6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang irigasi (Lembaran Negara
Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226);
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang perlindungan hutan
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara 3294);
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi
Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3373);
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4489);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban, serta Bentuk dan tata cara Peran serta masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara tahun 1996, Nomor 104);
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRW Nasional (Lembaran
Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721);
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 52,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3747);
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Dampak Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3838);
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta
Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara 3934);
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara 3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran
Negara Tahun 2002 Nomor 119);
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4385);
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung;
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi dan RTRW
Kabupaten/kota;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang di Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran
serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah;
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi;
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang wajib di lengkapi dengan analisis
mengenai dampak lingkungan hidup;
Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1456.K/20/MEM/2000
tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst;
Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1457.K/20/MEM/2000
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan di Bidang Pertambangan dan
Energi;
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327 Tahun 2002
tentang Penetapan 6 (enam) Pedoman Bidang Penataan Ruang;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 2004 tentang Pedoman
Koordinasi Penataan Rucing Daerah;
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1991
tentang Penetapan Kawasan Lindung di Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur;
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pengelolaan
Hutan Raya R Soeryo;
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengelolaan
Hutan di Jawa Timur;
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penertiban
dan Pengendalian Hutan Produksi di Provinsi Jawa Timur;
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
dan
GUBERNUR JAWA TIMUR
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.
Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
2.
Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
3.
Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
4.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografi beserta segenap unsur
terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional.
5.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
Provinsi Jawa Timur ini mencakup strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah
provinsi yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara menurut peraturan
perundang- undangan yang berlaku.
Pasal 3
Ruang lingkup RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
meliputi :
a.
tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan pertahanan keamanan yang diwujudkan melalui strategi pemanfaatan ruang
wilayah untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.
b.
struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah.
c.
pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.
BAB III
ASAS, TUJUAN DAN STRATEGI
Pasal 4
RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun berasaskan :
a.
pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, tepat guna, berdaya
guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan.
b.
keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.
Pasal 5
Tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 huruf a, adalah:
a.
mengakomodasi kebijakan pembangunan dari pemerintah dan aspirasi
masyarakat dalam dimensi ruang;
b.
mengemban kebijakan pengembangan dan mendorong pertumbuhan wilayah
berdasarkan potensi pembangunan;
c.
mewujudkan tata lingkungan yang serasi antara sumber daya alam, sumber daya
buatan, sumber daya manusia untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan
sehingga terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera.
Pasal 6
(1)
(2)
f.
g.
h.
i.
j.
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
Sistem pusat permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
meliputi:
a.
orde perkotaan
b.
hirarkhi perkotaan
c.
perwilayahan
d.
(1)
(2)
(3)
(4)
f.
g.
h.
i.
Sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e,
meliputi :
a.
sistem prasarana transportasi meliputi: jalan, kereta api, penyeberangan, laut,
udara dan angkutan massal cepat perkotaan
b.
sistem prasarana telematika
c.
sistem prasarana sumberdaya energi
d.
sistem prasarana sumberdaya air
e.
sistem prasarana gas
f.
sistem prasarana lingkungan
Bagian Kedua
Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah
Pasal 12
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
meliputi :
a.
taman nasional
b.
taman hutan raya
c.
taman wisata alam
Kawasan taman nasional meliputi:
a.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten
Pasuruan, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo
b.
Taman Nasional Baluran di Kabupaten Situbondo
c.
Taman Nasional Meru Betiri di Kabupaten Jember dan Kabupaten
Banyuwangi
d.
Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi.
e.
Taman Nasionallaut Sepanjang dan Saobi di Kepulauan Kangean
Kabupaten Sumenep
Kawasan hutan raya yaitu Taman Hutan Raya R Soeryo di Kabupaten Malang,
Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang dan Kota Batu.
Taman wisata alam, meliputi:
a.
Taman Wisata Kawah Ijen, di Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten
Bondowoso
b.
Taman Wisata Tretes, Gunung Baung, di Kabupaten Pasuruan.
Pasal 16
(1)
(2)
(3)
j.
k.
l.
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
q.
Kabupaten Ngawi
r.
