Anda di halaman 1dari 17

CLINICAL SCIENCE SESSION

ABLASIO RETINA

Pembimbing :

Susi Heryati, dr., SpM

Oleh : Normadihah binti Mohamad Zolkifli Nur Akmal binti Affan Farhan Haripabillah

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

ANATOMI Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina atau selaput jala ini merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, orra serata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal, dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrana Bruch, khoroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan retina pada ablasio retina.

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luarnya adalah sebagai berikut : 1. Epitelium pigmen retina 2. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

3. Membran limitan eksterna, yang merupakan membrane ilusi. 4. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid. 5. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 6. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. 7. lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular, merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion. 8. Lapis sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari neuron kedua. 9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. 10. membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dengan badan kaca.

Gambar 2. Sepuluh Lapisan Retina Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada katup posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis, makula

dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea, yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus jika dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, di sini fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan merupakan bagian retina yang paling tipis Retina menerima darah dari dua sumber: 1. Khoriokapilaria, berada tepat di luar membrana Bruch, yang

memperdarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina. 2. Cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.

Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lepisan endotel yang tidak berlubang dan membentuk sawar darah retina. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.

FISIOLOGI RETINA Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebioh

kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah makula digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).

DEFINISI ABLATIO RETINA Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihata yang menetap.

EPIDEMIOLOGI Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 12,5 dari 100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun.(Subramanian& Topping, 2004) Adapun faktor-faktor penyebab ablasio retina yang paling umum adalah miopia 40-50%, operasi katarak dengan implan lensa (afakia, pseudofakia) 3040%, dan trauma okuli 10-20%. Diperkirakan 15 % pasien dengan ablasio retina pada salah satu mata akan mengalami ablasio pada mata lainnya. Risiko ablasio bilateral meningkat (25-30%) pada pasien yang telah menjalani ekstraksi katarak bilateral. Insiden ablasio retina relatif lebih sering pada orang etnis Yahudi dan relatif rendah pada bangsa kulit hitam. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 4070 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja dengan penyebab lebih

banyak karena trauma. Pada pasien ablasio retina usia di bawah 45 tahun, 60% laki-laki dan 40% perempuan. Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang memiliki miopia tinggi; Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan vitreus; Pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral; Baru mengalami trauma mata berat.

PATOGENESIS

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang matur dan dapat terpisah : 1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa). 2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina (misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional)). 3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif) Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya. Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.

Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.9 Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerkan mata bahkan akan lebih kuat lagi.Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.

KLASIFIKASI Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas: 1. Ablasio retina regmatogenosa Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa. Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.

Karakteristik ablasio regmatogenosa adalah pemutusan total (full-thickness) di retina sensorik, traksi korpus vitreum dengan derajat bervariasi, dan mengalirnya korpus vitreum cair melalui defek retina sensorik ke dalam ruang subretina. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum. Miopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.2

Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan.

Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau lebih pemutusan retina total misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis; robekan tapal kuda paling sering terjadi di kuadran superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal, dan dialisis retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel, maka defek biasanya terletak dalam 90 derajat satu sama lain. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akaibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.

Ablasio retina regmentosa 2. Ablasio retina tarikan atau traksi Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua dan terutama disebabkan oleh retinopati diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau trauma mata. Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Berbeda dengan penampakan konveks pada ablasio regmatogenosa, ablasio retina akibat traksi yang khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya disebabkan oleh adanya membran vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri dari fibroblas dan sel glia atau sel epitel pigmen retina. Pada ablasio retina akibat traksi pada diabetes, kontraksi korpus vitreum menarik jaringan fibrovaskular dan retina di bawahnya ke arah anterior menuju dasar korpus vitreum. Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkadearkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangan sehingga kelainan melibatkan retina midperifer dan makula. Proses patologik dasar pada mata yang mengalami vitreoretinopati proliferatif adalah pertumbuhan dan kontraksi membran selular di kedua sisi retina dan di

permukaan korpus vitreum posterior. Traksi fokal dari membran selular dapat menyebabkan robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablasio retina regmatogenosa-traksional.

Ablasio retina traksi 3. Ablasio retina eksudatif Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.

10

Ablasio retina eksudatif

DIAGNOSIS Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah : Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. Kadang-kadang penderita merasa ada tabir atau bayangan yang datang dari oerifer (biasanya dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak bersama-sama dengan gerakan mata dan menjadi lebih nyata. Pada stadium awal, penglihatannya membaik di malam hari, dan memburuk di siang hari, terutama sesudah stres fisik

(membungkuk, mengangkat) atau mengendarai mobil di jalanan yang bergelombang. Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. Keadaan ini disebabkan oleh tarikan pada retina dan bisa terjadi pada orang normal jika terjadi cedera tumpul pada mata. Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas.

