Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK BERDUKA

Disusun Oleh :

Irwan Afriandi Enni Triani T.A Novita sari Winda apriani

Yora nopriani Inta lestari Relin rosmidiansya

JURUSAN KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU 2013

Kata pengantar

Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul asuhan keparawatan gerontik berduka. Penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan yang belum terjangkau oleh penulis, maka penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ns. Ida rahmawati, S. Kep selaku dosen Mata Kuliah Keperawatan gerontik dan beberapa pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Semoga amal baik yang telah diberikan kepada saya mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, juni 2013

Penulis

DAFTAR ISI Kata pengantar Daftar isi BAB I pendahuluan a. Latar belakang b. Rumusan masalah c. Tujuan penulisan BAB II tinjauan teoritis a. Definisi b. Etiologi c. Patopisiologi d. Manifestasi klinis e. Penatalaksanaan f. Pemeriksaan penunjang BAB III konsep askep a. Pengkajian b. Analisis c. Diagnosa keperawatan d. Intervensi e. Evaluasi BAB IV penutup Kesimpulan Saran Daftar pustaka .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya. Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan

diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004). Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klienkelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian.

Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005). B. Permasalahan Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional. C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah: 1. Tujuan umum

Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.

Mengetahui asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional

1. Tujuan khusus

Mengetahui jenis-jenis kehilangan. Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka. Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Definisi kehilangan Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung: 1. Arti dari kehilangan 2. Sosial budaya 3. kepercayaan / spiritual 4. Peran seks 5. Status social ekonomi 6. kondisi fisik dan psikologi individu.

B. Tipe Kehilangan Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: 1. Aktual atau nyata

Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai. 2. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun. C. Jenis-jenis Kehilangan

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:

Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah

salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.

Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self) Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental

seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.

Kehilangan objek eksternal Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama,

perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.

Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk

dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.

Kehilangan kehidupan/ meninggal Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan

dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian. D. Rentang Respon Kehilangan

Denial> Anger> Bergaining> Depresi> Acceptance 1. Fase denial a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan b. Verbalisasi; itu tidak mungkin, saya tidak percaya itu terjadi . c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah. 2. Fase anger / marah a. Mulai sadar akan kenyataan b. Marah diproyeksikan pada orang lain c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. d. Perilaku agresif. 3. Fase bergaining / tawar- menawar. a. Verbalisasi; kenapa harus terjadi pada saya ? kalau saja yang sakit bukan saya seandainya saya hati-hati . 4. Fase depresi a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa. b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5. Fase acceptance a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang. b. Verbalisasi ; apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh, yah, akhirnya saya harus operasi A. Definisi berduka Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

B. Teori dari Proses Berduka Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. 1. Teori Engels Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.

Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang. 1. Teori Kubler-Ross Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut: a) Penyangkalan (Denial)

Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti Tidak, tidak mungkin seperti itu, atau Tidak akan terjadi pada saya! umum dilontarkan klien. b) Kemarahan (Anger)

Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin bertindak lebih pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan. c) Penawaran (Bargaining)

Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain. d) Depresi (Depression)

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.

e)

Penerimaan (Acceptance)

Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa. 1. Teori Martocchio Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun. 1. Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori: 1. Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya. 2. Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut. 3. Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA ENGEL (1964) KUBLER-ROSS (1969) Shock dan tidak percaya Berkembangnya kesadaran Menyangkal Marah MARTOCCHIO RANDO (1991) (1985) Shock and disbelief Penghindaran Yearning protest Restitusi Tawar-menawar Anguish, disorganization and despair Idealization Depresi Identification bereavement Reorganization / the out come Penerimaan Reorganization and akomodasi restitution Rentang Respon Kehilanagn Fase Pengingkaran Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau in Konfrontasi and

mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan Tidak, saya tidak percaya itu terjadi atau itu tidak mungkin terjadi . Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.

Fase Marah Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

Fase Tawar-menawar Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa . Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah kalau saja yang sakit, bukan anak saya.

Fase Depresi Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.

Fase Penerimaan Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima

kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis atau apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh.

Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

BAB III PENGKAJIAN GERONTIK 1. Pengkajian


Nama panti Alamat panti ` : BPPLU pagar dewa provinsi Bengkulu : jl. Adam malik no. 9 pagar dewa provinsi Bengkulu

Tanggal masuk : 12 Juni 2013 Tanggal pengkajian No register : 14 juni 2013 ; 12345678910

A. Identitas klien Nama Alamat Jenis kelamin Umur Status perkawinan Agama Suku Pendidikan terakhir Lama tinggal dipanti Sumber pendapatan : NK.R : jln. Prumnas unib Bengkulu : perempuan : 54 tahun : janda : islam : palembang : SMA ; 6 bulan : pensiunan suami

Keluarga yang dapat dihubungi : Ny. A Riwayat pekerjaan B. Alasan kunjungan ke panti Nk.R mengatakan dibawa kepanti oleh anaknya karena tidak ada yang peduli dan jarang mendapat perhatian dari anak-anaknya ataupun keluarga yang lain sedangkan suami NK.R sudah meninggal 1 tahun yang lalu. C. Riwayat kesehatan 1. Masalah kesehatan dahulu NK.R mengatakan perna menderita penyakit hipertensi sejak usia 35 tahun. 2. Masalah kesehatan sekarang : Wiraswasta

Nk.R sering mengalami pusing-pusing akibat dari penyakit hipertensi. Diagnosa mediK : Hipertensi 3. Riwayat kesehatan keluarga NK.R mengatakan di keluarganya ada anggota keluarganya yang mengalami penyakit sepertinya, . D. Status fisiologis Postur tulang : Tegap Tanda tanda vital dan status gizi : Suhu Tekanan darah Nadi Respirasi Bb Tb E. Pengkajian head to toe : 1. Kepala Kebersihan Kerontokan rambut Keluhan : bersih : tidak : tidak : 37 c : 140 / 90 mmhg : 80 x/i : 20 x/i : 52 kg : 165 cm

2. Mata Konjungtiva Sklera Strabismus Penglihatan Peradangan : anemis : ikterik : tidak : normal : tidak

Riwayat katarak : tidak ada. Keluhan 3. Hidung Bentuk : simetris : tidak ada keluhan

Peradangan Penciuman

: tidak : tidak terganggu

4. Mulut dan tenggorokan Kebersihan Mukosa : bersih : lembab

Peradangan/ stamatitis : tidak ada Gigi geligi Radang gusi Kesulitan mengunyah Kesulitan menelan 5. Telinga Kebersihan Peradangan Pendengaran Keluhan lain 6. Leher Pembesaran kljar tirood Jvp Kaku kuduk 7. Dada Bentuk dada Retraksi Wheezing Ronchi Suara jantung tambahan Iotus cordis 8. Abdomen Bentuk Nyeri tekan Kembung Bising usus : simestris : tidak ada : tidak ada : 12x/i : simetris : Ada : tidak : tidak ada : tidak ada : teraba satu jari : tidak : tidak :tidak : bersih : tidak : tidak :tidak : lengkap : tidak ada : tidak : tidak

Massa

; tidak

9. Genitalia Kebersihan Haemoroid Hernia 10. Ektremitas Kekuatan otot : 555 555 555 555 : bersih : tidak : tidak

Postur tubuh Rentang gerak Deformitas Tremor Edema kaki

: tegap ( normal) : maksimal : tidak : tidak : tidak

Penggunaan alat bantu : tidak Reflek Reflek Bisep Triceps Knee Achiles 11. Integument kebersihan Warna Kelembaban Gangguan pada kulit : bersih : tidak ( sawo matang ) : lembab : tidak ada Kanan + + + + Kiri + + + +

F. Pengkajian keseimbangan untuk lansia ( tinneti, ME dang inter , SF. 1998 ) 1. Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan

Bangun dari kursi : . NK.R masih dapat bangun dari duduk dengan kali gerakan tetapi terkadang memegang objek untuk dukungan, pada saat berdiri pertama kali nenek tampak stabil. Duduk di kursi NK. R duduk dikursi secara perlahan dan mengatur posisi duduk untuk bersandar dan posisi yang nyaman. NK.R tidak langsung menjatuhkan tubuhnya saat hendak duduk di kursi. Menahan dorongan pada sternum NK.R memegang objek dukungan untuk menahan dorongan pada sternum. Mata tertutup NK.R menggerakan kaki dan memegang objek dukungan yang teraba untuk menahan dorongan. Perputaran leher NK.R mengeluh pusing dan menggegam objek dukungan. Gerakan menggapai sesuatu NK.R masih bisa menggapai sesuatu dengan bahu fleksi Membukuk Nk.R masih mampu membungkuk untuk mengambil objek-objek kecil seperti pulpenn dari lantai, tidak memerlukan usaha multiple untuk bangun. 2. Komponen gaya bergerak atau berjalan Saat diminta berjalan pada tempat yang telah ditentukan NK.R tidak tampak ragu dan perlahan berjalan pada tempat yang ditentukan, tanpa memegang objek. Ketinggian langkah kaki NK. R tidak menggeser / menyeret kaki dan tidak mengangkat kaki terlalu tinggi (> 2 inchi ). Kontinuitas langkah kaki Setelah langkah-langkah awal, kontiunitas langkah kaki masih konsisten. Kesimetrisan langkah Panjang langkah kaki kanan dan kiri simetris, tidak ada perbedaan yang signifikan.

Penyimpangan jalur saat berjalan tidak terjadi berbalik NK. R berhenti terlebih dahulu sebelum berbalik dan mulai membalikkan langkah dengan perlahan. g. pengkajian psikososial hubungan dengan orang lain dalam wisma : 1. Tidak kenal 2. Sebatas kenal 3. Mampu berinteraksi 4. Mampu bekerjasama NK.R mampu berinteraksi dengan teman-teman diwismanya dan hubungan terbina baik hubungan dengan orang lain di luar wisma di dalam panti. 1. Tidak kenal 2. Sebatas kenal 3. Mampu berinteraksi 4. Mampu bekerjasama NK.R mengatakan teman-temannya sering dating kewismanya dan sering mengobrol bersama-sama kebiasaan lansia berinteraksi kewisma lainnya dalam panti . 1. Selalu 2. Sering 3. Jarang 4. Tidak pernah Nk. R Sering melakukan interaksi dengan teman-teman di wisma lainnya biasanya mereka mengobrol tentang masa lalu, bertukar pikiran dan kadang bercanda gurau. Stabilitas emosional 1. Labil

2. Stabil 3. Iritabel 4. Datar Nk. R mengatakan emosinya kadang-kadang labil karena sering kesal dengan teman sewismanya yang kadang sering membuang ludah sembarangan dan buang sampah sembarangan. Motivasi penghuni panti 1. Kemauan sendiri 2. Terpaksa Nk. R mengatakan masuk ke panti di bawa oleh anaknya. Karna kekek yang meminta tidak ada factor keterpaksaan dari siapapun, karena di rumah juga tidak ada yang mengurusinya karna anak nya bekerja pulang sore jdi nenek merasa sepi kalau di rumah. Frekuensi kunjungan keluaraga 1. 1 kali/bulan 2. 2 kali/ bulan

3. Tidak pernah NK. R mengatakan anaknya sering mengunjunginya dip anti. NK.R mengatakan merasa senang karena dikunjungi karena bisa mengobrol tentang keluarga lainnya. a. Masalah emosional Pertanyaan tahap 1 : 1. Apakah klien mengalami susah tidur : tidak ada 2. Ada masalah atau banyak pikiran di panti. 3. Apakah klien murung atau menangis sendiri : tidak 4. Apakah klien sering was-was atau kwatir : tidak : ya nenek tidak suka dengan pegawai

lanjutkan pertanyaan tahap ke 2 Jika jawabannya ya 1 atau lebih Pertanyaan tahap 2 1. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 bulan 1 kali dalam satu bulan? Ya, lebih dari 1 bulan. 2. Ada masalah atau banyak pikiran ? Ya, kakek mengatakan tidak suka dengan kepengurusan panti yang jarang memperhatikan keadaan diwisma. 3. Ada gangguan atau masalah dengan orang lain ? Tidak ada 4. Menggunakan obat tidur atau penenang atas anjuran dokter ? Tidak ada. b. Pengukuran tingkat depresi Skala depresi geriatric ( GDS) , yesavage dkk, 1983

No 1.

Pernyataan Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan kehidupannya ? Ya Ya Ya Tidak

2.

Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau kesenangan akhir-akhir ini ?

Tidak

3.

Apakah bapak/ibu sering merasa hampa/kosong dalam hidup ini ?

Tidak Tidak Tidak Tidak

4. 5.

Apakah bapak/ibu sering merasa bosan ? Apakah bapak / ibu merasa mempunyai harapan yang baik di masa depan ?

Ya Ya

6.

Apakah bapak/ibu mempunyaipikiran jelek yang mengganggu terus menerus ?

Ya Ya

7.

Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap saat ?

Tidak

8.

Apakah bapak/ibu takut bahasa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda ?

Ya

Tidak Tidak Tidak Tidak

9.

Apakah bapak /ibu bahagia sebagian besar waktu?

Ya

10. Apakah bapak/ibusering merasa tidak mampu berbuat apa-apa? 11. Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah? 12. Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal dirumah daripada keluar dan mengerjakan sesuatu? 13. Apakah bapak /ibu sering merasa khawatir tentang masa depan? 14. Apakah bapak/ibu akhir-akhir ini sering pelupa? 15. Apakah bapak/ibu piker bahwa hidup bapak/ibu sekarang menyenangkan? 16. Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa? 17. Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhirakhir ini? 18. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa lalu? 19. Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggembirakan? 20. Apakah sulit bagi Bapak/ibu untuk memulai kegiatan yang baru? 21. Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat? 22. Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada harapan? 23. Apakah bapak/ibu berfikir bahwaorang lain lebih baik keadaannya daripada bapak/ibu?

Ya

Ya Ya

sTidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Ya

Ya Ya

Ya Ya Ya

Tidak

Tidak Tidak

Ya Ya

Tidak Tidak Tidak Tidak

Ya Ya

Ya

24. Apakah bapak/ibu sering marah karena hal sepele? 25. Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis? 26. Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi? 27. Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur dipagi hari? 28. Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di pertemuan social? 29. Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat suatu keputusan? 30. Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam memikirkan sesuatu seperti dulu?

Ya

Tidak Tidak

Ya Ya Ya Ya Ya

Tidak Tidak

Tidak

Tidak Tidak

Ya

Sumber : Burns, 1991. Assasment Scales in old Age Psychiatry Martin Duintz Ltd. London,P 2-3 Scor : Hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal ( setiap jawaban yang bercetak tebal

mempuyai nilai 1)

0 1 = Not depressed 11 20 = Mild depressed 21 30 = Severe depressed

Nilai 15 : depresi ringan sampe sedang.

c. Pengukuran tingkat kerusakan intelektual

Short portable mental status questioner ( SPMSQ) : Benar Salah Nomor 1 Pertanyaan Tanggal berapa hari ini ? 2 Hari apa sekarang ? 3 Apa nama tempat ini ? 4 Dimana alamat ini ? 5 Berapa umur anda ? 6 Kapan anda lahir ? 7 Siapa presiden Indonesia? 8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ? 9 Siapa nama ibu anda? 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap anggota baru, secara menurun. Jumlah : 10 0

Sumber : burn, 1999. Assessment scales in old age psychiatry. Martin dunitz,ltd. London p. 5557.

Interpretasi Salah 0-2 : fungsi intelektual utuh Salah 3-4 : fungsi intelektual kerusakan ringan Salah 5-7 : fungsi intelektuaal kerusakan sedang Salah 8-10 ; fungsi intelektual kerusakan berat

Hasilnya : salah 0-2 : fungsi intelektual utuh.


D. identitas aspek kognitif

Mini mental state examination ( MMSE) ; folstein MF , 1995 Skor minimum 5 Skor manual 5 Sekarang (hari),(tanggal), ( bulan), (tahun), berapa dan musim apa? 5 5 0 Sekarang kita berada dimana? (jalan),9no,rumah),(kota),(kabupaten),(provinsi). 3 3 Registrasi Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda,1 detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah pasien mengulangi ke3 nama tersebut berikan satu angka untuk setiap jawaban yang benar. Bila masih salah, ulang penyebutan k 3 nama tersebut sampai ia dapat mengulangnya dengan benar. Hitunglah jumlah Orientasi

percobaan dan catatlah ( kertas,pena,jam) (jumlah percobaan : 3) 3 5 0 Hitunglah berturut-turut selang 7 mulai dari 100 kebawah 1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Berhenti setelah 5 hitungan (93,86,72,65). Kemungkinan lain : ejalah katadunia dari akhir keawal ( a-i-n-u-a) 0 Mengingat kembali ( RECALL).

Tanyakan kembali nama ke3 benda yang telah disebutkan diatas berikan 1 angka untuk setiap jawaban yang benar. 3

a. Apakah nama benda-benda ini ? ( perlihatkan pena dan buku) 2 b. Ulanglah kalimat berikut : jika tidak dan atau tapi (1). c. Laksanakan 3 buah perintah ini : peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkan di lantai (3). d. Bacalah dan laksanakan perintah berikt : pejamkan mata anda. (1). e. Tulislah sebuah kalimat (1). f. Tirukan gambar ini (0)

Skor total

18

Sumber : burn,1999. Assessment scales in old age psychiatry. Marthin dunitz ltd. London. P.35.

Skor Nilai 24-30 : normal Nilai 17-23 : probable gangguan kognitif Nilai 0-16 : definitive gangguan kognitif

Hasilnya 18 : probable gangguan kognitif

H. Pengkajian perilaku terhadap kesehatan Kebiasaan merokok : NK.R mengatakan tidak merokok. a. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi : Nenek r mengatakan nenek makan 3x sehari. Pola pemenuhan cairan: nenek mengatakan tidak sering minum air putih hanya minum 4-5 gelas, nenek lebih sering minum teh atau kopi. nenek juga mengatakan jika banyak minum nenek malas bolak balik ke kamar mandi. Pola kebiasaan tidur Nenek mengatakan tidak ada masalah pada pola tidur nya. Pola eliminasi bab/bak Nenek mengatakan bab 1x/sehari , tidak ada keluhan dengan proses bab. Nenek

mengatakan ia sering kencing dalam sehari bisa 4-6 kali sehari bila banyak minum, tidak ada keluhan dalam proses bak. Pola aktivitas Nenek mengatakan masih mampu untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, untuk melakukan kegiatan keterampilan nenek tidak bisa lagi. Nenek mengatakan mandi

3x/sehari dengan menggunakan sabun mandi, gosok gigi gigi. Nenek mengatakan masih

bisa mencuci pakaian nya, dalam sehari nenek mengganti baju saat mandi pagi dan mandi sore.

b. Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari Pengkajian fungsional berdasarkan barthel indeks ; Mahoney & barthel, 1965

No

Aktivitas

Nilai Bantuan Mandiri Nilai manu lar

1 2

Makan Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya termasuk duduk di tempat tidur.

5 5-10

10 15

10 15

Kebersihan diri ,mencuci muka ,menyisir,mencukur dan Menggosok gigi

4 5

Aktivitas toilet Berjalan di jalan yang datar (jika tidak mampu berjalan Lakukan dengan kursi roda)

5 10

10 15

10 10

6 7 8 9 10

Mandi Naik turun tangga Berpakaian termasuk mengenakan sepatu Mengontrol defekasi Mengontrol berkemih JUMLAH

0 5 5 5 5

5 10 10 10 10 100

5 10 10 10 10 95

Sumber : Burns,1999.Assesment Scales m old Age psychiatry.Martin Dunitz Ltd.London,P.133 Penilaian 0-2 : Ketergantungan

21-61 : Ketergantungan berat/sangat tergantung 62-90 : Ketergantungan berat 91-99 : Ketergantungan ringan 100 : Mandiri

Hasil : Tingkat kemandirian kk a dalam kehidupan sehari-hari berada pada tingkat ketergantungan ringan dengan score 95

A. Pengkajian lingkungan Pemukiman Luas bangunan 15x15m berbentuk rumah dengan 6 buah kamar, 1 ruang TV, 2 kamar mandi, teras depan dan teras samping. Bangunan sudah permanen , atap genteng, dinding tembok dan lantai keramik. Lantai dalam wisma dalam keadaan bersih, ventilasi dan jendela ada ditiap kamar dan ruangan, pencahayaan baik. Sanitasi Penyediaan air bersih menggunakan sumur yang di alirkan melalui pipa, kalau untuk air minum kakek mengambil air yang disediakan dari dapur umum atau dari air galon yang ada di ruangan. Untuk toileting menggunakan jamban leher angsa secara bersama dimana jarak septic tank > 10 meter. Untuk pembuangan sampah, sampah ditimbun dan dibakar di

belakan wisma oleh petugas panti atau nenek yang membersihkan lingkungan sekitar rumah. Fasilitas nenek mengatakan di panti biasanya ada kegiatan lansia kadang nenek ikutan kegiatan senam lansia tersebut. Untuk taman di wisma cempaka tidak ada, hanya ada halaman samping yang ditanami pepohonan. nenek mengatakan jika ada acara pertemuan atau TAK biasanya ruangan yang dipakai adalah ruang aula untuk sarana hiburan yang dimanfaatkan adalah TV, sarana ibadah di panti ada yaitu mushola Keamanan dan transportasi Nenek mengatakan jalan mau ke panti tidak rata, banyak turunan dan licin karena jenis lantainya keramik, tidak ada alat transportasi yang nenek miliki, tidak ada juga sarana komunikasi yang bisa digunakan. Cara penyebaran informasi hanya secara langsung dari mulut ke mulut.

B. Pengkajian spritual/ kultural


1. Pelaksanaan ibadah

Nenek mengatakan beragama islam, nenek mengatakan ia sholat 5 waktu setiap hari.
2. Keyakinan tentang kesehatan

Nenek mengatakan ia sakit karena sudah tua dan juga karena kehendak Allah, klien juga sering melaksanakan sholat 5 waktu.

BAB IV Asuhan keperawatan gerontik berduka

4.1.Data yang dapat dikumpulkan adalah: a. Perasaan sedih, menangis. b. Perasaan putus asa, kesepian c. Mengingkari kehilangan d. Kesulitan mengekspresikan perasaan e. Konsentrasi menurun f. Kemarahan yang berlebihan g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain. h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan. i. Reaksi emosional yang lambat j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas 4.2. Diagnosa Keperawatan 1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis. 2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan. 3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

4.3. Rencana Tindakan Keperawatan Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis - Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain. - Tujuan Khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat. 2. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah. 3. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya. 4. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka. 5. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan orang

lain.

Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya dengan klien. R/ Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam mengatasi perasaannya. 2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya. R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien. 3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah. R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya. 4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi. R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat secara emosi. 5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya. R/ Meningkatkan harga diri. 6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya. R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi. 7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang R/ Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri klien.

Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan. Tujuan : 1. Klien merasa harga dirinya naik. 2. Klien mengunakan koping yang adaptif. 3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi 1. Merespon kesadaran diri dengan cara : ~ Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan. ~ Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.

~ Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik. R/ Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat klien.

2. Menyelidiki diri dengan cara : ~ Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya. ~ Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan. ~ Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien. R/ klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan terhadap dirinya sendiri.

3. Mengevaluasi diri dengan cara : ~ Membantu klien menerima perasaan dan pikiran. ~ Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya. R/ Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.

4. Membuat perencanaan yang realistik. ~ Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah. ~ Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik. R/ Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.

5. Bertanggung jawab dalam bertindak. ~ Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif. R/ Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.

6. Mengobservasi tingkat depresi. ~ Mengamati perilaku klien. ~ Bersama klien membahas perasaannya. R/ Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun dengan

tepat.

7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah. ~ Menghargai perasaan klien. ~ Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan. ~ Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya. ~ Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul. R/ Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang yang hilang.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas. Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal. Tujuan khusus : 1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan. 2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih. 3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih. 4. Klien dapat merawat kukunya sendiri.

Intervensi : 1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan. R/ Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.

2. Menganjurkan klien untuk mandi. R/ Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan sendiri.

3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju. R/ Diharapkan klien mandiri.

4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri. R/ Diharapkan klien mandiri.

5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi. R/ Diharapkan klien mandiri R/ Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien yang lain

Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang 1. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap. 2. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep kehilangan secara jujur. 3. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan

lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal. Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC. 2. Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto. 3. Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. 4. Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai