kemerahan (flushing) dan tanda-tanda alergi setelah diberikan rokuronium secara intravena.
37
2. Reverse : prostigmin Dosis pemberian Neostigmine sebagai reversal dari non-depolarisasi neuromuscular adalah I.V.: 0.5-2.5 mg; tidak boleh lebih dari 5 mg; diberikan bersama atropine. Pemberian Neostigmine dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi asetilkolin pada neuromuscular junction, serta memberikan efek muskarinik seperti bradikardia, hiperperistaltik, spasme saluran cerna, pembentukan secret jalan nafas dan kelenjar liur, bronkospasme, berkeringat dan miosis.4 3. Atropine Dosis pemberian Atropine sebagai reversal dari non-depolarisasi neuromuscular adalah I.V.: 25-30 mcg/kg sekitar 30-60 detik sebelum Neostigmine diberikan. Pemberian Atropine dapat digunakan pengobatan bradikardia sinus, vagolitik (premedikasi),reverse dari blockade neuromuskuler (blockade efek muskarinik antikolinesterase), terapi tambahan untuk bronkospasme dan tukak lambung yang merupakan efek samping dari pemberian neostigmine sehingga gejala yang tidak diinginkan dapat dihindari.4 III. Kebutuhan Cairan Berat badan Lama puasa : 51 kg : 8 jam : 4 x 10 kg = 40 mL 2 x 10 kg = 20 mL 1 x 31 kg = 31 mL 91 mL/jam Untuk mengganti cairan selama puasa (pasien puasa dari pukul 23.00 tanggal 7 Desember 11 sampai pukul 10.00 Tanggal 8 Desember11) Stress operasi : operasi kecil (4 6 mL/kgBB) = 4 6 mL x 51 kg = 204 306 mL/jam Kebutuhan cairan jam I Kebutuhan cairan jam II Kebutuhan cairan jam III : rumatan + stress operasi + puasa : 91 mL + 204 mL + 500,5 mL = 795,5 mL : rumatan + stress operasi + puasa : 91 mL + 204 mL + 250,25 mL = 545,25 mL : rumatan + stress operasi + puasa = 545,25 mL RL I RL II 500 mL 500 mL = lama puasa x rumatan = 11 jam x 91 mL = 1001 mL
38
500 mL
1. Pada kasus ini, pasien didiagnosis kolesistitis kronik, dan dilakukan pembedahan kolesistektomi per laparoskopi. Dilakukan anestesi umum dengan intubasi nafas terkendali, dengan status fisik ASA II. 2. Selama anestesi dan operasi tidak didapati kendala. 3. Setelah operasi selesai, pasien disadarkan kembali, dan segera dipindahkan ke ruang pulih adar. Berdasarkan criteria penilaian pulih sadar menurut Aldrette, didapatkan penilaian pulih sadar 8, yang mempunyai arti pasien dibolehkan untuk dipindah ke ruang perawatan.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Said A.L, Kartini A.S, M.Ruswan D. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi kedua. Jakarta:
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 2001.
2. Anonym. Mallampati Score. Updated March 10th, 2010. Downloaded December 17th, 2011.
Downloaded from http://www.wiskom.com/images/Mallampati.jpg. 3. Mangku Gde, Tjokorda G.A.S. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta : PT.Indeks. 2010.
4. Sota Omoigui. Buku Saku Obat-obatan Anestesia. Edisi kedua. EGC. 1997. 5. Tim Editor FKUI. Farmakologi dan Terapi; Obat susunan saraf pusat. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007.
6. Morgan GE, Mikhail MS & Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th ed. United States of
America: Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2006.
40