11

Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat. Selain itu dalam anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan

sebelumnya (seperti : ekstraksi katarak, pengangkatan benda asing intraokular, dsb), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vireous, ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik), riwayat keluarga dengan penyakit mata, serta penyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes, tumor, sickle cell disease, leukemia, eklamsia, dan prematuritas). 2. Pemeriksaan oftalmologi Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat. Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia. Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio retina tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang mengalami ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang terdiri dari

12

darah dan pigmen atau kelopak lubang retina (operkulum) dapat ditemukan mengambang bebas.

Pemeriksaan oftalmologi ablasio retina

3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah. Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliferative

vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara: 1. Scleral buckle Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan

13

selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama-tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.

Sceleral buckle 2. Retinopeksi pneumatik Retinopati pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari

14

untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.

Retinopeksi pneumatik

3.

Vitrektomi Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga digunakan pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutter untuk

menghilangkan berkas badan kaca (vitreous strands), membran, dan perlekatan-perlekatan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.

15

Vitrektomi

DIAGNOSIS BANDING Retinoschisis degeneratif Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang diobservasi karena jarang terjadi penyebaran ke daerah posterior, namun jika ada maka merupakan defek yang absolut.16,17 Elevasi yangtimbul berbentuk konveks, halus, tipis dan tidak bergerak. Lapisan dalam yang tipis dapat disalahartikan dengan ablasio retina regmatogenosa athropic long-standing, akan tetapi demarcation line dan kista sekunder tidak ditemukan pada retinoschisis. Robekan dapat terjadi pada salah satu atau kedua lapisan pada reticular retinoschisis.16,17 Choroidal detachment Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan pelepasan koroid yang luas.17 Tekanan intraokular dapat sangat rendah karena lepasnya badan siliar. Pelepasan koroid memberi gambaran konveks, halus, berwarna coklat, danrelatif tidak bergerak. Retina perifer dan ora serata dapat terlihat tanpa indentasi sklera. 16,17

16

KOMPLIKASI Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.4 Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.6

PROGNOSIS Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.9 Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.6

17

Anda mungkin juga menyukai

  • BST - Dengue
    BST - Dengue
    Dokumen3 halaman
    BST - Dengue
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Css Emergency
    Css Emergency
    Dokumen15 halaman
    Css Emergency
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Chart Kuestioner Diare
    Chart Kuestioner Diare
    Dokumen5 halaman
    Chart Kuestioner Diare
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Crs Cirr2
    Crs Cirr2
    Dokumen45 halaman
    Crs Cirr2
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • CRS Atresia
    CRS Atresia
    Dokumen11 halaman
    CRS Atresia
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Presentation 2
    Presentation 2
    Dokumen20 halaman
    Presentation 2
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien IDCM
    Status Pasien IDCM
    Dokumen5 halaman
    Status Pasien IDCM
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • CP Akmal
    CP Akmal
    Dokumen15 halaman
    CP Akmal
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Refraction
    Refraction
    Dokumen19 halaman
    Refraction
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Rhinit
    Rhinit
    Dokumen18 halaman
    Rhinit
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Omskkk
    Omskkk
    Dokumen15 halaman
    Omskkk
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen2 halaman
    Laporan Kasus
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Kontraktur
    Kontraktur
    Dokumen13 halaman
    Kontraktur
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Kontraktur
    Kontraktur
    Dokumen13 halaman
    Kontraktur
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Hidrokel Print
    Hidrokel Print
    Dokumen19 halaman
    Hidrokel Print
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Hernia Print
    Hernia Print
    Dokumen17 halaman
    Hernia Print
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Apikal Akmal
    Infeksi Apikal Akmal
    Dokumen48 halaman
    Infeksi Apikal Akmal
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Hernia Scrotal
    Hernia Scrotal
    Dokumen74 halaman
    Hernia Scrotal
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Kontraktur
    Kontraktur
    Dokumen13 halaman
    Kontraktur
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Stroke
    Stroke
    Dokumen2 halaman
    Stroke
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen2 halaman
    Laporan Kasus
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Pulpit Is
    Pulpit Is
    Dokumen2 halaman
    Pulpit Is
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • BST Acne
    BST Acne
    Dokumen2 halaman
    BST Acne
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat
  • Omskkk
    Omskkk
    Dokumen15 halaman
    Omskkk
    Nur Akmal A'ffan
    Belum ada peringkat