Anda di halaman 1dari 11

BAB IV WILAYAH NEGARA DAN OTONOMI DAERAH

1. Wilayah Negara Berdiriny suatu Negara merdeka duperlukan syarat-syarat utama yaitu: harus ada wilayah tertentu, ada rakyat yang tetap dan ada pemerintah yang berdaulat. Tidak mungkin suatu Negara berdiri tanpa wilayah dan rakyat yang tetap, namun bila negara itu tidak memiliki pemerintahan yang berdaulat secara nasiola, maka Negeri itu belum dapat disebut sebagai Negara merdeka. Kepulauan Indonesia terletak pada batas-batas astronomi sebagai berikut : Utara Selatan Barat Timur : + 60 80 LU : + 110 15LS : + 940 45 BT : + 1410 05 BT

Sebelum kemerdekaan, dalam sidang-sidang BPUPKI pernah ada pembahasan tentang batas-batas Wilayah Negara yang menentukan tiga pilihan, yaitu : 1. Wilayah Hindia Belanda 2. Wilayah Majapahit dahulu (Hindia Belanda ditambah Malaysia, Kalimantan Utara, Papua, dan Timor Portugis) dam 3. Hindia Belanda ditambah Malaysia dikurangi Papua. Pada Rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945 ditentukan mengenai pembagian Wilayah Negara RI atas delapan Provinsi, yaitu 1. Provinsi Jawa Barat 2. Provisi Jawa Tengah 3. Provinsi Jawa Timur 4. Provinsi Sumatera 5. Provinsi Borneo (Kalimantan) 6. Provinsi Sulawesi 7. Provinsi Maluku 8. Provinsi Sunda Kecil (Nusa Tenggara) 2. Otonomi Daerah

Dalam pasal 1 ayat 1 UUD 1945 secara tegas disebutkan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, hal ini dipertegas lagi jika kita lihat isi dari penjelasan pasal 18 UUD 1945 yaitu sebagai berikut : Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidstaat, maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan bibagi dalam daerah-daerah propinsi dan daerah Propinsi akan dibagi pula dalan daerah-daerah yang lebih kecil. Daerah itu bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenshaps) atau bersifat administrative belaka, semua menurut aturan yang ditetapkan dengan ungdang-undang. Kata otonomi berasal dari kata latin auto yang artinya sendiri, dan nomoi yang artinya undang-undang, sehingga otonomi secara harfiah berarti membuat undang-undang sendiri. Ada tiga ajaran otonomi daerah yang merukan ajar an tentang pengisian otonomi daerah, yaitu : 1. Ajaran Otonomi Materiil, Urusan yang dapat dilaskanakan oleh pemerintah pusat dan dapat dikerjakan oleh daerah otonom secara materiil sangat berbeda. Urusan-urusan yang diserahkkan pada daerah otonom harus dirinci dengan tegas dalam undang-undang pembentukan daerah otonom tersebut, sehingga tidak mungkin untuk ditambah atau dikurangi. 2. Ajaran Otonomi Formil, Ajaran ini adalah kebalikan dari ajaran materiil didasarkan atas pandangan bahwa tidak ada perbedaan hakiki antara ususan yang dapat dilakukan oleh perintah pusat dengan pemerintah daerah dapat saja melakukan urusanitu. 3. Ajaran Otonomi Riil, Ajaran ini menekankan pada suatu prinsip bahwa pemberian otonomi kepada daerah otonom pertimbangan kondisi nyata dan kebutuhan serta kemampuan dari daerah otonomi untuk menyelenggarakan urusan tertentu. Dalam UUD 1945 setelah amandemen, terdapat pengaturan yang berhubungan

dengan otonomi daerah yaitu tentang Pemerintah Daerah yang diatur dalam Bab VI dari Pasal 18 sampai Pasal 18 B yang secara lengka isinya sebagai berikut :

Pasal 18 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia sibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi kabupaten, kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

2. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kita mengaur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asa otonom dantugas pembantuan. 3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihari umum. 4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. 5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusa-pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. 6. Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturar-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalan undangundang.

