Anda di halaman 1dari 18

1

I.

REKAM MEDIK A. Anamnesis Umum 1. Identifikasi Nama Umur Suku bangsa Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat : Ny.W : 22 tahun : Melayu : Islam : SD : IRT : Desa Sedang Kecamatan Sok Tapei Kabupaten Banyu Asin MRS Medrek Register : 20 November 2012 pukul 18.11 WIB : 677379 : 12033357

2. Riwayat perkawinan Masih bersuami, menikah 1 kali lamanya 5 tahun

3. Riwayat reproduksi Menarche usia 13 tahun, lama siklus haid 28 hari, teratur , lamanya 5 hari.

4. Riwayat persalinan No. Abortus Abortus Hamil ini Penolong Tahun Usia Cara Sex BB(g) Keadaan

5. Riwayat penyakit/ operasi -

6. Riwayat gizi dan sosial ekonomi Sedang

7. Riwayat kehamilan sekarang Hari pertama haid terakhir (HPHT) Taksiran persalinan : 13-6-2012 : 20-3-2012

B. Anamnesis Khusus (Alloanamnesis/autoanamnesis) Keluhan utama: Mau melahirkan dengan hamil kurang bulan dan anak kembar tidak bergerak lagi Riwayat perjalanan penyakit: 10 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang hilang timbul makin lama makin sering dan kuat (+), riwayat keluar darah lendir (+), riwayat keluar air-air (+) 2 jam yang lalu, jernih Bau (-), banyaknya 1 x ganti kain basah, riwayat trauma (-), riwayat minum obat/ jamu (-), riwayat perut diurut-urut (-). Os mengaku hamil kurang bulan dan gerakan anak tidak dirasakan lagi.

C. Pemeriksaan Fisik 1. Status present Tinggi badan Keadaan umum mentis Tekanan darah Nadi Jantung/ paru Payudara pretibial Reflek fisiologis : +/+ Reflek patologis : -/: 120/70 mmHg : 84x/menit Pernafasan Suhu : 20x/menit : 36,5oC : sulit dinilai :edema : 148 cm : sakit sedang Berat badan Kesadaran : 52 kg :kompos

: dalam batas normal Hati/ limpa : hiperpigmentasi +/+ Ekstrimitas

2. Status obstetri Periksa luar : tinggi fundus uteri 2 jari atas pusat (20 cm), letak

janin memanjang, punggung di kiri dan punggung kanan, presentasi kepala presentasi kepala, penurunan 1/5, his: 4x 10/ 45, DJJ(-), taksiran berat janin: 1085 g. Periksa dalam : portio tak teraba, pembukaan lengkap, terbawah

kepala, H III+, penunjuk UUK kanan depan, ketuban (-) jernih, bau (-)

3. Pemeriksaan penunjang Laboratorium (20 November 2012) Darah rutin: Hb Leukosit : 10,6 g/dl : 21.900/mm3

Trombosit : 314.000/ul

D. Kesimpulan G3P0A2 hamil 22-23 minggu inpartu kala II janin gemelli mati presentasi kepala- presentasi kepala

E. Prognosis Ibu : dubia

Anak : -

F. Penatalaksanaan Pimpin persalinan Periksa darah rutin, waktu pembekuan waktu perdarahan Kosongkan kandung kemih

G. Laporan Persalinan (lampiran) Tanggal 20 November 2012 Pukul 18.20 WIB parturien tampak ingin mengedan kuat Pukul 18.25 WIB Lahir neonatus mati laki-laki dengan BB 450g, PB 27cm Pukul 18.30 WIB Lahir neonatus mati laki-laki dengan BB 400g, PB 28cm Pukul 18.35 WIB Plasenta lahir lengkap, dengan BP 330g, PTP 40 cm, ukuran 13 x 14 cm

H. Follow Up

Tgl/pukul Pemeriksaan fisik 21-112012 06.30 WIB Kel: habis melahirkan St. Present: KU: sedang, sens N: CM, TD:

penatalaksanaan Observasi vital ibu tanda dan

perdarahan mobilisasi Vulva hygiene Bebat payudara Cefadroksil 2x 500 Asam 3x 500 Bromocriptin 3x1 Vit B komp 3x1 Vit C tab 3x1 R/ TORCH, periksa ACA, mefenamat tekan

120/80mmHg,

80x/m, RR:

20x/m, T: 36,50C St. Obst: PL: FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), lokhia rubra (+), vulva tenang K/P1A2 post partus spontan

neonatus mati I BB 450 g PB 27 cm neonatus mati II BB 400g PB 28 cm Hasil lab Darah rutin Hb: 10,8
3

g/dl,

Leukosit: Trombosit:

BSS, sifilis, tiroid.