Kabupaten Pacitan
s.
Kabupaten Pasuruan
t.
Kabupaten Probolinggo
u.
Kabupaten Ponorogo
v.
Kabupaten Pamekasan
w.
Kabupaten Situbondo
x.
Kabupaten Sampang
y.
Kabupaten Sumenep
z.
Kabupaten Tuban
aa.
Kabupaten Trenggalek
bb.
Kabupaten Tulungagung
Kawasan resapan air terdapat di seluruh wilayah kabupaten/ kota.
Kawasan kars kelas I yang berfungsi sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi,
meliputi:
a.
Kabupaten Slitar
b.
Kabupaten Sangkalan
c.
Kabupaten Tulungagung
d.
Kabupaten Trenggalek
e.
Kabupaten Malang
f.
Kabupaten Ngawi
g
Kabupaten Ponorogo
h.
Kabupaten Pacitan
i.
Kabupaten Sampang
j.
Kabupaten Tuban
Pasal 18
(2)
a.
b.
(3)
(4)
h.
Kabupaten Banyuwangi
Paragraf 2
Pola Pemanfaatan Kawasan Budidaya
Pasal 20
y.
z.
aa.
bb.
cc.
dd.
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Sampang
Kabupaten Sumenep
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tulungagung
Pasal 22
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
Sentra peternakan ternak kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di
seluruh Kabupaten.
Kawasan peternakan unggas terkonsentrasi di wilayah
a.Kabupaten Blitar
b.Kabupaten Jombang
c.Kabupaten Kediri
d.Kabupaten Mojokerto
e.Kabupaten Pasuruan
f.Kabupaten Sidoarjo
g.Kabupaten Tulungagung
Pasal 26
lain-lain.
d.kawasan pengembangan pariwisata kepulauan meliputi potensi wisata alam,
minat khusus dan budaya antara lain: pantai, taman laut, api alam, karapan
sapi, makam, peninggalan kraton serta berbagai kegiatan wisata minat
khusus seperti kegiatan penyelaman, memaneing, berlayar dan lain-lain.
(4)Agar arah pengembangan pariwisata dapat lebih terfokus dan efisien maka disusun
prioritas pengembangan, meliputi:
a.kawasan prioritas utama adalah kawasan yang memiliki nilai daya saing serta
menjadi primadona pengembangan pariwisata di Jawa Timur, antara lain
Kawasan Bromo- Tengger-Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Ijen di Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi;
Plengkung di Kabupaten Banyuwangi; Desa Wisata Trowulan Kabupaten
Mojokerto serta potensi unggulan lainnya.
b.kawasan pendukung yang merupakan penyangga dari kawasan prioritas utama
yang meliputi wisata budaya reog di Kabupaten Ponorogo; karapan sapi di
Kabupaten Madura dan berbagai sentra kerajinan rakyat di Jawa Timur.
c.kawasan potensial yang meliputi: Kawasan segitiga emas Ijen yang berada di
Kabupaten Banyuwangi dari Bondowoso; taman laut di Pulau Saor, Saobi
dan Mamburit di Kabupaten Sumenep; Kawasan Wisata Bentar di
Kabupaten Probolinggo; Wisata Pelabuhan Rest Area Suramadu, Wisata
Bahari di Kabupaten Lamongan, Pulau Bawean, Kawasan Prigi di
Kabupaten Trenggalek, serta kawasan-kawasan lain yang potensial.
Pasal 27
(1)Pemanfaatan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf g,
meliputi permukiman perdesaan, perkotaan, dan khusus.
(2)Permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a.permukiman pusat perdesaan
b.permukiman desa
c.permukiman pada pusat perdusunan
(3)Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.permukiman perkotaan metropolitan
b.permukiman perkotaan menengah
c.permukiman perkotaan kecil
(4)Permukiman perkotaan metropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a,
merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai:
a.kota Inti sebagai pusat pelayanan
b.perkotaan penyangga atau satelit
c.perkotaan baru mandiri
d.perumahan baru skala besar
(5)Permukiman perkotaan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b,
merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai:
a.pusat pelayanan SWP.
b.pusat pertumbuhan skala wilayah.
c.pusat pelayanan perkotaan antara metropolitan dan perkotaan kecil.
(6)Permukiman perkotaan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, merupakan
s.Kabupaten Sidoarjo
Pasal 30
(1)Pemanfaatan kawasan perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf j
meliputi perdagangan skala wilayah, skala kota dan perdagangan sektor informal.
(2)Perdagangan skala wilayah yang dimaksud pada ayat (1) adalah wilayah yang
memiliki fasilitas perdagangan seperti pasar induk, grosir diarahkan di tiap pusat
SWP.
(3)Perdagangan skala kota meliputi perdagangan jenis pertokoan dan perdagangan
pasar yang diarahkan di setiap wilayah kabupaten/kota.
(4)Perdagangan sektor informal yang berkembang di setiap wilayah perkotaan dan
perdesaan, diatur dan/atau disediakan ruangnya oleh pemerintah kabupaten/kota.
Bagian Ketiga
Arahan Pengelolaan kawasan lindung dan budidaya
Pasal 31
(1)Arahan pengelolaan pengawasan lindung meliputi semua upaya perlindungan,
pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan
lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi dan berkelanjutan dan
tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya.
(2)Arahan konservasi kawasan lindung meliputi kawasan cagar alam, suaka alam,
kawasan pelestarian alam, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(3)Arahan pengelolaan kawasan lindung tidak dapat dialihfungsikan.
(4)Arahan pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
lain:
a.pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.
b.mempertahankan fungsi ekologis kawasan alami
c.pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan konservasi dan hutan
lindung.
d.penambahan luasan kawasan lindung, yang merupakan hasil alih fungsi hutan
produksi menjadi hutan lindung.
e.pengembangan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan lindung.
f.percepatan rehabilitasi lahan milik masyarakat yang termasuk di dalam kriteria
kawasan lindung dengan melakukan penanaman pohon lindung yang dapat
di gunakan sebagai perlindungan kawasan bawahannya yang dapat diambil
hasil hutan non-kayu.
g.membuka jalur wisata jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa
memiliki/mencintai alam.
h.pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana pendidikan penelitian dan
pengembangan kecintaan terhadap alam.
i.percepatan rehabilitasi hutan/reboisasi hutan lindung dengan tanaman yang
sesuai dengan fungsi lindung.
j.menindak tegas prilaku vandalisme terhadap obyek wisata.
Pasal 32
kota dan menjaga eksistensi wilayah yang bersifat perdesaan di sekitar kawasan
perkotaan.
Pasal 36
(1)Arahan pengelolaan kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
merupakan kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis
yang penataan ruangnya diprioritaskan, yakni Gerbangkertosusila Plus.
(2)Arahan pengembangan kawasan tertentu Gerbang keftosusila Plus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a.penataan ruang di bagi dalam cluster untuk memfokuskan pada penciptaan
kawasanyang dapat bersinergi dengan wilayah lainnya.
b.pengendalian secara garis besar mengarah pada upaya mengendalikan laju
perkembangan kota yang monosentris sehingga tidak terjadi penumpukan
beban transportasi yang cenderung berorientasi memusat.
c.meningkatkan fungsi wilayah sesuai dengan daya dukung kawasan.
d.membentuk kawasan perkotaan baru mandiri dan perumahan skala besar di
kawasan sekitar Surabaya, khususnya di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Gresik, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Bangkalan.
e.meningkatkan transportasi umum masal antara Surabaya sebagai kota inti
dengan perkotaan disekitarnya.
f.menjaga pembangunan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga
keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun termasuk
mengembangkan hutan kota dan menjaga eksistensi wilayah yang bersifat
rural di sekitar kawasan perkotaan.
Bagian Kelima
Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perdesaan dan Perkotaan
Pasal 37
Arahan terhadap sistem pusat permukiman dibedakan atas pengembangan pusat
permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan.
Pasal 38
(1)Arahan pengembangan pusat permukiman perdesaan adalah penataan struktur ruang
pedesaan sebagai sistem pusat permukiman di pedesaan yang berpotensi menjadi
pusat pertumbuhan di perdesaan.
(2)Arahan pengembangan struktur ruang pedesaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melalui:
a.pembentukan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP)
b.pembentukan Pusat Desa
c.pembentukan Pusat Permukiman Perdusunan
(3)Pengelolaan struktur ruang perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat efek
pertumbuhan di kawasan perdesaan.
(4)Setiap pusat pelayanan dikembangkan melalui penyediaan berbagai fasilitas
sosial-ekonomi yang mampu mendorong perkembangan kawasan perdesaan.
Pasal 39
(1)Arahan pengembangan sistem pusat permukiman perkotaan meliputi arahan terhadap
fungsi pusat kegiatan dan arahan terhadap penataan struktur ruang pusat-pusat
permukiman perkotaan
(2)Pengelolaan pusat permukiman perkotaan terkait dengan fungsi pusat kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pusat kegiatan nasional, wilayah
dan lokal, meliputi:
a.Pusat Kegiatan Nasional adalah Gerbangkerto susila Plus
b.Pusat Kegiatan Wilayah adalah Malang Raya, Perkotaan Jember, Kota Kediri,
Kota Madiun, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan, Banyuwangi,
Perkotaan Pamekasan.
c.Pusat Kegiatan Lokal, adalah Perkotaan Pacitan, Perkotaan Trenggalek,
Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Magetan,
Perkotaan Ngawi, Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Bondowoso, Perkotaan
Situbondo, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Sampang, Perkotaan
Sumenep, Perkotaan Caruban.
Bagian Keenam
Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah
Paragraf 1
Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Jalan
Pasal 40
(1)Arahan pengembangan sistem prasarana transportasi jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 huruf a, terdiri dari prasarana jalan umum yang dinyatakan dalam
status dan fungsi jalan, serta prasarana terminal penumpang jalan.
(2)Pengelompokan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan
provinsi, dan jalan kabupaten/kota.
(3)Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi kedalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan
(4)Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan
jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder
(5)Arahan pengembangan prasarana jalan meliputi arahan pengembangan bagi jalan
nasional jalan tol, jalan nasional bukan jalan tol, jalan provinsi, jalan Iintas selatan,
jalan lintas/tembus kabupaten dan jalan lingkar kota dan perkotaan.
(6)Pengembangan prasarana jalan meliputi pengembangan jalan baru dan
pengembangan jalan yang sudah ada.
Pasal 41
(1)Jaringan jalan tol yang sudah dikembangkan di Jawa Timur, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi jalan tol Surabaya - Gempol, dan jalan tol
Surabaya - Manyar.
(2)Arahan pengembangan jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi ruas:
a.Jalan Tol Surabaya - Gresik - Lamongan - Bojonegoro
j.CAT Lasem;
k.CAT Ngawi-Ponorogo;
l.CAT Panceng;
m.CAT Pasuruan;
n.CAT Probolinggo;
o.CAT Randublatung;
p.CAT Surabaya-Lamongan;
q.CAT Sumberbening;
r.CAT Sampang-Pamekasan;
s.CAT Sumenep;
t.CAT Tuban;
u.CAT Toranggo.
v.CAT Wonosari;
w.CAT Wonorejo;
x.Selain itu dapat dikembangkan di waduk dan embung
(5)Arahan pengelolaan sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a.pembangunan prasarana sumber daya air.
b.semua sumber air baku dari dam, embung, waduk, telaga, bendungan serta
sungai - sungai klasifikasi I - IV yang airnya dapat dimanfaatkan secara
langsung dan dikembangkan untuk berbagai kepentingan.
c.zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi tipologi DAS berdasarkan
tipologinya.
d.Penetapan zona pengelolaan sumber daya air sesuai dengan keberadaan
wilayah sungai tersebut pada zona kawasan lindung tidak diijinkan
pemanfaatan sumber daya air untuk fungsi budidaya, termasuk juga untuk
penambangan.
e.prasarana sumberdaya air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan lintas
wilayah administratif kabupaten/kota, dikoordinasikan oleh Pemerintah
Provinsi.
Pasal 50
(1)Prasarana pengairan direncanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan sawah
irigasi teknis dan non teknis baik untuk irigasi air permukaan maupun air tanah.
(2)Rencana pengembangan pengairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan wilayah sungai.
(3)Pengembangan waduk, dam dan embung serta pompanisasi terkait dengan
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan
mempertimbangkan :
a.daya dukung sumber daya air
b.kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat
c.kemampuan pembiayaan
d.kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air
e.posisi Jawa Timur sebagai lumbung nasional
(4)Dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka pengembangan
waduk, dam dan embung serta pompanisasi ditetapkan meliputi :
a.Dam Genting I di Kabupaten Blitar
b.Dam Babadan di Kabupaten Nganjuk
(3)Rencana pengembangan sumber dan prasarana migas pada wilayah darat dan
wilayah laut sepanjang 4 sampai dengan 12 mil laut.
(4)Arahan prasarana migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelolaanya ada
dibawah
instansi/badan/lembaga
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Paragraf 11
Arahan Pengembangan Sistem Prasarana lingkungan
Pasal 52
(1)Prasarana lingkungan merupakan arahan pengelolaan prasarana yang digunakan
lintas wilayah administratif.
(2)Prasarana yang digunakan lintas wilayah secara administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a.tempat pembuangan akhir (TPA) terpadu yang dikelola bersama untuk
kepentingan antar wilayah.
b.tempat pengelolaan limbah industri 83 dan non 83.
(3)Arahan pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan lintas wilayah
secara administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah :
a.kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah
sampah terutama di wilayah perkotaan.
b.pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan persyaratan teknis.
c.pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan
kaidah teknis.
d.pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung
lingkungan.
e.setiap kabupaten/kota diwajibkan menyediakan ruang untuk TPA dan/atau TPA
terpadu.
Bagian Ketujuh
Arahan Pengembangan Kawasan Diprioritaskan
Pasal 53
(1)Arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan merupakan kawasan yang
mempunyai karakter khusus dan perlu ditangani secara tersendiri.
(2)Kawasan diprioritaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.Kawasan Ekonomi Potensial
b.Kawasan Strategis
c.Kawasan Tertinggal
d.Kawasan Rawan Bencana
e.Kawasan Khusus Militer
f.Kawasan Perbatasan
g.Kawasan Pengendalian Ketat (High Control Zone)
(3)Arahan pengembangan kawasan diprioritaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi :
a.pengelolaan kawasan yang berpotensi mendorong perkembangan kawasan
huruf c, banyak terdapat di kawasan pesisir selatan Jawa Timur dan Madura dengan
arahan meliputi:
a.peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar.
b.penyediaan kesempatan dalam pendayagunaan lahan dan sumberdaya alam setempat.
c.pembentukan organisasi perwilayahan perbaikan struktur penggunaan dan pengelolaan
sumber daya alam dan manusia.
d.peningkatan
kesempatan
kerja
melalui
penanggulangan
pengangguran,
pengembangan sektor pertanian yang berdaya serap tinggi terhadap tenaga kerja.
e.peningkatan pemanfaatan sumber daya alam.
f.peningkatan sumber daya manusia.
g.pelestarian lingkungan hidup.
h.pengembangan keuntungan komparatif antar wilayah dan tidak terjadi tumpang tindih
peran dan fungsi wilayah satu dengan lainnya.
i.peningkatan daya saing sektor ekonomi potensial.
j.peningkatan daya tarik kawasan dengan cara menyediakan prasarana dan sarana
penunjang.
k.perbaikan sistem pemasaran produk yang dihasilkan kawasan.
Pasal 57
Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d
merupakan kawasan yang rentan terhadap bencana alam terutama untuk bencana alam
yang terjadinya seperti rawan letusan gunung api, rawan banjir, rawan gempa, gerakan
tanah, longsor, banjir bandang dan rawan tsunami atau yang merupakan fenomena alam
lainnya, dengan arahan meliputi:
a.menciptakan infrastruktur yang khusus didaerah rawan bencana sehingga nilai
investasi yang ditanamkan tidak terlalu sia-sia dan daerah tersebut dapat
berkembang sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
b.menciptakan peraturan bangunan, membatasi keleluasaan membangun pada
daerah-daerah yang dianggap rawan bencana secara optimal sebagaimana
dilakukan pada daerah-daerah lainnya.
c.mempertimbangkan kestabilan lereng dalam perencanaan, perancangan, dan
pengembangan lokasi bangunan.
d.pengendalian atas garapan lahan pada daerah perbukitan dan pegunungan
e.mempertahankan dan merevitalisasi kawasan mangrove/bakau sebagai barier area
untuk mitigasi bencana (tsunami).
f.menyediakan ruang untuk evakuasi yang dapat berupa ruang terbuka hijau
g.tidak mencetak sawah lahan basah pada kawasan terjal.
Pasal 58
(1)Kawasan khusus militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf e
merupakan kawasan yang lokasinya jauh dari kegiatan umum perkotaan, dimana
masyarakat umum tidak diijinkan memakai atau menempati lahan yang ada dan
telah ditetapkan sebagai kawasan khusus.
(2)Kawasan khusus militer digunakan sebagai kepentingan pertahanan keamanan
nasional (TNI), dan kawasan yang digunakan dengan fungsi kegiatan militer
dikategorikan sebagai kawasan khusus mencakup daerah pangRalan, lokasi
Pasal 78
Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat
berhak :
a.berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
b.mengetahui secara terbuka RTRW Provinsi, rencana tata ruang kawasan, rencana rinci
tata ruang kawasan.
c.menikmati menata ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
penataan ruang.
d.memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 79
(1)Untuk mengetahui rencana tata ruang, selain dari Lembaran Daerah masyarakat dapat
mengetahui rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui pengumuman atau
penyebarluasan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2)Kewajiban untuk menyediakan media pengumuman atau penyebarluasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penempelan/pemasangan
peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada tempat-tempat umum dan juga
pada media massa, serta melalui pembangunan sistem intormasi tata ruang.
Pasal 80
(1)Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibal
penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 hurut c, pelaksanaannya
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundan-undangan atau kaidah
yang berlaku.
(2)Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumberdaya alam yang
terkandung didalamnya, menikmati manfaat ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang dapat berupa manfaat ekonomi, sosial, dan Iingkungan dilaksanakan
atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum adat dan
kebiasaan yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.
Pasal 81
(1)Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status
semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan RTRW Provinsi
diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang berkepentingan.
(2)Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 82
(1)...
(2)...
a.menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b.meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan di bidang
penataan ruang;
c.meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang penataan ruang;
d.memeriksa buku-buku catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan
tindak pidana di bidang penataan ruang
e.melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut
f.meminta bantuantenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang penataan ruang
g.menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud
pada huruf e
h.memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang penataan
ruang
i.memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi
j.menghentikan penyidikan
k.melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
di
bidang
penataan
ruang
menurut
hukum
yang
dapat
dipertanggungjawabkan.
(3)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum
sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 90
(1)RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilengkapi dengan lampiran
berupa buku Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur 2005 - 2020 dan
album peta.
(2)Buku rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
Bab I :Pendahuluan
Bab II :Potensi, Masalah dan Prospek Pengembangan Wilayah
Bab III :Strategi Pemanfaatan Ruang Wilayah Jawa Timur
Bab IV:Arahan Pengelolaan Pemanfaatan Ruang Wilayah Jawa Timur
Bab V :Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Bab VI:Hak, kewajiban dan peranserta masyarakat
Bab VII
:
Penutup
(3)Buku RTRW Provinsi dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
Pasal 91
RTRW Provinsi berfungsi sebagai kebijakan matra ruang dari RPJP untuk penyusunan
RPJMD pada periode berikutnya.
Pasal 92
RTRW Provinsi digunakan sebagai pedoman bagi :
a.perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah.
b.Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar
wilayah Provinsi serta keserasian antar sektor.
c.pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah
d.dan atau masyarakat.
e.penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota yang merupakan dasar dalam pengawasan
terhadap perijinan lokasi pembangunan.
Pasal 93
Terhadap RTRW Provinsi dapat dilakukan peninjauan kembali 5 (lima) tahun sekali.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 94
Pada saat mulai berlakunya peraturan daerah ini, maka semua RTRW Kabupaten/Kota
dali sektoral yang berkaitan dengan penataan ruang di daerah tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan RTRW Provinsi.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 95
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Provinsi Daerah
Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 Tahun 1996 Tentang RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun
1997/1998 - 2011/2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 96
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 97
huruf g :
Kawasan permukiman merupakan kawasan yang diperuntukan sebagai
perkembangan lahan permukiman dan tidak berlokasi pada area
konservasi.
huruf h :
Kawasan industri merupakan kawasan yang diperuntukan bagi industri
yang berupa tempat pemusatan kegiatan industri yang dikelola oleh
satu manajemen perusahaan industri.
huruf i :
Kawasan yang digunakan dikarenakan terdapat sumber daya tambang
yang potensial untuk diolah guna menunjang pembangunan.
huruf j :
Kawasan perdagangan merupakan kawasan yang diperuntukan bagi
perdagangan yang berupa
tempat pemusatan kegiatan
perdagangan.
Pasal 21 : Cukup jelas.
Pasal 22
ayat (1 ) :
Rencana penggunaan tanah untuk persawahan dan pertanian tanaman
kering dengan memperhatikan daya dukung lahan rencana
pengembangan jaringan irigasi di Provinsi Jawa Timur, dan proyeksi
kebutuhan pang an serta potensi ekonomi maka sawah Irigasi
dipertahankan sebesar 991.678 ha, dengan peningkatan jaringan
irigasi semi teknis atau sederhana menjadi irigasi teknis seluas
101.725 ha yang tersebar di masing-masing wilayah sungai.
ayat (2) dan (3) : Cukup jelas
Pasal 23 : Cukup jelas
Pasal 24 : Cukup jelas
Pasal 25 :
penentuan pengembangan kawasan ternak dengan memperhatikan aspek :
a.potensi ternak yang dimiliki dalam suatu wilayah.
b.faktor daya dukung lingkungan antara lain ketersediaan sarana prasarana
produksi, potensi wilayah dan agroklimat yang mendukung untuk
pengembangan ternak
c.mempertahankan alih fungsi padang penggembalaan dan kebun hijauan
pakan ternak.
d.peningkatan produksi dengan menggunakan teknologi tepat guna, ramah
Iingkungan dangan memperhatikan produksi dan orientasi agribisnis
e.faktor keamanan dan kesehatan lingkungan
f.perlindungan masyarakat dari penyakit hewan menular.
Pasal 26 :
Cukup jelas.
Pasal 27 :
Pengembangan kawasan permukiman, harus berdasar pada peraturan daerah
dengan kriteria dasar, meliputi :
a.Perlu adanya pengaturan terhadap luas lahan terbangun dengan tak
terbangun pada kawasan pengembangan permukiman.
b.Perlu adanya penegasan batas kawasan terhadap kawasan non
permukiman.
c.Perlu adanya penetapan tinggi bangunan pada kawasan pengembangan
permukiman.
ayat (1) s/d (7) :
Cukup jelas
ayat (8) :
Kawasan perumahan adalah kawasan yang pemanfaatannya untuk peru
mahan dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Terkait dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah yang menjadi kewajiban Pemerintah untuk
merealisasikannya, dapat dibangun sendiri oleh pemerintah atau
dengan bantuan swasta sebagai pelaksana. Maka Pemerintah
Kabupaten/Kota menyediakan lahan untuk perumahan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan permukiman dengan
perbandingan 1 : 3 : 6 sesuai ketentuan dalam Keputusan Menteri
Perumahan Rakyat No.04/KPTS/BK 4 N/1995.
Pasal 28 :
Pasal 29 :
Pasal 30 :
Pasal 31 :
Pasal 32 :
Pasal 33 :
Pasal 34 :
Huruf b :
Istilah keterkaitan kawasan. Perkotaan - perdesaan merupakan penjabaran
dari istilah urban - rural linkages.
Pasal 35 :
Cukup jelas.
Pasal 36 :
Cukup jelas.
Pasal 37 :
Cukup jelas.
Pasal 38 :
Cukup jelas.
Pasal 39 :
Cukup jelas.
Pasal 40 :
Cukup jelas.
Pasal 41 :
Cukup jelas.
Pasal 42 ayat (1)
s/d (7) :
Cukup jelas.
ayat 8 :
Konservasi disini diartikan sebagai menjaga dan memanfaatkan kembali
prasarana transportasi.
Pasal 43 :
Cukup jelas.
Pasal 44 :
Cukup jelas.
Pasal 45 :
Penyediaan transportasi udara di Jawa Timur untuk dibedakan Bandara Udara
Umum dan Bandara Udara Khusus.
Terkait dengan tidak dikembangkannya Bandara Iswahyudi sebagai bandara
komersial dikarenakan bandara tersebut merupakan pusat pertahanan
skwadron tempur TNI - AU yang memiliki batas ruang udara tertentu.
Pasal 46 :
Cukup jelas.
Pasal 47 :
Cukup jelas.
Pasal 48 :
Pengembangan energi alternatif yang dapat dikembangkan antara lain tenaga
surya, kincir angin, microhydro, dan sebagainya.
Pasal 49 :
Prasarana sumber daya air direncanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan
sawah irigasi teknis, peningkatan pengairan dari irigasi non teknis atau
setengah teknis menjadi irigasi teknis.
Pasal 50 ayat (1)
s/d (4) :
Cukup jelas
ayat (5) :
Tipologi DAS dibagi menjadi daerah hulu sungai, daerah sepanjang aliran
sungai, daerah irigasi, daerah perkotaan dan industri, serta daerah
muara sungai.
Pasal 51 :
Cukup jelas
Pasal 52 :
Cukup jelas
Pasal 53
ayat (1 ) :
Cukup jelas
ayat (2)
huruf a :
Kawasan ekonomi potensial tersebut berperan mendorong
pertumbuhan ekonomi bagi kawasan disekitarnya, selain itu
dapat:
a. ...
b. ...
c. ...
d.Melakukan pembinaan kepada masyarakat melalui
pengembangan keanekaragaman pengolahan hasil
panen, pengenalan ilmu pengetahuan dan teknologi
secara inovatif dan sasaran pemasaran yang
dilakukan sehubungan dengan produksi yang
diciptakan.
e.Melakukan pendekatan dilakukan secara personal kepada
swasta agar dapat menarik semaksimal mungkin
kesempatan guna menunjang peningkatan pemasaran
yang secara langsung akan mempengaruhi tingkat
produktif dari hasil produksi.
huruf c :
Kawasan tertinggal merupakan wilayah kurang dalam hal perekonomian,
infrastruktur atau prasarana penunjang
huruf d :
Kawasan yang ditetapkan sebagai wilayah rawan terhadap bahaya gempa,
longsor, tsunami.
huruf e :
Kawasan khusus militer merupakan kawasan yang digunakan untuk
dsb
Pasal 76
huruf a :
Cukup jelas.
huruf b :
Informasi tata ruang tersebut meliputi kriteria:
-Benar, akurat dan tepat waktu.
-Terbuka untuk diakses baik diminta atau tidak diminta.
-Mencerminkan
sikap
keterlibatan
masyarakat
penyelenggaraan keterbukaan pemerintah.
huruf c :
Cukup jelas.
huruf d :
Cukup jelas.
Pasal 77 :
Cukup jelas.
Pasal 78 :
Cukup jelas.
Pasal 79 :
Cukup jelas.
Pasal 80 :
Cukup jelas.
Pasal 81 :
Cukup jelas.
Pasal 82 :
Cukup jelas.
Pasal 83 :
Cukup jelas.
Pasal 84 :
Cukup jelas.
Pasal 85 :
Cukup jelas.
Pasal 85 :
Cukup jelas.
Pasal 86 :
Cukup jelas.
dalam
Pasal 87 :
Cukup jelas.
Pasal 88 :
Cukup jelas.
Pasal 89 :
Cukup jelas.
Pasal 90 :
Cukup jelas.
Pasal 91 :
Cukup jelas.
Pasal 92 :
Cukup jelas.
Pasal 93 :
Cukup jelas.
Pasal 94 :
Cukup jelas.
Pasal 95 :
Cukup jelas.
Pasal 96 :
Cukup jelas.