Anda di halaman 1dari 9

TEGANGAN PERMUKAAN DAN SURFAKTAN DI ALVEOLUS

Oleh: WULAN OKTAVIANI NIM 04122511051 BKU FISIOLOGI KEDOKTERAN

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

I.

PENDAHULUAN

Fluida adalah zat yang dapat mengalir misalnya zat cair dan gas. Fluida memiliki sifat tidak menolak perubahan bentuk dan kemampuan mengalir. sifat ini dikarenakan tidak dapat mengadakan tegangan geser dalam ekuilibrium statis. Konsekuensi dari sifat ini adalah Hukum Pascal yang menekankan pentingnya tegangan dalam mengarakteristisasi bentuk fluid. Sehingga fluida adalah zat yang mampu terdeformasi secara berkesinambungan dengan mudah walaupun hanya diberi tegangan geser sedikit (Cameron 1999). Fluida statis yaitu materi yang mempelajari tentang fluida yang tetap berdiam di tempatnya dan tak ada yang bergerak atau berpindah. Sedangkan fluida dinamis adalah materi yang mempelajari fluida yang sedang bergerak. Di dalam tubuh terdapat fluida yang tetap maupun yang bergerak. Fluida ini biasanya mengisi bagian atau rongga tertentu dalam tubuh. Kebanyakan sebagai zat pengisi dalam sel (sitoplasma), tetapi ada juga yang mengisi rongga alveoli pada paru paru. Cairan yang mengisi alveolus tentu saja mempunyai tegangan permukaan tertentu seperti fluida lain (Gabriel 1988).

II.
Alveolus

ISI

Salah satu unit fungsional paru adalah alveoli. Ada lebih dari seribu alveolus di tiap paru paru. Alveoli adalah kantong kecil berisi udara yang melakukan difusi oksigen, karbondiksida, dan gas lainnya.

Jumlah alveolus yang sangat banyak pada masing masing paru paru menjamin ketersedian area yang cukup untuk difusi gas. Jika aliran udara masuk ke dalam alveolus terhambat, alveolus akan kolaps dan tidak mampu melakukan pertukaran gas. Jika pertukaran gas terhambat, individu bisa mengalami hipoksia atau tidak sadar, bahkan kematian (Shier 2007). Tegangan Permukaan Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus dikerjakan sejajar permukaan untuk mengimbangi gaya tarikan ke dalam pada cairan (White 1974). Surfaktan dan Efeknya Terhadap Tegangan Permukaan di Alveolus Sel sel tertentu dalam alveolus yang disebut sel epitel alveolus tipe II memproduksi suatu cairan penting yang disebut surfaktan yang membantu mengurangi tegangan permukaan alveolus sehingga alveolus mudah

dikembangkan. Surfaktan adalah fosfolipid yang bekerja seperti detergen untuk memisahkan molekul molekul air dalam alveolus sehingga melemahkan ikatan di antara molekul tersebut. Hal ini menurunkan tegangan permukaan dan kecenderungan pembuluh untuk kolaps (Tuszynski 2002). Senyawa ini terdiri dari fosfolipid (hampir 90% bagian), berupa Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC) yang juga disebut lesitin, dan protein surfaktan sebagai SPA, SPB, SPC dan SPD (10% bagian). DPPC murni tidak dapat bekerja dengan baik sebagai surfaktan pada suhu normal badan 37C, diperlukan fosfolipid lain (mis. fosfatidil-gliserol) dan juga memerlukan protein surfaktan untuk mencapai air liquid-interface dan untuk penyebarannya keseluruh permukaan. SPA dan SPD merupakan protein surfaktan yang hidrofilik yang berperan dalam imunitas (meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag terhadap bakteri dan virus) dan terlibat dalam negative feedback mechanism untuk mengontrol produksi surfaktan. Sedangkan SPB dan SPC merupakan protein surfaktan yang hidrofobik yang memungkinkan surfaktan untuk menyebar di permukaan alveolus. Alveoli secara fisik mirip dengan jutaan gelembung yang terhubung satu sama lain. Alveoli memiliki kecenderungan mengecil karena tegangan permukaan dari lapisan cairannya yang unik. Lapisan ini merupakan suatu jenis surfaktan, sangat penting untuk fungsi paru. Tidak adanya surfaktan pada beberapa neonatus, terutama bayi premature, menyebabkan sindrom distress pernapasan (RDS) idiopatik atau penyakit membran hialin (Cameron 1999). Untuk memahami fisika alveolus, kita perlu memahami fisika gelembung. Tekanan di dalam gelembung berbanding terbalik dengan jari jari dan berbanding lurus dengan tegangan permukaan (gamma). Hubungan pastinya adalah
P = 2 R ,

suatu bentuk dari hukum Laplace. Perhatikan gelembung sabun

pada mulut sebuah tabung yang dipisahkan oleh sebuah katup, seperti gambar.

