Anda di halaman 1dari 9

TOPIK 3 INTERBANK DAN CALL MONEY

Pendahuluan
Bank pada dasarnya adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi mempertemukan
para penabung dan para peminjam dana. Seperti pengertian tersebut bank tidak hanya menjadi
pihak penerima tabungan dan penyalur dana bagi nasabah yang membutuhkan. Disini bank
juga bisa menjalin hubungan dan interaksi antara bank yang satu dengan bank yang lain, baik
dalam hal transfer maupun pinjam meminjam dana. Istilah pinjam meminjam dana antar bank
disebut sebagai interbank yang akan menjadi pokok bahasan di topik ke-3 ini. Tujuan satu bank
dalam meminjam dana kepada bank lain adalah untuk menjaga likuiditas bank jika sewaktu-
sewaktu nasabah ingin menarik tabungannya. Untuk itu bank yang kelebihan uang akan
menyalurkan pada objek-objek yang yang dianggap mampu membawa keuntungan dalam
jangka pendek. Sementara bank yang kekurangan dana akan berusaha menutupi kekurangan
melalui suntikan dana dari bank lain. Dari kejadian ini kemudian muncullah Pasar Uang Antar
Bank (PUAB). Melalui PUAB ini bank yang kekurangan dana dapat dengan mudah
memperoleh pinjaman dari bank lain berjangka waktu pendek. Keberadaan pasar uang antar
bank di dunia perbankan sangat penting sebagai sarana memobilisasi pengumpulan dana
masyarakat dan untuk mempertahankan likuiditas bank.

Pembahasan
1. Pengertian Pasar Uang Antar Bank
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud pasar uang antar bank adalah
kegiatan pinjam meminjam dana jangka pendek antar bank yang dilakukan melalui jaringan
komunikasi elektronik. Pengertian lain pasar uang antar bank merupakan kegiatan pinjam
meminjam antara satu bank kepada bank lain, kegiatan ini pada dasarnya diperbolehkan Bank
Indonesia. Pasar uang ini dilakukan oleh pejabat bank yang ditunjuk, dan melakukan tanggung
jawab nya yaitu pinjam meminjam kepada bank lain. Selain dari unsur kepercayaan, sebagai
tolok ukur yang benar adalah berdasarkan laporan keuangan bank.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), menyatakan bahwa informasi keuangan dapat membantu
para pemakainya dalam manaksir potensi perusahaan menghasilkan laba. Suku bunga PUAB
merupakan harga yang terbentuk dari kesepakatan pihak yang meminjam dan meminjamkan
dana. Kegiatan di PUAB dilakukan melalui mekanisme over the counter (OTC) yaitu
terciptanya kesepakatan antara peminjam dan pemilik dana yang dilakukan tidak melalui lantai
bursa. Transaksi PUAB dapat berjangka waktu satu hari kerja sampai satu tahun, namun
mayoritas transaksi berjangka waktu kurang dari 3 bulan.
2. Tujuan pembentukan PUAB
Untuk membantu mengerahkan dana-dana masyarakat guna menunjang pelaksanaan
pembayaran dan stabilisasi moneter. Maka perlu diciptakan prasarana-prasarana yang dapat
membantu memperlancar mobilisasi dana-dana masyarakat tersebut. Langkah-langkah yang
diambil antara lain dengan merintis pasar uang yang terorganisir, yaitu pasar uang antar bank
(Interbank Callmoney Market). Pasar uang antar bank ini dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan dana-dana bank misalnya:
a. Bank-bank yang sangat memerlukan dana tambahan untuk menutup kekalahan kliring pada
hari yang bersangkutan dan atau memenuhi ketentuan kewajiban memelihara likuiditas.
b. Bank-bank yang mempunyai kelebihan dana dapat menjadikan dana tersebut untuk earning
assets dalam rangka mendapat rentabilitas yang optimal dengan cara meminjamkan hanya
untuk waktu yang relatif pendek.

3. Dasar Hukum Pembentukan PUAB


a. Dasar Hukum :
 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara
 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah
beberapa kali diubah,terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
menjadi Undang-Undang
 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

b. Regulasi Bank Indonesia:


 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/1/PBI/2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 9/5/PBI/2007 Tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip
Syariah
 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/5/PBI/2007 Tentang Pasar Uang Antar Bank
Berdasarkan Prinsip Syariah
 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/55/KEP/DIR/1988 tentang Pasar
Uang Dan Penempatan Dana Antar Bank
 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/1/DPM 2012 perihal Pasar Uang Antar Bank
Berdasarkan Prinsip Syariah
 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/32/UPG 1998 perihal Pasar Uang Dan
Penempatan Dana Antar Bank

4. Proses Penawaran dan Permintaan PUAB

Penawaran dan permintaan dapat dilakukan langsung antara masing-masing pihak. Untuk
mempermudah transaksi maka baik pihak menawarkan maupun pihak yang melakuan
permintaan dana dapat menggunakan lembaga keuangan bukan bank yang telah mendapat izin
Menkeu sebagai perantara (broker).
Transaksi dalam pasar uang antar bank ini merupakan transaksi yang jangkanya sangat
pendek, yang harus dibayar kembali setelah lewat beberapa hari dan jangka waktu paling lama
(termasuk perpanjangan) ditetapkan tujuh hari sejak penutupan transaksi pertama. Apabila
setelah melewati hari ketujuh pinjaman belum juga diselesaikan, maka pinjaman tersebut
diperlakukan sebagai pemberian kredit biasa dan untuk itu harus dipenuhi persyaratan-
persyaratan formal mengenai pemberian kredit antara lain dengan melengkapi akad kredit,
mengikatkan jaminan, hal-hal yang lazim di bidang perkreditan.

5. Tata Cara Pelaksanaan


Berdasarkan pasala 3 21/55/KEP/DIR/1988
a. Pasar uang antar bank melalui perhitungan kliring
1) Transaksi melalui kliring penyerahan
 Bank yang meminjamkan wajib untuk:
a) Menyerahkan nota kredit untuk untung peserta yang menerima pinjaman sejumlah
transaksi yang disetujui oleh pihak yang bersangkutan
b) Memperhitungkan nota kredit tersebut sebagai bagian dari nota kredit yang diserahkan
dalam kliring penyerahan.
 Bank yang menerima pinjaman berkewajiban untuk :
a) Menerbitkan surat sanggup (aksep/promes) yang ditujukan kepada bank pemberi pinjaman
sesuai dengan transaksi yang disepakati
b) Memperhitungkan nota kredit yang diterimanya sebagai bagian dari nota kredit yang
diterima dalam kliring penyerahan
c) Menyerahkan tembusan atau fotokopi surat sanggup (aksep/promes) yang bersangkutan
kepada penyelenggara kliring.
 Pencarian kembali surat sanggup (aksep/promes) dilakukan dengan cara penerbitan nota debet
(N/D) oleh peserta yang memberikan pinjaman sebagai warkat kliring, sedangkan surat
sanggup (aksep/promes) yang bersangkutan dijadikan lampiran dan dimasukkan dalam sampul
tertutup.

2) Transaksi yang deselesaikan pada jadwal yang disediakan khusus untuk pasar uang antar bank
 Bank yang meminjamkan wajib untuk:
a) Menyerahkan nota kredit untuk untung peserta yang menerima pinjaman sejumlah
transaksi yang disetujui oleh pihak yang bersangkutan
b) Mencantumkan jumlah transaksi tersebut pada bilyet saldo kliring sebagai komponen dana
pasar uang yang diserahkan.
 Bank yang menerima pinjaman berkewajiban untuk :
a) Menerbitkan surat sanggup (aksep/promes) yang ditujukan kepada bank pemberi pinjaman
sesuai dengan transaksi disepakati
b) Mencantumkan jumlah transaksi tersebut pada bilyet saldo kliring sebagai komponen dana
pasar uang yang diterima
c) Menyampaikan tembusan atau fotokopi surat sanggup (aksep/promes) yang bersangkutan
kepada penyelenggara kliring.
b. Pasar uang antar bank di luar perhitungan kliring
Dalam hal pelaksanaan transaksi tersebut dilakukan di luar kliring, maka:
 Bank yang meminjamkan wajib untuk:
a) Menerbitkan surat sanggup (aksep/promes) yang ditujukan kepada pemberi bank pinjaman
sesuai dengan transaksi yang disepakati
b) Menyampaikan tembusan atau fotokopi surat sanggup (aksep/promes) yang bersangkutan
kepada Bank Indonesia.
 Bank yang memberikan pinjaman harus menyelesaikan transaksi tersebut menurut cara yang
disepakati dengan pihak penerima pinjaman.
c. Penempatan dana antar bank
1) Disamping melalui pasar uang antar bank dimaksud di atas, penempatan dana antar bank
dapat dilakukan dalam bentuk simpanan berupa :
- Giro
- Deposito
- Tabungan
- Atau bentuk lain
Ketentuan penempatan dana tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada masing – masing
bank yang bersangkutan.
2) Selain dari itu penempatan dana antar bank sedapat mungkin dilakukan dalam rangka
hubungan antar bank.
3) Dapat ditegaskan bahwa dalam penempatan dana antar bank tidak termasuk di dalamnya
dana yang disalurkan dalam rangka pembiayaan bersama (konsorsium).

6. Kasus : Kliring
Definisi Kliring
Dewasa ini, di era globalisasi, masyarakat dituntut semakin cepat dan praktis dalam
melaksanakan semua kegiatannya. Kegiatan manusia yang akan saya tuliskan kali ini adalah
kecepatan transaksi dalam melakukan pengiriman uang atau yang disebut juga Kliring. Kliring
adalah suatu cara melakukan transaksi berkirim uang dengan cara
mengurangkan/menambahkan saldo rekening suatu bank di BI untuk memudahkan dan
memperlancar sistem pembayaran suatu transaksi. Kliring diharapkan mengurangi pembayaran
transaksi dengan menggunakan uang tunai atau surat berharga.
 Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 1/3/PBI/1999 perihal Penyelenggaraan Kliring
Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Atas Hasil Kliring Lokal dalam Desi
(2010), Kliring adalah pertukarn warkat atau data keuangan elektronik antarbank (DKE), baik
atas nama bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
 Menurut Kasmir (2010:151) dalam Desi (2010), mendefinisikan Kliring sebagai jasa
penyelesaian hutang-piutang antar bank dengan cara saling menyerahkan warkat-warkat yang
akan dikliringkan di lembaga kliring.
Kliring itu sendiri hanya sebuah sistem dan butuh sebuah lembaga untuk menjadi wadah untuk
mengatur semua lalu lintas transaksi yang terjadi. Definisi Lembaga Kliring adalah tempat
berkumpulnya semua anggota perwakilan dari bank anggota kliring yang ditugaskan untuk
melakukan perhitungan, pelunasan dan pertukaran warkat-warkat kliring. Lembaga itu sendiri
di Indonesia adalah Bank Indonesia.

Tujuan Kliring
Seperti yang kita ketahui, Kliring itu sendiri bertujuan untuk memudahkan transaksi manusia
dalam melakukan transaksi pembayaran, baik antarbank maupun antar nasabah didalam negeri,
maupun luar negeri. Menurut Desi (2010), berikut tujuan kliring antara lain :
 Untuk memajukan dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral antar bank.
 Agar perhitungan penyelesaian hutang pituang dapat dilaksanakan lebih mudah, aman
dan efisien
 Sebagai salah satu pelayanan bank kepada nasabahnya, terutama dalam hal keamanan
dan biaya yang dikeluarkan.

Mekanisme Kliring
Pada setiap negara, terjadi tranksaksi keuangan setiap saat guna memudahkan aktivitas
manusia dalam hal pembayaran. Setiap negara mempunyai mekanisme kliring yang berbeda-
beda tergantung dari Kebijakan pada bank sentralnya, namun pada dasarnya semua kliring
melalui mekanisme seperti ilustrasi dibawah ini :

Pada 01 Januari 2014, Pak E mempunyai Giro pada Bank A sebesar Rp 120.000.000 dan Pak
U mempunyai tabungan pada Bank X sebesar Rp 40.000.000. Lalu pada tanggal 15 januari
2014, Pak E akan membeli suatu barang berupa mesin pada Pak U senilai Rp 100.000.000. Pak
E memberikan Cek kepada Pak U sebagai Alat Pembayaran. Setelah menerima pembayaran
berupa cek dari Pak E, Pak U mencairkan Cek tersebut pada Bank X. Mengapa Pak E dapat
mencairkan cek tersebut ke Bank X? padahal Cek tersebut diberikan dari Pak E dari Bank A.
Disitulah sistem kliring dibentuk. Kliring dibentuk untuk memudahkan transaksi pembayaran
dengan menggunakan cek/tabungan tanpa harus mencairkan cek tersebut di bank yang
mengeluarkan cek tersebut.
Pada tanggal 20 Januari 2014, Pak U mencairkan Cek tersebut di Bank X. Pada hari yang sama,
Bank X menverikasi cek yang dikeluarkan Bank A apakah cek tersebut dapat diuangkan atau
tidak dengan cara menanyakan keabsahan cek tersebut kepada Bank A. Setelah cek tersebut
diverifikasi oleh bank X, maka anggota perwakilan dari Bank X menyerahkan warkat kliring
kepada Bank Indonesia dan anggota perwakilan dari Bank A akan melunasi warkat kliring
tersebut. Jika cek tersebut dapat dicairkan (Cek Memenuhi Kecukupan Dana), Pada saat
itu juga, Bank Indonesia mengurangi Saldo Rekening Koran Bank A dan menambahkan Saldo
Rekening Koran Bank X sebesar Rp 100.000.000. Berikut jurnal yang dibuat oleh masing-
masing bank dalam transaksi tersebut :

Bank A
Giro Pak E Rp 100.000.000
Rekening Koran Bank A di Bank Indonesia Rp 100.000.000
Bank Indonesia
Rekening Koran Bank X Rp 100.000.000
Rekening Koran Bank A Rp 100.000.000

Bank X
Rekening Koran Bank X di Bank Indonesia Rp 100.000.000
Tabungan Pak U Rp 100.000.000

Jurnal tersebut akan berlaku kebalikan jika terjadi transaksi Pak U yang mengirimkan sejumlah
uang dari tabungannya kepada Pak E. Namun, akan terjadi hal yang berbeda jika cek tersebut
tidak cukup dana (Net Sufficient Cheque), di ilustrasikan sebagai berikut :
Pada tanggal 01 Februari 2014, Pak U mengirimkan sejumlah uang berjumlah Rp 50.000.000
kepada Pak E sebagai pembayaran atas Sewa Gedung yang dimiliki Pak E. Pada saat itu pula,
terjadi kliring dari Bank X kepada Bank A yang diakibatkan transaksi yang dilakukan Pak U.
Namun pada Keesokan harinya, Pak E ternyata belum menerima pembayaran atas uang Sewa
Gedung tersebut, karena ternyata cek tersebut tidak cukup dana (cek kosong). Jumlah saldo
rekening Pak U pada Bank X sebesar Rp 40.000.000. Jadi terjadi kekurangan dana sebesar Rp
10.000.000 apabila nasabah tersebut ingin mencairkan dana tersebut.
Artinya, Pak E akan mendapatkan pembayarannya hanya sebesar Rp 40.000.000 dari Bank X,
yang menyebabkan berkurangnya saldo rekening Koran pada Bank X sebesar Rp 40.000.000
yang mengakibatkan Bank X tidak memiliki Saldo Cadangan Deposit pada saldo Rekening
Koran di Bank Indonesia. Jika Bank X tidak dapat memenuhi Saldo Cadangan Deposit
minimum sebesar 2% atau sebesar Rp 1.000.000 (2% x Rp 50.000.000), maka Bank X itu akan
mengalami Kekalahan Kliring pada hari itu yang jika terjadi terus-menerus akan
mengakibatkan bank X dapat dilikuidasi.
Kejadian kekalahan kliring seperti yang dialami Bank X bisa berakibat fatal jika tidak segera
ditangani. Jika hal itu terus terulang, maka Bank X bisa dilikuidasi. Demi menjaga
likuiditasnya maka diciptakan sistem call money untuk membantu bank-bank yang mengalami
kasus seperti Bank X supaya tidak dilikuidasi oleh Bank Indonesia. Melanjutkan pembahasan
kasus diatas saya akan membahas mengenai call money, apa itu call money dan bagaimana
mekanisme terjadinya?
Call Money merupakan pinjaman antar bank yang terjadi dalam proses kliring. Dalam
transaksi kliring yang diselenggarakan oleh bank Indonesia setia hari kerja dan selalu saja ada
yang kalah dan ada yang menang. Bagi bank yang kalah kliring apabila tidak dapat menutupi
kekalahannya, maka akan terkena sangsi dari bank Indonesia. Oleh karena itu, agar tidak
terkena sangsi akibat kekurangan likuiditas, bank tersebut dapat meminjam uang dari bank lain
yang kita kenal dengan nama interbank call money atau callm oney.
Pengertian call money itu sendiri adalah kredit atau pinjaman yang harus segera
dilunasi/dibayar apabila sudah ada tagihan atau panggilan dari pihak pemberi dana ( kreditor ).
Jangka waktu kredit berkisar antara 1 hari sampai dengan 7 hari. Pemberian call money dapat
berbentuk one day call money ( overnight ) dimana harus dilunasi dalam 1 hari. Call money
dapat pula berbentuk two day call Money dimana masa pelunasannya 2 hari.
Lebih jelasnya, call money adalah instrumen bank dalam mengatasi kekurangan atau
kelebihan dana jangka pendek yang bersifat sementara. Bagi bank yang menempatkan,
pinjaman singkat merupakan aktiva bank, sedangkan bagi bank yang menerima penempatan,
pinjaman singkat merupakan kewajiban (utang atau pasiva). Pinjaman singkat dibukukan
dalam rekening antar bank.
Berkaitan dengan kasus kliring pada soal tadi, Bank X sebagai Pihak yang Kalah Kliring yang
diumumkan oleh Bank Indonesia harus segera mengatasi kekurangan Saldo Cadangan Deposit
Minimun. Call Money dilakukan sebagai solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Mekanisme Call Money itu sendiri adalah pada saat penutupan aktivitas semua bank, pada
malam hari terjadi pertukaran warkat/kliring dari Bank X kepada Bank A. Setelah melunasi
cek Pak E, pada saat itu juga Bank X mengalami Kalah Kliring dan pada saat itu juga Bank A
Menang dalam Kliring.
Pada saat Bank X mengalami Kalah Kliring hari itu, Bank X dituntut oleh Bank Indonesia
untuk memenuhi Saldo Rekening Deposit Minimum / Giro Wajib Minimum pada hari itu
sebesar Rp 1.000.000. Sedangkan Bank X hanya memiliki Saldo Rekening Deposit Minimum
/ Giro Wajib Minimum Rp 700.000. Maka pada saat itu, Bank X harus meminjam uang sebesar
Rp 300.000 pada Bank yang sudah memenangkan Kliring pada hari itu yaitu Bank A. Kejadian
bank X yang meminjam dana pada Bank A disebut dengan Call Money. Pada kasus ini, Bank
A meminjamkan dana tersebut kepada Bank X dengan menetapkan bunga sebagai keuntungan
dari meminjamkan dana tersebut. Bunga dalam Call Money itu sendiri tergantung kebijakan
Bank yang meminjamkan dana tersebut.

Solusi:
Sebelum menerbitkan cek pembayaran, sebaiknya bank yang bersangkutan memeriksa dulu
saldo giro yang dimiliki nasabah, sehingga nantinya cek yang diterbitkan bukanlah cek kosong.
Kesimpulan:
Interbank adalah interkasi antara bank yang memiliki surplus dana dengan bank yang
mengalami defisit. Kedua bank ini dapat melakukan transaksi berupa pinjam meminjam dana.
transaksi ini berlangsung dalam jangka pendek. Transaksi ini juga diperbolehkan Bank
Indonesia. Bank yang mengalami kekurangan dana harus segera mengatasi masalah tersebut
supaya tidak dilikuidasi oleh Bank Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan call money.

Sumber:
https://ekavidiaz.wordpress.com/2014/07/02/review-sistem-kliring-dan-call-money/
http://nurulchaeriah.blogspot.co.id/2013/12/pasar-uang-antar-bank-sebagai-sasaran.html,
http://www.bi.go.id/id/peraturan/kodifikasi/bank/Documents/Pasar%20Uang%20Antar%20B
ank.pdf

Anda mungkin juga menyukai