Anda di halaman 1dari 7

Sharing Pengalaman Materi Pendidikan Seni Rupa di SMA MENJADI GURU SENI RUPA DI ZAMAN CITRA

Prolog Selamat siang bapak-ibu sekalian. Terimakasih karena saya diberi kesempatan oleh FSRD ITENAS untuk membagikan apa yang saya alami sebagai guru seni rupa SMA; Bukan karena saya lebih unggul, sebab saya percaya kita semua juga memiliki pengalaman yang unik dan khas. Tidak ada yang persis sama. Saat ini, perkenankan mengemukakan satu topik, yaitu Menjadi Guru Seni Rupa di zaman Citra. Masyarakat di zaman kita hidup sekarang amat menggantungkan diri pada citra, pada hal visual, akibat revolusi teknologi informasi dan komunikasi. Visual digunakan untuk edukasi, entertainmen, informasi, persuasi, identitas dstnya. Semua ini dapat membawa bahaya ataubahagia bagi umat manusia. Bahaya karena kejenuhan teknologi bisa mendehumanisasi kita. Edukasi bisa jadi cuci otak, entertainmen bisa jadi candu, persuasi jadi terror, identitas jadi homogenitas. Sebaliknya, melalui seni kita dapat memanusiakan manusia. Orang sekarang banyak yang frustrasi karena berbagai problema menekan. Mereka jadi kehilangan meaning/makna dalam hidupnya. Kalau dimana-mana ia tak menjumpai makna, maka tinggal selangkah lagi menuju kegilaan. Saya percaya seni dan desain dapat menghadirkan makna. Ketika berkarya, kita merasa diri berarti. Ketika mendesain, kita berarti bagi sesama. Kita, sebagai guru seni rupa dapat berperan penting di dalam zaman yang berorientasi visual ini. Bagaimana menjadi guru di tengah zaman seperti ini? Saya akan mensharingkannya mulai dari -pribadi guru, -lingkungan tempat guru mengajar, -siapa yang diajar dan -bagaimana mengajar. Mudah-mudahan apa yang saya bagikan bermanfaat. Namun sekiranya ada hal yang tidak cocok, abaikan saja.

1. Guru Seni Rupa Persepsi. Masih ada yang memandang sebelah mata profesi guru dibanding jadi dokter, insinyur atau pengacara. Orang sering bertanya, bapak kerja dimana?, O, saya guru. Oh Guru?(nada tertentu) Guru apa? Fisika, Biologi? Matematika?. Bukan, saya guru gambar! ;O, guru gambar ya?(nada tertentu lagi). Diantara sesama profesi guru pun seakan ada kasta. Bahkan di mata para murid pun terasa
1

pembedaan ini. Seni rupa sering dianggap enteng/kurang penting daripada matematika. Apabila matematika buruk nilainya, siswa bisa nangis minta remedial, bila perlu les matematika. Tetapi kalau nilai mengggambar jelek, siswa cuek atau berdalih dirinya tak berbakat (padahal nilainya jelek karena ia malas). Itulah persepsi tentang guru seni rupa dulu. Sekarang seharusnya tidak demikian lagi. Pengaruh. Bapak, ibu sekalian. Menjadi guru seni rupa tidak boleh dipandang remeh. Guru punya pengaruh besar terhadap anak didiknya bertahun-tahun setelah ia lulus. Ibu bapak ibu sekalian mungkin masih ingat mantan guru yg tak terlupakan. Sebagai guru, kita bisa punya pengaruh baik terhadap murid kita. Apalagi sebagai guru senirupa. Mengapa? Kita berperan membentuk anak di era visual/zaman citra. Walau pun tidak semua anak di kelas akan berprofesi sebagai seniman kelak, pelajaran senirupa yang diberikan berperan membuat anak melek visual dan memiliki kepekaan terhadap berbagai karya rupa. Bukan hanya lukisan dan patung saja. Sebagian besar benda dan lingkungan kita tampil dalam bentuk visual. Peniti, pisau, sepatu, gunting, ponsel, setrika, mobil, pesawat, jembatan, gedung, taman, busana, tenunan, taman bahkan kota. Tampilan visual tidak terbatas pada dunia seni saja, tetapi semua produk sains dan teknologi membutuhkan rupa/visual. Seni visual berperan penting dalam segala bentuk media. Berbagai jenis pengetahuan disampaikan dan ditampilkan melalui gambar dan tontonan. Penentu. Kita mendidik para siswa yang akan menentukan lingkungan visual kita dimasa yang akan datang. Sebagai individu, di masa depan mereka bisa menjadi perusak atau pembangun keindahan. Bahkan mungkin ada yang menjadi desainer besar atau pejabat penentu kebijakan, mungkin ada juga yang menjadi konglomerat; namun berkat didikan guru SR, mereka punya citarasa yang baik. Sehingga dapat memilih logo yang baik, desain iklan, arsitektur yang tidak menghasilkan polusi visual lingkungan. Guru mendidik penentu visual masa depan.

