I. Identitas Pasien Nama No. Rekam Medis TTL/umur Jenis Kelamin Alamat Tanggal masuk Pukul : An. LA : 36-08-10 : Denpasar, 15 Januari 2010 : Perempuan : Jl. Seroja Perum Nindya Indah Blok 3/5, Denpasar : 28 Oktober 2010 : 13:23:28
II.
III.
Anamnesa Alloanamnesa dari ibu pasien (6 November 2010) Keluhan Utama : demam Keluhan Tambahan : tidak ada Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSPAD dengan keluhan demam terus-menerus sejak hampir 4 bulan SMRS. Demam timbul tiba-tiba, naik turun tanpa pola yang jelas. Demam tidak disertai menggigil. Demam tidak turun setelah diberi obat penurun panas. Saat hari pertama demam, pasien juga mengalami diare 3 kali sehari, dengan konsistensi cair, warna kuning, sedikit lendir, tanpa darah, dan kemerahan pada daerah anus. Semakin lama diare semakin sering, dan pada hari kedua juga disertai muntah 1 kali, tanpa darah. Pada hari ketiga demam, pasien dibawa ke RSUD Kupang selama 10 hari. Selama hari perawatan, diare membaik karena frekuensi berkurang dan konsistensi mulai kembali seperti biasanya, tapi demam tidak turun ke suhu badan yang normal (selalu lebih dari 38 oC). Ibu pasien menyangkal terdapat kejang, penurunan kesadaran, batuk pilek, sesak nafas, menangis saat buang air kecil, kemerahan pada kulit anggota gerak dan tubuh, serta perdarahan spontan. Setelah itu, pasien dirujuk ke RSAD Udayana, Denpasar, Bali untuk dilakukan perawatan terhadap demamnya, tapi karena tidak ada perbaikan, pasien dirujuk ke RSPAD. Selama perawatan di RSPAD, demam pernah beberapa kali turun sampai ke suhu normal. Pasien juga mengalami batuk berdahak dan pilek 1 hari SMRS, dengan dahak cair, warna bening, tanpa darah, dan tidak berbau. Terdapat penurunan BB pasien dari 10,5 kg menjadi 10 kg. Ibu pasien menyangkal adanya menggigil, sesak dan mengi, keringat malam hari, kejang, perdarahan spontan dan alergi. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga : Anak pertama meninggal pada usia 4,5 tahun karena demam tinggi, yang didiagnosis oleh dokter sebagai Demam Berdarah Dengue. Anak kedua lahir prematur saat usia kehamilan ibu 26 minggu akibat ibu mengalami demam tinggi, yang kemudian setelah 7 jam lahir, anak kedua meninggal. Ayah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap udara dingin. Keluarga ataupun tetangga tidak pernah ada yang menderita TBC. Riwayat Kehamilan : Ibu mengatakan selalu melakukan ANC teratur tiap bulan ke bidan di RSUD Kupang. Selama kehamilan ibu mengaku selalu dalam kondisi yang sehat. Riwayat Kelahiran : Pasien anak keempat, lahir tunggal, spontan, ditolong oleh bidan, cukup bulan. Saat lahir, pasien langsung menangis, dengan BL 3400 gram, dan PL 53 cm. Tidak ada trauma saat lahir maupun kelainan bawaan. Riwayat Perkembangan :
Mengikuti objek dengan mata Bereaksi terhadap suara Tengkurap Mengoceh Mengangkat kepala Berusaha meraih benda Pertumbuhan gigi pertama
Duduk, berdiri, berjalan sendiri : belum bisa Kesan : perkembangan awalnya sesuai dengan anak seusianya, tapi setelah 6 bulan, perkembangan agak terlambat. Riwayat Makanan
Umur 0 2 bulan 2 4 bulan 4 6 bulan 6 8 bulan 8 10 bulan ASI/PASI ASI ASI ASI ASI ASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim -
Kesan : kualitas dan kuantitas pemberian makanan baik, nafsu makan pasien baik. Riwayat Imunisasi
Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis B I 1 bulan 2 bulan 2 bulan 1 hari II 4 bulan 4 bulan 1 bulan III 6 bulan 6 bulan 4 bulan
Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap. Imunisasi campak belum dilakukan karena pasien masih demam.
IV.
Pemeriksaan Fisik Dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2010 dan tanggal 6 November 2010, di bangsal perawatan IKA. Keadaan Umum : tampak sakit ringan M Berdasarkan grafik CDC yang dimodifikasi : Kesadaran : compos mentis BB ideal = 9,8 kg Status Mental : tenang Status Gizi = 10 x 100% = 102,04 % Pernafasan: normal 9,8 Panjang badan : 75 cm = normal Berat badan : 10 kg Tinggi Umur = sesuai dengan usia 13 bulan Tanda tanda Vital : Tekanan darah : tidak diukur Frekuensi Nadi : 84 kali/menit Frekuensi Nafas : 60 kali/menit Suhu : 38,6oC Kepala : normocephal, daerah berambut normal dan tidak mudah dicabut UUB masih terbuka 1 cm x 1 cm, datar Wajah : di pipi kanan dan kiri terdapat bercak keputihan Mata : kelopak mata tidak ada kelainan Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Kornea dan lensa jernih Refleks cahaya +/+, pupil isokor, bulat Telinga : bentuk simetris, sekret tidak ada, membran timpani sulit dinilai Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, sekret +/+ Mulut : mukosa bibir lembab, tidak sianosis, lidah bersih Tenggorokan: Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula di tengah Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening Toraks : normochest, bentuk simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi Paru Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
simetris simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada
simetris simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada
simetris Simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Simetris simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Refleks :
Refleks Fisiologis :
::-
::-
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dilakukan RSAD Udayana Denpasar Laboratorium darah (14 Oktober 2010) Malaria (-) CT-scan Kepala (13 Oktober 2010) Kesan : tidak tampak perdarahan intracerebral maupun infark, tidak tampak massa intracranial. Laboratorium Darah (29 Oktober 2010)
Jenis Pemeriksaan 7 Oktober 2010 Hematologi Darah Rutin Retikulosit LED Hitung Jenis Hasil 29 Oktober 2010 Nilai Rujukan
12 16 g/dL 37 47 % 4.3 6.0 juta/L 4800 10800/ L 150000 400000/ L 0.5 1.5 % 80 96 fL 27 32 pg 32 36 g/dL < 15 mm/1 jam 01% 13% 26% 50 70 % 20 40 %
0.7*
35.6
Limfosit Monosit
7.2 16.6*
0* 16.7*
RDW Imuno Serologi ASTO Kimia Protein Total Albumin Globulin Bilirubin Total Bilirubin Direct Bilirubin Indirect SGPT (ALT) SGOT (AST) Ureum Kreatinin Natrium Kalium Klorida Kalsium Glukosa Sewaktu
< 200 IU/L 6 8.5 g/dL 3.5 5.0 g/dL 2.5 3.5 g/dL < 1.5 mg/dL < 0.3 mg/dL < 1.1 mg/dL < 40 U/L < 35 U/L 20 50 mg/dL 0.5 1.5 mg/dL 135 145 mEq/L 3.5 5.3 mEq/L 97 107 mEq/L 8.5 10.5 mg/dL < 140 mg/dL
27 0.5
Pemeriksaan Mikrobiologi (29 Oktober 2010) Kultur Urin Hitung kuman : 1600 CFU/mL Hasil Pembiakan : Staphylococcus epidermidis Kultur Darah Mikroskopik langsung : Batang Gram negatif Hasil biakan kuman : Alkaligenesis faecalis Uji Kepekaan Kuman Sensitif terhadap Doxycicline, Chloromycetin, Ciprofloxacin, Meropenem, Trimetoprim. Intermediate terhadap Cefotaxime, Cefpiron.
VI.
Resume
Pasien anak perempuan, usia 9 bulan 23 hari, BB 10 kg, rujukan dari RSAD Udayana Denpasar, datang dengan keluhan demam terus-menerus sejak hampir 4 bulan SMRS. Demam timbul tiba-tiba, naik turun tanpa pola yang jelas. Demam tidak disertai menggigil. Saat hari pertama demam, pasien juga mengalami diare tanpa darah. Selama perawatan di RSPAD, demam pernah beberapa kali turun sampai ke suhu normal. Pasien juga mengalami batuk berdahak dan pilek 1 hari SMRS. Kejang, penurunan kesadaran, batuk pilek, sesak nafas, menangis saat buang air kecil, kemerahan pada kulit anggota gerak dan tubuh, serta perdarahan spontan disangkal. Dari riwayat penyakit keluarga, anak pertama meninggal karena demam tinggi, yang didiagnosis oleh dokter sebagai Demam Berdarah Dengue. Anak kedua lahir prematur akibat ibu mengalami demam tinggi, yang kemudian setelah 7 jam lahir, anak kedua meninggal. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan suhu 38,6oC, frekuensi nadi 84 kali/menit, dan frekuensi nafas 60 kali/menit. Pada pipi kanan dan kiri terdapat bercak keputihan. Pada pemeriksaan laboratorium darah, ditemukan anemia, leukositosis, serta RDW meningkat. Dari kultur darah, ditemukan Alkaligenesis faecalis, dan dari kultur urin terakhir tanggal 2 November 2010 ditemukan Nesseria sp dengan jumlah > 100000/mL. Dari pemeriksaan foto toraks ditemukan infiltrat dan penebalan kedua hilus. Pada pemeriksaan radionuklir tiroid, terdapat peningkatan TSH. Pada CT-Scan kepala dan USG abdomen, hasil dalam batas normal. VII. Diagnosis Kerja Prolonged Fever e.c FUO (Fever of Unknown Origin) Delayed development ISK Diagnosis Banding Tidak ada Penatalaksanaan PCT 4 x 3/4 cth p.o Amikacin 2 x 80 mg IV ASI ad libitum Rencana Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, hitung jenis darah, CRP, ASTO, LED, Retikulosit, RDW, elektrolit Pemeriksaan urin, pemeriksaan feses Kultur darah dan urin Tes resistensi antibiotik Pemeriksaan protein, albumin, dan globulin Scoring TB Periksa FT3, FT4, TSH Foto Thorax Prognosis Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam
VIII.
IX.
X.
XI.
Ciprofloxacin,
Torak Kristal Epitel Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba Faringitis akut PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Kotrimoksazol 2 x 1 cth Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
Faringitis Akut PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Kotrimoksazol 2 x 1 cth Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari Puyer batuk 3 x 1 ASI ad libitum Belum BAB 4 hari KU : tampak sakit sedang T : 38oC P : 128 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Cefixim syr 2 x cth Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum KU : tampak sakit sedang T : 38,6oC P : 134 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Cefixim syr 2 x cth Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum Demam, BAK tidak ada keluhan, nafsu makan baik KU : tampak sakit sedang T : 38,6oC P : 140 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Cefixim syr 2 x cth Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum Demam, BAK tidak ada keluhan, nafsu makan baik KU : tampak sakit sedang T : 39,5oC P : 140 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
10
Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum Demam mulai turun KU : tampak sakit sedang T : 38oC P : 126 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum Demam KU : tampak sakit sedang T : 38oC P : 120 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum Demam turun KU : tampak sakit sedang T : 37,1oC P : 140 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum Sudah tidak demam
11
KU : tampak sakit sedang T : 37,2oC P : 120 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum KU : tampak sakit sedang T : 37,4oC P : 124 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum KU : tampak sakit sedang T : 37oC P : 110 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari
RR : 36 x/menit
12
Infeksi (contoh : abses, endokarditis, tuberkulosis, dan komplikasi ISK) Neoplasma (contoh : limfoma, leukemia)
13
Penyakit jaringan ikat (contoh : artritis temporal, polimialgia rheumatika, sistemik lupus eritematosus, dan arthritis rheumatoid) Lain-lain : kondisi granulomatosis Kondisi yang tak terdiagnosis 2. Defisiensi imun Imunodefisiensi dapat ditemukan pada pasien yang mendapat kemoterapi atau keganasan darah. Demam ditemukan bersamaan dengan neutropenia (neutrofil <500/uL). Keterbatasan sistem imun dapat menyebabkan hal yang berbahaya, salah satunya adalah infeksi. 3. Penyakit yang berhubungan dengan HIV Pasien yang terinfeksi HIV merupakan bagian dari FUO dengan imunodefisiensi. Fase primer menunjukkan demam yang tampak seperti mononukleosis. Pada fase lanjut, demam merupakan hasil akhir dari infeksi tahap lanjut. FUO yang berakhir lebih dari 6 bulan, jarang terjadi pada anak dan akan memberi kesan penyakit granulomatosis atau autoimun.1 Patogenesis Demam2 Demam ditimbulkan oleh suatu senyawa tertentu yang dinamakan pirogen, yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu, yang dapat menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (IL-1, IL-1, IL-6), Tumor Nekrosis Faktor (TNF-, TNF- ) dan interferon. Pirogen endogen secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk sistem sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus. Di dalam pusat pengemdalian suhu tubuh, pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain sintesis prostaglandin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya sehingga suhu tubuh meningkat dan terjadi demam. Pendekatan Diagnostik2 Secara klasik, beberapa pedoman penting dalam menghadapi demam berkepanjangan pada anak, yaitu : 1. pada umumnya, anak yang menderita demam tanpa kausa jelas tidak menderita penyakit yang jarang terjadi, tetapi penyakit yang biasa dijumpai yang mempunyai manifestasi klinik yang atipik (tidak khas dan tidak lazim) 2. penyakit infeksi dan penyakit vaskular kolagen (bukan neoplasma) merupakan penyebab terbanyak demam tanpa kausa jelas pada anak 3. anak dengan demam tanpa kausa jelas mempunyai prognosis lebih baik daripada dewasa 4. pada anak dengan demam tanpa kausa yang jelas, observasi pasien terus-menerus serta pengulangan anamnesis dan pemeriksaan fisis seringkali bermanfaat 5. adanya demam harus dibuktikan dengan pengukuran suhu pada rawat inap di rumah sakit 6. perlu difikirkan kemungkinan demam yang disebabkan oleh obat
14
Anamnesis2 1. Umur Anak di bawah 6 tahun, sering menderita ISK, infeksi lokal, dan juvenile rheumatoid arthritis. Sedangkan anak yang lebih besar, sering menderita tuberkulosis, radang usus besar, penyakit autoimun, dan keganasan. 2. Karakteristik Demam Pola demam dapat membantu diagnosis. Demam intermiten dapat terjadi pada infeksi piogenik, tuberkulosis, limfoma, dan JRA, sedangkan demam yang terus-menerus dapat terjadi pada demam tifoid. Demam yang relaps terjadi pada malaria, rat-bite fever, dan keganasan. Demam yang rekurens lebih dari satu tahun mengarah pada kelainan metabolik, SSP, atau kelainan pada pusat pengatur temperature dan defisiensi imun. 3. Data epidemiologi Riwayat kontak dengan binatang, riwayat bepergian ke suatu daerah endemis, latar belakang genetik pasien perlu diketahui, serta terpaparnya pasien dengan obat. Pemeriksaan Fisik2 Dilakukan pemeriksaan fisik lengkap, dan kadang diperlukan pemeriksaan khusus pada bagian tubuh tertentu. Pemeriksaan fisik dilakukan tidak hanya pada hari pertama, tetapi dilakukan berulang sampai diagnosis ditegakkan. Pemeriksaan Penunjang3
Tahap I Foto toraks Darah perifer lengkap, hitung jenis, dan morfologi Hapusan darah tebal LED atau CRP Urinalisis Pemeriksaan mikroskopik apusan darah, urin Biakan darah, urin, feses, dan hapusan tenggorok Uji tuberkulin Uji fungsi hati Pemeriksaan uji serologic terhadap : salmonella, mononucleosis, CMV, histoplasma USG abdomen, CT-scan kepala Aspirasi sumsum tulang Pielografi intravena Foto sinus paranasal Antinuclear antibody Barium enema Limfangiogram Biosi hati
Tahap II
toksoplasma,
leptospira,
Tahap III
Keterangan tambahan1 : Urinalisis : menghilangkan diagnosis ISK dan tumor dari traktus urinarius Kultur
Kultur sputum dan feses dapat membantu keberadaan penyakit paru maupun
gastrointestinal
15
Kultur untuk bakteri, mikobakteria, dan jamur pada jaringan dan cairan steril; seperti dari cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan peritoneal, hepar, sumsum tulang, dan nodus limfe. Serologi
Merupakan tes yang paling membantu jika sampel menunjukkan hasil yang signifikan,
seperti adanya antibodi spesifik terhadap mikroorganisme infeksi. Contoh penyakit yang dapat ditegakkan dari pemeriksaan serologi adalah Brucellosis, infeksi CMV, infeksi mononucleosis EBV, infeksi HIV, amebiasis, toxoplasmosis, dan klamidia. Kadar serum ferritin berguna untuk kasus FUO akibat keganasan, dan SLE.