18.800/mm3, 246.000/mm Kimia darah

Uric acid: 3,2 mg/dl, Ureum:

12mg/dl,

Creatinin:

0,15mg/dl,

protein total: 4,9g/dl, albumin: 2,9g/dl, globulin: 2,0g/dl, bilirubin total: 0,56mg/dl, bilirubin direk: 0,24mg/dl, bilirubin indirek: 0,32 mg/dl, fosfatase alkali: U/l, SGOT: 18U/l, SGPT: 5U/l, LDH: 487 U/l, Na: 140mmol/l, K: 3,9mmol/l, Cl: 109mmol/l 22-112012 06.30 WIB Kel: habis melahirkan St. Present: KU: sedang, sens N: CM, TD: Observasi vital ibu tanda dan

perdarahan mobilisasi Vulva hygiene Bebat payudara Cefadroksil 2x 500 Asam 3x 500 Bromocriptin 3x1 Vit B komp 3x1 Vit C tab 3x1 Os minta pulang paksa mefenamat tekan

120/80mmHg,

80x/m, RR:

20x/m, T: 36,50C St. Obst: PL: FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), lokhia rubra (+), vulva tenang K/P1A2 post partus spontan

neonatus mati I BB 450 g PB 27 cm neonatus mati II BB 400g PB 28 cm Lab tgl 22 November 2012 IgG CMV: - titer 2 IgM CMV: - indeks 0.33 IgG HSV1: - indeks 0.04 IgM HSV1: - indeks 0,89 IgG HSV2: - indeks 0,18 IgM HSV2: - indeks 0,57

II. PERMASALAHAN A. Apa kemungkinan penyebab persalinan preterm pada pasien ini? B. Bagaimanakah penatalaksanaan untuk mempersiapkan kehamilan

berikutnya pada pasien ini?

III. ANALISIS KASUS A. Apa kemungkinan penyebab persalinan preterm pada pasien ini? Diagnosis persalinan preterm dibuat jika pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu mengalami kontraksi yang teratur, setidaknya setiap 10 menit, yang berhubungan dengan dilatasi dan penipisan serviks. Pendapat lain mengatakan persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada usia 20-37 tahun dihitung hari pertama haid terakhir (AJOG 1995). Namun, batas bawah usia kehamilan yang digunakan untuk membedakan persalinan preterm dan abortus spontan bervariasi menurut lokasi. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan 22-37 minggu.1,2 Penyebab pasti persalinan preterm sampai saat ini belum diketahui. Beberapa keadaan yang dianggap sebagai faktor resiko persalinan preterm adalah ketuban pecah dini. infeksi cairan amnion, riwayat persalinan preterm sebelumnya atau abortus, overdistensi uterus, kematian janin, inkompetensi serviks, kelainan uterus, plasentasi yang salah, retensi IUD, kelainan medis pada ibu, induksi persalinan elektif, dan sebab-sebab yang tidak diketahui.1,2 Penyebab kelahiran preterm yang diketahui yakni:1-5 1. Aktivasi aksis hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) janin atau ibu: stres. Stres yang didefinisikan sebagai tantangan baik psikologis atau fisik yang mengancam atau yang dianggap mengancam homeostasis pasien, akan mengakibatkan aktivasi prematur hypothalamic-pituitary-

adrenal(HPA)

janin

atau

ibu.

Proses

ini

di

mediasi

oleh

corticotrophin-releasing hormone (CRH) plasenta. Stres pada ibu, tanpa adanya penyebab persalinan preterm lainnya akan menyebabkan peningkatan efek biologi dari stres termasuk kortisol dan epinefrin, yang mengaktifkan ekspresi CRH plasenta yang akan menstimulasi janin mensekres kortisol dan dehydropiandrosterone synthase (DHEAS) dan menstimulasi plasenta mensintesis estriol dan prostaglandin, sehingga mempercepat persalinan preterm. 2. Infeksi. Infeksi Toksoplasma, virus Rubela, Cytomegalo dan herpes merupakan penyakit infeksi parasit dan virus yang selalu dicurigai sebagai penyebab abortus melalui mekanisme terjadinya plasentitis. Mycoplasma, Lysteria dan Chlamydia juga merupakan agen yang infeksius dan dapat menyebabkan abortus habitualis1 3. Autoimmune disorder. Penyakit pembuluh darah kolagen lupus eritematosus sistemik (SLE) dapat menyebabkan abortus, kemungkinan disebabkan oleh adanya gangguan aliran darah. APS dikenal juga dengan nama Hughes syndrome merupakan penyakit autoimun yang pada dekade akhir ini makin dikenal sebagai salah satu penyebab abortus berulang. Tipe APS ada dua, yakni primer bila tidak disertai dengan penyakit pokok yang mendasari dan sekunder bila APS ini berhubungan dengan adanya SLE, penyakit autoimun lain, infeksi dan neoplasma. 4. Kelainan pada serviks. Kelainan pada serviks yang merupakan penyebab abortus habitualis pada trimester kedua adalah inkompetensi serviks. Inkompetensi serviks adalah ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur padaserviks. Meskipun beberapa kasus inkompetensi serviks melibatkan faktor mekanik seperti hipoplasia serviks kongenital, riwayat operasi serviks, dan trauma serviks yang luas, kebanyakan wanita dengan diagnosis

klinis serviks inkompeten memiliki anatomi serviks yang normal. Pematangan serviks yang dini mungkin merupakan jalur akhir dari berbagai proses patofisiologi seperti infeksi, kolonisasi, inflamasi dan predisposisi genetik atau hormonal. Etiologi sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Diduga 3 faktor yangmemegang peranan penting dalam terjadinya inkompetensi serviks, yaitu:7-9 a. Faktor kongenital Akibat perkembangan abnormal jaringan fibromuskular

serviksmenyebabkan kelemahan serviks tersebut. Kelainan ini jarang ditemukan.Pada primigravida yang tidak pernah mengalami trauma pada serviks jarang menderita kelainan ini. b. Faktor akuisita Akibat trauma sebelumnya pada serviks uteri yang mencapai ostium uteri internum, misalnya pada persalinan normal, tindakan cunam yangtraumatik, kesulitan ekstraksi bahu, seksio sesaria di daerah serviks yangterlalu rendah, dilatasi dan kuretase

berlebihan, amputasi serviks, konisasi ataupun kauterisasi. Kelainan ini lebih sering ditemukan. c. Faktor fisiologik Hal ini ditandai dengan pembukaan serviks normal

akibat kontraksi uterus. 5. Faktor lingkungan Logam berat dan paparan yang lama terhadap pelarut organik, obatobatan seperti antiprogestogen, obat antineoplasma, anestesi, nikotin dan alkohol, demikian juga radiasi. Latihan yang berat juga belum dapat dibuktikan secara pasti menyebabkan terjadinya keguguran berulang. Koitus dihubungkan dengan adanya persalinan preterm tetapi untuk terjadinya keguguran belum dapat dipastikan.9

6. Faktor psikologik Dimasukkan kedalam penyebab dari persalinan preterm walaupun belum ditemukan adanya hubungan antara stres psikologik dengan terjadinya keguguran berulang.9 7. Kelainan hormonal Untuk memastikan keadaan ini sebaiknya dilakukan

pemeriksaan fungsi tiroid, biopsi endometrium dan pemeriksaan kadar progesteron serum pada fase luteal, serta dibuat kurva harian glukosa darah ibu.9,10

Pada kasus ini dari anamnesis tidak didapatkan adanya riwayat penyakit autoimun, dan tidak ada riwayat infeksi sistemik. Untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab persalinan preterm pada penderita ini dilakukan pemeriksaan IgM antitoxoplasma pada 22 November 2012, dan didapatkan hasil IgM antitoxoplasma negatif, IgM CMV negatif, IgM HSV negatif. Pada pasien ini juga tidak didapatkan adanya riwayat penggunaan obat-obatan. Sehingga pada pasien ini kemungkinan penyebab persalinan preterm adalah karena kelainan pada serviks, yaitu adanya inkompetensia serviks.

B. Bagaimanakah

penatalaksanaan

untuk

persiapan

kehamilan

berikutnya pada pasien ini? Apabila didapatkan wanita dengan keadaan keguguran ketiga setelah dua kali keguguran berturut-turut, adalah penting untuk didapatkan informasi tambahan yang dapat membantu dalam perawatan untuk kehamilan berikutnya. 4 Penting untuk diperiksa apakah terdapat kelainan pada uterus seperti uterus bikornus, adanya septum uterus. Pada terhentinya kehamilan pada trimester pertama, hasil konsepsi sebaiknya dikirim ke bagian histologi untuk konfirmasi diagnosis dan untuk kariotiping. Pada keguguran dimana fetus telah terbentuk maka kariotipe fetus harus diperiksa dan pasangan

10

tersebut disarankan agar bersedia dilakukan pemeriksaan autopsi. Kemudian harus dilakukan follow up dan konseling pada pasien.4 Pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan rutin apabila menemukan adanya abortus berulang adalah sebagai berikut:11-13 1. Pemeriksaan kariotipe kedua pasangan 2. Histerosalfingografi dan histeroskopi Untuk melihat kelainan bentuk uterus, panjang serviks, ataupun adanya adhesi intrauterus, untuk melihat adanya ovarium polikistik, 3. Pemeriksaan hormonal Luteinizing hormon pada hari 3-6 siklus, pemeriksaan Follicle Stimulating hormone serta testosteron untuk memeriksa adanya hipersekresi LH atau adanya sindroma ovarium polikistik. 4. Pemeriksaan Glycosylated hemoglobin (HbA1c) Apabila pasien diketahui mengidap diabetes mellitus atau memiliki riwayat keluarga dengan diabetes mellitus 5. Penapisan antibodi antifosfolipid Untuk antikoagulan lupus, IgG dan IgM antibodi antikardiolipin, dan faktor antinuklear. 6. Pemeriksaan VDRL dan APTT. 7. Uji fungsi tiroid, termasuk TSH dan antibodi antitiroid. 8. Pemeriksaan platelet. 9. Kultur serviks untuk mikoplasma, ureaplasma dan klamidia.

Apabila salah satu hasil pemeriksaan rutin ini menunjukkan hasil positif maka dilanjutkan dengan pemeriksaan untuk menilai faktor-faktor berikut: 1. Faktor Genetik Bila ditemukan adanya tanda-tanda abnormalitas dari genetik maka perlu dilakukan konsultasi terhadap ahli genetik. Perlu dilakukan

konseling terhadap pasangan karena pemeriksaan dari keadaan ini

11

memerlukan biaya yang besar, selain itu kemungkinan untuk terjadinya kehamilan yang normal kecil. 7 2. Kelainan Anatomi Bentuk dari kavum uteri harus diperiksa pada setiap wanita yang mengalami keguguran tiga kali atau lebih secara berturut-turut untuk mengeluarkan kemungkinan penyebab berupa kelainan bentuk dari uterus.12 Metode pemeriksaan yang dapat digunakan ialah

histerosalfingografi, tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal atau histeroskopi untuk memeriksa kelainan tersebut .4,7 Defek yang kecil tidak berarti harus dilakukan operasi. Tindakan operatif untuk menghilangkan septum uterus ataupun perlengketan dapat dilakukan dengan cara reseksi transervikal histeroskopi, dikatakan bahwa tindakan ini memiliki hasil yang cukup memuaskan, namun tindakan operatif ini hanya dapat dilakukan oleh klinisi yang telah mendapatkan pelatihan yang memadai serta memiliki pengalaman dalam tindakan operatif dengan histeroskopi. 4 Ada peningkatan risiko terjadinya persalinan preterm dan juga abortus pada wanita dengan kelainan uterus walaupun telah dilakukan perawatan antenatal yang intensif. Hal ini sering dihubungkan dengan adanya inkompeten serviks. Pemberian tokolitik oral sebagai profilaksis tidak disarankan, tetapi evaluari rutin mengenai pendataran dan dilatasi serviks perlu dilakukan setiap kunjungan antenatal, dan lebih baik bila dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal. Inkompetens serviks sulit untuk didiagnosis secara objektif. Pemeriksaan sebaiknya dengan menggunakan ultrasonografi

transvaginal. Diameter internal dari ostium uteri internum pada nullipara tidak boleh melebihi 8-9 mm. Mudahnya busi Hegar ukuran 8 atau 9 mm masuk kedalam ostium uteri internum pada wanita tidak hamil merupakan indikasi kemungkinan adanya inkompetens serviks tetapi bukan merupakan penegak diagnosis. Prediktor yang terbaik

12

ialah apabila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal sebelumnya sehingga didapatkan nilai normal dari kedalaman kanalis servikalis serta besar dari ostium uteri internum. Sehingga bila terdapat pembukaan dan pemendekan dari serviks secara prematur maka dapat diprediksi bahwa pada penderita ini terdapat inkompeten serviks.4,13-16 3. Abnormalitas Hormonal Gangguan fase luteal ditegakkan dengan cara pemeriksaan suhu basal dimana fase luteal berlangsung selama kurang dari 10 hari, atau kadar progesteron serum kurang dari 15 nmol/L selama lima siklus berturutturut. Namun pada penelitian ternyata didapatkan bahwa tidak adanya bukti yang mendukung secara nyata bahwa pemberian hormon progesteron tidak mengurangi risiko terjadinya keguguran .4 Hipersekresi LH ditegakkan apabila kadar hormon tersebut pada pemeriksaan darah meningkat 10 IU/L atau lebih, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan darah secara serial. Sebagai alternatif dapat dilakukan pemeriksaan kadar LH pada urin dimana hipersekresi lutinizing hormon ditegakkan bila konsentrasi dalam urin sebesar 100 IU/L atau lebih. Pengobatan keadaan ini dadalah dengan pemberian GNRH analog yang akan menekan LH.2,4 Pemeriksaan bagi wanita tanpa adanya gejala atau riwayat diabetes mellitus tidak perlu dilakukan. Pengendalian kadar gula darah yang optimal sebelum kehamilan merupakan cara untuk keberhasilan kehamilan. Pemeriksaan tiroid secara rutin juga belum dapat

mendeteksi gangguan fungsi tiroid. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan apabila telah ditemukan adanya gejala gangguan tiroid.4 4. Infeksi Saluran Reproduksi Mengenai penatalaksanaan infeksi saluran reproduksi ini tentu saja disesuaikan dengan jenis organisme yang menginfeksi.7

13

5. Imunologik Pemeriksaan antikardiolipin harus dilakukan pada semua wanita dengan riwayat abortus berulang. Tanpa pengobatan hanya didapatkan 10-15% kehamilan yang berhasil. Pengobatan dengan aspirin dosis rendah (75 mg/hari) atau heparin dosis rendah (5000-10000 unit tiap 12 jam) telah dilakukan dan menunjukkan adanya perbaikan pada kehamilan baik itu dipergunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi. Tetapi pemakaian obat-obatan ini memiliki risiko. Heparin jangka panjang diketahui dapat menyebabkan osteoporosis, dan aspirin dapat menimbulkan perdarahan gastrointestinal.4,7

Apabila suatu persalinan preterm berulang adalah sesuatu inkompetensia serviks maka terapinya adalah dengan cara bedah dan non-bedah. Pilihan terapi non-bedah dapat mengurangi risiko kelahiran prematur pada wanita dengan inkompetensi serviks. Terapi non bedah terdiri dari: 1. Pengurangan aktivitas atau istirahat total ditempat tidur. 2. Menghindari hubungan seksual, dan penghentian penggunaan narkotin atau rokok telah direkomendasikan. 3. Penggunaan indomethasin (100 mg sekali, diikuti dengan 50 mg setiap 6 jam selama 48 jam telah dihubungkan dengan penurunan persalinan sebelum 35 minggu dan penurunan kelahiran prematur sebesar 86% pada wanita dengan pemendekan serviks menjelang usia kehamilan 24 minggu.15-16

Penatalaksanaan inkompetensi serviks adalah dengan cara bedah yaitu penguatan serviks yang lemah dengan jahitan yang disebut sirklase. Perdarahan, kontraksi uterus, atau ruptur membran biasanya

merupakankontraindikasi untuk pembedahan. Terdapat beberapa tehnik sirklase yang pernah dilakukan seperti McDonalds dan modifikasi Shirodkar. Waktu terbaik untuk prosedur sirklase serviks adalah pada bulan ketiga (12-14 minggu) kehamilan. Namun, beberapa wanita mungkin

14

perlu dipasangkan sirklase darurat pada kehamilan lanjut jika terjadi perubahan seperti pembukaan atau pemendekan serviks. Jika sudah ada riwayat pemasangan sirklase darurat, pada kehamilan selanjutnya juga wanita ini akan memerlukan pemasangan sirklase pada serviksnya.16

Gambar 1. Tipe jahitan Sirklase Dikutip dari Christiansen10 Pemasangan sirklase adalah terapi pilihan untuk pencegahan kelahiran prematur pada wanita dengan insufisiensi atau inkompetensi serviks. Pendekatan dan penempatan dari jahitan sirklase ada berbagai macam dan tidak ada tehnik tunggal yang terbukti lebih unggul dari yang lainnya. Pendekatan transvaginal yang paling popular adalah tehnik McDonald, yang menggunakan anestesi lokal atau regional untuk menempatkan jahitan monofilament (polypropylene) atau tape serat polyester di persimpagan cervicovaginal. Sebuah spekulum tertimbang dimasukkan ke dalam vagina, danSims retractor digunakan untuk retraksi anterior vagina. Serviks ini

15

digenggamlembut dengan penjepit atau forsep Allis cincin untuk traksi. Dimulai pada posisi jam 12, 4 atau 5 gigitan berurutan yang diambil secara tas-string. Jahitan terikat anterior dan dipangkas.15,16

Gambar 2. Sirklase tipe jahitan McDonald dan Shirodkar Dikutip Christiansen10

Gambar 3. A. Teknik pemasangan sirklase secara McDonald B. Teknik pemasangan sirklase secara Shirodkar Dikutip dari Cunningham4

16

Gambar 4. Alur untuk penatalaksanaan inkompetensi serviks dengan sirklase elektif dan sirklase darurat. Dikutip dari Walker16 IV. KESIMPULAN 1. Penyebab pasti persalinan preterm sampai saat ini belum diketahui. Beberapa keadaan yang dianggap sebagai faktor resiko persalinan preterm adalah ketuban pecah dini. infeksi cairan amnion, riwayat persalinan preterm sebelumnya atau abortus, overdistensi uterus, kematian janin, inkompetensi serviks, kelainan uterus, plasentasi yang salah, retensi IUD, kelainan medis pada ibu, induksi persalinan elektif, dan sebab-sebab yang tidak diketahui. Pada kasus ini kemungkinan penyebab persalinan preterm adalah karena kelainan pada serviks, yaitu adanya inkompetensia serviks.

17

2. Penatalaksanaan selanjutnya pada persalinan preterm berulang yang disebabkan oleh inkompetensia serviks secara bedah dan non bedah. Dimana cara pembedahan dengan melakukan sirklase, dengan cara McDonald atau pun Shirodkard.

V. RUJUKAN
1. Mose JC : Genetika Abortus. Dalam: Handono B, Firman FW, Mose JC: Abortus berulang, Bandung: Reflika Aditama, 2009;33. 2. Wibowo B, Wiknjosastro H: Kelainan dalam lamanya kehamilan. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006; 302-312. 3. Hill JA: Recurrent spontaneous early pregnancy loss. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA: Novaks gynecology 13rd edition. Pennsylvania: Williams & Wilkins Co, 2002;963-979. 4. Cunningham et al: Williams obstetrics. 21st ed. Connecticut: Prentice-Hall International, Inc, 2001; 855-882. 5. Reddel, SW., Kriis, SA., Testing for and Clinical Significance of Anticardiolipin Antibodies, Minireview, Clinical and Diagnostic Laboratory Immunology, Nov 1999, 77582. 6. Stirrat GM, Wardle PG,: Recurrent miscarriage. In: James DK, Steer PJ, Weiner CP Gonik B: High risk pregnancy management options. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders company, 2000; 91-110. 7. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H: Gangguan bersangkutan dengan konsepsi. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007; 246-250. 8. Hatasaka HH: Recurrent miscarriage: epidemiologic factors, definitions and incidence. In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 625-634. 9. Dawood F., Farquharson R., Quenby S. Recurrent miscarriage. Curr Obstet Gynecol.2004;14:247-53. 10. Christiansen OB, Andersen A-MN, Bosch E. Evidence based investigations and treatments of recurrent pregnancy loss. Fertil Steril. 2005;83:821-39. 11. Byrne JLB, Ward K: Genetic factors in recurrent abortion. In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 693-704. 12. Hunt JS, Roby KF: Implantation factors. In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 635645. 13. Brent RL, Beckman DA: The contributional of environmental teratogens to embryonic and fetal loss. In: Clin Obstet Gynecol 37; 1994; 646-664. 14. Keye W: Psychologic relationships. In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 693704671-679. 15. RCOG Guideline No. 17. The investigation and treatment of couples with recurrent miscarriage. May 2003. 16. Walker J. The medical and surgical management of recurrent miscarriage. Curr Obstet Gynecol. 1999;9:13-8.

18

Anda mungkin juga menyukai