2.Lingkungan Mengajar: Manfaatkan & Ciptakan Sekolah. Kita mengajar di tempat tertentu. Ibu bapak mengajar dimana? Pasti beragam jawabannya. Mungkin di sekolah yang berada di tengah, pinggir kota atau bisa juga di desa terpencil. Saya pernah mengajar di SD yang sederhana. Pulang sekolah ortunya menjemput, saya ternyata kenal ortu anak ini sebagai tukang bubur kacang hijau dipinggir jalan. Itulah lingkungan mengajar kita. Manfaatkan lingkungan sekolah kita. Saya mulai dari lingkungan SMP SMA tempat mengajar saya. Disini ada tradisi malam kesenian 1 tahun sekali. Di garap serius, diseleksi seperti IMB. Jauh sebelum ada IMB, kami sudah melakukannya.Setelah terseleksi acara dipentaskan, karcis dijual kepada umum. Acara ini lahan bagi seni rupa. Mulai dari tata rias, tata lampu tata panggung, publikasi acara, karcis, poster dsbnya. Saya mulai dari sini juga mencari yang terbaik dari anak-anak untuk dekorasi, poster, karcis, kaus, spanduk tanda panitia. Melalui cara ini Anak2 belajar mempraktikan seni rupa secara nyata dan mulai apresiatif terhadap senirupa dalam kehidupan sehari-hari mereka.
2

Di sekolah kami ada tour, ke Yogya. Seni rupa bisa beri tugas foto. Persiapkan jauh hari. Di kelas beri pengelanan kamera. Ketika itu belum ada kamera hape, motret pakai film. Guru ajar anak gunakan kamera apapun. Kamera murah kamera mahal tak masalah. Ada tradisi pertadingan OR antar kelas. Lewat pelajaran SR, ajak murid bisa membuat bendera team, kaus kelas,kaus team, desain trophy dan atribut olahraga lainnya. Singkatnya, proyek SR dapat di blend dengan berbagai pelajaran lain. Ini akan memperluas cakrawala anak. Cara ini juga akan meleburkan perbedaan antara seni, teknologi dan sains. Zaman. Zaman kita juga termasuk lingkungan yang mempengaruhi guru dan siswa. Kita hidup di abad ke 21 yang sering disebut dengan zaman citra. Pada abad digital ini, tiap detik kita digempur citra yang datang pergi bergantian, agresif, dengan intensitas tinggi. Citra mengepung kita melalui aneka media dimana pun kita berada. Dari halaman koran, majalah, iklan, televisis, DVD, handphone, internet dsb. Kita hidup dalam sebuah kebudayaan yang didominasi oleh gambar, simulasi visual, ilusi, reproduksi, imitasi dan fantasi.. Citra visual membanjiri seluruh penjuru dunia hingga ke pelosok desa paling terpencil sekalipun. Mengepung individu dari berbagai lapisan sosial. Masyarakat masa kini menggantungkan eksistensinya pada tampilan, kosmetik, efek atraktif-spektakular. Apa sumbangan kita menjadi guru ditengah zaman citra ini? Sebagai guru kita tidak sekadar mengarahkan siswa agar apresiatif terhadap keindahan, tetapi juga terhadap etika visual.Seniman/desainer yang peka terhadap keindahan biasanya kepekaan rasa ini juga akan menular ke bidang lain, sehingga cepat mendeteksi ketidak adilan, kecurangan dan soal moralitas sejenis.Lihatlah sejarah seni rupa. Teknologi . Zaman ini juga disebut sebagai era teknologi digital yang dapat berdampak positif atau juga negatif bagi siswa. Positif karena banyak membuat jadi relatif mudah, cepat dan murah. Dulu buat artwork desain makan waktu lama, sekarang dengan komputer sangat cepat. Pekerjaan yang seharusnya 72 jam selesai dalam 15 menit. Tak perlu ngantri setting huruf ke tukang setting lagi. Selain itu terbuka berbagai kemungkinan hampir tak terbatas untuk berkreasi visual dengan komputer. Sebagai guru saya tidak boleh mengabaikan ini. Jangan alergi dengan teknologi canggih. Ciptakan seni multimedia, multi chanel dan multiplatform. Sebagai catatan, apa pun alat yang digunakan, pastikan anak belajar untuk memakai alat untuk berpikir, berimajinasi, bermain ide, eksplorasi dan merasa apa artinya jadi manusia. Ini modal penting buat masa depan anak. Bukan alatnya yang penting, karena alat bisa jadi kadaluarsa, tetapi pengalamannya tidak. Bukan saja memanfaatkan lingkungan. Kita harus menciptakan lingkungan belajar yang aman bagi murid. Dalam lingkungan ini mereka bebas untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya untuk mengambil resiko kreatif. Di lingkungan ini tercipta komunikasi yang jujur antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa.Iklim kejujuran juga bisa bantu atasi masalah plagiasi di kalangan seniman dan desainer.Cara lain
3