Pasal 18 A 1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan Kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan Kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragarnan daerah. 2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Pasal 18 B 1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-umfang. 2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

Undang-Undang yang dimaksud dalam Pasal 1 Sayat 1 UUD 1945 disini adalah Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, yaitu UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan

perubahan dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan UU No. 22 tahun 1999 ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa. sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga UU No. 22 tahun 1999 perlu diganti. Dalam UU No. 32 tahun 2004 ini disebutkan bahwa yang dimaksudjtengan otonomi daerah adalah Hak, wewenang, dan kewajibnn daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah Otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam Pasal 2 UU No. 32 tahun 2004 disebutkan bahwa (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masine mempunyai pemerintahan daerah. (2) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi scluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. (4) Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya. (5) Hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. (6) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.

(7) Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan. (8) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. (9) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indo nesia.

Asas otonomi yang dimaksud adalah asas Desentralisasi dan Dekonsentrasi. Desentralisasi adalah wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubermir sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Dan tugas Pembantuan Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. (Pasal 1 UU No. 32 tahun 2004)

Ruang lingkup urusan Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Pasal 18 ayat 5 UUD 1945 diatur lebih lanjut dalam Bab III UU No. 32 tahun 2004 yaitu pada bab tentang Pembagian Umsan Pemerintahan yaitu dari pasal IQsampai pasal 15. Dimana pada pasal 10 UU ini disebutkan bahwa: (1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yangoleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. (2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah mcnjalankan otonomi seluasluasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sehagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Politik luar negeri; b. Pertahanan; c. Keamanan; d. Yustisi; e. Moneter dan fiskal nasional; dan f. Agama. (4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada pcrangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa. (5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat: a. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; b. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah; atau c. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Sedangkan dalam pasal 1 disebutkan bahwa : (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. (3) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang

diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

(4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.

Mengenai penyerahan dan pelimpahan urusan pemerintahan kepada daerah diatur dalam pasal 12 yang menyebutkan bahwa: (1) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. (2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.

Sedangkan pasal 13 UU ini mengatur tentang kewenangan daerah provinsi, yaitu antara lain: (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penanganan bidang kesehatan; f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaba kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksa-nakan oleh kabupaten/kota; dan p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. (2) Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan \ kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Sedangkan mengenai kewenangan pemerintahan daerah kabupaten / kota diatur dalam pasal 14, yang menyebutkan bahwa: (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penanganan bidang kesehatan; f. Penyelenggaraan pendidikan; g. Penanggulangan masalah sosial; h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan; l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. Pelayanan administrasi penanaman modal; o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. (2) Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, jj Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut \ dengan Peraturan Pemerintah.

Mengenai hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang keuangan, Pelayanan umum, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya masing-masing secara berturut-turut diaturdalam pasal 15-18 UU ini, yaitu disebutkan bahwa:

Pasal 15 (1) Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan; pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah; b. Pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan c. Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah. (2) Hubungan dalam bidang keuangan antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. Bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota; b. Pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama; c. Pembiayaan bersama atas kerja sama antardaerah; dan d. Pinjaman dan/atau hibah antar pemerintahan daerah. (3) Hubungan dalam bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 16 (1) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. Kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;

b. Pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan c. Fasilitasi pelaksanaan kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum. (2) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. Pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; b. Kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum; dan c. Pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum. (3) Hubungan dalam bidang pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 17 (1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian; b. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumberdaya lainnya; dan c. Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan. (2) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2ayatl (4) dan ayat (5) meliputi: a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yangl menjadi kewenangan daerah; b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber' daya lainnya antarpemerintahan daerah; dan c. pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. (3) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundangundangan.

Pasal 18 (1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. (2) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di tawati dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; b. Pengaturan administratif; c. Pengaturan tata ruang; d. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; e. Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan f. Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. (4) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. (5) Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud. (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil. (7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai