BAB 1. PENDAHULUAN
berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Penggilingan gandum, misalnya, apabila masih banyak lembaga dan endosperm maka kadar abu yang dihasilkan akan tinggi. Banyaknya lembaga dan endosperm pada gandum menandakan proses pengolahan kurang baik karena masih banyak mengandung bahan pengotor yang menyebabkan hasil analisis kadar abu menjadi tidak murni. Kandungan abu juga dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu : 1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain. 2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali (Anonim, 2010).
1.2 Tujuan
Untuk mengukur kadar abu dari bahan pangan dan hasil pertanian dengan menggunakan metode kering. Untuk mengetahui analisi kadar abu yang terdapat pada bahan pangan dan hasil pertanian. Untuk dapat mengetahu cara pengukuran kadar abu dengan metode kering.
2.1 Metode pengabuan kering dan basah 2.1.1 Pengabuan Cara Langsung (Cara Kering)
Prinsip dari pengabuan cara langsung adalah dengan mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 600oC dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah dilakukan serangkaian proses pembakaran untuk pengabuan (Sudarmadji, 1996). Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain : a. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil
pertanian, serta digunakan untuk sample yang relative banyak, b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta
abu yang tidak larut dalam asam. c. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak
menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya. Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain : a. b. c. d. Membutuhkan waktu yang lebih lama. Tanpa penambahan regensia. Memerlukan suhu yang relatif tinggi. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi
(Apriantono, 1989). 2..1.2 Pengabuan cara Tidak Langsung (Cara Basah) Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu dengan memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan menggunakan suhu tunggi. Proses pemanasan yang dilakukan mengakibatkan gliserol alcohol membentuk suatu kerak sehingga menyebabkan terjadinya peristiwa porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat
membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas yang terjadi, sehingga mempercepat proses penggabuan (Sudarmadji, 1996). Kelebihan dari cara tidak langsung, antara lain : a. b. c. d. e. Waktu yang diperlukan relatif singkat. Suhu yang digunakan relatif rendah. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relative rendah. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan. Penetuan kadar abu lebih baik. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, antara lain : a. b. c. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan (Apriantono, 1989).
Senyawa kimia yang terkandung didalam biji kopi dapat dibedakan atas senyawa volatil dan non volatil. Senyawa volatil adalah senyawa yang mudah menguap, terutama apabila terjadi kenaikan suhu. Senyawa volatil yang berpengaruh terhadap aroma kopi antara lain dari golongan aldehid, keton dan alkohol, sedangkan senyawa non volatil yang berpengaruh terhadap mutu kopi antara lain kafein, chlorogenic acid dan senyawa-senyawa nutrisi. Senyawa nutrisi pada biji kopi terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, dan mineral. Sukrosa yang termasuk golongan karbohidrat merupakan senyawa disakarida yang terkandung dalam biji kopi, kadarnya bisa mencapai 75% pada biji kopi kering. Selain itu, dalam biji kopi juga terdapat gula pereduksi sekitar 1 %. Berkurangnya gula pereduksi yang disebabkan oleh penyimpanan pada suhu tinggi akan menyebabkan turunnya mutu kopi seduhan yang dihasilkan, karena gula merupakan salah satu komponen pembentuk aroma. Golongan asam juga dapat mempengaruhi mutu kopi, karena merupakan salah satu senyawa pembentuk aroma kopi. Asam yang dominan pada biji kopi adalah asam klorogenat yaitu sekitar 8 % pada biji kopi atau 4,5% pada kopi sangrai. Selama penyangraian sebagian besar chlorogenic acids akan terhidrolisa menjadi asam kafeat dan Quinic acid. Selain itu terdapat juga kafein yang merupakan unsur terpenting pada kopi yang berfungsi sebagai stimulant, sedangkan kafeol merupakan faktor yang menentukan rasa. Kafein merupakan suatu alkaloid dari metil xantin yaitu 1,3,7 trimetil xantin. 2.2.2 Tepung Tapioka
bahan volatil dan lemak terlindungi hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam habis. Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 600oC agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan menjadi pecah. (Fauzi, 2006)
2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat Kurs porselen 6 buah Oven Eksikator Neraca analitik Tanur Penjepit Spatula
Kurs porselen Oven 15 menit Eksikatior 5 menit Timbang (a gram) Masukkan tanur Atur suhu pada skala 30-40 Selama 1 jam / samapi asapnya hilang Naikkan suhu pada skalan 60-80 selama 4 jam Timbang (c gram)
4. 3 Tepung Tapioka
Pengulangan (1, 2, 3) Berat Kurs Porselin (gr) Berat Bahan (gr) Berat Kurs porselin + Bahan (gr) Berat Kurs Porselin + Bahan Setelah Pengabuan (gr) 13,872 12,953 14,827 13,884 Kadar abu (%, bb) Kadar abu (%;bk)
1 2 3 Rata rata
SD RSD
0,936 % 6,742 %
0,008 % 0,265 %
0,942 % 5,576 %
0,937 6,748
0,0178 % 40,9195 %
0,0208 % 40,9448 %
4.2 Pembahasan
Pada praktikum anaisa kadar abu yang telah dilakukan terdapat prosedurprosedur (tahapan) yang harus dilakukan selama analisa dilakukan. Dari serangkaian tahapan tersebut diperolehlah data pengamatan seperti yang telah dipaparkan pada data pengamatan. Dibawah ini pembahasan dari masing-masing analisa kadar abu terhadap beberapa bahan.
Untuk nilai RSD pada data pengamatan didapatkan nilai 2,113%. Dimana nilai tersebut menunjukan bahwa keakurasian data yang diperoleh selama praktikum sangat bagus. Hal ini dikarenakan nilai RSD yang <5% memiliki keakurasian kurang lebih 90%. Semakin jauh dibawah nilai RSD suatu data maka tingkat keakurasian datanya semakin bagus.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari serangkaian praktikum analisa kadar abu pada beberapa bahan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Kadar abu paling tinggi didapatkkan pada bahan kopi sangrai dengan fermentasi Kadar abu paling rendah adalah pada sampel bahan tepung tapioka Nilai keakurasian data yang paling tinggi (bagus) ada pada data pengamatan analisa kadar abu dengan bahan tepung tapioka Nilai RSD yang paling besar adalah pada sampel bahan kopi sangrai tanpa perlakuan proses fermentasi 5.2 Saran
Dalam praktikum analisa kadar abu, yang harus selalu diperhatikan adalah pengaturan suhu pada tanur serta ketelitian dalam melakukan setiap tahapantahapan analisa yang dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Sudarmadji, dkk. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Apriantono, A. dan D. Fardiaz 1989. Analisa Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB.
Fauzi M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Jember: FTP UNEJ
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Meyers, Hannah. ""Suave Molecules of Mocha" Coffee, Chemistry, and Civilization".2007. avaible from URL www.cat.inist.com.
FAO Statistical Yearbook. 2004. Table C.10:Most important imports and exports of agricultural products. FAO Statistics Division. Vol. 1/1 Table C.10 avaible from URL www.FAO.org
LAMPIRAN
- Pengulangan I : 0,0331 / (100 14,5) x 100% = 0,0387 % 0,0387+0,0389+0,0749/3 - Pengulangan II : 0,0333 / (100 14,5) x 100% = 0,0389 % - Pengulangan III : 0,0641 / (100 14,5) x 100% = 0,0749 % Kadar abu (%bb) SD = (0,0331-0,0435)2 + (0,0333-0,0435) 2 + (0,0641-0,0435) 2 2 = 0,00031828 = 0,0178 % RSD = SD/ X x 100 = 0,0178/ 0,0435 x 100 = 40,9195 % Kadar abu (%bk) SD = (0,0387-0,0508)2+(0,0389-0,0508)2+(0,0749-0,0508)2 2 = 0,000434415 = 0,0208 % RSD = SD/ X x 100 = 40,9448 % = 0,0508% rata-rata X =