Anda di halaman 1dari 19

1

I.

Pendahuluan
Varisela merupakan penyakit yang terutama menyerang anak-anak dan jarang
dijumpai pada kehamilan dan nifas. Meskipun pada umumnya penyakit ini
merupakan penyakit yang ringan, namun pada wanita hamil bisa bermanifestasi
lebih berat dan menyebabkan partus prematurus dan kelainan kongenital.
Penyebab dari penyakit ini adalah virus varicella zoster (VZV) yang dapat juga
menyebabkan herpes zoster.1,2,
Diagnosis

Varisela

maupun Herpes Zoster mudah ditegakkan, karena

mempunyai lesi yang khas, namun dalam beberapa hal patut mendapat perhatian
khusus, seperti pada individu dengan imunokompromis, penderita yang mendapat
terapi kortikostroid.7. Pada wanita hamil yang rentan terhadap banyak infeksi dan
penyakit menular , infeksi varisela cendrung lebih parah, Paryani dan Arvin
(1986) pernah melaporkan bahwa 4 dari 43 orang atau sekitar 10% dari wanita
yang hamil yang terinfeksi varisela menderita pneumonitis.1 Varisela dalam
kehamilan dibagi dalam bagian yaitu, teratogenik, congenital, dan post natal.
Disamping itu terdapat juga infeksi pada perinatal dan orang-orang dengan
sistem imun yang rendah. Manifestasi klinis dari janin tergantung kepada waktu
terinfeksinya ibu selama kehamilan atau setelah persalinan yang berhubungan
dengan imunitas yang diberikan melalui plasenta ke janin.3
Beberapa tes diagnostik dalam menegakkan infeksi diagnosis infeksi
varisela, dapat dilakukan , yang berbeda sensitifitas dan spesifisitasnya. Pada
infeksi teratogenik varisela- zoster, tes fluorescent antibody to membrane antigen
(FAMA) yang mengukur antibodi untuk VZV, dimana menetapnya antibody
lebih dari 6-8 bulan mendukung adanya infeksi intra uterin. Sedangkan pada
Kongenital varisela zoster dapat diukur dengan Tzank smear, atau kultur
jaringan, tes serum antibody VZV.4,5
Penatalaksanaan yang dilakukan pada varisela dalam kehamilan , tidak
terlepas dari waktu ekspose, keadaan sistem imun, komplikasi yang terjadi. Jika
wanita hamil kontak dengan varisela, tingkat ekpose dan status imunnya harus

dinilai pertama sekali. Riwayat yang jelas dari infeksi varisela pada masa lampau
selalu merupakan indikator yang dapat dipercaya bahwa sudah adanya imunitas.
Sangat disarankan bahwa wanita hamil dengan infeksi varisela harus dimonitor
dan di anjurkan untuk dirawat di rumah sakit, karena pneumonia dan episode
yang berat dari varisela pada orang dewasa, sebaiknya diterapi dengan acyclovir
intra vena selama lebih kurang 7 hari, disamping terapi lainnya.4
Pencegahan terhadap infeksi VZV dapat diberikan antara lain dengan
imunisasi pasif, aktif atau pemberian kemoterapi antiviral,. Pencegahan terutama
ditujukan pada individu dengan resiko tinggi. Terhadap ibu hamil imunisasi
yang dipakai adalah varisela zoster immune globulin, sehingga dapat melindungi
ibu hamil dari infeksi varisela-zoster, begitu juga terhadap bayi baru lahir.
II. Isi
1. Virologi
Virus varisela termasuk kelompok DNA Herpes virus dan hidup laten pada
ganglion belakang setelah infeksi primer. Virus ini menyebabkan varisela
(chickenpox) dan infeksi herpes zoster (shingles). Varisela menyebar ke
seluruh belahan dunia dengan angka kejadian bergantung dengan usia,
keadaan temperature, iklim tropis dan populasi yang pernah mendapatkan
vaksin varisela. Varisela mempunyai pengaruh besar terhadap kehamilan
karena risiko yang tinggi terhadap ibu, janin dan neonatus. Insiden varisela
sekitar 1 5 kasus per 10.000 kehamilan.1,2
2. Patogenesis
Virus varisela ditularkan melalui sekret saluran napas yang terinfeksi dan
melalui kontak langsung dengan lesi kulit. Seorang inidividu dikatakan
infeksius sejak 2 hari sebelum onset timbulnya lesi sampai lesi telah menjadi
krusta 6-7 hari kemudian. Masa inkubasi 10-21 hari dengan rata-rata 15 hari.
Virus masuk ke dalam tubuh umumnya melalui saluran napas, di mana infeksi
primer terjadi pada mukosa saluran napas atau konjungtiva. Kemudian virus
mengalami replikasi pada tempat tersebut selama kira-kira 4-6 hari, dan