untuk ciptakan lingkungan adalah bawa seniman ke kelas.(Misalnya seniman yang mantan murid). Sebaliknya bawalah siswa ke luar kelas. Ajak menggambar di kantin, ke alam, ke musium, ke sanggar, ke komunitas.

3. Siswa Manusia.Sebagai guru seni rupa ketika itu saya mengajar sekolah besar, jumlah siswanya banyak, anak-anak umumnya pandai. Dari golongan menengah ke atas. Ini tidak berarti enak mengajar anak seperti ini. Anak-anak disini umumnya kurang outlet, jadi banyak yang nakal. Ada yang biasanya hanya nyuruh-nyuruh orang karena di rumah dilayani pembantu.Guru juga dianggap orang gajiannya. Ada yang manja, ada yang bossy, ada pula yang sebaliknya jadi minder karena broken home. Menghadapi ini mungkin kita bisa hilang kesabaran. Tetapi jangan lupa, bahwa mereka itu manusia yang punya pikiran, perasaan juga. Saya setuju dengan disiplin yang tegas, tapi tak bisa seperti mesin. Tiap anak punya latar belakang yang berbeda yang membentuknya. Anak bersikap begitu karena sejak bayi menerima pola asuh yang salah dari orang tuanya. Disini seni, khusunya pelajaran seni rupa dapat menjadi semacam terapi. Setidaknya mampu memperhalus budi dan ahlak murid ybs. Seni membantu anak mengungkapkan dirinya. Seni dan desain membantu perkembangan anak mengekspresikan pikiran dan perasaannya dan seni juga membuat anak merasa baik atas apa yang ia lakukan. Berkarya bersama teman mengembangkan keterampilan sosial anak. Unik. Anak zaman sekarang tidak bisa disamaratakan. Bagi saya, setiap individu itu manusia yang unik, temperamen, karakter, latar belakang pengalaman dan budaya berpadu dengan bakat yang dimiliki menghasilkan karya yang unik. Bahkan membuat garis pun tidak ada yang sama satu dengan yang lainnya. Di kelas pada pertemuan pertama, saya selalu katakan kepada murid-murid bahwa setiap kamu pribadi yang unik. Jadilah dirimu sendiri dalam berkarya. Tugas saya mengajar bukan menjadikan anda seperti saya. Keluarkan keunikan diri anda! Ini benar, dalam membuat komposisi bebas bermain dengan balok hitam putih, tidak ada 2 pribadi yang sama. Ada yang kuat di irama, kontras, kesatuan bentuk, variasi dsbnya. Hargai tiap siswa sebagai manusia kreatif.Ini berarti guru harus lapang dada. Fleksibel. Jangan hanya favorit sama gambar realistik perspektifis. Itu bukan satu-satunya cara melihat dunia dan cara menggambar. Ada gaya gambar anak, gaya kubistis, gaya stilasi, gaya gaya abstrak, Cina, gaya ekspresionistik. Ibarat musik, bukan hanya musik klasik saja yang berhak hidup. Ada jazz, pop,r n b,punk,rock,dan masih banyak lagi.Guru juga jangan punya warna favorit. Kalau murid gambar pakai warna ungu, pasti nilainya bagus, karena gurunya tergila-gila ungu. Limas. Ada banyak teori dari luar, tapi saya memakai satu teori Prof.Primadi yaitu Limas Citra manusia untuk memahami siswa. Saya ulas secara ringkas: manusia diberi 3 anugerah, yakni Kemampuan Rasio, Fisik dan Kreatif.
4

Dengan pemahaman anak sebagai manusia yang unik dan teori limas citra manusia kita mengajar siswa siswi kita di sekolah. Kalau tiga tiang dibina bersama secara seimbang, imajinasi, perasaan dan gerak otomatis akan terbentuk,puncaknya adalah intuisi yang sangat dibutuhkan didunia senirupa.

4.Mengajar Seni Rupa Dari hati. Bagaimana mengajar seni rupa? Kita punya segudang kiat dan teori. Tetapi ada satu nasihat yang berkesan buat saya. Datangnya dari seorang guru sejarah seni rupa kelahiran Surabaya yang kini menetap dan mengajar di New York Amerika. Dalam seminar yang saya ikuti guru wanita ini mengatakan bahwa ketika mengajar, kita tentu ingin agar murid menyukai pelajaran seni kita. Kalau anak-anak ribut, tidak menyimak, biasanya guru memarahi anak, mungkin anak jadi diam dan memperhatikan. Tetapi sebetulnya ini semu. Karena anak belajar seni karena rasa takut dimarahi. Belajar seni tidak demikian. Jadi bagaimana solusinya? Beliau mengatakan kalau guru mengajar dari kepala (pengetahuan), hanya mentransfer pengetahuan, maka sulit untuk menyentuh jiwa anak. Ajar anak merasakan kegembiraan yang datang dari berkarya, berkarya jangan hanya jadi beban dan tugas. Ajar dari hati. Pada pelajaran menggambar di FSRD ITB, Alm.Prof.Sadali mengajak memperlihatkan buku lukisan Picasso. Sebagai mahasiswa baru saya terheran-heran ketika pak Dali mengapresiasi lukisan, beliau bercerita seolah bisa mendengar bunyi seruling, merasakan gerak, mengecap manisnya warna dari garis, bentuk dan warna lukisan.Menurut saya Ini satu contoh mengajar dengan hati. Mengajar dengan cara ini amat menularkan semangat, memotivasi dan menginspirasi siswa. Mengajar harus dari hati. Hanya dengan mengajar dari hati, kita dapat menarik hati anak. Terampil dan Peka. Mengajar bagaimana mencampur cat, cara memakai cat air, menguasai photoshop itu penting. Tetapi jangan lupa membuka mata anak terhadap warna, garis, bentuk, tekstur, gaya gambar, tata rupa dstnya. Menurut saya ketrampilan harus dibarengi dengan kepekaan. Minta anak mengumpulkan berbagai daun kering berguguran. Sepintas semuanya sama berwarna coklat. Betulkah begitu? Anak diminta cermat mengamati dan mencatat temuannya. Ada beberapa nuansa coklat? Perlahan anak mulai melihat perbedaan antara coklat dan coklat. Perasaannya mulai peka terhadap coklat. Sebelum diperkenalkan pada kecanggihan alat/komputer, ajarkan anak ketrampilan pemecahan masalah.Kalau anak tak pahami bagaimana melihat dan mampu transfer ini ke dalam ujud rupa, maka mereka takkan mampu menggambar dengan komputer lebih baik dari pensil. Sebelum mampu ciptakan videoklip yang menarik, siswa harus belajar dasar fotografi seperti angle, fokus, komposisi dsbnya. Ubah siswa dari pasif menjadi aktif, dari konsumen menjadi kreator.Ajak mereka memikirkan dunia dengan cara yang berbeda.Lihatlah benda biasa dalam kehidupan sehari-hari dari sudut yang luar biasa. Hadapkan murid dengan kehidupan sebagai suatu potensi yang tak terbatas. Bahasa Visual. Mengajar seni rupa seperti mengajar bahasa. Bahasa rupa punya abjad dan tata bahasa tersendiri.Apakah itu? Mengajar cara ini dapat memotivasi anak
5

yang punya kesan negative dengan senirupa. Seni rupa merupakan bahasa visual disamping bahasa kata. Kita tak dapat lepas dari bahasa kata dan bahasa gambar dalam kehidupan sehari-hari. Mengajar senirupa berarti mengajar bahasa rupa kepada anak. Mengapa waktu anak belum bisa bicara ia dibiarkan bebas olah rupa. Tetapi ketika anak mulai bersekolah dan lancar calistung, kemampuan visual kurang dipedulikan orang tuanya lagi. Seolah-olah matematika dan logika dapat memecahkan semua permasalahan. Anak yang kurang mampu matematika dikatakan anak yang lambat, padahal kemampuannya ada pada visual. Tidak semua persoalan bisa dipecahkan dengan logika, ada yang harus dipecahkan dengan imajinasi. Dunia tidak hitam- putih, ya-tidak, tetapi sarat warna, bentuk dan desain. Mengajar bahasa visual sangat penting, terlebih lagi bagi anak-anak yang hidup di zaman citra. Seni Tradisi. Bagi saya mengajar seni rupa berarti juga memperkenalkan anak kepada kekayaan tradisi seni rupa Nusantara. Jangan mengeluh kalau Anak kini lebih tahu manga, lebih suka budaya asing daripada budaya sendiri. Mungkin karena mereka kurang kenal saja dengan tradisi kita. Ada banyak alasan kenapa seni tradisi penting. Pertama bagaimana bisa bersaing di kancah global, kalau komik kita tidak unik karena hanya meniru manga? Di Bali ada lontar Prasi, yaitu komik di daun lontar. Ada gambar rerajahan yang dapat menjadi sumber inspirasi gambar ilustrasi Indonesia masa kini. Kedua, menghargai tradisi bukan sekadar mencomot batik dan menempelkannya pada kemasan, tetapi pelajari filosofinya, cara desainnya, hayati bahasa rupanya. Setelah itu silakan menerapkannya pada desain modern. Dorongan Bermain. Dalam mengajar seni rupa beri kesempatan untuk bermain. Ya bermain. Dosen saya pak Priyanto menyebut kalau mau belajar desain grafis pikiran kita harus nakal. Itu dorongan bermain. Dorongan bermain penting dalam kreativitas.Kreativitas mulai dari coba-coba, kalau kita takut salah, tak bisa berkreasi.Di dalam dorongan bermain itu ada humor, toleransi, curiosity, tak takut salah, lapang dada. Praktisnya, biarkan anak bereksplorasi dengan cat, huruf,gambar, teknik. Jangan terburu-buru menegur. Kelas senirupa jangan serius dan tegang seperti lagi belajar ilmu pasti. Kualitas manusia yang ingin dibina pada siswa: -Kemauan untuk mencoba -Berani menantang konvensi -Mengekspresikan yang belum diketahuinya -Menerima sukses/gagal dalam ekplorasinya. Cara dan Teknik. Demikianlah, ada berbagai teknik. Daftarnya tak akan habis.Tapi prinsipnya guru mengajar jangan seperti artis saja dan seluruh kelas fansnya. Waktu mengajar gunakan berbagai peran, kadang jadi seperti empu, kadang jadi pelatih, kadang jadi penonton; di saat lain guru jadi kritikus, atau apresiator. Bisa juga guru jadi kolaborator, fasilitator,motivator bahkan provokator.(Ada satu dosen DKV saya, yang mengajar mahasiswa provokasi ide-ide gila, akibatnya mahasiswa tak usah di suruhsuruh bekerja).

Epilog Tugas guru bukan hanya mengajar seni rupa, tapi mengajar melalui seni rupa dan menempatkan seni rupa sebagai bagian integral dari kehidupan .Ketika mengajar seni rupa pastikan anak mampu menikmati pengalaman indah dari membuat dan menyajikan seni. Seni rupa diyakini mempunyai kekuatan untuk memperkaya kehidupan. Seni rupa memanusiakan dan memberi martabat kepada manusia dalam dunia jenuh teknologi. Ada pendidik yang berkata bahwa tujuan pendidikan senirupa adalah mempersiapkan siswa jadi anggota masyarakat abad 21 yang mampu berpikir, peduli dan memberi sumbangan terhadap masyarakat. Guru dapat membantu anak memelihara dan merayakan kemanusiaannya dalam dunia berteknologi tinggi. Ketika mengajar melalui seni rupa, guru melibatkan siswa ke dalam cara berpikir seni/desain dan menerapkannya pada bidang lain (cara berpikir desain kini mulai diterapkan untuk atasi problema sosial, politik dsbnya). Dengan begitu anak didik akan mampu melihat dunia dari perspektif yang berbeda. Saat ini saya masih berprofesi guru, tapi gurunya mahasiswa. Saya mengajar desain. Kalau ditanya apa tujuan ngajar desain. Saya pikir bukan sekadar mengajar mahasiswa bikin poster,logo dan iklan yang indah. Tetapi kita sedang mendesain desainer yang menentukan masa depan desain visual kita. Mendesain mereka agar punya cara berpikir, kepekaan dan kepedulian terhadap diri, sesama dan lingkungan .

Sekian terimakasih.

Rene Arthur Disampaikan dalam Lokakarya Menjawab Tantangan Industri Kreatif dengan Pendidikan Desain untuk Guru Seni Rupa di SLTA Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Nasional Bandung 14 Desember 2011

Anda mungkin juga menyukai