Pemeriksaan titer antibodi antinuklear (ANA), faktor rheumatologi, kadar tiroksin, dan
LED karena sangat membantu dalam mendiagnosis kondisi tertentu yaitu lupus, RA, tiroiditis, hipertiroidisme. Diagnosis Banding1,3 1. Infeksi bakteri a. ISK b. Sepsis c. Enteric fever d. Tuberkulosis 2. Infeksi Virus a. Cytomegalovirus b. Virus hepatitis 3. Infeksi Parasit a. Malaria b. Toxoplasmosis 4. Penyakit kolagen a. Juvenile rheumatoid arthritis b. Systemic lupus erythematosus 5. Neoplasma a. Hodgkins disease b. Leukimia limfoblastik akut 6. Penyakit lain a. Demam obat b. Tirotoksikosis c. Hypothalamic central fever
Delayed Development
Penyimpangan tumbuh kembang anak adalah keadaan proses pertumbuhan dan perkembangan yang tidak wajar atau terganggu/terhambat, bisa terjadi pada tahap intrauterin, kelahiran, dan pasca lahir.5 Dikatakan terdapat penyimpangan perkembangan apabila kemampuan anak tidak sesuai dengan tolok ukur (milestones) anak normal.5 Berikut adalah tabel tahap perkembangan anak usia 1 tahun pertama :
16
Terlambatnya perkembangan pada anak dibawah usia 6 tahun seringkali merupakan gejala awal dari retardasi mental. Perkembangan anak dinyatakan terlambat apabila pada skrining terdapat keterlambatan pada salah satu atau beberapa dari aspek perkembangan (motorik kasar, motorik halus, berbicara, dan perilaku sosial).5 Penyimpangan perkembangan anak5 : 1. Penilaian perkembangan anak meliputi identifikasi dini masalah-masalah perkembangan anak dengan :
screening (skrining/penapisan/penjaringan) surveillance ukuran standar atau non-standar, yang juga digabungkan dengan informasi tentang perkembangan sosial, riwayat keluarga, riwayat medik dan hasil pemeriksaan mediknya
17
2. Tolok ukur perkembangan meliputi motorik kasar, halus, berbahasa, perilaku sosial
dipakai dalam skrining pada Denver Developmental Screening Test (DDST) dan Denver II 3. Sedangkan untuk IQ (Intelligence Qotient, SQ (Social Qotient), dan EQ (Emotional Qotient) yang dilakukan oleh para psikolog diperlukan untuk menetapkan batas-batas kemampuan kurang normal, atau berbakat Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak6 1. Faktor internal a. Ras/etnik atau bangsa b. Keluarga c. Umur d. Jenis Kelamin e. Genetik f. Kelainan kromosom 2. Faktor eksternal a. Faktor prenatal Gizi ibu saat hamil mempengaruhi pertumbuhan janin Mekanis : posisi fetus yang abnormal dapat menyebabkan kelainan congenital Toksin/zat kimia : beberapa dapat menyebabkan kelainan congenital Endokrin Radiasi : paparan radium dan sinar rontgen dapat menyebabkan kelainan pada janin Infeksi Kelainan imunologi Anoksia embrio akibat disfungsi plasenta Psikologi ibu b. Faktor Persalinan Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, dan asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak c. Faktor pascapersalinan Gizi Penyakit kronik Lingkungan fisik dan kimia Psikologis Endokrin, misalnya pada hipotiroid akan mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan Sosio-ekonomi Lingkungan pengasuhan Stimulasi Obat-obatan Aspek Perkembangan Yang Dipantau6 1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar, seperti duduk, berdiri, dsb.
18
2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian kecil tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menulis, dsb. 3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah, dsb. 4. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak, berpisah dengan ibu/pengasuh, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Gejala Klinik5,6 Kemampuan anak yang tidak sesuai dengan milestone/tahap umurnya Cara pemeriksaan5 1. Anamnesis Prenatal dan perinatal, penyakit-penyakit ibu, infeksi yang pernah diderita. Retardasi mental, kesukaran belajar, pertumbuhan, status gizi, masalah-masalah sosial. Penyakit-penyakit bawaan (jantung, CNS, ginjal), kejang-kejang, adanya kemunduran perkembangan. Kepedulian orang tua terhadap anaknya. 2. Pemeriksaan Menetapkan umur anak Pengukuran anthropometri (BB, PB, TB, LK) Penilaian pertumbuhan dan status gizi. Pemeriksaan fisik : bentuk muka, badan, kelainan neurologik, kulit (cafe au lait kulit, neuro fibromatosis). Pemeriksaan genitalia (gonad, infertility dsb) Patokan tanda-tanda perkembangan terdapat dalam : 1. Buku KIA dan KMS (Kartu Menuju Sehat) : Perkembangan anak tidak sesuai (terlambat) dengan gambar perkembangan pada usianya. 2. Buku DDTK 2006 : Pengisian formulir Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) untuk usia 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66 dan 72 bulan. 3. Denver II. Untuk usia 1 bulan - 6 tahun 4. Penunjang : Laboratorik apabila diperlukan (infeksi), TORCH, CT Scan atas indikasi apabila didapatkan microcephaly, Hydrocephalus 5. Rujukan : THT, Mata, Psikiatri/Psikologi, Rehabilitasi Medik, Bedah, Orthopedi Formulir KPSP adalah alat/instrumen yang digunakan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan. Cara menggunakan KPSP7 : 1. Bila anak berusia diantaranya maka KPSP yang digunakan adalah yang lebih kecil dari usia anak. Contoh : bayi umur umur 7 bulan maka yang digunakan adalah KPSP 6 bulan. Bila anak ini kemudian sudah berumur 9 bulan yang diberikan adalah KPSP 9 bulan. 2. Tentukan umur anak dengan menjadikannya dalam bulan.