diikuti dengan transmisi sejumlah kecil virus melalui peredaran darah dan
sistem limfatik ke seluruh tubuh (viremia primer). Setelah replikasi siklus
kedua, 1 minggu kemudian virus dilepaskan dalam jumlah yang besar
(viremia sekunder) yang menyebabkan terjadinya demam dan malaise.
Kemudian virus dengan cepat memasuki jaringan kulit dan membran mukosa.
Pada saat virus terdapat dalam kapiler dan memasuki epidermis, muncul
karakteristik vesikel varisela pada kulit.3,4
3. Epidemiologi
Infeksi virus varisela zooster (VVZ) dapat menyerang semua orang, tanpa
membedakan ras dan jenis kelamin dan golongan umur, termasuk neonatus
yang disebut varisela congenital, tapi tersering adalah pada masa anak-anak
90% kasus berumur 10 tahun dan terbanyak umur 5-9 tahun. Infeksi primer
varisela terjadi secara endemis dapat ditemukan setiap saat, dan penyakit ini
ditularkan secara langsung melalui traktus respiratorius atau droplet infection
dan penderita yang terserang varisela, dapat menularkan penyakit mulai 24
jam sebelum timbulnya erupsi kulit sampai 6 atau 7 hari kemudian. Varisela
hanya diderita sekali seumur hidup, kecuali dapat terjadi residif pada penyakit
keganasan dan pada anak dengan pencangkokan ginjal yang sedang diberi
pengobatan imunosupresif.6,7
Sebagian besar orang dewasa sudah pernah mengalami penyakit varisela
pada masa kanak-kanak, sehingga menjadi kebal terhadap virus ini. Pada
orang dewasa yang sungguh-sunguh terkena infeksi ini penyakit ini
cenderung lebih parah dari anak-anak. Keadaan ini terutama terjadi pada masa
kehamilan. Paryani dan Arvin pernah melaporkan bahwa 4 dari 43 atau
sekitar 10 % dari wanita hamil yang terinfeksi mengalami pneumonitis.8
Pada negara dengan 4 musim, varisela 90 % wanita pada masa produktif
ternyata imun terhadap virus varisela-zoster . pada wanita hamil jarang
ditemui varisela, meskipun wanita hamil dengan kondisi yang tak prima
dapat menyebabkan beberapa problem, khususnya saat wabah.9 .Di Indonesia

walaupun belum pernah dilakukan penelitian agaknya penyakit virus


menyerang pada musim peralihan antara musim panas ke musim hujan atau
sebaliknya. Angka kejadian di negara kita belum pernah diteliti, tetapi di
Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan tiap tahun.6
4. Manifestasi Klinis
Gejala prodromal seperti demam, malaise, mialgia, dan nyeri kepala timbul
sebelum lesi kulit. Lesi pada kulit muncul di hampir seluruh tubuh, berawal
dari batang badan dan menyebar ke ekstremitas. Seluruh tahapan lesi ( papula,
vesikel, pustula dan krusta) dapat muncul pada saat yang bersamaan. Hal ini
merupakan salah satu kekhasan dari varisela yang membedakannya dengan
penyakit akibat infeksi virus lain seperti variola.4
1. Stadium prodromal
Pada anak-anak gejala ini biasanya jarang. Setelah masa inkubasi
didapatkan gejala prodromal selama 1-2 hari berupa panas yang tidak
terlalu tinggi, malaise, sakit kepala, anoreksia, rasa berat pada punggung
dan kadang-kadang disertai sakit tenggorokkan atau batuk kering. Gejala
prodromal pada orang dewasa lebih berat dari pada anak-anak.1,4,5
2. Stadium erupsi
Lesi dari stadium yang berbeda timbul di saat yang sama pada beberapa
bagian tubuh. Lesi baru terbentuk biasanya berhenti pada hari ke 4 dan
krusta terjadi pada hari ke 6. Lesi awal berupa timbul rash berupa makula
eritema yang gatal pada punggung, wajah, kulit kepala dan menyebar
secara

sentripetal

melibatkan

ekstremitas.

Makula

eritema

akan

berkembang dengan cepat menjadi papula kemerahan lalu menjadi vesikel


kemudian pustula. Diameter vesikel biasanya 2-4 mm dan dengan mudah
pecah serta mengering membentuk krusta. Bentuk ini sangat khas dan lebih
dikenal sebagai tetesan embun / air mata (tear drops). Seluruh perubahan
ini hanya dalam waktu 8-12 jam. Dalam perjalanan penyakit didapatkan
tanda yang khas yaitu terdapatnya bentuk papula, vesikel dan krusta dalam

waktu yang sama, keadaan ini disebut polimorf. Bila terjadi infeksi
sekunder karena bakteri maka cairan vesikel yang jernih berubah menjadi
pus disertai limfadenopati umum. Demam biasanya berlangsung selama 13 hari.4,5,17
3. Stadium penyembuhan
Dalam waktu 6-8 hari demam akan menurun, formasi lesi baru menghilang
dan lesi lama berubah menjadi krusta. Selanjutnya krusta akan lepas dalam
waktu 1-2 minggu, tergantung dari dalamnya kulit yang terkena dan
meninggalkan bekas kemerahan yang akan menghilang secara bertahap.
Varisela dapat di diagnosa dengan penampakan dan perubahan pada lesi
kulit dengan riwayat kontak dengan penderita varisela sekitar 2-3 minggu.
Diagnosis varisela umumnya dapat ditegakkan berdasarkan lesi kulit yang
khas sehingga dari pemeriksaan fisik sudah dapat didiagnosis varisela.
Beberapa kondisi lain yang dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding varisela antara lain erupsi obat, scabies, gigitan serangga, eritema
multiforme, zoster diseminata, herpes simplek diseminata, penyakit kaki
tangan dan mulut akibat infeksi virus coxsakie serta campak atipikal.1,12
Pada pasien didapatkan keluhan berupa timbul demam sejak 2 hari serta
timbul bercak merah di punggung seukuran jarum pentul. Bercak kemudian
berubah menjadi bintil kemerahan bertambah banyak dan beberapa bintil
berubah menjadi lepuh. Pasien juga pernah kontak dengan anaknya yang
sedang terkena penyakit cacar air . Dari lesi yang khas ini diagnosis
kehamilan dengan varisela sudah bisa ditegakkan, sedangkan diagnosis
suspek demam tifoid didapatkan dari pemeriksaan tes widal dan tubek TF.
Hasil pemeriksaan widal tidak menunjukkan hasil yang sesuai dengan
penyakit

demam

tifoid

walaupun

hasil

pemeriksaan

Tubek

TF

menunjukkan hasil 4, tetapi pada pasien ini dari anamnesa dan pemeriksaan
fisik tidak menunjukkan kearah demam tifoid sehingga diagnosis pada
pasien ini lebih diarahkan kepada infeksi viral.

Virus varisela dapat diidentifikasi dengan preparat Tzanck walaupun


pemeriksaan ini tidak dapat membedakan infeksi oleh virus lain seperti
herpes simpleks dan varisela zoster. Pemeriksaan kultur virus dapat
memberikan informasi yang definitif tetapi jarang dikerjakan karena sulit
dan biaya relatif mahal. Pemeriksaan dengan Polymerase chain reaction
untuk mengidentifikasi DNA virus juga merupakan salah satu alternatif
pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan
diagnosis.4
Serokonversi titer antibodi merupakan penanda diagnostik yang banyak
dipakai. Titer antibody pada fase akut serta konvalesen dapat dideteksi
dengan menggunakan fiksasi komplemen, uji fluorescent antibody to
membrane antigen (FAMA), atau enzyme immunoassay (EIA). Jarak
pengambilan serum pada fase akut dan konvalesen berkisar 3 minggu.
Keberadaan IgM spesifik terhadap varisela yang umumnya masih bertahan
di dalam darah selama 4-5 minggu juga merupakan penanda diagnostik
yang sensitif. 4,5
Pemeriksaan serologis memberikan hasil positif 97-99% pada dewasa
yang pernah terinfeksi varisela. Untuk pemeriksaan virus varisela dapat
dilakukan beberapa tes yaitu :8
1. Tzanck smear : preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang
masih baru kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin
eosin, Giemsa, tlouidine blue, atau papanicolau
2. Direct fluorescent assay : Preparat diambil dari dasar vesikel tetapi
apabila sudah berbentuk krusta pemeriksaan DFA kurang sensitif
3. Polymerase chain reaction
4. Biopsi kulit
5. Pengaruh infeksi varisela terhadap kehamilan
Varisela merupakan peyakit yang tergolong self limiting disease dan relatif
jarang mengenai wanita hamil. Pada sebuah penelitian melaporkan bahwa

infeksi pada kehamilan 5 kali lebih fatal dibandingkan pada individu yang
tidak hamil. Kehamilan bukan merupakan faktor predisposisi infeksi varisela
tetapi kehamilan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas baik
terhadap ibu, janin dn neonatus akibat infeksi tersebut. Pada wanita hamil
yang mempunyai riwayat kontak dengan penderita varisela harus diketahui
apakah terdapat riwayat infeksi varisela sebelumnya atau riwayat vaksinasi
sebelumnya. Wanita hamil harus melakukan pemeriksaan darah untuk
menilai ada atau tidaknya imunitas terhadap varisela meskipun pada
beberapa kasus terjadi reinfeksi secara klinis. Pada gambar dibawah ini
merupakan algoritma penilaian dan manajemen wanita hamil yang terpapar
infeksi varisela.4,5
Infeksi varisela dalam kehamilan menunjukkan risiko untuk ibu dan janin.
Pada salah satu penelitian yang dilakukan pada 43 wanita hamil didapatkan 4
pasien yang berkembang menjadi pneumonia sistemik dan 1 orang
meninggal akibat infeksi. Merokok merupakan faktor penting. Pada wanita
dewasa lebih sering berhubungan dengan pneuomonia, hepatitis dan
encephalitis. Pneumonia dapat terjadi pada 5-10 % wanita hamil dengan
varisela dan keparahan penyakit meningkat pada akhir kehamilan. Gejala
paru-paru biasanya timbul 2 sampai 6 hari setelah timbul lesi dengan batuk
ringan yang diikuti dengan hemoptisis, nyeri dada, sesak nafas, dan sianosis.
Tingkat mortalitas pada pneumonia akbiat varisela yang diberikan terapi saat
ini hanya kurang dari 1 %.7,12
Pada penelitian Sisson tahun 2003 disebutkan komplikasi lainnya dari
infeksi varisela yaitu ensefalitis yang dapat menyebabkan ataksia cerebral
akut yang dapat terjadi sampai hari ke 21 pada saat onset infeksi. Ensefalitis
yang lebih berat jarang terjadi (0,1-0,2 %) dengan angka mortalitas sekitar
5-20 %.6
Infeksi varisela pada ibu hamil dapat menyebabkan konsekuensi yang
serius terhadap janin dan bayi. Ibu yang terinfeksi pada trimester I dapat

menyebabkan cacat bawaan seperti korioretinitis, atropi kortek serebri,


hidronefrosis, dan kelainan pada tulang dan kulit. Virus varisela dapat
menginfeksi janin melalui transplasenta atau infeksi asenden melalui jalan
lahir dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi intra uterin5.
Pada kehamilan kurang dari 13 minggu maka cacat bawaan terjadi sebesar
0.2%, pada kehamilan 13 20 minggu sebesar 2% tetapi jika infeksi terjadi
setelah 20 minggu umumnya tidak terjadi kelainan. Masa inkubasi virus
varisela umumnya kurang dari 2 minggu sehingga jika persalinan terjadi
sebelum masa inkubasi atau pada persalinan maka karena antibodi pada
tubuh ibu belum terbentuk bayi akan terinfeksi dan menimbulkan cacat pada
usus dan susunan saraf pusat.
Varisela merupakan penyakit yang terutama menyerang anak-anak dan
jarang dijumpai pada kehamilan dan nifas. Penularan dapat terjadi melalui
droplet dan kontak langsung dengan cairan vesikel. Sekitar 95% wanita
hamil mempunyai imunitas (IgG) terhadap varisela. Infeksi primer varisela
(chickenpox) pada wanita hamil jarang terjadi dan frekuensinya sekitar 0,5-3
/1000 kehamilan.
Meskipun pada umumnya penyakit ini merupakan penyakit yang ringan,
namun pada wanita hamil bisa bermanifestasi lebih berat dan menyebabkan
partus prematurus dan kelainan kongenital. Infeksi pada wanita hamil sekitar
8% dapat menyebabkan transmisi vertikal dan sekitar 10% kasus dapat
berkembang menjadi sindrom varisela kongenital (0,4 2 %) bila terjadi
sebelum usia kehamilan 20 minggu.9,11
Diagnosis varisela maupun Herpes zoster mudah ditegakkan karena
mempunyai lesi yang khas, namun dalam beberapa hal patut mendapat
perhatian khusus seperti pada individu dengan imunokompromis, penderita
yang mendapat terapi kortikostroid. Pada wanita hamil yang rentan terhadap
banyak infeksi dan penyakit menular sehingga infeksi varisela cenderung
lebih parah. Paryani dan Arvin pada tahun 1986 pernah melaporkan bahwa 4

dari 43 orang atau sekitar 10% dari wanita yang hamil yang terinfeksi
varisela menderita pneumonitis. Varisela dalam kehamilan dibagi dalam tiga
bagian yaitu teratogenik, kongenital, dan pasca lahir. Disamping itu terdapat
juga infeksi pada perinatal dan orang-orang dengan sistem imun yang
rendah. Manifestasi klinis dari janin tergantung kepada waktu terinfeksinya
ibu selama kehamilan atau setelah persalinan yang berhubungan dengan
imunitas yang diberikan melalui plasenta ke janin.16
Penatalaksanaan yang dilakukan pada varisela dalam kehamilan tidak
terlepas dari waktu terpapar, keadaan sistem imun, komplikasi yang terjadi.
Jika wanita hamil kontak dengan varisela, tingkat paparan dan status
imunnya harus dinilai pertama kali. Riwayat yang jelas dari infeksi varisela
pada masa lampau selalu merupakan indikator yang dapat dipercaya bahwa
sudah adanya imunitas. Sangat disarankan bahwa wanita hamil dengan
infeksi varisela harus dimonitor dan di anjurkan untuk dirawat di rumah sakit
karena pneumonia dan episode yang berat dari varisela pada orang dewasa
sebaiknya diterapi dengan asikolovir intravena selama lebih kurang 7 hari
disamping terapi lainnya.6,9
Angka mortalitas terhadap infeksi varisela meningkat sesuai usia. Angka
mortalitas pada remaja 15 kali lebih tinggi dibandingkan anak-anak.
Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention terjadi peningkatan
dari 2.7 per 100.000 orang pada usia 15 19 tahun menjadi 25.2 per 100.000
orang pada usia 30 39 tahun. Kejadian mortalitas lebih tinggi pada wanita
hamil dan kematian biasanya diakibatkan oleh gangguan pernafasan. Sekitar
5-10 % wanita hamil dangan varisela berisiko untuk terjadi pneumonitis dan
kejadian ini meningkat pada wanita perokok dan jumlah lesi varisela lebih
dari 100 lesi. Hampir seluruh komplikasi ini terjadi pada hari ke empat atau
lebih. Angka kejadian mortalitas lebih tinggi pada wanita hamil yang
terinfeksi pada trimester III dibandingkan pada trimester II. 14

10

Varisela dapat menyebabkan infeksi intrauterin pada semua usia


kehamilan akibat infeksi varisela menyebabkan viremia dan virus dapat
ditransmisikan melalui transplasenta ke janin. Infeksi melalui jalan lahir juga
dapat menyebabkan terjadi infeksi intrauterin. Pengaruh infeksi intrauterine
ke janin bergantung pada waktu terjadinya infeksi. Infeksi primer varisela
pada trimester I dan II dapat menyebabkan terjadinya infeksi intrauteri pada
kasus. 9

Gambar 1. Infeksi Varisela dan pengaruhnya terhadap kehamilan.


Dikutip dari Saurbrei9.
6. Pengaruh infeksi varisela terhadap janin
Infeksi varisela pada kehamilan trimester III dapat menyebabkan
konsekuensi pada janin berupa varisela neonatal berat. Penelitian yang
dilakukan Miller menyebutkan bahwa bila infeksi pada ibu terjadi 1-4
minggu sebelum persalinan maka kemungkinan 50 % bayi akan terinfeksi

11

dan sekitar 23 % berkembang menjadi varisela meskipun mendapatkan


imunitas pasif berupa antibodi dari ibu. Antibodi yang terdapat dari 66 bayi
ketika ruam ibu muncul lebih dari 7 hari sebelum persalinan. Ketika ruam
ibu muncul 7-3 hari sebelum persalinan maka semakin sedikit bayi memiliki
antibodi. Tidak ada antibodi yang terdeteksi dari 60 bayi yang lahir kurang
dari 3 hari setelah timbulnya ruam pada ibu . Tingkat gejala klinis tertinggi
(sebanyak 62 %) pada bayi yang lahir dalam waktu 7 hari setelah timbulnya
ruam. Di antara 19 bayi yang memiliki gejala yang berat, 16 bayi lahir dari
ibu yang memiliki ruam antara 4 hari sebelum dan 2 hari setelah melahirkan
(13.55 %) karena bayi belum sempat menerima antobodi pasif dari ibu11.

Gambar 3. Varisela pada bayi baru lahir. Risiko infeksi varisela dan
komplikasinya berdasarkan onset infeksi.
Dikutip dari Habif TP.17
Pengaruh infeksi varisela terhadap janin dapat bermanifestasi sebagai
sindrom varisela kongenital atau neonatal varisela. Angka kejadian sindrom
varisela kongenital sebanyak 41 kasus per tahun di Amerika Serikat, 4 kasus
per tahun di Kanada, dan 7 kasus per tahun di Inggris. Infeksi pada wanita
hamil pada trimester pertama dapat terjadi malformasi atau deformasi oleh
infeksi transplasenta. Manifestasi ini berupa chorioretinitis, atropi korteks
serebri, hydronephrosis, dan defek pada tulang dan kulit kaki. Pada beberapa
penelitian kohort tidak didapatkan bukti klinis kejadian varisela kongenital
embriopati setelah kehamilan 20 minggu.1

12

Tabel 1. Efek infeksi varisela terhadap kehamilan berdasarkan usia


gestasi.
Dikutip dari Ghosh et al.11

Paparan infeksi varisela pada wanita hamil sebelum atau mendekati


persalinan dapat menyebabkan infeksi neonatal fulminan (neonatal varisela).
Infeksi neonatal terjadi bila gejala terjadi kurang dari 5 hari sebelum
persalinan atau 2 hari setelah persalinan. Pada periode ini berhubungan
dengan perkembangan IgG

akibat belum adannya imunisasi pasif

transplasenta terhadap janin.7


Alkalay membuat kriteria untuk mendiagnosis Sindrom varisela
kongenital,

yaitu :

1. Terdapat infeksi varisela pada ibu selama kehamilan


2. Terdapat lesi kulit kongenital pada dermatome, defek neurologi,
penyakit mata, dan hipoplasia tungkai.
3. Pemeriksaan Virus varisela intrauterin melalui : deteksi DNA virus
melalui janin, terdapat IgM spesifik dan terdapat IgG sebelum usia 7
bulan
4. Terdapat gambaran infeksi verisela pada infant.

13

Diagnosis
ultrasonografi

prenatal
untuk

dapat

mencari

dilakukan
apakah

dengan

terdapat

cara

pemeriksaan

deformitas

tungkai,

microcephaly, hydrocephalus, polyhidramnion, kalsifikasi, dan pertumbuhan


janin terhambat. Penelitian yang dilakukan Enders dan Miller menyebutkan
nilai prognostik meningkat apabila pemeriksaan ultrasonografi digabungkan
dengan pemeriksaan PCR. Pada kehamilan sebelum 24 minggu tranmisi
vertikal dapat dideteksi secara klinis atau serologi dan menggunakann PCR
sekitar 24 % dan 8 % dapat dikonfirmasi secara virology. Pada penelitian
didapatkan kejadian pertumbuhan janin terhambat dan berat badan lahir
rendah sebanyak 23 %.6,15

Gambar 4. Varisela Neonatal.


Dikutip dari Ghosh et al. 11
7. Terapi varisela
Varisela pada ibu hamil akan memberikan manifestasi klinis yang lebih berat
dibanding ibu-ibu atau orang yang tidak hamil sehingga sebaiknya pada
wanita hamil yang terkena infeksi varisela diberikan terapi dan pencegahan
yang lebih agresif karena komplikasi yang serius berupa varisela pneumonitis.

14

Pada ibu hamil faktor risiko yang akan memperberat varisela pneumonitis
adalah seperti merokok, penyakit paru kronis, khususnya PPOM dan
imunosupresi.Pada gambar dibawah ni merupakan algoritma penilaian dan
manajemen wanita hamil yang terinfeksi varisela.9
Kemungkinan terpapar

Riwayat infeksi varisela ataupun vaksinasi

Ya

tidak atau tidak


yakin

Pemeriksaan antibody IgG varisela

Negatif

Positif

Penilaian waktu terpapar


Konfirmasi imunitas

< 96 jam

> 96 jam

Tidak

diterapi

Beri vaksin varisela

Tidak diberi vaksin varisela

Gambar 1. Manajemen wanita hamil yang terpapar infeksi varisela.


Dikutip dari Narkeviciute.6

Vaksinasi merupakan upaya pencegahan varisela pada kehamilan yang


efektif. Setiap ibu hamil yang belum pernah menderita varisela sebaiknya
diberi vaksin untuk mencegah terjadinya infeksi varisela selama kehamilan.
Penelitian yang dilakukan di Hongaria merekomendasikan setiap wanita yang

15

berencana hamil tetapi belum pernah menderita varisela atau riwayat


infeksinya diragukan untuk mendapat vaksinasi terhadap varisela. 4
Pada ibu hamil dengan varisela diterapi dengan1,5,8 :
A.

Hospitalisasi : Keputusan untuk perawatan di rumah sakit pada wanita


hamil dengan varisela tergantung ada atau tidaknya faktor resiko dan
memenuhi beberapa indikasi :
1. Indikasi absolut :
a.

Ada nyeri dada atau abdomen

b.

Ada gejala neurologis lain selain sakit kepala yang


mengarah kepada ensefalitis

c.

Lesi yang hemorrhagic atau adanya tendensi perdarahan


sebagai tanda penurunan sistim imun yang banyak.

d.

Lesi yang hebat

e.

Adanya faktor penekanan sistem imun.

2. Indikasi relatif :
a.

Trimester akhir kehamilan yang mendekati persalinan.

b.

Riwayat obstetri yang jelek.

c.

Merokok

d.

Penyakit paru kronis

e.

Latar belakang sosial yang buruk.

f.

Kemungkinan pemantauan dan perawatan yang jelek di


rumah.

g.

Kecemasan yang berlebihan.

B. Terapi Supportif
Terapi

suportif

adalah

pemberian

oksigenasi

yang

adekuat,

pemantauan analisis gas darah atau bila perlu penggunaan ventilator.


Secondary bacterial pneumonia adalah komplikasi yang tersering dari
varicella pneumonitis, sehingga kebanyakan dokter memberikan
antibiotika profilaksis secara rutin khususnya bila ada faktor risiko

16

lainnya seperti merokok. Hyperimmune globulin atau normal immune


globulin memberikan hasil yang baik dalam penatalaksanaan varisela
dalam kehamilan walaupun biaya akan lebih mahal. Penggunaan
kortikosteroid walaupun sering digunakan tapi masih kontroversial
karena dapat menurunkan sistem imun
C. Terapi Obat-obatan anti virus :
1.

Asiklovir :
Asiklovir termasuk obat yang cukup aman digunakan pada
kehamilan. Obat akan dialirkan secara pasif melalui plasenta ke
janin tanpa dimetabolisme dan berada di cairan amnion. Asiklovir
juga dieksresikan melalui ASI dan akan ditemukan pada darah tali
pusat, lalu dieksresikan oleh ginjal janin dan akan ditemukan
dalam urin janin. Asiklovir difosforilasi oleh enzim timdin-kinase
menjadi asiklovir trifosfat yang dapat menghambat polymerase
virus DNA yang mengganggu replikasi virus.
Pada pengujian dengan binatang tidak terlihat adanya efek
karsinogenik, mutagenik atau teratogenik, pada dosis terapi. Tidak
didapatkan

data

yang

memperlihatkan

bahwa

asiklovir

menyebabkan gangguan ginjal janin atau efek toksik lainnya. Data


tentang penggunaan asiklovir yang dihimpun dari 18 negara ,
selama 9 tahun mulai Juni 1993, memperlihatkan dari 811
kehamilan yang diikuti secara prospektif, 601 diikuti sampai hamil
aterm dan sampai 1 tahun pasca kelahiran ternyata tidak
didapatkan adanya kelainan dari janin yang dilahirkan. Namun
bagaimanapun penggunaan asiklovir harus tetap hati-hati pada
kehamilan khususnya masa trimester pertama sebab obat ini oleh
FDA digolongkan dalam kategori C.
Dosis asiklovir yang diberikan 10mg/kgbb, diberikan infus
intravena, untuk anak-anak 500 mg/m2 tiap 8 jam . Dilain pihak

17

asiklovir oral, kurang absorbsinya bioavailabilitinya hanya 15-30


%, diberikan 800 mg 5 kali sehari, selama 7 hari. Untuk anak-anak
20 mg/kgbb 5 kali sehari. Efek samping yang terjadi berupa
muntah, nausea, 7,14
2.

Valasiklovir
Merupakan terapi yang baru untuk varisela dan yang cukup tinggi
bioavailabilitasnya adalah Valasiklovir, yaitu suatu L-valyl aster
asiklovir yang dimetabolisme menjadi asiklovir dan L-valin. Cara
kerjanya sama dengan asiklovir. Bioavailabilitas valasiklovir lebih
besar dibandingkan asiklovir. Dosis valasiklovir 3 kali 1 gram
peroral untuk mencapai level plasma 5-10 mg/ml.

3.

Famsiklovir
Bioavailabilitas dari Famsiklovir juga lebih baik disbanding
asiklovir.

Obat

ini

dimetabolisme

menjadi

pensiklovir

difosforilase oleh enzim timidin-kinase menjadi pensiklovir


trifosfat yang dapat menghambat polymerase DNA virus.Dosis
secara oral 3 x 250-500 mg /hari selama 7 hari.
4.

Foskarnet
Suatu analog pirofosfat inorganic

yang mampu menghambat

multiplikasi famili virus herpes secara invitro dimana secara


selektif menghambat polymerase DNA tanpa memerlukan tahap
fosforilase oleh enzim timidin kinase. Digunakan pada pasienpasien terinfeksi virus varisela zoster yang resisten terhadap
asiklovir. Diberikan secara intravena dengan dosis standar 40 mg/
kgbb tiap 8 jam.
III. Ringkasan
Kehamilan dengan varisela pada trimester III dapat menimbulkan komplikasi
pada ibu berupa penumonia, hepatitis dan encephalitis yang merupakan akibat

18

dari perubahan imunitas yang dimediasi oleh sel pada kehamilan. Komplikasi
pada janin dapat berupa sindrom varisela kongenital dan neonatal varisela
ataupun bentuk yang berat dari neonatal varisela. Terapi antiviral diperlukan
untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi baik pada ibu dan janin dan
upaya pencegahan infeksi varisela pada kehamilan dapat dilakukan dengan
pemberian vaksin yang merupakan metode efektif untuk mencegah komplikasi.
IV. Rujukan
1. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and Herpes zoster : Introduction In :
Fitzpatricks dermatology in general medicine, 8th ed. New York : McGraw-Hill,
2009.
2. Creasy RK, Resnik R, Iams JD, Lockwood CJ, Moore TR. Creasy & Resniks
maternal-fetal medicine principle and practice. Philadelphia : Elsevier, 2009:739-95.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams
obstetrics, 23rd ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc, 2010.
4. Nelwan EJ. Infeksi virus varisela zoster pada kehamilan. Dalam Laksmi PJ, Alwi A,
Setiati S, Mansjoer A, Ranita R. Ed. Penyakit-penyakit pada kehamilan : peran
seorang internis. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2008:30308.
5. Hadisaputro H, Kristanto H. Fisiologi kardiovaskuler ibu hamil. Dalam: Hariadi R
ed. Ilmu kedokteran fetomaternal. Edisi ke-1. Surabaya: Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, 2004: 117-24.
6. Narkeviciute I, Bernatoniene J. Varicella zoster virus infection in pregnancy. In :
Magel GD. Herpesviridae A look into this unique family of viruses. Croatia: Intech
Europe, 2012;174-92.
7. Rafael TJ. Varicella. In : Berghella V. Maternal fetal medicine. 2 nd ed. Philadelphia.
Informa Healthcare, 2012:739-97.
8. Lubis RD. Varicella dan Herpes Zoster. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK USU. 2008. Diunduh dari www.usu.e-repository.com. Diakses tanggal 5
september 2014.
9. Sauerbrei A, Wutzler P. Herpes simplex and varicella-zoster virus infections during
pregnancy: current concepts of prevention, diagnosis, and therapy. Part 2: Varicellazoster virus infections. Med Microbiol Immunol. 2007;196:95-102.
10. Lamont BF, Sobel JD, Carrington D, Tovi SM, Kusanovic JP, Romero R. Varicella
zoster virus (chickenpox) infection in pregnancy. BJOG. 2011;118(10):1155-62.

19

11. Tan MP, Koren G. Chicken pox in pregnancy : revisited. Reprod Toxicol.
2006;21:410-20.
12. Ghosh S, Chaudhuri S. Pregnancy and varicella infection : A residents quest. Indian
J Dermatol Venereo Leprol. 2013;79:264-7.
13. Byrne BMP, Crowley PA, Carrington D. Chicekpox in pregnancy. RCOG Green-top
guideline. 2006;13.
14. Shrim A, Koren G, Yudin MH, Farine D. Management of varicella infection
(chickenpox) in pregnancy. J Obstet Gynaecol Can. 2012; 349(3):287-92.
15. Koren G. Congenital varicella syndrome in the third semester. Lancet.
2005;366:1591-92.
16. Arvin AM, Paryani SG. Intrauterine infection with varicella-zoster virus after
maternal varicella. N Engl J Med. 1986; 314:1542-6.
17. Habif TP. Warts, herpes simplex and other viral infection In: Clinical dermatology.
5th ed. Elsevier, 2009:454-90.

Anda mungkin juga menyukai