Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar
Perseroan Terbatas (PP 29/2016), melalui ketentuan modal dasar perseroan terbatas (PT)
yang semula ditentukan paling sedikit Rp50 juta menjadi diserahkan sepenuhnya pada
kesepakatan para pendiri PT.
Besaran modal dasar Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan
berdasarkan
kesepakatan
para
pendiri
Perseroan
Terbatas,
Sementara, Pasal 1 ayat (1) aturan tersebut sebatas mengatur kewajiban setiap PT untuk
memiliki modal dasar. Pada ayat selanjutnya, hanya mengamanatkan bahwa modal dasar
PT harus dituangkan dalam anggaran dasar yang dimuat dalam akta pendirian PT.
Sementara, mengenai besaran minimal modal dasar, aturan yang telah berlaku sejak 14
Juli 2016 lalu itu sama sekali tidak mengatur secara tegas sebagaimana diatur sebelumnya
melalui UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 32 ayat (1) UU
Nomor 40 Tahun 2007 tegas menyatakan, modal dasar perseroan paling sedikit Rp50
juta. Namun, lewat aturan terbaru ini agaknya aturan besaran minimal modal dasar
perseroan disimpangi dan diserahkan sepenuhnya pada kesepakatan para pendiri PT.
Peraturan ini dibentuk dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi pelaku
pembangunan ekonomi nasional khususnya dalam memulai usaha, begitu bunyi
Penjelasan Umum PP 29/2016. Selain alasan tersebut, hal lainnya yang menjadi
pertimbangan bagi pemerintah akhirnya mengesampingkan UU Nomor 40 Tahun 2007
berkenaan dengan upaya penghormatan terhadap asas kebebasan berkontrak dengan
memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian
dalam mendirikan PT berdasarkan ketentuan dalam hukum perdata. Jika ditelaah
kembali, sebetulnya Pasal 32 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2007 memang membuka
peluang untuk mengubah besaran modal dasar Rp50 juta tersebut lewat peraturan
pemerintah. Ketentuan itu dibuat untuk mengantisipasi perubahan keadaan perekonomian
yang dinamis . Aspek perlindungan terhadap pihak ketiga atas perubahan ketentuan
permodalan suatu perseroan. Pada awalnya, pengaturan modal dasar perseroan minimal
Rp50 juta agar pihak ketiga terlindungi ketika melakukan kerjasama atau bermitra
dengan suatu PT. Selain itu, secara tata urutan perundang-undangan norma yang diatur
dalam PP seharusnya sejalan dengan norma yang diatur dengan undang-undang di
atasnya, dalam hal ini UU Nomor 40 Tahun 2007. Jika secara permodalan belum tercapai
angka minimal Rp50 juta, baiknya memilih jenis wadah hukum lain yang sesuai dengan
aset yang dimiliki. Kita menetapakan modal, itu untuk harus berinteraksi dengan pihak
ketiga yang dilindungi dengan jumlah minimal.
Selebihnya, antara PP Nomor 29 Tahun 2016 dan PP Nomor 7 Tahun 2016 tak mengatur
hal yang berbeda jauh dengan UU Nomor 40 Tahun 2007. Paling sedikit 25 persen dari
total modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh yang dibuktikan dengan bukti
penyetoran yang sah. Jadi kesimpulanya, terdapat kesenjangan antara Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 2016, menganai penanaman modal anggaran dasar PT kita mengadopsi peraturan
UUPT karena, menganut teori Han kelsen peraturan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan undang undang yang lebih tinggi.
(2) Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila risalah
RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris
Dalam melakukan perubahan anggaran dasar dalam PT harus ditetapkan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) dan pada saat
diadakannya RUPS, notaris juga ikut menyaksikan jalannya rapat tersebut agar notaris
bisa memastikan bahwa syarat-syarat pelaksanaan RUPS telah terpenuhi sehingga
keputusan yang diambil mempunyai kekuatan hukum,
Perubahan dari anggaran dasar tersebut nantinya harus dinyatakan dalam bentuk akta
notaris dalam bahasa Indonesia sesuai Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang No.40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Sehingga, berdasarkan ketentuan pasal 21 ayat (4)
tersebut, Undang-Undang menghendaki agar setiap perubahan anggaran dasar dimuat
dalam bentuk akta Notaris dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut,
maka perubahan anggaran dasar PT harus dibuat dan dinyatakan dalam bentuk akta
notaris, sehingga terlihat jelas notaris cukup memegang peranan dalam perubahan
anggaran dasar dari suatu Perseroan Terbatas (PT).
3. PENGERTIAN CSR
CORPORATE Social Responsibility (CSR) adalah kewajiban perusahaan yang harus
ditunaikan dalam berperan serta membangun ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan. Inilah salah satu isi UU No. 40 Tahun 2007. DASAR
HUKUM CSR
CSR dikenal juga dengan sebutan TJSL (Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan) itu
sudah diatur sedemikian rupa dapal UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(PT), UU No. 25 Th 2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 32 th 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.22 Th 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi, PP 47 tahun 2012 tentang Tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi
Undang-Undang Republik
kinerja CSR. Regulasi yang dibuat juga memberikan kewenangan penuh bagi Pemerintah
untuk mengecek kebenaran laporan, dan tentu saja mengatur apa konsekuensi
kebohongan terhadap publik yang dilakukan perusahaan dalam laporannya.
Jadi, CSR telah menjadi isu bisnis yang terus menguat. Isu ini sering
diperdebatkan dengan pendekatan nilai-nilai etika, dan memberi tekanan yang semakin
besar pada kalangan bisnis untuk berperan dalam masalah-masalah sosial, yang akan
terus tumbuh. Isu CSR sendiri juga sering diangkat oleh kalangan bisnis, manakala
pemerintahan di berbagai negara telah gagal menawarkan solusi terhadap berbagai
masalah kemasyarakatan. Sama hal nya dengan indonesia.
4. Merger adalah Penggabungan dua atau lebih perusahaan menjadi satu kesatuan
perusahaan usaha dimana perusahaan membeli aset perusahaan lain dan perusahaan yang
dibeli dibubarkan atau berhenti beroperasi. Akuisisi adalah pengambilan kepemilikan
atau pengendalian atas saham atau asset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan
dalam peristiwa ini baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis
sebagai badan hukum yang terpisah. Kita dapat lihat
pengertian mendasar
dari merger (penggabungan) terdapat pada Pasal 1 ayat 9 UUPT dan akuisisi
(pengambilalihan) terdapat pada Pasal 1 ayat 11 UUPT.
Sesuai dengan pasal 128 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007, peran dan tanggung jawab
notaris dalam merger yang dilakukan pelaku usaha berbentuk perseroan yang menyatakan
bahwa notaris adalah profesi yang memiliki fungsi sentral dalam merger. Tidak pernah
ada merger tanpa akta merger yang dibuat oleh notaris. Akta merger adalah perjanjian
yang dibuat oleh pelaku usaha yang akan melakukan merger. Notaris harus memahami
berbentuk
Perseroan,
Direksi
sebelum
melakukan
perbuatan
hukum