19
Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan Contoh : bayi umur 3 bulan 16 hari dibulatkan menjadi 4 bulan bila umur bayi 3 bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan. 3. Setelah menentukan umur anak pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak. KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu : Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak. Contoh : dapatkah bayi makan kue sendiri? Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh : pada posisi bayi anda terlentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk 4. Baca dulu dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang ada. Bila tidak jelas atau ragu-ragu tanyakan lebih lanjut agar mengerti sebelum melaksanakan. 5. Pertanyaan dijawab berurutan satu persatu. 6. Setiap pertanyaan hanya mempunyai satu jawaban ya atau tidak 7. Teliti kembali semua pertanyaan dan jawaban. Interpretasi Hasil KPSP7 1. Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadang-kadang) 2. Hitung jawabab Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah) 3. Bila jawaban YA = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan perkembangan (S) 4. Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M) 5. Bila jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P). 6. Rincilah jawaban TIDAK pada nomor berapa saja. Untuk Anak dengan Perkembangan SESUAI (S)7 Orangtua/pengasuh anak sudah mengasuh anak dengan baik. Pola asuh anak selanjutnya terus lakukan sesuai dengan bagan stimulasi sesuaikan dengan umur dan kesiapan anak. Keterlibatan orangtua sangat baik dalam tiap kesempatan stimulasi. Tidak usah mengambil momen khusus. Laksanakan stimulasi sebagai kegiatan sehari-hari yang terarah. Ikutkan anak setiap ada kegiatan Posyandu. Untuk Anak dengan Perkembangan MERAGUKAN (M) 7 Konsultasikan nomer jawaban tidak, mintalah jenis stimulasi apa yang diberikan lebih sering . Lakukan stimulasi intensif selama 2 minggu untuk mengejar ketertinggalan anak. Bila anak sakit lakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter/dokter anak. Tanyakan adakah penyakit pada anak tersebut yang menghambat perkembangannya. Lakukan KPSP ulang setelah 2 minggu menggunakan daftar KPSP yang sama pada saat anak pertama dinilai. Bila usia anak sudah berpindah golongan dan KPSP yang pertama sudah bisa semua dilakukan. Lakukan lagi untuk KPSP yang sesuai umur anak. Misalnya umur anak sekarang adalah 8 bulan 2 minggu, dan ia hanya bisa 7-8 YA. Lakukan stimulasi selama 2 minggu. Pada saat menilai KPSP kembali gunakan dulu KPSP 6 bulan. Bila semua bisa, karena anak sudah berusia 9 bulan, bisa dilaksanakan KPSP 9 bulan.
20
Lakukan skrining rutin, pastikan anak tidak mengalami ketertinggalan lagi. Bila setelah 2 minggu intensif stimulasi, jawaban masih (M) = 7-8 jawaban YA. Konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau ke rumah sakit dengan fasilitas klinik tumbuh kembang.
Contoh untuk bayi umur 9 bulan7 : 1. Pada posisi bayi telentang, pegang kedua tangannya lalu tarik perlahan-lahan ke posisi clucluk. Dapatkah bayi mempertahankan lehernya secara kaku seperti gambar di sebelah kiri ? Jawab TIDAK bila kepala bayi jatuh kembali seperti gambar sebelah kanan.
2. Pernahkah anda melihat bayi memindahkan mainan atau kue kering dari satu tangan ke tangan yang lain? Benda-benda panjang seperti sendok atau kerincingan bertangkai tidak ikut dinilai. 3. Tarik perhatian bayi dengan memperlihatkan selendang, sapu tangan atau serbet, kemudian jatuhkan ke lantai. Apakah bayi mencoba mencarinya? Misalnya mencari di bawah meja atau di belakang kursi? 4. Apakah bayi dapat memungut dua benda seperti mainan/kue kering, dan masingmasing tangan memegang satu benda pada saat yang sama? Jawab TIDAK bila bayi tidak pernah melakukan perbuatan ini. 5. Jika anda mengangkat bayi melalui ketiaknya ke posisi berdiri, dapatkah ia menyangga sebagian berat badan dengan kedua kakinya? Jawab YA bila ia mencoba berdiri dan sebagian berat badan tertumpu pada kedua kakinya. 6. Dapatkah bayi memungut dengan tangannya benda-benda kecil seperti kismis, kacang-kacangan, potongan biskuit, dengan gerakan miring atau menggerapai seperti gambar ?
7. Tanpa disangga oleh bantal, kursi atau dinding, dapatkah bayi duduk sendiri selama 60 detik?
21
8. Apakah bayi dapat makan kue kering sendiri? 9. Pada waktu bayi bermain sendiri dan anda diam-diam datang berdiri di belakangnya, apakah ia menengok ke belakang seperti mendengar kedatangan anda? Suara keras tidak ikut dihitung. Jawab YA hanya jika anda melihat reaksinya terhadap suara yang perlahan atau bisikan. 10. Letakkan suatu mainan yang dinginkannya di luar jangkauan bayi, apakah ia mencoba mendapatkannya dengan mengulurkan lengan atau badannya?
22
gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya buli buli yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali (frequency), sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Faktor Risiko10
1. 2. 3. 4. 5.
Kelainan fungsi atau kelainan anatomi saluran kemih Gangguan pengosongan kandung kemih (incomplete bladder emptying) Konstipasi Operasi saluran kemih Kekebalan tubuh yang rendah
Gejala Klinis8,9 Gejala klinis infeksi saluran air kemih bagian bawah secara klasik yaitu nyeri bila buang air kecil (dysuria), sering buang air kecil (frequency), dan ngompol. Gejala infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya panas tinggi, gejala gejala sistemik, nyeri di daerah pinggang belakang. Namun demikian sulit membedakan infeksi saluran kemih bagian atas dan bagian bawah berdasarkan gejala klinis saja. Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah sebagai berikut :
0 1 bulan 1 bulan 2 tahun Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang, koma, panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, ikterus (sepsis). Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras), air kemih berbau/berubah warna, kadang-kadang disertai nyeri perut/pinggang. Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna, diare, muntah, gangguan pertumbuhan serta anoreksia Nyeri perut/pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna.
2 tahun 6 tahun
6 tahun 18 tahun
Diagnosis8 Dikatakan infeksi positif apabila : 1. Biakan urin dari urin tampung porsi tengah : biakan kuman positif dengan jumlah kuman 105/ml 2. Air kemih tampung dengan pungsi buli-buli suprapubik : setiap kuman patogen yang tumbuh pasti infeksi. Pembiakan urin melalui pungsi suprapubik digunakan sebagai gold standar. Dugaan infeksi : 1.Pemeriksaan air kemih : ada kuman, piuria, torak leukosit 2.Uji kimia : TTC, katalase, glukosuria, lekosit esterase test, nitrit test
23
Mencari faktor resiko infeksi saluran kemih8 : 1.Pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk mengetahui kelainan struktur ginjal dan kandung kemih 2.Pemeriksaan Miksio Sisto Uretrografi/MSU untuk mengetahui adanya refluks. 3.Pemeriksaan pielografi intra vena (PIV) untuk mencari latar belakang infeksi saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal serta saluran kemih. Diagnosa Banding9 Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Pielonefritis apabila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya faktor predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respons terhadap antibiotik kurang baik. Penatalaksanaan8 Ada 3 prinsip penatalaksanaan infeksi saluran air kemih : 1.Memberantas infeksi 2.Menghilangkan faktor predisposisi 3.Memberantas penyulit Medikamentosa8 Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, untuk eradikasi infeksi akut diberikan antibiotik secara empirik selama 7-10 hari.
Obat Parenteral Ampisilin Sefotaksim Gentamisin Seftriakson Seftazidim Sefazolin Tobramisin Ticarsilin Oral Amoksisilin Ampisilin Amoksisilin-asam klafulanat Sefaleksin Sefiksim Nitrofurantoin* Sulfisoksazole* Trimetoprim* 20-40 mg/Kg/hari 50-100 mg/Kg/hari 50 mg/Kg/hari 50 mg/Kg/hari 4 mg/kg 6-7 mg/kg 120-150 6-12 mg/kg q8h q6h q8h q6-8h q12h q6h q6-8h q6h 100 150 5 75 150 50 5 100 tiap 12 jam (bayi < 1 minggu) tiap 6-8 jam (bayi > 1 minggu) dibagi setiap 6jam. tiap 12 jam (bayi < 1 minggu) tiap 8 jam (bayi > 1 minggu) sekali sehari dibagi setiap 6 jam dibagi setiap 8 jam dibagi setiap 8 jam dibagi setiap 6 jam Dosis mg/kgBB/hari Frekuensi/ (umur bayi)
24
q6-8h
Bedah8 Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk menghilangkan faktor predisposisi. Suportif8 Selain pemberian antibiotik, penderita ISK perlu mendapat asupan cairan cukup, perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi. Pemantauan8 Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai gejala ISK umumnya menghilang. Bila gejala belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang lain sesuai dengan uji kepekaan antibiotik. Dilakukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin ulang 3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotik sesuai hasil uji kepekaan. Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun fungsional yang menyebabkan obstruksi, maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan dengan antibiotik profilaksis (lihat lampiran). Antibiotik profilaksis juga diberikan pada ISK berulang, ISK pada neonatus, dan pielonefritis akut.
Ptiriasis Alba
Ptiriasis Alba merupakan suatu kelainan kulit yang biasanya terdapat pada anak-anak dan dewasa muda, yang ditandai dengan adanya gambaran hipopigmentasi bulat sampai oval berbentuk makula halus. Bercak dalam berbagai ukuran, biasanya diameternya beberapa sentimeter, berwarna putih (tetapi bukan depigmentasi) atau merah muda terang. Biasanya bercak tampak jelas dan sedikit meninggi di luar area hipopigmentasi.11 Gejala Klinis11,12 Pitiriasis Alba umumnya asimtomatis. Pasien biasanya akan mengalami tiga tahapan : lesi papul eritem, lesi papula hipokrom, dan lesi smooth hipokrom. Pitiriasis Alba sering dijumpai pada anak berumur 3 16 tahun. Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat, oval, atau plakat yang tak teratur, berwarna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai hanya depigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini penderita datang berobat terutama pada orang dengan kulit berwarna. Bercak biasanya multipel, 4 20 buah dengan diameter antara 1,5 2 cm. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50 60%), paling sering di sekitar mulut, dagu, pipi serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan. Dapat simetris pada bokong, paha atas, punggung dan ekstensor lengan. Lesi umumnya menetap, terlihat sebagai leukoderma setelah skuama menghilang.
25
Histopatologi11,12 Perubahan histopatologi dilihat dari adanya akantosis ringan, spongiosis dengan hiperkeratosis sedang dan parakeratosis setempat. Tidak adanya pigmen disebabkan karena efek penyaringan sinar oleh stratum korneum yang menebal atau oleh kemampuan sel epidermal mengangkut granula pigmen melanin berkurang. Pada pemeriksaan mikroskop elektron terlihat penurunan jumlah serta berkurangnya ukuran melanosom. Diagnosis11 Untuk mendiagnosis penderita yang dicurigai Pitiriasis Alba dapat dilakukan anamnesis terhadap riwayat sebelum timbulnya gejala seperti riwayat keluarga, riwayat makanan, obat-obatan serta lingkungan yang mungkin menjadi penyebab timbulnya kelainan kulit, serta pemeriksaan fisis terhadap kelainan kulit yang timbul dengan mengidentifikasi efloresensi serta lokalisasi terjadinya lesi. Untuk menyingkirkan diagnosa banding yang mungkin menyerupai gejala pada Pitiriasis Alba ini, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pengujian kalium hidroksida (KOH) untuk menyingkirkan tinea versicolor dan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya. Setelah melewati tahapan tersebut maka diagnosis Pitiriasis Alba dapat ditegakkan. Diagnosis Banding11 Hipopigmentasi akibat jamur, pada beberapa proses inflamasi pada kulit seperti dermatitis kontak dapat meninggalkan bekas hipopigmentasi setelah penyembuhan. Ini bisa terjadi pada kelainan kulit lainnya misalnya yang disebabkan oleh jamur (seperti Tinea Versicolor), hipopigmentasi postinflamasi atau gangguan idiopatik (seperti vitiligo). Hipopigmentasi juga bisa terjadi akibat efek samping dari pengobatan seperti penggunaan asam retinoic, benzoil peroksida dan steroid topikal. Penatalaksanan11 Tidak ada perawatan khusus, skuama dapat dikurangi dengan krim emolien. Dapat dicoba dengan preparat ter, misalnya likuor karbones detergens 3 5% dalam krim atau salep, setelah dioleskan harus banyak terkena sinar matahari. Prognosis11 Pitiriasis Alba biasanya sembuh sendiri setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Anemia
Anemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar hemoglobin seseorang lebih rendah dari kadar hemoglobin normal. Anemia berdasarkan umur (WHO)13 :
Usia 6 bulan < 5 tahun > 5 tahun 14 tahun Dewasa laki-laki Dewasa perempuan (tidak hamil) Dewasa perempuan (hamil) Hemoglobin (g/dL) < 11 < 12 < 13 < 12 < 11
26
Keracunan timbal
Sideroblastik
Anemia Anemia makrositik normositik-normokrom 80 95 fl > 95 fl > 26 pg Anemia pasca-perdarahan Megaloblastik : Defisiensi vitamin B12 Penyakit ginjal atau asam folat Defisiensi campuran Kegagalan sumsum tulang Non-megaloblastik : Alkohol, penyakit hati, (pasca kemoterapi, mielodisplasia, anemia infiltrasi oleh karsinoma, aplastik, dll dll)
Klasifikasi anemia menurut etiologi13 : 1. Anemia pasca-perdarahan 2. Anemia aplastik 3. Anemia defisiensi 4. Anemia hemolitik 5. Anemia karena keganasan
27
B. ISK
Diagnosis ISK sesuai dengan kepustakaan : 1. Dari Anamnesis, ditemukan pasien demam lama tanpa diketahui sebabnya, serta ibu pasien berkata bahwa pasien sering buang air kecil dengan jumlah yang banyak. 2. Dari hasil pemeriksaan urinalisis, ditemukan adanya kuman Neisseria sp dengan jumlah sebanyak > 100.0000/mL, di mana infeksi positif jika biakan urin dari urin tampung porsi tengah terdapat biakan kuman positif dengan jumlah kuman 105/mL.
C. Delayed Development
Pada pasien ini, pasien didiagnosis delayed development karena perkembangan pasien tidak sesuai dengan perkembangan anak seusianya, bahwa seharusnya anak usia 9 bulan sudah dapat duduk dan mulai merangkak, tapi pasien belum bisa melakukan hal tersebut.
28
D. Ptiriasis Alba
Saya setuju dengan diagnosis Pitiriasis alba, karena berdasarkan pemeriksaan fisik, ditemukan predileksi di pipi, dengan efloresensi lesi berbentuk bulat, oval, atau plakat yang tak teratur, warna sesuai warna kulit dengan skuama halus. Bercak multipel, terdiri dari 5 10 buah dengan diameter antara 1,5 2 cm. Selain itu, dari anamnesis pasien bahwa pasien menderita demam > 3 minggu, dan dari foto thorax ditemukan adanya infiltrate dan penebalan kedua hilus, sehingga mungkin juga pasien menderita TBC. Untuk menegakkan diagnosis TB, dilakukan scoring TB (pada tanggal 5 November 2010).
Parameter Kontak TB 0 tidak jelas 1 2 Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak tahu, BTA tidak jelas 3 BTA (+) Positif ( 10 mm, atau 5 mm pada keadaan imunosupresi) bawah garis merah (KMS atau BB/U < 80% > 2 minggu 3 minggu 1 cm, jumlah 1, tidak nyeri ada pembengkakan normal/ tidak jelas kesan TB 1 Klinis gizi buruk (BB/U < 60%) 1 0 0 0 Skor Pasien 0
Uji Tuberkulin
negatif
BB/keadaan gizi (berdasarkan KMS) Demam tanpa sebab jelas Batuk Pembesaran kel.limfe coli, aksila, inguinal Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang Foto thorax
Jumlah skor pada pasien ialah 2, sehingga dapat disangkal kemungkinan TB karena diagnosis pasti TB ditegakkan jika skor > 6. Seharusnya, pada pasien ini juga didiagnosis menderita anemia. Hal ini dapat dilihat dari pemeriksaan laboratorium darah pasien yang menunjukkan nilai Hb lebih rendah dari rentang normal. Juga ditemukan kadar MCV (Mean Corpuscular Volume) dan MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) lebih rendah dibanding nilai normal. Hal ini menunjukkan jenis anemianya ialah anemia mikrositik hipokrom, yang mungkin disebabkan oleh penyakit kronik dan berhubungan dengan anemia defisiensi. Jadi, kesimpulan diagnosis dari pasien ini ialah bahwa pasien ini menderita prolonged fever e.c ISK, delayed development, ptiriasis alba, dan anemia.
29
PCT dapat mengganggu sintesis prostaglandin di dalam susunan saraf. Bekerja di hipotalamus untuk menimbulkan antipiretik dan di SSP untuk menimbulkan analgesia. PCT juga memiliki efek antiinflamasi yang ringan. PCT digunakan untuk mengobati demam dan nyeri ringan hingga sedang. Dosis 10 15 mg/kgBB/x = 10(10 kg) 15(10 kg) = 100 mg/x 150 mg/x Pemberian Amikacin sudah tepat, karena diberikan sesuai dengan hasil kultur RSAD Udayana, yang menunjukkan bahwa hanya pada amikacin dan Linezolid yang sensitif.
Amikacin bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri yang peka dengan cara berikatan dengan subunit ribosom 30S. Indikasi pemberian amikacin ialah untuk infeksi berat akibat gram negative yang kebal terhadap gentamisin Dosis 7,5 mg/kgBB/12 jam = 7,5 mg (10 kg) = 75 mg tiap 12 jam
Setelah itu, terapi diganti terapi Kotrimoksazole 2 x 1 cth, saya setuju dengan pemberian obat ini karena setelah dilakukan pemeriksaan uji kepekaan kuman, pasien resisten terhadap obat amikacin, sehingga harus diganti menjadi obat yang sensitif, yaitu kotrimoksazole, yang mengandung kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazole. Golongan sulfonamide Kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazole beraksi secara sinergistik dalam menghambat metabolise asam folat pada bakteri
Aktivitasnya spektrum luas kecuali bakteri Pseudomonas, enterokokus, mikrobakeria, dan Clostridia Digunakan untuk mengobati pneumonia akibat Pneumocystis carinii, infeksi saluran kemih, otitis media, dan enteritis Dosis 8 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis yang sama, setiap 12 jam selama 10 hari = 8 mg (10 kg) = 80 mg/hari 40 mg/x, 2x sehari dengan interval 12 jam Kemudian diganti dengan sefixim, saya setuju dengan pemberian cefixim karena efektif terhadap Neisseria gonorrhea (Neisseria sp) Merupakan sefalosporin generasi ketiga Bekerja menghambat sintesis mukopeptida di dalam dinding sel bakteri sehingga meyebabkan ketidakstabilan osmotik
30
Efektif terhadap beberapa strain rentan Streptococcus pneumonia, Streptococcus pyogenes, enterobacterius gram , haemophilus influenza, neisseria gonorrhoeae, Moraxella catarrhalis Digunakan untuk mengobati otitis media tanpa komplikasi, infeksi saluran kemih, bronchitis akut, serta gonore serviks dan uretra. Dosis 8 mg/kg/hari dalam dosis tunggal atau 2x sehari dalam dosis terbagi = 8 mg (10 kg) = 80 mg perhari atau 40 mg/x, 2x dalam sehari Karena setelah pemberian Cefixim, pasien tidak ada perbaikan, sehingga diberikan antibiotik lain yaitu Amikacin. Tapi seharusnya sebelum itu, dilakukan uji kepekaan bakteri lagi untuk mengetahui keefektivitasan terapi sebelumnya dan untuk menentukan terapi lanjutannya. Kalori yang dibutuhkan (RDA Calorie) : Berdasarkan TB/U pasien ini sebanding dengan usia 13 bulan. BB ideal pasien ialah 9,8 kg. Kalori yang digunakan = 40 50 kcal/kgBB = 40 (9,8) 50 (9,8) = 392 490 kcal Kebutuhan karbohidrat 50% x 400 kcal = 200 kcal Kebutuhan lemak 35% x x400 kcal = 140 kcal Kebutuhan protein 15% x 400 kcal = 60 kcal
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Kliegman R, Jenson HB. Nelson textbook of pediatrics 17th ed.
Philadelphia:W.B Saunders; 2004.
2. Poorwo Soedarmo, SS., dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta. 2008.
3. Chan-Tack KM, Barlett J. Fever of Unknown Origin. Last updated Apr 21, 2010.
Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/217675-overview. Diakses tanggal 1 November 2010.
6. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak
di Tingkat Pelayanan Dasar. Departemen Kesehatan RI. 2006.
7. Kuesioner
Pra
Skrining
Perkembangan
(KPSP).
Diunduh
dari Diakses
10. Anonim. Referat Infeksi Saluran Kemih Pada Anak. 2010. Diunduh dari
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/referat-infeksi-saluran-kemih-padaanak.html. Diakses tanggal 4 November 2010.
11. Fitria N, Muhammad J, Serli P. Ptiriasis Alba. Last Updated 3 April 2010. Diunduh
dari http://minakomoon-minakoflow.blogspot.com/. Diakses tanggal 1 November 2010. 12. Sjarif M Wasitaatmadja. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi kelima cetakan ketiga. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 13. Dr. Dyah Farida Amirani, Sp.A. Handout Anemia Pada Anak. Jakarta, 2010. 14. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi edisi keempat. Jakarta:EGC; 2005.
32
33