Anda di halaman 1dari 44

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversible atau reversible parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkhitis kronik sendiri ditandai dengan adanya batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurangkurangnya dua tahun berturut-turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronis juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversible penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.1,2 Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting dari PPOK, jauh lebih penting daripada faktor penyebab lainnya. Selain itu, faktor risiko lain yang dapat menyebabkan PPOK diantaranya adalah hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang, dan riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja.2,3 Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986, asma, bronkitis kronik, dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis, dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan tersebut diantaranya adalah kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%), polusi udara terutama di kota besar, dan industrialisasi. Karena jumlah dan tingkat mortalitas akibat kasus PPOK di Indonesia adalah tinggi, maka sebagai dokter umum harus dapat mengenali dan melakukan terapi pada PPOK.3

BAB II LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS Nama Jenis kelamin Usia Alamat Pekerjaan Status perkawinan Agama MRS Ruangan : Tn. AS : Laki-laki : 55 tahun : Jl. Raya Centex no. 113 Rt08/Rw03, Ciracas - Jaktim : Pensiunan : Menikah : Kristen : 7 Maret 2013 : Melati

Tanggal pemeriksaan : 9 Maret 2013

II. ANAMNESIS Keluhan utama Sesak yang bertambah hebat sejak 2 hari SMRS

Keluhan tambahan Batuk berdahak

Riwayat perjalanan penyakit Sejak 1 tahun yang lalu, pasien juga mengeluh sesak, sesak dipengaruhi aktivitas bila berjalan sejauh 50 meter, tidak dipengaruhi cuaca dan emosi, nafas bunyi mengi (+), pasien mengeluh batuk yang tidak berdahak, darah tidak ada. Demam ada tapi tidak terlalu tinggi (+), keringat malam hari (+), nafsu makan menurun (+), berat badan menurun (+), BAB dan BAK biasa. Pasien kemudian berobat ke puskesmas dan dirawat selama 10 hari. Pasien mengkonsumsi obat paket selama 6 bulan. Pasien berhenti minum obat setelah dinyatakan sembuh oleh dokter yang meratwat.

1 bulan SMRS pasien mengeluh sesak nafas, sesak dipengaruhi aktivitas (+) bila berjalan sejauh 50 meter, tidak dipengaruhi cuaca dan emosi, sering terbangun di malam hari karena sesak (-), pasien tidur dengan 1 bantal, bunyi mengi (+), batuk (+), berdahak (+), dahak putih kental 1 sendok teh, demam (+) ada tidak terlalu tinggi , nyeri dada (-), dada berdebar (-), kaki bengkak (-), nafsu makan turun (+), keringat malam (+) BAB dan BAK biasa. Pasien kemudian berobat ke praktek dokter. Dan mengalami perbaikan, batuk dan sesak berkurang. 7 hari SMRS pasien mengeluh sesak nafas semakin hebat, sesak dipengaruhi aktivitas (+) bila berjalan sejauh 10 meter, nafas bunyi mengi (+), batuk (+), berdahak (+), dahak putih kental 2 sendok teh, demam ada namun tidak terlalu tinggi. Pasien mengeluh sering terbangun di malam hari karena sesak (-), pasien tidur dengan 1 bantal, nyeri dada (-), dada berdebar (-), kaki bengkak (), nafsu makan menurun (+). Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati (+), mual (+), mutah (-), perut terasa penuh (+), selalu bersendawa (+). BAB dan BAK biasa. Pasien kemudian berobat ke SpPd namun tidak ada perbaiakan. Kemudian pasien berobat ke RSMH dan dirawat.

Riwayat penyakit dahulu Riwayat nafas berbunyi mengi (+) sejak tahun 1996, pencetus mengi udara dingin, pasien menggunakan obat yang disemprot setiap kali serangan. Riwayat alergi makanan tidak ada. Riwayat bersin-bersin udara dingin ada. Riwayat hipertensi ada. Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat minum obat-obatan NSAID disangkal.

Riwayat kebiasaan Pasien adalah seorang perokok aktif sejak umur 14 tahun, dan mengaku sudah berhenti sejak 4 tahun yang lalu. Pasien bisa menghabiskan 4-6 bungkus rokok setiap harinya.

Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit di keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK (Pemeriksaan Tanggal 9 Maret 2013) Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu BB TB IMT : Tampak sakit sedang : Compos mentis : 110/70 mmHg : 88 x/ menit : 27x/ menit : 36,8C : 59 kg : 170 cm : 20,41 kg/m3 (normal weight)

Pemeriksaan Kepala Bentuk kepala Rambut Mata : normocephal : warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata : exophtalmus (-/-), edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+) , pupil isokor Telinga Hidung Mulut : discharge (-), deformitas (-) : discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-) : bibir kering (-), bibir pucat (-),sianosis (-), lidah kotor (-) atrofi papil lidah (-), pursed lips breathing (-) Pemeriksaaan Leher Inspeksi Palpasi Pemeriksaan Toraks Pulmo : deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-) : pembesaran kgb (-/-), retraksi suprasternal (-)

Inspeksi

: dinding dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi interkostal (-), jejas (-), sela iga melebar (-), barrel chest

Palpasi Perkusi Auskultasi

: fremitus taktil dan vokal sama kanan dan kiri : hipersonor di kedua lapang paru :SN vesikuler (+), rhonki (+/+), wheezing (+/+), ekspirasi memanjang (+)

Cor Inspeksi Palpasi Perkusi : iktus kordis tidak terlihat : iktus kordis teraba pada SIC IV 2 jari lateral LMCS, : batas jantung 1. 2. 3. 4. Auskultasi Kanan atas SIC II LPSD Kanan bawah SIC IV LPSD Kiri atas SIC II LPSS Kiri bawah SIC V 2 jari lateral LMCS

: bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : bentuk buncit, spider nevi (-), jejas (-), sikatriks (-) : bising usus (+) normal : timpani di seluruh kuadran abdomen, shifting dullness (-) : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tidak teraba pembesaran hepar dan lien, ballottement ginjal (-), undulasi (-) Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Pemeriksaan Kulit Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-), scar (-), keringat umum (-), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal. : edema (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-) : edema (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-)

Pemeriksaan KGB Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, dan submandibula.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hasil Pemeriksaan Hematologi 7 Maret 2013: Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Darah elektroklit pH PCO2 PO2 Hct HCO3HCO3- std TCO2 BE ecf BE (B) Saturasi O2 7.34 48 mmHg 88 mmHg 39% 25.9 mmol/L 24.7 mmol/L 27.4 0.1 -0.3 96 14,8 g/dl 45 vol% 6440/mm3 245000/ mm3 14-18 g/dl 40-48 vol% 5000-10.000/mm3 200.000-500.000/ mm3 Hasil Normal

Hasil Pemeriksaan Hematologi 8 Maret 2013: Pemeriksaan Hematologi LED Hemoglobin Hematokrit 10 13.6 41 Hasil Normal

Eritrosit Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC Hitung Jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Fungsi Hati Protein Total Albumin Globulin Bilirubin total Bilirubin Direk Bilirubin Indirek SGPT SGOT Alkali Fosfatase Diabetes Glukosa darah sewaktu Lemak Kolesterol total Trigliserida Kolesterol HDL Kolesterol LDL

4.5 5710 233000 92 30 32

0 0 0 63 30 7

6.3 3.6 2.7 1.56 0.80 0.76 36 20 75

111

201 55 76 114

Ureum Kreatini darah Asam urat

15.6 0.8 6.5

Hasil pemeriksaan kultur tanggal 8 Maret 2013 : Pemeriksaan BTA I Hasil -/negatif Normal (-) tidak ditemukan BTA, (+1) ditemukan 1099 BTA/100 lap pandang, (+2) ditemukan 1-10 BTA/Lp dalam 50 lap pandang, (+3) ditemukan >10 BTA/Lp dalam 20 lap pandang (-) tidak ditemukan BTA, (+1) ditemukan 1099 BTA/100 lap pandang, (+2) ditemukan 1-10 BTA/Lp dalam 50 lap pandang, (+3) ditemukan >10 BTA/Lp dalam 20 lap pandang

BTA II

-/negatif

BTA III Pemeriksaan radiologi Foto thorax PA (tanggal 19 Maret 2012)

Gambar 1: Foto rontgen thorax

Kualitas foto kurang baik asimetris Trakea di tengah

Tulang-tulang baik Sela iga melebar Diafragma tenting (-) CTR < 50% Sudut costophrenicus tumpul Parenkim paru : infiltrat di apeks kiri dan kanan, hiperaerasi

Kesan : TB aktif lesi sedang, PPOK.

RESUME

Seorang laki-laki berinisial Tn.B, berumur 70 tahun, MRS tanggal 21 Maret 2012 dengan keluhan utama sesak nafas yang bertambah hebat sejak 7 hari SMRS. Sejak 1 tahun yang lalu, pasien juga mengeluh sesak, sesak dipengaruhi aktivitas bila berjalan sejauh 50 meter, tidak dipengaruhi cuaca dan emosi, nafas bunyi mengi (+), pasien mengeluh batuk yang tidak berdahak, darah tidak ada.

Demam ada tapi tidak terlalu tinggi (+), keringat malam hari (+), nafsu makan menurun (+), berat badan menurun (+), BAB dan BAK biasa. Pasien kemudian berobat ke puskesmas dan dirawat selama 10 hari. Pasien mengkonsumsi obat paket selama 6 bulan. Pasien berhenti minum obat setelah dinyatakan sembuh oleh dokter yang meratwat. 1 bulan SMRS pasien mengeluh sesak nafas, sesak dipengaruhi aktivitas (+) bila berjalan sejauh 50 meter, tidak dipengaruhi cuaca dan emosi, sering terbangun di malam hari karena sesak (-), pasien tidur dengan 1 bantal, bunyi mengi (+), batuk (+), berdahak (+), dahak putih kental 1 sendok teh, demam (+) ada tidak terlalu tinggi , nyeri dada (-), dada berdebar (-), kaki bengkak (-), nafsu makan turun (+), keringat malam (+) BAB dan BAK biasa. Pasien kemudian berobat ke praktek dokter. Dan mengalami perbaikan, batuk dan sesak berkurang. 7 hari SMRS pasien mengeluh sesak nafas semakin hebat, sesak

dipengaruhi aktivitas (+) bila berjalan sejauh 10 meter, nafas bunyi mengi (+), batuk makin sering (+), berdahak (+), dahak putih kental 2 sendok teh, demam ada namun tidak terlalu tinggi. Pasien mengeluh sering terbangun di malam hari karena sesak (-), pasien tidur dengan 1 bantal, nyeri dada (-), dada berdebar (-), kaki bengkak (-), nafsu makan menurun (+). Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati (+), mual (+), mutah (-), perut terasa penuh (+), selalu bersendawa (+). BAB dan BAK biasa. Pasien kemudian berobat ke SpPd namun tidak ada perbaiakan. Kemudian pasien berobat ke RSMH dan dirawat. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, keadaan compos mentis. Tekanan darah pasien 110/70 mmHg, nadi 78 x/menit, pernafasan 22 x/menit, pada pemeriksaan paru didapatkan barrel

chest, sela iga melebar, hipersonor pada kedua lapangan paru, stemfremitus menurun pada kedua lapangan paru, vesikuler (+) melemah pada kedua lapangan paru, ronki basah sedang di kedua apex paru. Pada pemeriksaan jantung didapatkan batas jantung sulit dinilai. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hepar teraba 1 jari dibawah arkus kosta, permukaan rata, tepi tajam, konsistensi kenyal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan adanya nyeri tekan di daerah epigastrium. Dari pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya kelainan. Dari pemeriksaan rontgen thorak didapatkan kesan adanya infiltrat di kedua apex paru, sudut costofrenikus >90%, sela iga melebar, dan hiperaerasi.

Diagnosis kerja: PPOK eksaserbasi akut

Diagnosis banding: Asma bronchial SOPT

Penatalaksanaan: Nonfarmakologis Istirahat Diet nasi biasa tinggi kalori tinggi protein.

Farmakologis IVFD D5% gtt X/menit (mikro) + Aminophillin I amp gtt xx OBH sirup 3x1 c Injeksi ceftriaxon 1x2 gr IV Salbutamol 3x1 mg tab Neulizer combivent jika sesak Omeprazol 1x20 mg Antasid sirup 3x1 c

Rencana Pemeriksaan o Spirometri o Sputum I,II,III o Kultur MTB dan uji resistensi o Analisis gas darah o Feces rutin

Prognosis: Quo ad vitam Quo ad Functionam : Dubia ad bonam : Dubia ad malam

PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP Tanggal S: 22 Maret 2012 Sesak nafas (+), batuk (+), nyeri ulu

hati (+) O: keadaan umum Sensorium TD (mmHg) Nadi (x/mnt) Pernapasan (x/mnt) Suhu (C) -compos mentis -100/60 mmHg -100x/mnt -30x/mnt -36,8C

Keadaan spesifik Kepala -conjunctiva palpebra pucat (-) - sklera ikterik (-)

Leher

-(5-2) cmH2O -pembesaran KGB (-)

Thoraks Cor: I: Ictus cordis tidak terlihat. P: Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicularis. P: Batas jantung sulit dinilai. A: HR: 80x/mnt, reguler, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: .

I: statis simetris kanan dan kiri, Barrel chest (+), sela iga melebar, retraksi dinding dada (+), penggunaan alat

bantu pernafasan (+) Dinamis: simetris kanan dan kiri, pergerakan dinding dada tertinggal (-) P: stem fremitus menurun di kedua lapangan paru, sela iga melebar (+). P: hipersonor dikedua lapangan paru,

batas paru-hepar padan ICS VII. A: vesikuler (+) menurun di kedua lapangan paru, RBS di kedua apex paru, wheezing (+) ekspirasi, ekspirasi memanjang.

I: datar Abdomen: P: lemas, hepar teraba 1 jari di bawah arkus kosta, tepi tajam, kenyal,

permukaan rata, lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrium, P: timpani, nyeri ketok (-) A: Bising usus (+) normal

Clubing Finger(+), edema pretibial (-), Ekstremitas : akral dingin (-)

A:

PPOK eksaserbasi akut + suspek kasus kambuh TB paru lesi sedang + Sindrom dispepsia.

P:

Nonfarmakologis Istirahat Diet nasi biasa tinggi kalori tinggi protein. Farmakologis O2 2 L/mnt IVFD D5% gtt X/menit (mikro) + Aminophillin I amp gtt xx OBH sirup 3x1 c

Injeksi ceftriaxon 1x2 gr IV Omeprazol 1x20 mg Antasid sirup 3x1 c Salbutamol 3x1 mg tab Nebulizer combivent jika sesak

Rencana Pemeriksaan o Spirometri o Sputum I,II,III o Kultur MTB dan uji resistensi o Analisis gas darah o Feces rutin

Tanggal S:

23 Maret 2012 Sesak nafas (+), batuk (+), nyeri ulu hati (+) berkurang.

O: keadaan umum Sensorium TD (mmHg) Nadi (x/mnt) Pernapasan (x/mnt) Suhu (C) -compos mentis -110/60 mmHg -80x/mnt -26x/mnt -36,8C

Keadaan spesifik Kepala -conjunctiva palpebra pucat (-) - sklera ikterik (-)

Leher

-(5-2) cmH2O -pembesaran KGB (-)

Thoraks Cor: I: Ictus cordis tidak terlihat.

P: Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicularis. P: Batas jantung sulit dinilai. A: HR: 80x/mnt, reguler, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: .

I: statis simetris kanan dan kiri, Barrel chest (+), sela iga melebar, retraksi dinding dada (+), penggunaan alat

bantu pernafasan (+) Dinamis: simetris kanan dan kiri, pergerakan dinding dada tertinggal (-) P: stem fremitus menurun di kedua lapangan paru, sela iga melebar (+). P: hipersonor dikedua lapangan paru, batas paru-hepar padan ICS VII. A: vesikuler (+) menurun di kedua lapangan paru, RBS di kedua apex paru, wheezing memanjang. (+) ekspirasi, ekspirasi

Abdomen:

I: datar P: lemas, hepar teraba 1 jari di bawah arkus kosta, tepi tajam, kenyal,

permukaan rata, lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrium, P: timpani, nyeri ketok (-) A: Bising usus (+) normal

Ekstremitas :

Clubing Finger(+), edema pretibial (-), akral dingin (-)

A:

PPOK eksaserbasi akut + suspek kasus kambuh TB paru lesi sedang + sindrom dispepsia dengan perbaikan

P:

Nonfarmakologis Istirahat Diet nasi biasa tinggi kalori tinggi protein. Farmakologis Aminophillin 3x1 tab OBH sirup 3x1 c Injeksi ceftriaxon 1x2 gr IV Omeprazol 1x20 mg Antasid sirup 3x1 c Salbutamol 3x1 mg tab Nebulizer combivent jika sesak

Rencana Pemeriksaan o Spirometri o Sputum I,II,III o Kultur MTB dan uji resistensi o Analisis gas darah o Feces rutin

Tanggal S:

24 Maret 2012 Sesak nafas (+) berkurang, batuk (+) berkurang , nyeri ulu hati (+) berkurang

O: keadaan umum

Sensorium TD (mmHg) Nadi (x/mnt) Pernapasan (x/mnt) Suhu (C)

-compos mentis -110/70 mmHg -88x/mnt -24x/mnt -36,8C

Keadaan spesifik Kepala -conjunctiva palpebra pucat (-) - sklera ikterik (-)

Leher

-(5-2) cmH2O -pembesaran KGB (-)

Thoraks Cor: I: Ictus cordis tidak terlihat. P: Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicularis. P: Batas jantung sulit dinilai. A: HR: 80x/mnt, reguler, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: .

I: statis simetris kanan dan kiri, Barrel chest (+), sela iga melebar, retraksi dinding dada (-), penggunaan alat

bantu pernafasan (-) Dinamis: simetris kanan dan kiri, pergerakan dinding dada tertinggal (-) P: stem fremitus menurun di kedua lapangan paru, sela iga melebar (+). P: hipersonor dikedua lapangan paru, batas paru-hepar padan ICS VII. A: vesikuler (+) menurun di kedua

lapangan paru, RBS di kedua apex paru, wheezing (+) ekspirasi, ekspirasi memanjang.

I: datar Abdomen: P: lemas, hepar teraba 1 jari di bawah arkus kosta, tepi tajam, kenyal,

permukaan rata, lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrium, P: timpani, nyeri ketok (-) A: Bising usus (+) normal

Clubing Finger(+), edema pretibial (-), Ekstremitas : akral dingin (-)

A:

PPOK

eksaserbasi

akut

dengan

perbaikan + suspek kasus kambuh TB paru lesi sedang + Sindrom dispepsia dengan perbaikan

P:

Nonfarmakologis Istirahat Diet nasi biasa tinggi kalori tinggi protein. Farmakologis Aminofilin tab 3x1 OBH sirup 3x1 c Injeksi ceftriaxon 1x2 gr IV Omeprazol 1x20 mg Antasid sirup 3x1 c

Salbutamol 3x1 mg tab Nebulizer combivent jika sesak

Rencana Pemeriksaan o Spirometri o Sputum I,II,III o Kultur MTB dan uji resistensi o Analisis gas darah o Feces rutin

Tanggal S:

25 Maret 2012 Sesak nafas (+) berkurang, batuk (+) berkurang, nyeri ulu hati (+) berkurang

O: keadaan umum Sensorium TD (mmHg) Nadi (x/mnt) Pernapasan (x/mnt) Suhu (C) -compos mentis -120/80 mmHg -80x/mnt -22x/mnt -36,8C

Keadaan spesifik Kepala -conjunctiva palpebra pucat (-) - sklera ikterik (-)

Leher

-(5-2) cmH2O -pembesaran KGB (-)

Thoraks Cor: I: Ictus cordis tidak terlihat. P: Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicularis.

P: Batas jantung sulit dinilai. A: HR: 80x/mnt, reguler, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: .

I: statis simetris kanan dan kiri, Barrel chest (+), sela iga melebar, retraksi dinding dada (-), penggunaan alat

bantu pernafasan (-) Dinamis: simetris kanan dan kiri, pergerakan dinding dada tertinggal (-) P: stem fremitus menurun di kedua lapangan paru, sela iga melebar (+). P: hipersonor dikedua lapangan paru, batas paru-hepar padan ICS VII. A: vesikuler (+) menurun di kedua lapangan paru, RBS di kedua apex paru, wheezing (-) ekspirasi.

Abdomen:

I: datar P: lemas, hepar teraba 1 jari di bawah arkus kosta, tepi tajam, kenyal,

permukaan rata, lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrium, P: timpani, nyeri ketok (-) A: Bising usus (+) normal

Ekstremitas :

Clubing finger(+), edema pretibial (-), akral dingin (-)

A:

PPOK

eksaserbasi

akut

dengan

perbaikan + suspek kasus kambuh TB paru lesi sedang + sindrom dispepsia dengan perbaikan

P:

Nonfarmakologis Istirahat Diet nasi biasa tinggi kalori tinggi protein.

Farmakologis OBH sirup 3x1 c Injeksi ceftriaxon 1x2 gr IV Omeprazol 1x20 mg Antasid sirup 3x1 c Salbutamol 3x1 mg tab Nebulizer combivent jika sesak

Rencana Pemeriksaan o Spirometri o Sputum I,II,III o Kultur MTB dan uji resistensi o Analisis gas darah o Feces rutin

Tanggal S:

26 Maret 2012 Sesak nafas (+) berkurang, batuk (+) berkurang , nyeri ulu hati (+) berkurang

O: keadaan umum Sensorium TD (mmHg) Nadi (x/mnt) Pernapasan (x/mnt) Suhu (C) -compos mentis -100/60 mmHg -80x/mnt -28x/mnt -36,8C

Keadaan spesifik Kepala -conjunctiva palpebra pucat (-) - sklera ikterik (-)

Leher

-(5-2) cmH2O -pembesaran KGB (-)

Thoraks Cor: I: Ictus cordis tidak terlihat. P: Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicularis. P: Batas jantung sulit dinilai. A: HR: 80x/mnt, reguler, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: .

I: statis simetris kanan dan kiri, Barrel chest (+), sela iga melebar, retraksi dinding dada (-), penggunaan alat

bantu pernafasan (-) Dinamis: simetris kanan dan kiri, pergerakan dinding dada tertinggal (-) P: stem fremitus menurun di kedua lapangan paru, sela iga melebar (+). P: hipersonor dikedua lapangan paru, batas paru-hepar padan ICS VII.

A: vesikuler (+) menurun di kedua lapangan paru, RBS di kedua apex paru, wheezing (-) ekspirasi.

I: datar Abdomen: P: lemas, hepar teraba 1 jari di bawah arkus kosta, tepi tajam, kenyal,

permukaan rata, lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrium, P: timpani, nyeri ketok (-) A: Bising usus (+) normal

Clubing finger(+), edema pretibial (-), Ekstremitas : akral dingin (-)

A:

PPOK

eksaserasi

akut

dengan

perbaikan + suspek kasus kambuh TB paru lesi sedang + sindrom dispepsia dengan perbaikan

P:

Nonfarmakologis Istirahat Diet nasi biasa tinggi kalori tinggi protein. Farmakologis OBH sirup 3x1 c Injeksi ceftriaxon 1x2 gr IV Omeprazol 1x20 mg Antasid sirup 3x1 c Salbutamol 3x1 mg tab

Nebulizer combivent jika sesak

Rencana Pemeriksaan o Spirometri o Sputum I,II,III o Kultur MTB dan uji resistensi o Analisis gas darah o Feces rutin

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

3.1.1 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial., bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.1

3.1.2 Epidemiologi Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi individu tersebut. Insidensi pada pria lebih banyak daripada wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita.2

3.1.3 Faktor Risiko Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikelpartikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya.1,3 1. Asap rokok Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi daripada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK bergantung pada dosis merokok nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.

Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar. 2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun) 3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas, dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Ini memungkinkan bahwa wanita di negara berkembang memiliki angka kejadian yang tinggi terhadap kejadian PPOK. 4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan jalanan. 5. Infeksi saluran nafas berulang 6. Jenis kelamin Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal tersebut masih kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan perokok pria. Di negara berkembang wanita lebih banyak terkena paparan polusi udara yang berasal dari asap saat mereka memasak. 7. Status sosioekonomi dan status nutrisi 8. Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadang-kadang berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK, meskipun banyak penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan magnesium memiliki prioritas utama. 9. Asma 10. Usia 11. Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan 12. Faktor Genetik debu

13. Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu penyebab terjadinya PPOK, meskipun penelitian Framingham pada populasi umum menyebutkan bahwa faktor genetik memberi kontribusi yang rendah dalam penurunan fungsi paru.

3.1.4 Patofisiologi Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif. Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang

menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed. Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah

lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal. Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (<2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.1

3.1.5 Diagnosis Diagnosis dibuat berdasarkan:1 3.1.5.1 Gambaran klinis a. Anamnesis: Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi b. Pemeriksaan fisik PPOK dini umumnya tidak ada kelainan Inspeksi - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) - Barrel chest - Penggunaan otot bantu napas - Hipertropi otot bantu napas - Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai - Penampilan pink puffer atau blue bloater Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Auskultasi - suara napas vesikuler normal, atau melemah - terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa - ekspirasi memanjang - bunyi jantung terdengar jauh

3.1.5.2 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan rutin:1 a. Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) - Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % - VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. - Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% b. Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. - Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml - Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil b. Darah rutin Hb, Ht, leukosit. c. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran : - Hiperinflasi - Hiperlusen - Ruang retrosternal melebar - Diafragma mendatar Pada bronkitis kronik : - Normal - Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah. Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

Normal

Hyperinflation

Gambar 2. Peredaan paru normal dan hiperinflasi pada foto thoraks. Pemeriksaan khusus (tidak rutin) a. Faal paru - Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat - DLCO menurun pada emfisema - Raw meningkat pada bronkitis kronik - Sgaw meningkat - Variabiliti Harian APE kurang dari 20 % b. Uji latih kardiopulmoner - Sepeda statis (ergocycle) - Jentera (treadmill) - Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal c. Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan. d. Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid. e. Analisis gas darah Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil - Gagal napas akut pada gagal napas kronik f. Radiologi - CT - Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos. - Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru g. Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. h. Ekokardiografi Menilai funfsi jantung kanan i. Bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia. j. Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

3.1.6 Klasifikasi Tabel 1. Klasifikasi PPOK Klasifikasi Penyakit Ringan - Tidak ada gejala waktu istirahat atau VEP bila exercise prediksi > 80% Gejala Spirometri

- Tidak ada gejala waktu istirahat VEP/KVP < 75% tetapi gejala ringan pada latihan sedang (misal : berjalan cepat, naik tangga) Sedang - Tidak ada gejala waktu istirahat VEP 30 - 80% tetapi mulai terasa pada latihan / prediksi kerja ringan (misal : berpakaian) - Gejala ringan pada istirahat VEP/KVP < 75%

Berat

- Gejala sedang pada waktu istirahat - Gejala berat pada saat istirahat - Tanda-tanda korpulmonal

VEP1<30% prediksi VEP1/KVP 75% <

3.1.7

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1 1. Edukasi 2. Obat-obatan 3. Terapi oksigen 4. Ventilasi mekanik 5. Nutrisi 6. Rehabilitasi

a. Edukasi Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah : Pengetahuan dasar tentang PPOK Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya Cara pencegahan perburukan penyakit Menghindari pencetus (merokok) Penyesuaian aktifitas Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel. Edukasi berdasarkan derajat penyakit: Ringan Berat Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan Penggunaan oksigen di rumah Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok Segera berobat bila timbul gejala

Sedang Menggunakan obat dengan tepat Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini Program latihan fisik dan pernapasan

b. Obat-obatan a. Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi berat derajat penyakit. Pemilihan bentuk obat

diutamakan inhalasi (dihisap melalui saluran nafas), nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting). Macam-macam bronkodilator adalah : golongan antikolinergik, golongan agonis beta-2, kombinasi antikolinergik dan beta-2 dan golongan xantin. b. Anti inflamasi Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral (diminum) atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah). Ini berfungsi untuk menekan inflamasi yang terjadi. Dipilih golongan metilpradnisolon atau prednison. c. Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan untuk lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua diberikan amoksisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru. d. Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Digunakan Nasetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. e. Mukolitik (pengencer dahak) Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian jangka panjang. f. Antitusif Diberikan dengan hati-hati.

c. Terapi oksigen Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.

d. Ventilasi mekanik Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi atau tanpa intubasi.

e. Nutrisi Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi, disebabkan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperaapni menyebabkan terjadinya hipermetabolisme.

f. Rehabilitasi Rehabilitasi PPOK bertujuan untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita dengan PPOK. Program ini dapat dilaksanakan baik di luar maupun di dalam Rumah Sakit oleh suatu tim Program rehabilitasi ini terdiri dari latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan. Prinsip Penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi: 1. Diagnosis beratnya eksaserbasi 2. Terapi oksigen adekuat Tujuan terapi oksigen adalah untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. Sebaiknya dipertahankan PaO2> 60 mmHg atau Sat O2> 90%, evaluasi ketat hiperkapnoe. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigen adekuat, harus gunakan ventilasi mekanik, bila tidak berhasil gunakan intubasi. 3. Pemberian obat-obatan yang adekuat Antibiotik Bronkodilator Kortikosteroid

4. Tidak terlalu diberikan tergantung derajat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan intravena. Pemerian lebih dari 2 minggu tidak memberikan hasil yang lebih baik, tetapi banyak menimbulkan efek samping. 5. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas. 6. Ventilasi mekanik 7. Kondisi lain yang berkaitan Monitor balans cairan elektrolit Pengeluaran sputum Gagal jantung aritmia. Evaluasi ketat progresivitas penyakit

BAB IV ANALISIS KASUS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan, sampai gejala yang berat. Namun diagnosa PPOK dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, dan pemeriksaan penunjang. Pada gambaran klinis, bila ditemukan sesak nafas yang kronik dan progresif, serta riwayat terpajan oleh faktor-faktor resiko. Maka diagnosa dari PPOK harus dipertimbangkan, dan kemudian dikonfirmasi dengan melakukan spirometri.9,13,16 Pada kasus ini, seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan keluhan utama sesak nafas yang bertambah hebat sejak 7 hari SMRS dan dengan keluhan tambahan nyeri ulu hati dan batuk sejak 7 hari SMRS. Dari anamnesis, ditemukan adanya sesak yang bertambah hebat yang dipengaruhi oleh aktifitas disertai bunyi mengi, dan batuk berulang yang berdahak dengan produksi dahak yang meningkat, dan ada riwayat terpajan faktor resiko (merokok 1 bungkus perhari selama 58 tahun). Kemudian pada pemeriksaan fisik, peningkatan frekuensi pernafasan, pada inspeksi dada ditemukan adanya barrel shaped chest, penderita kurus, sela iga melebar, sudut kosto frenikus > 900, retraksi dinding dada dan penggunaan otot bantu nafas. Pada palpasi stem fremitus menurun pada kedua lapangan paru dan sela iga melebar. Pada perkusi didapatkan hipersonor dikedua lapangan paru, batas paru hepar ICS VII, hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae dengan tepi tajam, kosistensi kenyal. Pada auskultasi didapatkan vesikuler menurun pada kedua lapangan paru, terdapat wheezing ekspirasi, dan ekspirasi memanjang. Dari data tersebut kecurigaan adanya PPOK eksaserasi akut karena terdapat peningkatan gejala yaitu bertambahnya sesak dan bertambahnya jumlah sputum. Dari hasil rontgen thorax AP menunjang diagnosis PPOK, dimana ditemukannya batas paru hepar memanjang, sudut costophrenikus tumpul (diafragma mendatar), hiperlusen parenkim paru, dan sela iga melebar (hiperinflasi).9,16

Dari seluruh hasil pemeriksaan di atas kami menyimpulkan bahwa diagnosis pasien ini adalah PPOK eksaserbasi akut. Maka terapi farmakologis yang dilakukan adalah pemberian oksigen, bronkodilator, antibiotik spektrum luas, dan ekspektoran. Diagnosis tuberkulosis paru dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis/pemeriksaan fisik, foto thorax, pemeriksaan sputum BTA, dan laboratorium penunjang. Gejala klinis pada penderita TB paru dibagi menjadi gejala sistemik dan gejala respiratorik. Gejala sistemik berupa demam dan berkeringat pada malam hari, badan terasa lemah, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan. Gejala respiratorik berupa batuk, sesak napas dan rasa nyeri dada. Batuk biasanya lebih dari 3 minggu, kering sampai produktif dengan sputum mukoid atau purulen. Batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang robek, sesak napas biasanya terjadi pada penyakit yang sudah lanjut.9,13,16 Pada pasien ini, ditemukan juga gejala klinis berupa batuk >3 minggu, keringat dan demam lama pada malam hari, serta nafsu makan dan berat badan menurun, dan adanya riwayat mengkonsumsi obat OAT sekitar 1 tahun yang lalu yang kemudian berhenti karena dinyatakan sembuh oleh dokter. Diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik sangat tergantung pada luas dan kelainan struktural paru. Pemeriksaan fisik dapat normal pada lesi minimal, kelainan umumnya terletak pada daerah apikal/posterior lobus atas dan daerah apikal lobus bawah. Kelainan yang dapat ditemukan antara lain berupa bentuk dada yang tidak simetris, pergerakan paru yang tertinggal, peningkatan stemfremitus, redup pada perkusi, suara napas bronkial/amforik/vesikuler melemah,/ronkhi basah ataupun tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.9,15 Kelainan pulmo yang dapat ditemukan pada Tn. B adalah auskultasi ditemukan vesikuler (+) menurun pada kedua lapangan paru, ronkhi basah sedang pada apex kedua paru. Dari pemeriksaan foto thorax standar pada TB paru yaitu foto thorax PA ditemukan gambaran lesi yang menyokong ke arah TB paru aktif biasanya berupa infiltrat nodular berbagai ukuran di lobus atas paru, kavitas (terutama lebih dari

satu), bercak milier ataupun adanya efusi pleura unilateral. Gambaran lesi tidak aktif biasanya berupa fibrotik, atelektasis, kalsifikasi, penebalan pleura, penarikan hilus dan deviasi trakea. Berdasarkan luas lesi pada paru, ATS (American Thoracic Society) membaginya atas lesi minimal, lesi sedang dan lesi luas.9,13,15 Pada foto thorax pasien ini tampak infiltrat pada parenkim paru kanan dan kiri. Berdasarkan gambaran lesi tersebut, lesi paru pada pasien ini termasuk dalam lesi sedang. Terminologi tipe penderita TB dibagi menjadi enam kelompok, yaitu kasus baru, kasus kambuh, kasus gagal, kasus pindahan, kasus berobat setelah lalai, dan kasus kronik. Kasus baru adalah penderita TB paru yang belum pernah mendapat OAT atau yang pernah mendapat OAT tetapi kurang dari satu bulan. Kasus kambuh adalah penderita TB paru dengan BTA positif yang sebelumnya sudah dinyatakan sembuh, tetapi kini datang lagi dan pada pemeriksaan BTA memberikan hasil positif. Kasus gagal adalah penderita TB paru dengan BTA positif yang sudah mendapat OAT, tetapi sputum BTA positif pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan. Batasan ini juga berlaku untuk penderita TB paru dengan BTA negative yang sudah mendapat OAT, tetapi sputum BTA justru menjadi positif pada akhir pengobatan fase awal. Kasus pindahan adalah penderita TB paru dari kabupaten/kota lain yang sekarang menetap di kabupaten/kota ini. Kasus berobat setelah lalai adalah penderita TB paru yang menghentikan pengobatan (2 bulan atau lebih) dalam keadaan belum dinyatakan sembuh dan kini datang lagi untuk berobat dengan BTA positif. Kasus kronik adalah penderita Tb paru dengan BTA yang tetap positif, walaupun sudah mendapatkan ulang yang adekuat dengan pengawasan yang baik. Pasien ini mempunyai riwayat minum OAT selama 6 bulan dan berhenti dari terapi karena setelah dinyatakan sembuh oleh dokter. Jadi pasien ini termasuk pasien dengan suspek kasus kambuh TB paru. Terminologi diagnosis dibagi dalam 3 kelompok, yaitu TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif dan bekas TB paru. Yang termasuk TB paru BTA positif apabila sputum BTA positif 2 kali, sputum BTA positif 1 kali dengan kultur positif atau sputum BTA positif 1 kali dengan klinis/radiologis sesuai

dengan TB paru. TB paru negatif apabila klinis dan radiologis sesuai dengan TB paru, sputum BTA negatif dan kultur negatif atau positif. Bekas TB paru apabila sputum dan kultur negatif, gejala klinis tidak menunjang dan gambaran radiologis menunjukkan gambaran tak aktif.9,17 Pada pasien belum bisa diketahui termasuk kedalam kelompok TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif ataukah bekas TB paru karena belum didapatkan hasil pemeriksaan sputum. Dari seluruh hasil pemeriksaan di atas kami menyimpulkan bahwa diagnosis pasien ini adalah suspek kasus kambuh TB paru lesi sedang. Dispepsia adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Dispepsia dapat disebabkan oleh kalainan organik (misalnya tukak peptik, gastritis, kolesistitis, dan lainnya), maupun yang bersifat fungsional. Berdasarkan kriteria Roma II tahun 2000 dispepsia didefnisikan sebagai dyspepsia refers to pain or discomfort centered in upper abdomen. Dispepsia fungsional dibagi atas 3 subgrup yaitu: (a) dispepsia mirip ulkus {ulcer-like dyspepsia) bila gejala yang dominant adalah nyeri ulu hati; (b) dispepsia mirip dismotilitas (dysmotility-likedyspepsia) bila gejala dominant adalah kembung, mual, cepat kenyang; dan (c) dyspepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan (a) maupun (b).11,12 Pada pasien ini, selain mengeluh sesak dan batuk, pasien juga mengeluh adanya mual, sakit pada ulu hati, perasaan cepat penuh, dan sering bersendawa. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien ini kami diagnosis sebagai PPOK eksaserbasi akut + suspek kasus kambuh TB paru lesi sedang + sindrom dispepsia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad, Rasyid. Etiopatogenesis Penyakit Paru Ostruktif Kronik dalam Work-Shop Pulmonology. 2002. Palembang: Subbagian Pulmonologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam. 2. Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakarta. 3. Hedge, BM et all. Chronic Ostructive Pulmonary Disease. Kuwait Medical Journal. 2011. 43: 3 [diakses pada tanggal 26 Maret 2012, tersedia di: http://www.kma.org.kw/KMJ/journals/Full%20Isslue%20September%202 011.pdf ] 4. WHO. Chronic Ostructive Pulmonary Disease (COPD). 2012. [diakses pada tanggal 26 Maret 2012, tersedia di:

http://www.who.int/respiratory/copd/en/ ] 5. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2002. Jakarta. 6. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007; 3-4. 7. Werdhani, Retno Asti. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, Dan Keluarga FKUI. 2002. 8. Widodo, Eddy. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat Dan Tenaga Kesehatan Dalam Pemberantasan Tuberkulosis. 2004. Bogor: IPB. 9. Ahmad, Zen. Tuberkulosis Paru dalam Work-Shop Pulmonology. 2012. Palembang: Subbagian Pulmonologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam 10. Mansjoer, Arif et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi Ketiga. Jakarta.: 488-491

11. Bazaldua, O.V. et al. 2006. Dyspepsia: What It Is and What to Do About It. http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/dyspe psia.html, Desember 2006 12. D Dharmika. Dispepsia fungsional. In : Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. 5 th Ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2009.p.529-33. 13. Ravigliane, Maria C, OBrien, Richard J. 2008. Tuberculosis. In: Fauci AS, Braunwald E, editor. Harrisons Principles of Internal Medicine. 14th edition. New York; McGraw Hill. p: 953-965 14. Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et all 2011. Inhaled Corticosteroids in Patients With Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Journal of American Medical Association, p. 2408-2416. 15. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, p. 984-5. 16. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI; 2006 17. Kreider, Marry Elizabeth, Rossman, Milton D. 200. Treatment of Tuberculosis. In: Fishman, Alfred P, editor. Fishmans Pulmonary Diseases and Disorders. 4th edition. New York; McGraw Hill. p: 24672486

Anda mungkin juga menyukai