(Poullis 1990) Karena gelembung kecil mempunyai tekanan internal lebih besar (R lebih kecil), gelembung tersebut akan menyalurkan udara ke dalam gelembung besar. Walaupun alveolus tidak sama persis dengan gelembung sabun, alveolus yang lebih kecil cenderung kolaps. Keadaan dimana banyak dari alveolus yang kolaps disebut atelektasis. Penyebab mengapa tidak banyak alveolus yang kolaps adalah adanya tegangan permukaan (surface tension) yang khas dari surfaktan (Gabriel 1988). Tegangan permukaan suatu cairan dapat diketahui dengan mengukur berapa besar gaya yang diperlukan untuk menarik sebuah lingkaran kawat dari permukaan cairan yang bersih. Tegangan permukaan pertemuan permukaan airudara 72 x 10-5 N/m. untuk pertemuan plasma-udara sekitar 40 sampai 50 x 10 -5 N/m, sedangkan tegangan permukaan larutan detergen-udara berkisar dari 25 sampai 45 x 10-5 N/m. ukuran kualitatif suatu tegangan permukaan diukur dari berapa lama gelembung kecil dari suatu cairan dapat bertahan. Semakin rendah tegangan permukaan, semakin lama gelembung bertahan. Pengamatan menunjukkan bahwa gelembung yang dikeluarkan dari paru bersifat sangat stabil, bisa bertahan berjam jam. Dapat disimpulkan bahwa gelembung tersebut memiliki tegangan permukaan yang sangat rendah sehingga tekanan di dalam gelembung juga rendah (White 1974). Tegangan permukaan surfaktan yang melapisi alveolus orang sehat berperan sangat penting dalam fungsi paru. Tegangan permukaan surfaktan tidaklah konstan.

(Poullis 1990) Kurva tersebut menunjukkan tegangan permukaan sebuah film/lapisan ekstrak paru normal yang mengandung surfaktan. Perhatikan penurunan besar seiring berkurangnya luas permukaan. Karakteristik ini menyebabkan tegangan permukaan alveolus mengecil seiring dengan mengecilnya alveolus saat ekspirasi. Untuk masing masing alveolus terdapat suatu ukuran saat tegangan permukaannya turun cukup cepat sehingga tekanan mulai menurun bukan terus meningkat, dan hal ini menyebabkan alveolus menjadi stabil sekitar seperempat dari ukuran maksimumnya. Alveolus yang tidak dilapisi surfaktan, seperti pada bayi RDS, kolaps seperti gelembung kecil, dan diperlukan tekanan yang cukup besar untuk membukanya kembali. Bayi dengan RDS mungkin tidak mempunyai energi untuk bernapas dengan paru yang keregangannya rendah. Salah satu terapinya adalah bernapas dengan tekanan positif untuk membantu membuka alveolus. Kurva P-V untuk potongan paru manusia

(Poullis 1990) Apabila paru kolaps total, diperlukan tekanan cukup besar untuk mulai mengembangkannya, serupa dengan upaya ekstra untuk mulai meniup balon karet. Dari titik ini, paru mengembang dengan agak mudah sampai mendekati ukuran maksimumnya. Kurva tekanan saat deflasi berbeda dengan saat inflasi. Saat tekanan turun menjadi nol, paru tetap menahan sebagian udara. Diperlukan tekanan yang lebih kecil untuk mengembangkan paru lagi, walaupun reinflasi tidak akan mengikuti kurva deflasi. Proses siklis dengan kurva kurva yang berlainan diikuti oleh dua belahan dari siklus dikatakan memperlihatkan histerisis. Daerah di bawah lengkung sebanding dengan energi yang hilang sebagai panas selama siklus.

III.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah ditulis, dapat ditarik kesimpulan bahwa tegangan permukaan pada alveolus dapat direduksi menjadi hampir seperempatnya karena adanya zat khas yang disebut surfaktan. Karena tegangan permukaan surfaktan yang tidak konstan mengakibatkan alveolus bisa bekerja dengan fleksibel sehingga tidak terjadi kolaps (atelektasis). Surfaktan bekerja seperti detergen dalam air, yaitu memisahkan molekul molekul air sehingga tegangan permukaannya berkurang. Secara singkat surfaktan di alveolus memiliki fungsi sebagai berikut: Berperan dalam pengaturan ukuran alveolus Menjaga agar paru-paru tidak kolaps pada akhir ekspirasi Berperan dalam pulmonary host defense.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Sistem Respirasi pada Manusia[terhubung berkala] 14

http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/SponsorPendamping/Praweda/Biologi/0075%20Bio%202-8b.htm Oktober 2011). Anonim. 2009. Atelectasis[terhubung berkala] http://www.lhsc.on.ca/Patients_Families_Visitors/CCTC/Words/atelec.htm (Jumat 14 Oktober 2011) Cameron J R, Skofronik J G, Grant R M. 1999. Fisika Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Corwin E J. 2008. Handbook of Pathophysiology. USA: Lippincott Williams and Wilkins. Gabriel J F. 1988. Fisika Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Poullis M. 1990. Forces Involved in Mechanic of Ventilations [terhubung berkala] http://www.mpoullis.net/bsphysiol/pulmonary%20physiology/Pulmonary %20Physiology4_files/mechanics_ventilation.html (Jumat 14 Oktober 2011). Shier D B J and Lewis R. 2007. Hole's Human Anatomy and Physiology, 11th Edition. Boston: McGraw-Hill and Company. Sloane E. 1994. Anatomy and Physiology: An Easy Learner. Sudbury: John and Barlett Publishers. Tuszynski J A and Dixon J M. 2002. Biomedical Applications of Introductory Physics. USA: Wiley Publishers. White D C S. 1974. Biological Physics. London: Chapman and Hall. (Jumat

Anda mungkin juga menyukai