Anda di halaman 1dari 11

Pengertian Merger dan Akuisisi

Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang memerger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan
begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang dimerger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham
di perusahaan yang baru.
Definisi merger yang lain yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang
lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya.
Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli.
Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi.
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau
aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada.
Jenis-jenis Merger dan Akusisi
Menurut Damodaran 2001, suatu perusahaan dapat diakuisisi perusahaan lain dengan beberapa
cara, yaitu :
a. Merger
Pada merger, para direktur kedua pihak setuju untuk bergabung dengan persetujuan para
pemegang saham. Pada umumnya, penggabungan ini disetujui oleh paling sedikit 50%
shareholder dari target firm dan bidding firm. Pada akhirnya target firm akan menghilang
(dengan atau tanpa proses likuidasi) dan menjadi bagian dari bidding firm.

b. Konsolidasi
Setelah proses merger selesai, sebuah perusahaan baru tercipta dan pemegang saham kedua belah
pihak menerima saham baru di perusahaan ini.
c. Tender offer
Terjadi ketika sebuah perusahaan membeli saham yang beredar perusahaan lain tanpa
persetujuan manajemen target firm, dan disebut tender offer karena merupakan hostile takeover.
Target firm akan tetap bertahan selama tetap ada penolakan terhadap penawaran. Banyak tender
offer yang kemudian berubah menjadi merger karena bidding firm berhasil mengambil alih
kontrol target firm.
d. Acquisistion of assets
Sebuah perusahaan membeli aset perusahaan lain melalui persetujuan pemegang saham target
firm.
Pembagian akuisisi tersebut berbeda menurut Ross, Westerfield, dan Jaffe 2002. Menurut mereka
hanya ada tiga cara untuk melakukan akuisisi, yaitu :
a. Merger atau konsolidasi
Merger adalah bergabungnya perusahaan dengan perusahaan lain. Bidding firm tetap berdiri
dengan identitas dan namanya, dan memperoleh semua aset dan kewajiban milik target firm.
Setelah merger target firm berhenti untuk menjadi bagian dari bidding firm. Konsolidasi sama
dengan merger kecuali terbentuknya perusahaan baru. Kedua perusahaan sama-sama
menghilangkan keberadaan perusahaan secara hukum dan menjadi bagian dari perusahaan baru
itu, dan antara perusahaan yang di-merger atau yang me-merger tidak dibedakan.

b. Acquisition of stock
Akuisisi dapat juga dilakukan dengan cara membeli voting stock perusahaan, dapat dengan cara
membeli sacara tunai, saham, atau surat berharga lain. Acquisition of stock dapat dilakukan
dengan mengajukan penawaran dari suatu perusahaan terhadap perusahaan lain, dan pada
beberapa kasus, penawaran diberikan langsung kepada pemilik perusahaan yang menjual. Hal ini
dapat disesuaikan dengan melakukan tender offer. Tender offer adalah penawaran kepada publik
untuk membeli saham target firm, diajukan dari sebuah perusahaan langsung kepada pemilik
perusahaan lain.
c. Acquisition of assets
Perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain dengan membeli semua asetnya. Pada jenis ini,
dibutuhkan suara pemegang saham target firm sehingga tidak terdapat halangan dari pemegang
saham minoritas, seperti yang terdapat pada acquisition of stock.
Sedangkan berdasarkan jenis perusahaan yang bergabung, merger atau akuisisi dapat dibedakan :
a. Horizontal merger terjadi ketika dua atau lebih perusahaan yang bergerak di bidang industri
yang sama bergabung.
b. Vertical merger terjadi ketika suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan supplier atau
customernya.
c. Congeneric merger terjadi ketika perusahaan dalam industri yang sama tetapi tidak dalam garis
bisnis yang sama dengan supplier atau customernya. Keuntungannya adalah perusahaan dapat
menggunakan penjualan dan distribusi yang sama.
d. Conglomerate merger terjadi ketika perusahaan yang tidak berhubungan bisnis melakukan
merger. Keuntungannya adalah dapat mengurangi resiko. (Gitman, 2003, p.717).

Alasan-alasan Melakukan Merger dan Akuisisi


Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui merger maupun
akuisisi, yaitu :
a. Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun
diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak memiliki resiko
adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka
perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
b. Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale).
Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang
lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas
ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan
tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c. Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi
dapat

memperoleh

dana

untuk

melakukan

ekspansi

eksternal.

Perusahaan

tersebut

menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan
peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini
memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.

d. Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi


Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada
manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan
manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat
menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
e. Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai
kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan
akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak. Pada
kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan setelah pajak
dengan

mengurangkan

pendapatan

sebelum

pajak dari

perusahaan

yang

diakuisisi.

Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari
tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f. Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika
perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh
sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
g. Melindungi diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak bersahabat.
Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan hutang,
karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh
bidding firm yang berminat (Gitman, 2003, p.714-716).

Kelebihan dan Kekurangan Merger dan Akuisisi Kelebihan Merger


Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan
yang lain
Kekurangan Merger
Dibandingkan akuisisi merger memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari
para

pemegang

saham

masing-masing

perusahaan,sedangkan

untuk

mendapatkan

persetujuantersebut diperlukan waktu yang lama. (Harianto dan Sudomo, 2001, p.642)
Kelebihan dan Kekurangan Akuisisi
Kelebihan Akuisisi
Keuntungan-keuntungan

akuisisi

saham

dan

akuisisi

aset

adalah

sebagai

berikut:

a. Akuisisi Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham
sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat menahan
sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm.
b. Dalam Akusisi Saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung dengan pemegang
saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak diperlukan
persetujuan manajemen perusahaan.
c. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi saham
dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (hostile takeover).
d. Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas suara
pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi pemegang saham

minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.643-644).

Kekurangan Akuisisi
Kerugian-kerugian

akuisisi

saham

dan

akuisisi

aset

sebagai

berikut

a. Jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan
tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan menentukan
paling sedikit dua per tiga (sekitar 67%) suara setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi.
b. Apabila perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger.
c. Pada dasarnya pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik nama
sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi.
Notaris adalah salah satu bagian dari aparat penegak hukum, sebagai Pejabat Umum, yang
profesional mewakili negara untuk menjalankan fungsi sosialnya dalam pembuatan akta sebagai
alat bukti, berupa akta otentik. Sejak ada hukum pembuktian, lembaga kenotariatan tidak hanya
menulis, tetapi juga sebagai lembaga pembuktian yang mengharuskan dibuatnya suatu akta
otentik. Hukum yang dibawa Belanda di Indonesia (BW) dalam Pasal-Pasal tertentu
mengharuskan adanya akta otentik untuk perbuatan-perbuatan tertentu. Dalam Pasal 1870
KUHPerdata menyebutkan yang dapat menjadi alat bukti sempurna adalah akta otentik sehingga
lahirlah lembaga kenotariatan. Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat
tentang pengguna jasa notaris, telah terbentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang Jabatan Notaris ini diundangkan dengan
maksud sebagai pengganti Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.1860 No. 3,
selanjutnya disebut PJPN-S. 1860 No. 3) tentang Peraturan Jabatan Notaris yang tidak sesuai lagi
dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Kedudukan seorang notaris sebagai

suatu fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang dirasakan masih disegani. Dengan
berlakunya Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, diharapkan dapat
memberikan perlindungan hukum baik kepada masyarakat maupun terhadap notaris itu sendiri.
Seorang notaris sebagai seorang pejabat, merupakan tempat bagi seseorang untuk dapat
memperoleh nasehat yang bisa diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya
(konstantir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.
Notaris, adalah jabatan kepercayaan, sehingga seseorang bersedia mempercayakan sesuatu
kepada notaris. Menurut hukum, akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, adalah akta
otentik, barang siapa yang membantah kebenaran suatu akta otentik, yang membantah harus
dapat membuktikan sebaliknya.Menurut definisi yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) UndangUndang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yaitu :
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya atau seperti yang lazim disebut dalam bahasa
latin acta publica probant sese ipsa, apabila suatu akta dikatakan sebagai akta otentik, artinya
menandakan dirinya dari luar, dari kata-katanya sebagai yang berasal dari seorang pejabat umum,
maka akta itu terhadap setiap orang dianggap sebagai akta otentik, sampai dapat dibuktikan
sebaliknya (tidak otentik). Kewenangan lain yang dimaksud dalam Undang-Undang yang
berkaitan dengan akta otentik, yaitu terdapat pada Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan
Notaris, yang menyatakan :
Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin

kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.
Sesuai dengan bunyi Pasal tersebut, yang menegaskan bahwa salah satu kewenangan yang
dimiliki oleh seorang notaris yaitu membuat akta secara umum, dengan batasan sepanjang, antara
lain :
1)Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang;
2)Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki
oleh yang bersangkutan;
3)Mengenai subyek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu
dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan;
4)Berwenang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat, hal ini sesuai dengan tempat
kedudukan dan wilayah jabatan notaris;
5)Mengenai waktu pembuatan akta, dalam hal ini notaris harus menjamin kepastian
waktu menghadap para penghadap yang tercantum dalam akta.
Berkaitan dengan akuisisi perusahaan, peranan notaris disini yang terutama adalah
memahami dengan benar tentang aturan dan peraturan yang berkaitan, lalu harus
melakukan langkah-langkah yang wajib ditempuh sesuai dengan UUPT :
1) RUPS dengan korum (pasal 89)
RUPS dalam transaksi Pengambilalihan harus dilakukan oleh Perseroan yang
mengambilalih, tentunya ini hanya berlaku dalam hal pihak yang mengambilalih adalah

suatu PT. Karena dapat saja yang mengambil alih adalah perseorangan atau badan hukum
asing.Sebagaimana disebutkan pasal 125 ayat 4 UUPT :
Dalam hal Pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan,
Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum Pengambilalihan harus berdasarkan
keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
89. Selain perusahaan yang mengambilalih, perusahaan yang

diambilalih

juga harus melakukan RUPS (lihat pasal 127 ayat 1).


2) Rancangan Pengambilalihan
Rincian tentang Rancangan Pengambilalihan diatur di pasal 125 ayat 6. Namun
kewajiban membuat Rancangan Pengambilalihan ini tidak berlaku apabila dilakukan
melalui jalur langsung kepada pemegang saham 125 ayat 7.
3) Pengumuman Koran I
Sebagaiman Ketentuan yang diatur dalam pasal 127 ayat 2 : wajib mengumumkan
ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara
tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sebelum pemanggilan RUPS. Kewajiban pengumuman di atas tidak hanya berlaku bagi
jalur melalui Direksi tetapi juga berlaku bagi jalur langsung kepada pemegang saham
(lihat pasal 127 ayat 8).
Jangka waktu 30 hari tersebut tidak dapat disingkat dengan alasan apapun, meskipun
telah lewat waktu 14 hari bagi kreditur untuk menyatakan keberatan (pasal 127 ayat 4 dan
5). Setelah 30 hari terlampui, maka dapat dilakukan pemanggilan RUPS dan sesuai pasal

82 ayat 1 : Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal
pemanggilan dan tanggal RUPS.
(a). Jangka waktu yang 14 hari ini dapat dikurangi, apabila :
keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir
atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
(Pasal 82 ayat 5).
(b). Atau tidak perlu diadakan RUPS dan diganti dengan

keputusan yang mengikat di

luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara
tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan (Pasal 91).
4) Akta Pengambilalihan
Kedua jalur yang disebutkan di atas, harus dibuat didalam Akta notaris dan berbahasa
Indonesia (pasal 128 ayat 1 dan 2).
5)Pemberitahuan Perubahan AD atau Perubahan Pemegang Saham ke Menteri Pasal 131
mengharuskan Notaris untuk menindaklanjuti proses ini ke Menteri, baik karena terjadi
perubahan AD, karena menggunakan cara saham yang akan dikeluarkan dari Perseroan (Pasal
131 ayat 1), maupun karena terjadinya perubahan susunan pemegang saham (Pasal 131 ayat 2).
6)Pengumuman II
Proses Pengambilalihan tidak hanya 1 kali pengumuman, tetapi, 30 hari terhitung sejak
terjadinya

Pengambilalihan,

maka

Direksi

dari

Perusahaan

yang

diambilalih

harus

mengumumkan dalam 1 surat kabar atau lebih (pasal 133 ayat 2). Dari uraian ringkas di atas,
kita harus memulai paradigma baru bahwa setiap Jual Beli Saham yang lazim dilakukan dalam
praktek harus diuji apakah termasuk kategori Pengambilalihan atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai